Tinjauan Umum Tentang Yurisdiksi menurut Hukum Internasional

BAB II YURISDIKSI EUROPEAN COURT OF HUMAN RIGHTS MENURUT EUROPEAN CONVENTION ON HUMAN RIGHTS

A. Tinjauan Umum Tentang Yurisdiksi menurut Hukum Internasional

Hukum Internasional HI ialah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas Negara antara ; Negara dengan Negara, Negara dengan subjek hukum lain bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lain. 43 Pada umumya HI diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur hubungan antara Negara-negara dan subjek-subjek hukum lainnya dalam kehidupan maysarakat internasional. 44 Secara teoritis dapat dikemukakan bahwa subjek HI sebenarnya hanyalah Negara. 45 dan beberapa penulis tertentu menyatakan bahwa negara satu-satunya subjek HI. 46 43 Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, op.cit, hlm. 4 Namun keberatan terhadap teori itu senantiasa dikaitkan dengan perkara budak-budak slaves dan perompak-perompak pirates. Sebagai akibat dari traktat-traktat umum, beberapa hak perlindungan tertentu dan lain-lain telah diberikan kepada budak-budak oleh masyarakat Negara-negara. Selain itu, berdasarkan hukum kebiasaan internasional, individu-individu yang melakukan tindak pidana perompakan jure gentium di laut lepas dapat dipandang sebagai 44 Boer Mauna, HI: Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Bandung: Alumni, 2011, hlm. 1 45 Ibid, hlm. 95 46 J.G. Starke, Pengantar HI, Edisi Kesepuluh, terjemahan Bambang Iriana Djajaatmadja Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm.77 musuh-musuh umat manusia yang bertanggung jawab atas penghukuman oleh setiap Negara yang menangkap mereka. 47 Dengan demikian berdasarkan mana para budak menikmati perlindungan sesungguhnya memberikan kewajiban- kewajiban atas Negara-negara peserta. Tanpa adanya kewajiban demikian atas Negara-negara untuk mengakui dan melindungi kepentingan-kepentingan mereka, maka para budak tersebut tidak akan memiliki hak-hak apapun dalam HI. 48 Subjek HI menurut Martin Dixon adalah “a body or entity which is capable of possessing and exercising rights and duties under international law”. Subjek- subjek HI tersebut seharusnya memiliki kecakapan-kecakapan HI utama the main international law capacities untuk mewujudkan kepribadian Hukum Intenraisonalnya international legal personality. Kecakapan hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut : Sebagai pendukung teori tersebut maka terdapat berbagai pendapat yang menyatakan bahwa individu merupakan subjek hukum yang sesungguhnya dari HI, karena dalam analisis terakhir, individulah yang merupakan subjek segala hukum nasional maupun internasional. 49 1. Mampu untuk menuntut hak-haknya di depan pengadilan internasional dan nasional 2. Menjadi subjek dari beberapa atau semua kewajiban yang diberikan oleh Hukum Internasional 47 Ibid hlm.78 48 Ibid 49 Martin Dixon, Textbook on International Law, 4th Edition, London: Blackstone Press Limited, 2000, hlm. 105 3. Mampu membuat perjanjian internasional yang sah dan mengikat dalam Hukum Internasional 4. Menikmati imunitas dari yurisdiksi pengadilan domestik. Dalam praktik hanya Negara dan organisasi internasional tertentu seperti PBB yang memiliki semua kecakapan hukum diatas. 50 1. Negara Seiring dengan perkembangan pendapat ini, terdapat berbagai macam subjek HI yang memperoleh kedudukannya berdasarkan hukum kebiasaan internasional karena perkembangan sejarah. Adapun subjek-subjek hukum menurut kebiasaan internasional yang dianggap memiliki beberapa kecakapan tersebut antara lain : Negara adalah subjek HI dalam arti yang klasik, dan telah demikian halnya sejak lahirnya HI. 51 Teori HI dilandasi oleh prinsip kedaulatan negara. 