11. Gunting : alat yang digunakan untuk memotong spesies tumbuhan yang akan
dijadikan herbarium. 12.
Selotip dan double tip : alat yang digunakan untuk menempelkan tulisan berisi tanda batas antara plot-plot kecil yang berukuran 2m x 2m, 5 m x 5 m,
10 m x 10 m, dan 20 m x 20 m sehingga dapat mempermudah melihat batas antar plot pada saat dilakukan penelitian.
13. Alkohol 70 : digunakan untuk mengawetkan spesies tumbuhan yang akan
dijadikan herbarium agar tidak cepat busuk atau rusak struktur tumbuhannya. 14.
Alat tulis : digunakan untuk mencatat data-data yang berkaitan dengan penelitian.
15. Komputer beserta perlengkapannya : digunakan untuk mengolah data yang
telah didapat dari penelitian dan digunakan untuk proses penyusunan skripsi.
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan adalah potensi tumbuhan berguna yang ada di Taman Hutan Raya R. Soerjo meliputi nama spesies lokal dan nama ilmiah,
famili, habitus, dan kegunaan. Data pendukung yang dikumpulkan yaitu kondisi umum lokasi penelitian meliputi sejarah kawasan, letak dan luas, geologi dan
tanah, topografi, iklim, vegetasi dan satwa.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data yang dikumpulkan
3.4.1.1 Komposisi dan keanekaragaman tumbuhan
Kegiatan pengambilan data tumbuhan dilakukan dengan cara analisis vegetasi menggunakan metode kombinasi jalur dan garis berpetak. Ukuran jalur
20 m x 200 m sebanyak 10 buah dengan arah memotong garis kontur. Penentuan jalur dilakukan dengan cara systematic sampling yaitu penentuan jalur yang
dilakukan secara sistematik dengan jarak antara jalur satu dengan yang lainnya sepanjang 100 m. Kemudian jalur dibagi menjadi petak ukur yang berukuran 20 m
x 20 m Gambar 2.
14 Tahura R. Soerjo
Sumber : httpwww.dephut.go.idindex.php?q=idnode1311
Gambar 1 Peta kawasan hutan di Provinsi Jawa Timur dan lokasi Taman hutan raya R. Soerjo.
20 m
10 m Gambar 2 Desain plot contoh dalam analisis vegetasi dengan menggunakan
metode kombinasi jalur berpetak. Data yang dikumpulkan meliputi nama spesies, jumlah individu setiap
spesies untuk tingkat semai dan pancang sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon yaitu nama spesies, jumlah individu, dan diameter batang. Tumbuhan dikatakan
semai apabila tinggi 1,5 m dan diameter 3 cm dengan petak ukur 2 m x 2 m a, tingkat pancang tinggi 1,5 m dan diameter 10 cm diukur dengan petak
ukur berukuran 5 m x 5 m b, tingkat tiang memiliki diameter 10 cm - 20 cm diukur dengan petak ukur berukuran 10 m x 10 m c, dan tingkat pohon memiliki
diameter ≥ 20 cm diukur dengan petak ukur berukuran 20 m x 20 m d. Ukuran
petak untuk masing tingkat pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 1.
3.4.1.2 Pembuatan herbarium
Herbarium adalah koleksi spesimen tumbuhan yang terdiri dari bagian- bagian tumbuhan ranting lengkap dengan daun, kuncup yang utuh, serta kalau
ada bunga dan buahnya. Tujuan dibuatnya herbarium adalah untuk memudahkan identifikasi dari spesies yang belum dapat diketahui. Pembuatan herbarium
dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1
Mengumpulkan contoh-contoh herbarium dengan panjang maksimal 40 cm. 2
Memberikan label pada spesimen herbarium tersebut. Label gantung berisi keterangan tentang nomor spesies, tanggal pengambilan, nama lokal, lokasi
pengumpulan, dan nama pengumpulkolektor.
d c
b
b
a a
c d
3 Spesimen herbarium tersebut dimasukkan ke dalam kertas koran lalu
dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disemprot dengan menggunakan alkohol 70.
