dengan kesimpulan kasus menyangkut Negara mereka sendiri dan Negara yang lain.
B. Pengawasan terhadap Implementasi Putusan European Court of Human
Rights
Komite Menteri adalah badan utama yang bertanggung jawab dalam pengawasan pelaksanaan dari putusan Pengadilan, yang mana berarti bahwa
kontrolnya bersifat politik dan kolektif, sebagaimana dalam sistem regional lainnya. Tekanan yang sama ini bertujuan untuk menciptakan perasaan antar-
Negara bahwa mereka adalah sebuah komunitas dari “pikiran yang sama” yang menerima kewajiban prosedur tentang pengawasan pembayaran penebusan
setimpal dan adopsi langkah perseorangan dan langkah umum, lalu di akhir proses Komite Menteri menutup pengawasan tersebut dengan sebuah resolusi akhir final
resolution.
195
1. Komite Menteri
Kewenangan pengawasan pelaksanaan Putusan ECtHR tercantum dalam Pasal 46 pararaf 2 ECHR “The final judgment of the Court shall be
transmitted to the Committee of Ministers, which shall supervise its execution.” Pasal tersebut menyimpulkan beberapa tugas pokok Komite
Menteri antara lain ; pertama, menyerahkan pada Pengadilan ECtHR bila dalam pelaksanaan putusan tersebut terkendala penafsiran putusan tersebut.
Kedua, bila Negara Anggota menolak untuk mematuhi putusan akhir, maka
195
Ibid, hlm.13
Komite Menteri berhak menyatakan untuk mempertimbangkan bahwa Negara Anggota telah monolak mematuhi putusan dan dapat menyerahkan masalah
tersebut pada Pengadilan. Ketiga, mempertimbangkan langkah yang akan diambil jika ECtHR dalam putusannya telah menyatakan bahwa Negara
tersebut tidak mematuhi putusan akhir, dan pada akhirnya menutup kasus. Terdapat 4 prosedur yang diperkenalkan sebelum adanya Protokol 14.
Pertama, dalam prosedur twin-track, suatu penekanan untuk mendorong kasus penundaan pelaksanaan secara sistematis ditambahkan dalam agenda Komite
untuk “Pertemuan HAM” berikutnya. Meskipun demikian, efisiensi dari prosedur ini tergantung keinginan politis political will dari anggota Komite
Menteri. Dalam cara yang membangun, Komite Menteri dapat mengembangkan sinergi dengan otoritas nasional untuk membantu mereka
dalam proses pelaksanaannya. Kedua, sejak tahun 1987 Komite telah menggunakan penyelesaian
sementara interim measure
196
196
Déborah Forst, Ibid, hlm.15
melawan Negara saat belum ada tindakan yang telah dipakai, atau untuk mendorong Negara melanjutkan mengambil
langkah aktif untuk melaksanakan putusan. Penyelesaian ini memperkenalkan transparansi lebih dalam proses pengawasan, namun tetap tergantung pada
proses politik. Ketika kepatuhan ditunda, Komite Menteri dapat mengadopsi putusan sementara untuk menyediakan keterangan pada kemajuan penerapan
atau untuk menyatakan hal yang berkaitan dengan saran-saran tertentu, terkadang Komite menerbitkan memoranda publik menjelaskan tahap-tahap
ada yang harus diambil negara dalam kasus yang muncul karena pelanggaran struktural.
Ketiga, adalah adopsi putusan dan jumpa pers untuk memunculkan kesadaran publik ketika telah muncul masalah penerapan yang tidak serius.
Misalnya Komite Menteri memakai jumpa pers berkaitan dengan pelaksanaan putusan tentang masalah fungsi keadilan di Albania, dan meningkatkan
kekuasaan dalam melanjutkan upayanya. Hal ini hanya sebagai penyelesaian sementara, mereka mempublikasikan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi
tersebut, namun dengan lebih rinci dan lebih mudah untuk diterapkan. Terakhir, Komite Menteri berdasarkan Pasal 3 Statue of the Council of
Europe dibebankan untuk menunda hak-hak dari wakil Negara atau mengajukan permintaan untuk penarikan diri dari organisasi. Tidak
dilaksanakannya putusan tesebut dapat ditafsirkan sebagai pelanggaran yang cukup serius untuk membenarkan tindakan tersebut. Meskipun demikian, ini
adalah pilihan yang ekstrim. Adapun prosedur baru yang diperkenalkan dalam Protokol 14 yakni :
Pertama adanya kemungkinan berdasarkan Paragraf 3 Pasal 46 untuk Komite Menteri membuat penyerahan pada Pengadilan untuk penafsiran dari Putusan
akhir. Persisnya tujuan prosedur ini adalah untuk mengakhiri jalan buntu ketika yurisprudensi Pengadilan tidak jelas, bukan untuk menguji langkah
yang diambil dalam penerapan putusan. Hal ini dapat mendorong putusan pengadilan yang lebih jelas berkaitan dengan prinsip umum dan penerapannya
pada kasus utama.