52 Mengenai syarat-syarat sebuah entitas dapat dikategorikan sebagai Negara, HI mengacu pada Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 tentang hak dan Negara memiliki kewenangan terbesar sebagai subjek HI dan semua kecakapan hukum. Dalam perkembangannya telah muncul macam-macam bentuk Negara dan kesatuan Bukan Negara, antara lain Negara kesatuan, Negara federasi, Negara konfederasi, Negara persemakmuran, Negara mikro, Negara netral, Negara protektorat, condominium, serta wilayah perwalian trust. 50 Karenanya Boer Mauna membagi subjek HI dalam subjek HI aktif yaitu Negara dan organissasi internasional serta subjek HI pasif yaitu subjek HI non-Negara dan organisasi internasional. 51 Sefriani, op.cit, hlm. 98 52 Ibid, hlm.231 kewajiban Negara 53 a. Memiliki teritorial tertentu yang menyatakan bahwa karakteristik Negara adalah sebagai berikut : Suatu wilayah yang pasti fixed territory merupakan persyaratan mendasar adanya suatu Negara. meskipun demikian, tidak ada persyaratan dalam HI bahwa semua perbatasan sudah final dan tidak memiliki sengketa perbatasan lagi dengan Negara-negara tetanga baik pada waktu memproklamirkan diri sebagai Negara baru ataupun setelahnya. 54 b. Memiliki populasi permanen Negara tidak akan eksis tanpa penduduk. Persyaratan a permanent population dimaksudkan untuk sebuah komunitas yang stabil. Tidak ada peryaratan jumlah minimum penduduk yang harus dimiliki suatu Negara. HI juga tidak mensyaratkan bahwa penduduk haruslah homogeneous. Kriteria a stable population merujuk pada kelompok individu yang hidup di wilayah Negara tertentu. 55 c. Memiliki pemerintahan government Pemerintah yang dimaksud adalah pemerintah yang berdaulat, mampu menguasai organ-organ pemerintahan secara efektif dan memelihara ketertiban dan stabilitas dalam negeri yang bersangkutan. Pengertian berdaulat tidak dapat ditafsirkan bahwa pemerintah yang 53 Konvensi ini sebenarnya hanya merupakan konvensi Regional kawasan Amerika, senantiasa menjadi rujukan dalam HI 54 Sefriani, op.cit hlm. 104 55 Ibid, hlm. 105 bersangkutan tidak pernah diintervensi pihak manapun dalam menentukan kebijakannya. Dalam praktik, hampir tidak ditemukan pemerintah suatu Negara yang bebas dari intervensi, baik intervensi yang berasal dari Negara lain maupun subjek HI lain seperti yang berasal dari lembaga internasional. 56 d. Memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan internasional dengan negara lain capacity to enter into relations with other state. Kemampuan untuk melakukan hubungan dengan Negara lain merupakan manifestasi dari kedaulatan. Suatu Negara yang merdeka tidak dibawah kedaulatan Negara lain akan mampu melakukan hubungan dengan Negara lain. Suatu Negara dikatakan merdeka legal independence jika wilayahnya tidak berada dibawah otoritas berdaulat yang sah dari Negara lain. Kemampuan untuk melakukan hubungan dengan Negara lain adalah kemampuan dalam pengertian yuridis baik berdasarkan hukum nasional maupun internasional, bukan kemampuan secara fisik. 57 2. Organisasi Publik Internasional Organisasi internasional diakui sebagai subjek HI yang berhak menyandang hak dan kewajiban dalam HI barulah sejak keluarnya pendapat nasihat Mahkamah Internasional dalam kasus Reparation Case 1949. Mahkamah Internasional dalam pendapat nasihatnya menyatakan bahwa secara de jure dan de facto cukup PBB sebagai suatu organisasi 56 Ibid, hlm.106 57 I Wayan Parthiana, op.cit, hlm. 65. internasional yang memiliki legal personality serta legal capacity untuk bertindak di depan hukum mewakili kepentingan PBB sendiri juga kepentingan korbannya. 58 D.W. Bowett merumuskan pengertian umum dari organisasi internasional sebagai berikut : In general, however, they were permanent association…,based upon treaty of a multilateral than a bilateral type and with some define criterion of purpose. 