Pola Kuadran Sebaran Keluarga Miskin terhadap Sebaran Penduduk

membentuk dua penciri. Lima penciri hasil analisis mewakili 66,37 keragaman data yang ada. Penciri pertama Idx_SDSTKesf1 menunjukkan 38,92 keragaman yang terkait dengan pangsa lokal jumlah apotik dan toko obat. Masing-masing variabel berkorelasi positif dengan penciri pertama masing- masing 0,90 dan 0,89, yang artinya peningkatan satu unit penciri pertama berkorelasi dengan kenaikan pangsa lokal variabelnya sebesar muatan faktornya. Kedua fasilitas ini menunjukkan ketersediaan fasilitas daerah urban atau daerah yang relatif lebih berkembang. Untuk penciri kedua yang menggambarkan 27,44 keragaman data yang terkait dengan pangsa lokal jumlah poliklinik desa dengan muatan faktor 0,88, dimana kenaikan satu unit penciri kedua Idx_SDSTKesf2 menunjukkan peningkatan 0,88 unit pangsa jumlah poliklinik desa. Dari keterkaitan ini menunjukkan bahwa komponen kedua mencerminkan ketersediaan fasilitas rural area atau wilayah yang relatif tertinggal. Dua variabel yang digunakan untuk mengukur pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin adalah pangsa lokal surat miskin yang dikeluarkan dan keluarga miskin yang menerima ASKESKIN. Analisis ini menghasilkan satu komponen utama yang mewakili 74,80 keragaman dari data yang ada. Dua variabel yang berkorelasi positif dengan komponenpenciri utama Idx_SDMJP masing-masing 0,86 yang artinya peningkatan satu unit penciri menggambarkan kenaikan pangsa lokal surat miskin yang dikeluarkan dan keluarga miskin peserta ASKESKIN sebesar 0,86 unit. Kejadian wabah penyakit yang diidentifikasikan dengan jumlah penderitanya dibangun dari delapan kejadian di Kalimantan Barat, yakni pangsa lokal penderita diare, demam berdarah, campak, ISPA, malaria, flu burung, TBC dan wabah lainnya. Kejadian membentuk tiga indeks komposit yang mewakili 63,35 keragaman dari data yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen pertama Idx_SDSWf1 menunjukkan 36,21 keragaman yang terkait dengan pangsa lokal penderita malaria dan pangsa lokal penderita wabah lainnya. Setiap variabel berkorelasi positif dengan pencirinya masing-masing sebesar 0,76 dan 0,89 yang artinya peningkatan satu unit penciri pertama menggambarkan kenaikan pangsa lokal variabelnya sebesar muatan faktornya. Untuk penciri kedua Idx_SDSWf2 menggambarkan 14,21 keragaman data yang terkait dengan pangsa lokal penderita campak dan TBC dengan muatan faktor 0,74 dan 0,72 yang menunjukkan kenaikan satu unit penciri kedua meningkatkan variabelnya masing-masing sebesar muatan faktornya. Penciri lainnya, yaitu penciri ketiga menggambarkan 12,93 keragaman data yang terkait dengan pangsa lokal penderita ISPA dengan muatan faktor 0,69, dimana kenaikan satu unit faktor ketiga Idx_SDSWf3 menunjukkan peningkatan pangsa lokal penderita ISPA sebesar muatan 0,69 unit. Insiden pasien yang meninggal karena wabah penyakit di Kalimantan Barat, yaitu pangsa lokal penderita diare, demam berdarah, campak, ISPA, malaria, flu burung, TBC dan wabah lainnya, digunakan untuk mengindikasikan tingkat pelayanan kesehatan. Semakin tinggi pasien wabah penyakit tertentu yang meninggal di daerah tertentu, maka kinerja pelayanan kesehatan dianggap masih rendah. Delapan variabel membentuk tiga penciri, yang mewakili 62,76 keragaman dari data yang ada, yang artinya ditemukan 62,76 kejadian pasien yang meninggal karena wabah penyakit. Pada penciri pertama Idx_SDSWWf1 menunjukkan 30,88 keragaman yang terkait dengan pangsa lokal penderita diare dan pangsa lokal penderita campak, yang artinya 30,88 wilayah di Kalimantan Barat terindikasi adanya penderita diare dan campak yang meninggal. Masing- masing variabel berkorelasi positif dengan pencirinya masing-masing sebesar 0,85 dan 0,87 yang artinya peningkatan satu unit faktor pertama menggambarkan kenaikan pangsa lokal variabel sebesar muatan faktornya. Untuk penciri kedua yang menggambarkan 17,59 keragaman data yang terkait dengan pangsa lokal penderita wabah lainnya dengan muatan faktor 0,81, dimana kenaikan satu unit penciri kedua Idx_SDSWWf2 