4 Spesimen herbarium tersebut dibawa dan dikeringkan dengan menggunakan
panas matahari. 5
Spesimen herbarium yang sudah kering diidentifikasi nama ilmiahnya oleh praktisi dari Herbarium Bogoriense yaitu Bapak Ismail.
3.4.1.3 Identifikasi spesies tumbuhan berguna
Proses identifikasi spesies-spesies tumbuhan berguna dikerjakan dengan melakukan cek silang dengan berbagai literaturbuku, antara lain: Heyne 1987
dan Lemmens Soetjipto 1999. Data-data yang dikumpulkan dari masing- masing spesies tumbuhan pada setiap lokasi meliputi : nama lokal, nama ilmiah,
famili, kegunaan, dan bagian yang digunakan.
3.4.1.4 Kondisi umum kawasan
Pengumpulan data berupa kondisi umum lokasi penelitian dilakukan dengan studi pustaka atau studi literatur. Kegiatan pengumpulan data dilakukan di kantor
Balai Taman Hutan Raya R. Soerjo. Data yang dikumpulkan meliputi sejarah kawasan, letak dan luas, geologi dan tanah, topografi, iklim, vegetasi dan satwa.
3.4.2 Analisis Data 3.4.2.1 Indeks Nilai Penting INP
Menurut Soerianegara dan Indrawan 1998 untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi, maka pada masing-masing petak ukur dilakukan analisis
kerapatan, frekuensi, dan dominansi untuk setiap jenis tumbuhan. Nilai INP Indeks Nilai Penting merupakan parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk
menyatakan tingkat dominansitingkat penguasaan Mukrimin 2011. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut :
-
Kerapatan K Indha
K =
Frekuensi F
F =
-
Dominansi D
D = -
Kerapatan Relatif KR
KR = -
Frekuensi Relatif FR
FR = -
Dominansi Relatif DR
DR= -
Indeks Nilai Penting INP untuk tingkat pancang, semai, dan tumbuhan bawah adalah KR + FR
- Indeks Nilai Penting INP untuk tingkat tiang dan pohon adalah KR + FR +
DR
3.4.2.2 Tingkat keanekaragaman spesies
Menurut Odum 1998 diacu dalam Abdiyani 2008 untuk menghitung tingkat keanekaragaman spesies digunakan Shannon-wienner index H’ dengan
persamaannya sebagai berikut : H =
dimana pi = ni N
Keterangan : H’
: Indeks keanekaragaman spesies N
: Total INP seluruh spesies Ni
: INP suatu spesies
3.4.3.3 Tingkat kemerataan Spesies
Untuk menghitung tingkat kemerataan individu di dalam spesies digunakan indeks kemertaan spesies Evenness E. Indeks kemerataan ini menunjukkan
penyebaran individu di dalam spesies. Menurut Ludwig dan Reynolds 1988 indeks ini dapat dihitung dengan rumus :
E =
Keterangan : E = Indeks kemerataan spesies
H’= Indeks Shannon S = Jumlah Spesies
3.4.2.4 Persentase habitus
Habitus atau perawakan tumbuhan meliputi: pohon, liana, semak dan herba. Rumus yang digunakan dalam menghitung persentase habitus, yaitu sebagai
berikut : Persentase habitus tertentu =
3.4.2.5 Persentase potensi tumbuhan berguna
Potensi tumbuhan berguna dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Persentase potensi tumbuhan berguna =
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Sejarah dan Dasar Hukum
Menurut UPT TAHURA R. Soerjo 2010 kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 29 tahun 1992 dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1128Kpts-II1992 dengan luas 25.000 ha. Taman Hutan Raya R. Soerjo terdiri
dari Hutan Lindung Gunung Anjasmoro, Gunung Gede, Gunung Biru, dan Gunung Limas seluas 20.000 ha. Selain itu kawasan Tahura R. Soerjo juga terdiri
dari kawasan Cagar Alam Arjuno Lalijiwo sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 250KptsUm51972 tanggal 25 Mei 1972 dengan luas
4.940 ha dan tanah kebun penelitian Universitas Brawijaya seluas 40 ha. Setelah ditetapkan sebagai kawasan taman hutan raya pada tahun 1992 maka
dilakukan penataan batas ulang oleh kanwil kehutanan pada tahun 1997. Dilakukannya penataan ulang batas kawasan Tahura maka terjadi penambahan
luas kawasan menjadi 27.868,30 ha. Rincian kawasan Tahura R. Soerjo setelah dilakukan penataan batas ulang adalah Kawasan Hutan Lindung 22.908,3 ha, dan
kawasan Cagar Alam Arjuno Lalijiwo PHPA 4. 960 ha. Penataan batas tersebut juga telah ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 80Kpts-
II2001 pada tanggal 15 Maret 2001.