59 Terdapat dua fungsi utama dari organisasi internasional yaitu sentralitas seperti halnya mengatur kegiatan organisasi lewat struktur yang stabil dan perlengkapan administrasi yang mendukung. Selain itu organisasi internasional juga berfungsi independen yang berarti memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai kadarnya dalam suatu bidang tertentu. Dalam artian ini organisasi internasional harus memiliki syarat yaitu perjanjian dan lebih cenderung pada perjanjian multilateral banyak Negara dibandingkan dengan perjanjian bilateral antara dua Negara dan harus dengan tujuan tertentu. 60 Pemahaman lebih lanjut tentang elemen-elemen yang harus dimiliki sebuah organisasi internasional diutarakan oleh Lerroy Bennet 61 mengemukakan ada 5 ciri-ciri yang dimiliki organisasi Internasional yaitu: 58 Michael Akehurst, A Modern Introduction to International Law, Inggris: George Allen 7 Unwin Publisher, 1983, hlm.69, dikutip dari Sefriani, op.cit, hlm.143 59 D. W. Bowett, The Law of International Institutions, 2 nd ed., London: Butter Worth, 1970, hlm.5-6 60 Gerd Oberleitner, op.cit, hlm.12 61 A. Lerroy Bennet, International Organization New Jersey: Prentice-Hall,1979 hlm.3 a. A permanent organization to carry on a continuing set of functions b. Voluntary Membership of Eligible c. Basic Instrumen stating goals, structure and methods of operation d. A broadly representative consultative conference organ e. Permanent secretariat to carry on continuous administrative, research and information functions Klasifikasi secara umum berdasarkan Piagam PBB bahwa terdapat 2 dua jenis organisasi internasional yaitu organisasi internasional antar- pemerintah atau Internastional Governmental Organizations IGOs dan organisasi non-pemerintah atau Non-Governmental Organizations NGOs. 62 Organisasi internasional antar pemerintah atau Internasional Governmental Organization IGOs adalah organisasi yang beranggotakan pemerintah atau instansi yang mewakili pemerintah suatu Negara secara resmi. 63 Dalam menjalankan fungsinya, organisasi tersebut perlu mempunyai keabsahan sebagai satuan tersendiri, bukan sekedar mengatasnamakan Sedangkan Non-Governmental Organization adalah suatu lembaga yang didirikan atas prakarsa swasta atau non-pemerintah. Ruang lingkup organisasi NGOs ini sangat luas dan beraneka ragam : Bidang humaniter seperti Komisi Palang Merah Internasional International Committee of Red CrossICRC maupun Amnesty International. Selain itu, di bidang olahraga seperti Komite Olimpiade Internasional dan bidang perlindungan lingkungan seperti Greenpeace. 62 United Nations, United Nations Charter, Pasal 71 63 T. May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional, Bandung: Refika Aditama, 2005, hlm. 5 Negara-negara anggotanya. 64 Legal personality dan legal capacity adalah hal yang sangat penting dimiliki oleh suatu organisasi internasional agar mereka dapat menjalankan fungsinya. 65 Tidak semua organisasi internasional memiliki status sebagai subjek hukum HI. Organisasi Internasional yang diakui sebagai subjek HI harus memenuhi karakteristik berikut 66 a. Dibentuk dengan suatu perjanjian internasional oleh lebih dari dua : Negara, apapun namanya dan tunduk pada rezim HI b. Memiliki sekretariat tetap Lewat perjanjian ini dapat diketahui apa nama organisasi tersebut, tujuan, fungsi, asas, kewenangan, sistem keanggotaan, sistem pemungutan suara, hak dan kewajiban anggota, juga organ-organ atau struktur organisasinya. Syarat adanya perjanjian yang dibentuk oleh Negara-negara menjadikan organisasi yang memiliki kedudukan sebagai subjek dalam HI hanyalah organisasi antar-pemerintah Inter-Government Organization bukan Non-Government Organization. Syarat kedua menujukkan tempat kedudukan organisasi tersebut. Sekretariat menjadi tempat kegiatan, penyimpanan arsip, pertemuan- pertemuan dan administrasi dari organisasi internasional hal ini juga sebagai identitas dan pertanggunjawaban pendirian organisasi dalam menunjukkan eksistensinya sebagai organisasi internasional. Dengan 64 T. May Rudy, op.cit, hlm. 26 65 Sefriani, op.cit, hlm.143 66 Ibid international personality yang dimilikinya maka suatu organisasi internasional akan memiliki kecakapan HI international legal capacity. 