Kedua untuk mempercepat pelaksanaan putusan, maka diterapkan “prosedur pelanggaran” infringement procedure berdasarkan Paragraf 4
Pasal 46 Konvensi. Ini diterapkan dalam keadaan yang dikecualikan, yakni ketika Negara termohon dan Komite Menteri telah gagal untuk mencapai
kesepakatan pada langkah yang tepat untuk mematuhi putusan, atau ketika Negara tidak inign atau tidak dapat mengambil langkah tersebut.
2. Organ Lain dari CoE untuk Mempercepat Pelaksanaan Putusan
Tanggung jawab pelaksanaan putusan ECtHR tidak hanya diemban Komite Menteri berdasarkan Paragraf 2 Pasal 46. Meskipun Demikian, ketika
kesulitan muncul, Komite Menteri dapat menggunakan organ-organ CoE yang lain untuk memaksa Negara agar patuh pada putusan ECtHR. Majelis
Parlemen dan Komisioner HAM telah mulai berperan aktif dalam proses pengawasan pelaksanaan Putusan.
Komisioner HAM Commissioner for Human Rights Commissioner for Human Rightsjuga dapat turun tangan pada Komite Menteri untuk
memberikan pengetahuan mendalam atau wawasan ketika kesulitan muncul berkaitan dengan pelaksanaan Putusan ECtHR, dan sejak pengadopsian
Protokol 14 ia juga dapat turun tangan sebagai pihak ketiga dalam ECtHR sebagaimana dalam Paragraf 3 Pasal 36 “In all cases before a Chamber or the
Grand Chamber, the Council of Europe Commissioner for Human Rights may submit written comments and take part in hearings.”
Organ lain yang berperan dalam pengawasan terhadap pelaksanaan Putusan ECtHR adalah Majelis Parlemen dimana sejak tahun 2000 terikat
dalam memonitoring prosedur pelaksanaan putusan untuk berkontribusi pada transparansi dan kejelasan proses tersebut, serta untuk memperjelas bhwa
parlemen nasional dapat berperan dalam Penerapan Putusan ECtHR. Ide dari delegasi nasional pada Majelis Parlemen ini adalah bahwa utusan Negara di
Majelis Parlemen harus menekan kekuasaan legislatif dan eksekutif Negara ketika mereka kembali ke Negara asal mereka. Majelis Parlemen mengambil
laporan, resolusi untuk perhatian pada Negara-negara anggota CoE ,merekomendasikan pada Komite Menteri dan meminta pertanyaan lisan dan
tulisan pada Komite Menteri. Adapun alur prosedur pelaksanaan suatu putusan ECtHR dapat diimplementasikan dan diawasi oleh Komite Menteri dapat
digambarkan dalam skema sebagai berikut :
Skema 2 : Proses Implementasi Putusan
197
197
Sumber skema diunduh dari httpswww.echr.coe.int tanggal 10 Januari 2015
Transmission of The Case File to The Committee of
Obligation of The State in
Adoption of Individual Measures Restitution,
Reopening of The Proceedings…
Payment of Compensation
Just Satisfaction
Adoption of General Measures
Amendment to The Legislation…
Examination by The Committee of
Ministers
Unsatisfactory Execution
Satisfactory Execution
Final Resolution = Case Concluded
BAB IV YURISDIKSI
EUROPEAN COURT OF HUMAN RIGHTS TERKAIT IMPLEMENTASI PUTUSANNYA DI INGGRIS MENURUT HUKUM
INTERNASIONAL
A. Bentuk-Bentuk Yurisdiksi Europen Court of Human Rights terkait Imple-