Tumbuhan penghasil bahan pewarna dan tanin

2.2.7 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan

Anyaman telah dikenal oleh nenek moyang kita dulu. Hal tersebut dimulai oleh nenek moyang kita dengan membuat keranjang yang digunakan untuk membawa barang-barang. Selanjutnya, nenek moyang kita mulai membuat alat penutup tubuh mereka. Hal ini masih terdapat pada beberapa suku yang ada di Indonesia contohnya yaitu suku di Irian jaya yang membuat baju wanita dari sejenis teki-tekian yang dianyam. Di Indonesia cukup banyak tersedia keanekaragaman tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri kerajinan, antara lain anyaman. Ciri tumbuhan yang biasanya digunakan sebagai bahan anyaman adalah yang memiliki serat panjang dan kuat Rahayu et al. 2008.

2.2.8 Tumbuhan penghasil bahan pewarna dan tanin

Sebelum kita mengenal pewarna sintetis dari bahan kimia, manusia pada zaman dahulu telah mengenal berbagai jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pewarna. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan pewarna alami antara lain kunyit Curcuma domestica, daun suji, dan lain sebagainya. Menurut Hidayat dan Saati 2006 sejumlah tanaman mempunyai kemampuan untuk menghasilkan pigmen dalam jumlah yang tinggi. Tanaman-tanaman tersebut diantaranya adalah bunga mawar, bunga kana, bunga gladiol, kunyit, ubi jalar, dan kayu secang. Menurut Pitojo dan Zumiati 2009 pewarna nabati adalah pewarna alami yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan atau tanaman. Secara teknis pewarna nabati dapat diperoleh dengan cara yaitu ekstraksi, fermentasi, perebusan, atau melalui perlakuan kimiawi. Pewarna alami dapat diperoleh dengan cara yang sederhana yaitu melalui ekstraksi pelarutan pewarna dengan air dingin atau melalui perebusan. Namun, cara tersebut hanya dapat dilakukan pada pewarna nabati yang mudah larut dalam air. Adapan kekurangan dalam penggunaan pewarna nabati yaitu: 1. Bahan baku pewarna berjumlah banyak Untuk mendapatkan pewarna nabati dalam jumlah yang relatif banyak, maka diperlukan bahan baku yang banyak. Cara ekstraksi yang sederhana memberikan hasil yang kuranng maksimal karena pewarna alami di dalam bahan tidak dapat terekstraksi secara keseluruhan. 2. Hasil biasanya tidak eksak Penggunaan pewarna alami sebagai bahan pewarna tidak dapat memberikan hasil warna yang secara pasti. Dapat dikatakan hasil dari penggunaan pewarna alami akan sangat beragam atau tidak konsisten. 3. Peka terhadap pemanasan Perlakuan pemanasan pengeringan atau perebusan pada bahan makanan dapat mengubah sifat fisika dan kimia dari bahan makanan. Perubahan-perubahan tersebut dapat mempengaruhi warna bahan makanan yang sedang diolah. 4. Peka terhadap keasaman larutan Terdapat beberapa zat pewarna nabati yang dapat terpengaruh oleh kondisi keasaman larutan. Misalnya, yaitu karotenoid yang dapat memberikan warna yang berbeda pada berbagai tingkat keasaman. 5. Kurang ekonomis Pewarna nabati jika dinilai dengan satuan harga mempunyai harga yang lebih mahal dibandingkan dengan pewarna sintetis. Namun, bahan pewarna alami tersedia di lingkungan sekitar kita atau dapat diperoleh dengan mudah. Tanin nabati merupakan bahan dari tumbuhan, memiliki rasa yang pahit dan kelat, seringkali tanin berasal dari ekstrak pepagan atau bagian lain terutama daun, buah dan puru galls. Tanin nabati dapat digunakan untuk proses penyamakan dengan cara pengunaan langsung atau dipekatkan dengan cara mengekstrak kembali bahan taninnya Lemmens Soetjipto 1999.

2.2.9 Tumbuhan penghasil pestisida nabati