67 3. Tahta Suci Vatikan Tahta Suci merupakan suatu contoh dari suatu subjek HI yang telah ada sejak dahulu di samping Negara. Hal ini merupakan peninggalan atau kelanjutan sejarah sejak zaman dahulu ketika paus bukan hanya merupakan kepala gereja Roma, tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang Takhta Suci mempunyai perwakilan diplomatik di banyak ibukota antara lain di Jakarta wakil diplomatik Negara-negara lain. Takhta suci merupakan suatu hukum dalam arti yang penuh dan sejajar keduudkannya dengan Negara. hal ini terjadi terutama setelah diadakannya perjanjian antara Italia dan Takhta Suci pada tanggal 11 Februari 1929 Lateran Treaty yang mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada Takhta Suci dan memungkinkan didirikannya Negara Vatikan, yang dengan perjanjian itu sekaligus dibentuk dan diakui. Dalam kategori yang sama, yaitu subjek HI karena sejarah, walaupun dalam arti yang jauh lebih terbatas dapat pula disebut suatu satuan yang bernama Order of The Knights of Malta. Himpunan ini hanya diakui oleh beberapa Negara sebagai subjek HI. 4. Palang Merah internasional International Committee of The Red Cross ICRC atau Palang Merah Internasional yang berkedudukan di Jenewa mempunyai tempat tersendiri 67 Ibid, hlm.144 unik dalam sejarah HI. ICRC adalah organisasi yang dibentuk oleh John Henry Dunant pada tahun 1949. Organisasi ini sebagai suatu subjek hukum yang terbatas lahir karena sejarah walaupun kemudian kedudukannya status diperkuat dalam perjanjian dan kemudian Konvensi-konvensi Palang Merah sekarang Konvensi Jenewa Tahun 1949 tentang Perlindungan Korban Perang. Sekarang Palang Merah Internasional secara umum memiliki kedudukan sebagai subjek HI walaupun dengan ruang lingkup yang sangat terbatas. 68 5. Orang Perorangan Individu Pendapat yang dikemukakan Hans Kelsen dalam bukunya Prinsciples of International Law menyatakan bahwa apa yang dinamakan hak dan kewajiban negara sebenarnya adalah hak dan kewajiban semua manusia yang merupakan anggota masyarakat yang mengorganisir dirinya dalam negara itu. Dalam pandangan teori Kelsen ini Negara tidak lain dari suatu konstruksi yuridis yang tidak akan mungkin tanpa manusia-manusia anggota masyarakat Negara itu. 69 Dalam perjanjian perdamaian Versailes tahun 1919 yang mengakhiri Perang Dunia I antara Jerman dengan Inggris dan Perancis, dengan masing-masing sekutunya sudah terdapat pasal-pasal yang memungkinkan orang perorangan mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrase Internasional, sehingga dengan demikian sudah ditinggalkan dalil lama 68 Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, op.cit, hlm. 101 69 Hans Kelsen, Principles of International Law New York: 1952, hlm. 97 dikutip dari Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, op.cit, hlm 97 bahwa hanya Negara yang bisa menjadi pihak di hadapan suatu peradilan internasional. 70 Selanjutnya pasca perang dunia kedua dalam pengadilan ad hoc Nurenberg dan Tokyo dinyatakan bahwa individu memeiliki international personality, mampu menyandang hak dan kewajiban yang diberikan HI padanya. Individu bertanggung jawab secara pribadi, dapat dituntut di pengadilan internasional atas kejahatan perang yang dilakukannya tanpa dapat berlinudng dibalik negaranya. 71 Dari paparan historis tersebut tampak bahwa pengakuan HI terhadap individu sebagai subjek HI terbatas pada dimungkinkannya individu dituntut di depan pengadilan internasional untuk bertanggung jawab secara pribadi atas namanyanya sendiri terhadap kejahatan-kejahatan internasional yang telah dilakukannya. 