Pola Kuadran Sebaran Aktivitas Sektor Pertanian terhadap Sektor IndustriPerdagangan
Pada tipologi 2, merupakan bentuk kemiskinan di perkotaan, dimana tingginya jumlah penduduk miskin terkait dengan jumlah penduduk yang tinggi.
Tingginya investasi di perkotaan, yang ditunjukkan dengan tingkat pembangunan manusia dan aktivitas sektor industriperdagangan yang tinggi, memunculkan bias
pembangunan perkotaan. Tingginya tekanan arus urbanisasi dapat menurunkan daya dukung perkotaan terhadap jumlah penduduk, khususnya ketersediaan
lapangan kerja. Terlebih lagi, urbanisasi diikuti oleh rendahnya kualitas penduduk yang memasuki wilayah perkotaan, khususnya dari perdesaan yang memperparah
kemiskinan di perkotaan. Dampak urbanisasi yang paling nyata timbul di perkotaan adalah tingginya pemukiman kumuh seperti di Kecamatan Pontianak
Barat dan juga pinggiran kota, Kecamatan Pontianak Utara dan Kecamatan Pontianak Timur, sehingga menjadikan tiga kecamatan ini sebagai kantong
kemiskinan di Kalimantan Barat. Untuk wilayah di tipologi 3 adalah wilayah yang memiliki karakteristik
penduduk miskin rendah dengan sebaran penduduk tinggi, pembangunan manusia dan aktivitas ekonomi tinggi. Tingkat kemiskinan pada wilayah ini relatif lebih
baik dibandingkan dua tipologi sebelumnya. Dari tipologi ini menunjukkan bahwa investasi yang tinggi terhadap kualitas manusia melalui pembangunan manusia
dibidang kesehatan dan pendidikan, akan mampu meningkatkan kapabilitas penduduknya untuk hidup lebih baik dan keluar dari lingkaran kemiskinan.
Sumber daya yang baik tentunya menjadi modal manusia untuk mengembangkan wilayahnya melalui pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Data statistik
menunjukkan pada tahun 2008 laju pertumbuhan ekonomi empat wilayah ini diatas 5, lebih tinggi dibandingkan tiga kabupaten pada tipologi pertama yang
pertumbuhannya dibawah 5. Tipologi ini dikategorikan sebagai wilayah yang paling memungkinkan untuk keluar dari permasalahan kemiskinanannya
sebagaimana langkah pemetaan rumah tangga yang berada di 35 desa sebelah Utara India. Hasilnya didapatkan rumah tangga mana saja yang tetap atau dapat
keluar dari kemiskinannya Khrisna, 2003. Di tipologi 4, pola yang muncul adalah tingkat kemiskinan yang rendah
dengan jumlah penduduk yang rendah, serta pembangunan manusia dan aktivitas ekonomi yang rendah pula. Data Statistik tahun 2008 menunjukkan bahwa
Kabupaten Sekadau, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kapuas Hulu, dan Kabupaten Bengkayang sebaran penduduk miskinnya relatif
rendah dibandingkan wilayah lainnya, dengan jumlah penduduk miskin yang berkisar 2-5 dari total penduduk miskin di provinsi. Berbeda dengan Kabupaten
Ketapang, dari sumber data yang sama, menunjukkan jumlah penduduk miskinnya mencapai 67,7 ribu orang atau berkisar 13,47 dari total penduduk
miskin di Provinsi Kalimantan Barat. Tingkat kemiskinan di kabupaten ini lebih tinggi dibandingkan wilayah lain pada tipologi yang sama. Sebaran rendah untuk
keluarga miskin di Kabupaten Ketapang menunjukkan bahwa size atau ukuran rumah tangga miskin yang berada di Kabupaten Ketapang cukup tinggi, yaitu
sebesar 2,06 orang pada setiap satu rumah tangga miskin. Selain Kabupaten Ketapang, wilayah lain pada tipologi ini dengan size atau ukuran rumah tangga
terkategori tinggi adalah Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Kayong Utara yang berturut-turut sebesar 2,45 dan 3,12 orang per rumah tangga miskin.
Tingkat pembangunan manusia di wilayah pada tipologi 4 menunjukkan tingkat pembangunan manusia dan aktivitas ekonomi yang rendah, baik aktivitas
sektor pertanian maupun sektor industriperdagangan. Tingkat kemiskinan di tipologi ini tergolong lebih baik dibandingkan tipologi 1, akan tetapi wilayah pada
tipologi ini juga relatif rentan akan peningkatan insiden kemiskinan. Rendahnya investasi di bidang pembangunan manusia, akan berakibat rendahnya
pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Pada tahun 2008, tiga kabupaten pada tipologi keempat yaitu Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, dan Kabupaten
Kayong Utara adalah kabupaten dengan PDRB tiga terendah di Kalimantan Barat dengan besaran kurang dari Rp1,00 trilyun. Apabila pemerintah daerah tidak
mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, maka pembangunan pada tiga wilayah ini akan semakin tertinggal dan beresiko tinggi akan
meningkatnya insiden kemiskinan. Timbulnya resiko kemiskinan di wilayah ini, akan diperparah apabila sumber daya yang dimiliki terbatas untuk diakses yang
kemudian akan ditinggal oleh penduduk di wilayah tersebut, sedangkan ketersediaan sumber daya manusia menjadi modal penggerak aktivitas ekonomi.
Kondisi yang berbeda dengan Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Kapuas Hulu yang pendapatan wilayahnya masing-masing sebesar Rp1,90 trilyun
dan Kabupaten Ketapang yang sebesar Rp4,29 trilyun. PDRB yang tinggi di kabupaten ini disebabkan akumulasi aktivitas ekonomi dari masing-masing
kecamatan di wilayahnya masing-masing, dimana tiga wilayah ini memiliki unit kecamatan terbanyak dibandingkan kabupatenkota lainnya. Meskipun intensitas
aktivitas ekonomi baik pertanian maupun industriperdagangan pada tiap-tiap kecamatan terkategori rendah, dengan banyaknya jumlah kecamatan akan
menghasilkan total output yang besar di tingkat kabupaten. Tingginya total output kedua kabupaten ini tidak diikuti oleh prestasi pembangunan manusia di kedua
wilayah, diduga terjadinya kebocoran wilayah regional leakages yang jika tidak diantisipasi dengan kebijakan pemerintah yang tepat mengakibatkan wilayah ini
akan terus tertinggal. Modal yang cukup menguntungkan bagi kabupaten pada tipologi 4 adalah
tingginya tingkat pembangunan sosial, sebagaimana wilayah pada tipologi 1, yang memungkinkan bagi pemerintah daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
yang lebih tinggi, karena dukungan kondisi sosial yang relatif kondusif. Peningkatan sarana prasarana masih sangat diperlukan untuk membangun wilayah
pada tipologi 4, yang diharapkan dapat mendorong perkembangan sektor jasa, atau melalui kebijakan pengembangan pusat pertumbuhan baru di wilayah pada
tipologi ini agar tidak ditinggalkan oleh penduduk keluar dari wilayah tersebut.