4.2. Keadaan Fisik Kawasan 4.2.1. Letak dan luas kawasan
Menurut UPT TAHURA R. Soerjo 2010 kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo secara geografis berada di 7
40’ 10’’- 7 49’ 31’’ LS dan 112
22’ 13’’- 112
46’ 30’’ BT. Kawasan Tahura R. Soerjo memiliki luas 27.868, 30 ha. Secara administratif kawasan Tahura R. Soerjo terletak di lima kabupaten yaitu
Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang dan Kota Batu. Untuk lebih jelasnya tersaji pada Gambar 1 mengenai
peta provinsi jawa timur dan letak Taman Hutan Raya R. Soero. Batas-batas kawasan Tahura R. Soerjo secara administratif adalah sebagai berikut :
• Batas sebelah barat : Kawasan hutan Perum Perhutani KPH Malang dan
KPH Jombang • Batas sebelah utara
: Kawasan Hutan Perum Perhutani KPH Pasuruan • Batas sebelah timur
: Kawasan Hutan Perum Perhutani KPH Pasuruan • Batas sebelah selatan
: Kawasan Hutan Perum Perhutani KPH Malang dan APL Kota Batu
4.2.2. Topografi
Menurut UPT TAHURA R. Soerjo 2010 kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo merupakan sebuah dataran tinggi yang membentang dari barat ke timur dan
selatan ke utara dengan konfigurasi topografi yang bervariasi yaitu antara datar, berbukit dan bergunung . Ketinggian kawasan Tahura R. Soerjo mulai dari 1000 –
3339 meter di atas permukaan laut.
4.2.3. Iklim
Menurut klasifikasi iklim Schmid dan Ferguson Tahura R. Soerjo termasuk tipe iklim C dan D dengan curah hujan rata-rata 2.500 - 4.500 mm per tahun. Suhu
udara di Taman Hutan Raya R. Soerjo berkisar antara 5 C – 10
C UPT TAHURA R. Soerjo 2010.
4.2.4. Hidrologi
Menurut UPT TAHURA R. Soerjo 2010 kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo termasuk dalam wilayah Daerah Aliran Sungai DAS Brantas. Terdapat
beberapa sumber mata air di kawasan Taman hutan Raya R. Soerjo yaitu sumber mata air sungai brantas yang terletak di Gunung Anjasmoro wilayah desa Sumber
Brantas, sumber mata air yang terdapat di kompleks Gunung Arjuno sumber mata air di pondok welirang dan di pondok lalijiwo, dan Sumber mata air panas
cangar Gunung Arjuno bagian barat. Terdapat tiga sumber air di sumber mata air panas cangar dan dua diantaranya telah dimanfaatkan sebagai tempat
pemandiantempat rekreasi.
4.3. Aksesibilitas
Menurut UPT TAHURA R. Soerjo 2010 kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo dapat dicapai melalui beberapa alternatif, antara lain:
1. Malang - Batu - Sumber Brantas, berjarak ± 38 km dan dapat dicapai dengan
kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. 2.
Mojokerto – Pacet, berjarak ± 30 km dan hanya dapat dicapai dengan kendaraan pribadi.
3. Surabaya - Pandaan - Priden – Tretes, berjarak ± 74 km dan dapat dicapai
dengan kendaraan umum, lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju Pondok Welirang, Padang rumput Lalijiwo terus ke Gunung Welirang
selanjutnya turun ke lokasi dengan waktu perjalanan 14 jam. Kondisi jalan menuju lokasi sangat baik dengan kondisi aspal yang masih
baik. Namun jalan tersebut pada saat hujan rawan longsor dan jalannya licin serta jalannya yang menanjak dan turunan.
4.4. Keadaan Biologi