72 Pengakuan terhadap kewajiban individu sebagai subjek HI diikuti oleh pengakuan hak atas individu tersebut secara internasional. Perjanjian Internasional yang memberikan hak pada individu untuk mengajukan tuntutan di depan pengadilan internasional salah satunya adalah Washington Convention Establishing the International Centre for Settlement of Investment Dispute 1965 yang dikenal dengan konvensi ICSID. 73 70 Treaty of Versailles, 1919, Pasal 297 dan 304 71 Sefriani, ibid, hlm. 147 72 Ibid, hlm. 148 73 Ibid, hlm. 149 Namun pengakuan ini memperoleh pembatasan. Individu-individu dalam hal tertentu dapat menjadi subjek HI, tetapi hanya sebagai subjek hukum buatan, sebagaimana yang dikatakan oleh Prof. Nguyen Quoc Din. 74 6. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa Belligerent Disebut subjek hukum buatan adalah karena kehendak Negara- negaralah yang menjadikan individu-individu tersebut dalam hal-hal tertentu sebagai subjek HI yang dirumuskan dalam ketentuan-ketentuan konvensional. Kejadian-kejadian dalam suatu negara, termasuk di dalamnya pemberontakan dari kaum separatis merupakan urusan intern negara yang bersangkutan. Hukum yang berlaku terhadap peristiwa pemberontakan tersebut adalah hukum nasional Negara yang bersangkutan. HI melarang Negara lain untuk tidak melakukan intervensi tanpa persetujuan Negara tersebut. Negara-negara lain berkewajiban menghormati hak Negara tersebut menerapkan hukum nasionalnya terhadap peristiwa pemberontakan itu. 75 Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa belligerent dalam beberapa keadaan tertentu 76 Pada umumnya terdapat 4 unsur yang harus dipenuhi kaum pemberontak untuk mendapat pengakuan sebagai belligerent yaitu 77 74 Nguyen Quoc Din, Droit International Public, 5 th Ed., Paris: Libraire Generale de Droit et de Jurisprudence, 1994, hlm. 620 : 75 I Wayan Parthiana, op.cit, hlm. 85 76 Lih Oppenheim-Lauterpacht, International Law, 8 th Ed., Vol II dikutip dari Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, op.cit, hlm. 110 77 Sefriani, op.cit., hlm. 178 a. Terorganisir secara rapi dan teratur dibawah kepemimpinan yang jelas b. Harus menggunakan tanda pengenal yang jelas yang menunjukkan identitasnya c. Harus sudah mengasai secara efektif sebagian wilayah sehingga wilayah tersebut benar-benar telah di bawah kekuasaannya d. Harus mendapat dukungan dari rakyat di wilayah yang didudukinya Beberapa subjek-subjek lantas dapat dikaitkan dengan yurisdiksi. Dalam praktiknya, kata yurisdiksi sering memiliki beberapa arti seperti territorial dan kewenangan. Namun paling sering untuk menyatakan kewenangan yang dilaksanakan oleh Negara terhadap orang, benda atau peristiwa. 78 Kata yurisdiksi jurisdiction berasal dari kata yurisdictio yang berasal dari dua kata yaitu kata yuris dan dictio. Yuris berarti kepunyaan hukum atau kepunyaan menurut hukum. Adapun diction berarti ucapan, sabda atau sebutan. Didalam bahasa Inggris jurisdiction berarti “authority to carry out justice and to interpret and apply laws” atau ”right to exercise legal authority”. 79 Adapun Black’s Law Dictionary mendefinisikan yurisdiksi sebagai “the power of court to inquire into facts, apply the law, make decision, and declare judgement” atau “the legal right by which judges exercise their authority.” 80 Namun banyak pendapat sarjana yang menyimpulkan bahwa bukan hanya Negara yang memiliki yurisdiksi. Pendapat-pendapat tersebut dapat dibagi 78 Michael Akehurst, op.cit, dikutip dari Sefriani, op.cit, hlm.232 79 A.P. Cowie ed, Oxford Advanced Learner’s Dictionary, Oxford: Oxford University Press, 1989, hlm. 679 80 Sigid Suseno, Yurisdiksi Tindak Pidana Siber Bandung: Refika Aditama, 2012, hlm. 54 menjadi pendapat yang mendefinisikan yurisdiksi secara sempit hanya dimiliki oleh Negara dan pendapat yurisdiksi secara lebih luas. 1. Yurisdiksi Dalam Arti Sempit Dalam pendapat yang menyatakan bahwa yurisdiksi dilaksanakan oleh Negara, lebih cenderung berpendapat bahwa yurisdiksi adalah refleksi dari kedaulatan suatu Negara, yang dilaksanakan dalam batas-batas wilayahnya. Apabila kedaulatan merupakan atribut atau ciri khusus dari Negara maka yurisdiksi merupakan lambang kedaulatan suatu Negara. Pendapat-pendapat yang mendukung pernyataan tersebut antara lain : a. B. James George Jr. yang mendefinisikan yurisdiksi sebagai “the authority of nations or states to create or prescribe penal or regulatory norms and to enforce them through administrative and judicial action”. 81 b. Malcon N. Shaw memberikan pengertian yurisdiksi sebagai berikut: “The power of state to affect people, property and circumstances and reflects the basic of state sovereignty, equality of states and non-interference in domestic affairs. Jurisdiction is a vital and indeed central feature of sovereignty,…it may be achieved by means of legislative action or by executive action or by judicial action.” Hal ini berarti yurisdiksi menggambarkan kekuasaan Negara untuk mengatur orang, kebendaan, dan peristiwa serta mencerminkan landasan dari kedaulatan Negara, kesederajatan antar-negara dan tidak campur tangan dalam urusan dalam negeri Negara lain. Shaw juga 81 Sanford H.Kadish, Encyclopedia of Crime and Justice, New York :The Free Press, 1983 hlm. 922 dikutip dari Ibid. berpendapat bahwa yurisdiksi merupakan hal yang sangat penting dari kedaulatan Negara, Hal ini dapat diwujudkan melalui kegiatan legislatif, eksekutif ataupun yudikatif. Menurut Shaw, lingkup yursidiksi sebagai refleksi kedaulatan negara terdiri dari tiga jenis yurisdiksi yaitu : 1 Legislative Jurisdiction. Yurisdiksi legislatif menunjukan pada kekuasaan yang dimiliki organ Negara secara konstitusional untuk membuat hukum yang mengikat di dalam wilayahnya. 2 Executive Jurisdiction. Yurisdiksi eksekutif berkaitan dengan kemampuan Negara untuk melakukan tindakan di dalam batas- batas Negara lain. Pejabat negar tidak dapat menerapkan hukumnya di wilayah Negara lain. 3 Judicial Jurisdiction. Yurisdiksi yudisial berkaitan dengan kekuasaan pengadilan Negara tertentu untuk mengadili perkara- perkara yang ada faktor asing. Terdapat sejumlah dasar atau alasan yang dapat digunakan pengadilan untuk menuntut mengadili dalam yurisdiksinya, dari mulai prinsip territorial sampai prinsip universal. 82 c. Hakim Mac Millan menyatakan : “it is essential attribute if sovereignity…,as of all soverign independent states, that it just process jurisdiction over all person and 82 Pendapat Malcom N.Shaw dikutip dari Ibid, hlm. 55 things within its territorial limits and in all causes, civil and criminal arising within its limits” 83 Ini merupakan karakteristik esensial dari kedaulatan…,sebagaimana juga yang melekat pada semua Negara merdeka yang berdaulat, bahwa kekuasaan tersebut mencakup yurisdiksi atau kewenangan atas semua orang dan benda atau peristiwa yang ada atau terjadi dalam batas-batas wilayahnya, baik yang bersifat keperdataan maupun pidana Dalam tataran teoritis, terdapat dua doktrin kontemporer tentang yurisdiksi ini yakni doktrin Domestic Jurisdiction Yurisdiksi Domestik yang merupakan yurisdiksi dalam suatu Negara dan Universal Jurisdiction Yurisdiksi Universal. Dalam HI prinsip yurisdiksi domestik dijamin seperti dinyatakan dalam Pasal 2 ayat 7 Piagam PBB yang berbunyi : “Nothing contained in the present Charter shall authorize The United Nations to intervene in matters which are essentially with the domestic jurisdiction of any state.” 84 Namun dalam Piagam PBB juga diberikan pengesahan untuk melakukan intervensi dalam hal ini intervensi positif atau kemanusiaan, seperti yang diatur dalam Bab VII tentang keleluasaan Organisasi Internasional PBB, atau organisasi regional untuk merespons ancaman-ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran atas perdamaian, tindakan-tindakan melanggar HAM dan praktik terorisme. Dengan kata lain, yurisdiksi domestik masih diakui selama tidak 83 Sigid Suseno, loc.cit., hlm. 54 84 UN Charter, Text in Ian Brownlie ed, Basic Documents on Human Rights, 3 rd Editions, Oxford :Clederon Press, 1993 hlm. 4-5 dikutip dari Mirza Satria Buana, HI: Teori dan Praktek, Bandung: Nusamedia, 2007, hlm.62 bertentangan dan menjadi ancaman bagi perdamaian dan keamanan dunia global. Dalam kajian HI kontemporer, setidaknya ada 2 penyebab utama kenapa yurisdiksi domestik suatu Negara tidak bisa dijalankan secara mutlak, yaitu : a. Adanya perkembangan mekanisme internasional tentang perlindungan HAM dan perlingdungan dari serangan terorisme global b. Adanya praktik-praktik intervensi yang dilakukan komunitas internasional terhadap rezim pemerintahan yang dinilai telah melakukan kejahatan berat HAM dan Terorisme. 85 Selain itu terdapat doktrin Universal Jurisdiction Yurisdiksi Universal Prinsip HI yang menjadi antitesa dari kejayaan prinsip yurisdiksi domestik adalah prinsip yurisdiksi universal. Prinsip ini lahir dari pemahaman bahwa setiap Negara di dunia ini memiliki kewajiban-kewajiban universal untuk melindungi HAM, memerangi terorisme global dan melindungi kebebasan fundamental semua warga dunia. Berdasarkan hal ini, dipandang perlu adanya suatu komunitas internasional yang mempunyai hak dan tanggung jawab untuk mengawasi dan mengambil tindakan tegas terhadap Negara-negara yang mengancam kedamaian dunia. Komunitas internasional tersebut adalah PBB dan organisasi regional yang ada di setiap belahan dunia yang diberi mandat untuk mempromosikan dan memberikan perlindungan dari teroris dan kejahatan HAM. 86 85 Ibid, hlm.61-62 86 Ibid, hlm.63 Berdasarkan objek dan yurisdiksi dapat dibagi menjadi yurisdiksi personal, yurisdiksi teritorial, dan yurisdiksi kuasi teritorial. Sedangkan berdasaarkan ketentuan yang membatasi pelaksanaan kedaulatannya, yurisdiksi dapat dibagi menjadi yurisdiksi terbatas dan yurisdiksi tidak terbatas. a. Yurisdiksi Personal Yurisdiksi merupakan otoritas yang ditimbulkan oleh kedaulatan negara atas individu-individu berdasarkan proteksi perlindungan. Dengan demikian titik beratnya 0ada sujek hukum yang ditundukkan oleh hukum yang bersangkutan. 87 Lebih lanjut, yurisdiksi personal ini terdiri dari yurisdiksi personal aktif dimana berdasarkan prinsip ini, negar memiliki yurisdiksi terhadap warganya yang melakuan kejahatan di luar negeri serta yurisdiksi personal pasif dimana engara memiliki yurisdiksi terhadap wargnya yang menjadi korban kejahatan yang dilakukan orang asing di luar negeri. 88 b. Yurisdiksi Teritorial Pengertian yurisdiksi teritorial menunjuk pada yurisdiksi yang berlaku atas orang ataupun benda khususnya pada wilayah di mana orang ataupun benda berada. Dalam setiap wilayah teritorial negara, yurisdiksi teritorial ini mencakup warga negara beserta harat bendanya. 87 F.X. Adji Samekto, Negara dalam Dimensi Hukum Internasional, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009, hlm. 62 88 Sefriani, op.cit, hlm. 243 Orang asing tidak dapat menuntut pembebasan diri atas yurisdiksi teritorial. 89 Meskipun penting, kuat dan populer, penerapan yurisdiksi teritorial tidaklah absolut. Ada beberapa pengecualian yang diatur dalam HI di mana negara tidak dapat menerapkan yurisdiksi teritorialnya, meskipun suatu peristiwa terjadi di wilayahnya. Beberapa pengecualian yang dimaksud adalah 90 a. Terhadap pejabat diplomatik negara asing : b. Terhadap negara dan kepala negara asing c. Terhadap kapal publik negara asing d. Terhadap organisasi internasional e. Terhadap pangkalan militer negara asing c. Yurisdiksi Terbatas dan Yurisdiksi Tidak Terbatas Pada dasarnya setiap negara berdaulat melaksanakan yurisdiksi tidak terbatas di dalam wilayahnya atas semua orang dan benda, kecuali yang terhadapnya telah dibatasi oleh perjanjian-perjanjian internasional, hukum kebiasaan internasional, serta prinsip-prinsip hukum umum. Dalam bidang-bidang tertentu yurisdiksi negara memang harus dibatasi. Apabila tidak dibatasi, suatu negara berdaulat dalam wilayah teritorialnya dapat mengabaikan subjek-subjek hukum internasional yang lain melalui pelaksanaan kekuasaannya di bidang legislatif, yudikatif dan eksekutif. Pengakuan timbal balik antara 89 F.X. Adji Samekto, op.cit, hlm. 63 90 Sefriani, op.cit, hlm. 241 negara berdaulat mengandung arti bahwa apabila tidak ada ketentuan hukum internasional yang mengatur sebaliknya, masing-masing negara mempunyai tanggung jawab hukum untuk tidak melanggar yurisdiksi teritorial negara berdaulat lain. Yurisdiksi yang tidak terbatas adalah yang mencakup wilayah teritorial negara, harta benda, dan hak milik warga negaranya. Negara juga berhak melaksanakan yurisdiksi teritorialnya terhadap orang asing, tetapi pelaksanaannya dibatasi oleh standar minimum internasional untuk kepentingan orang asing itu dan pembatasan- pembatasan penerapan yurisdiksi ini lebih lanjut dituangkan melalui perjanjian internasional. 91 2. Yurisdiksi Dalam Arti Luas Adapun beberapa pendapat tentang definisi yurisdiksi secara lebih luas, dikemukakan oleh para sarjana hukum, antara lain : a. Menurut I Wayan Parthiana, kata yurisdiksi berarti kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki suatu badan peradilan atau badan-badan Negara lainnya yang berdasarkan atas hukum yang berlaku. Bila yurisdiksi dikaitkan dengan Negara maka akan berarti kekuasaaan atau kewenangan Negara untuk menetapkan dan memaksakan to declare 91 F.X. Adji Samekto, op.cit, hlm. 66-67 and to enforce hukum yang dibuat oleh negara atau bangsa itu sendiri. 92 b. Romly Atmasasmita membedakan 3 konsep tentang lingkup yurisdiksi, yaitu : 1 Yurisdiksi untuk menetapkan suatu peraturan perundang-undangan jurisdiction to prescribe 2 Yurisdiksi untuk melaksanakan penuntutan jurisdiction to adjudicates 3 Yurisdiksi untuk menerapkan peraturan perundang-undangan jurisdiction to enforce Dengan perkataan lain lingkup yurisdiksi meliputi yurisdiksi untuk menetapkan hukum, yurisdiksi untuk menerapkan hukum dan yurisdiksi untuk menuntut atau mengadili. 93 c. Menurut Prof. Sugeng Istanto, Yurisdiksi adalah kekuasaan, hak atau wewenang untuk menetapkan hukum. Bila dihubungkan dengan ajaran “trias politica”, yurisdiksi mencakup kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. 94 d. Bert-Jaap Koops dan Susan Benner memandang bahwa yurisdiksi meliputi beberapa konsep dengan ciri-ciri tersendri, yaitu jurisdiction to prescribe, jurisdiction to adjudicate dan jurisdiction to enforce. Jurisdiction to prescribe adalah suatu kedaulatan entitas kekuasaan untuk membuat hukum yang dapat diterapkan terhadap berbagai 92 I Wayan Parthiana, op.cit, hlm. 293-294 93 Sigid Suseno, op,cit, hlm.54 94 Sugeng Istanto, op.cit, hlm.66 aktivitas, hubungan, status orang atau kepentingan orang-orang tentang kekuasaan. Jurisdiction to adjudicate suatu kedaulatan entitas kekuasaan terhadap orang atau entitas untuk diproses di pengadilan atau peradilanadministrasi dengan tujuan untuk memutuskan terjadinya pelanggaran hukum. jurisdiction to enforce adalah kedaulatan entitas kekuasaan untuk melaksanakan atau memaksa memenuhi atau memutuskan tidak melakukan menurut hukum atau peraturan, apakah dilakukan melalui pengadilan atau dilakukan oleh eksekutif, administratif polisi, atau tindakan non-yudisial lainnya. Dari pendapat-pendapat sarjana dan sumber-sumber lain diatas maka dapat disimpulkan bahwa definisi yurisdiksi terdiri dari definisi yang sempit dimana hanya Negara yang memiliki yurisdiksi berkaitan dengan kedaulatannya, serta definisi yang lebih luas dimana yurisdiksi adalah bentuk dari kekuatan atau kompetensi atau kewenangan. Ini berarti bahwa yurisdiksi menggambarkan kompentensi untuk mengendalikan dan mengubah hubungan hukum dari subjek-subjek pada kompetensi itu dan penerapan dari norma hukum. 95

B. Sejarah Terbentuknya European Court of Human Rights