berkorelasi dengan peningkatan 0,81 unit pangsa penderita meninggal karena wabah penyakit-penyakit lain. Indikasi dari penciri kedua ini adalah 17,59 wilayah di Kalimantan Barat terdapat kejadian orang meninggal karena wabah penyakit tertentu. Penciri lainnya yang menggambarkan 14,29 keragaman data yang terkait dengan pangsa lokal penderita DBD dan malaria dengan muatan faktor 0,76 dan 0,71 dimana kenaikan satu unit penciri ketiga Idx_SDSWWf3 menunjukkan peningkatan variabelnya sebesar muatan faktornya masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian DBD dan malaria merupakan wabah penyakit yang menimbulkan kejadian meninggalnya penderita pada 14,29 wilayah di Kalimantan Barat. Seluruh kecamatan di Provinsi Kalimantan Barat diklasifikasikan berdasarkan kedekatan jarak antar penciri euclidean distance dengan teknik analisis klaster cluster analysis yang memanfaatkan factor score Lampiran 6. Kesebelas penciri signifikan menjadi pembeda klaster dengan tiga kategori yaitu tinggi, rendah, dan sedang, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16. Gambar 16 Grafik nilai tengah Euclidean Distance penciri konfigurasi pembangunan bidang kesehatan. Melalui analisis diskriminan kesebelas penciri menjadi pembeda tiga klaster dengan besarnya kemampuan klasifikasi 96,57. Masing-masing klaster memiliki kategori tinggi, sedang, dan rendah untuk setiap penciri, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 28. Klasifikasi 175 kecamatan menghasilkan klaster 1 yang terdiri atas 130 kecamatan 74,29, klaster 2 terdiri atas 27 kecamatan 15,43 dan klaster 3 terdiri atas 18 kecamatan 10,27 dan distribusi konfigurasi kecamatan ditunjukkan pada Lampiran 7. Pada klaster pertama, kategori pada pencirinya mengindikasikan wilayah yang tertinggal dengan ketersediaan tenaga medisparamedis yang rendah, tenaga kesehatan non formal dukun bayi yang rendah, kejadian wabah penyakit yang rendah. Munculnya penciri pangsa penderita wafat karena wabah penyakit yang sedang, menunjukkan kejadian ini muncul lebih dikarenakan rendahnya jumlah Nilai Tengah Penciri Konfigurasi Pembangunan Kesehatan Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Idx_SDSTKesf2 Idx_SDSFKesf2 Idx_SDSWf1 Idx_SDSWf3 Idx_SDSWWf2 Penciri -1,5 -1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 n ila i te n g a h penduduk yang menyebabkan rendahnya ketersediaan tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin. Tabel 28 Kategori pembeda utama pada konfigurasi pembangunan bidang kesehatan Indeks Komposit PenciriPembeda Kategori I II III Idx_SDSTKesf1 Pangsa Dokter Laki-laki Rendah Sedang Tinggi Pangsa Dokter Perempuan Rendah Sedang Tinggi Pangsa Dokter Gigi Rendah Sedang Tinggi Pangsa Bidan Rendah Sedang Tinggi Idx_SDSTKesf2 Pangsa Dukun Bayi Rendah Tinggi Sedang Idx_SDSWf2 Pangsa penderita Campak Rendah Tinggi Sedang Pangsa penderita TBC Rendah Tinggi Sedang Idx_SDSWWf2 Pangsa penderita wafat karena wabah lainnya Sedang Tinggi Rendah Idx_SDSWWf3 Pangsa penderita wafat karena DBD Rendah Tinggi Sedang Pangsa penderita wafat karena Malaria Rendah Tinggi Sedang Idx_SDSFKesf2 Pangsa Polindes Rendah Tinggi Sedang Idx_SDSAskes Pangsa Surat Miskin yang dikeluarkan Rendah Tinggi Sedang Pangsa Peserta ASKESKIN Rendah Tinggi Sedang Idx_SDSWWf1 Pangsa penderita wafat karena Diare Sedang Tinggi Rendah Pangsa penderita wafat karena Campak Sedang Tinggi Rendah Pada klaster kedua, pencirinya dalam kategori sedang untuk jumlah tenaga medisparamedis, tinggi untuk intensitas kejadian wabah penyakit, penderita wabah yang meninggal, pelayanan keluarga miskin dan jumlah polindes. Wilayah pada klaster ini diidentifikasi sebagai wilayah kantong kemiskinan atau wilayah tertinggal yang berpenduduk cukup tinggi. Di klaster ketiga, pencirinya adalah jumlah tenaga medisparamedis yang tinggi, jumlah penderita wabah penyakit dan penderita wafat yang rendah, jumlah dukun bayi dan polindes yang sedang, pangsa pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin yang sedang, menunjukkan bahwa wilayah pada tipologi ini adalah wilayah yang relatif lebih berkembang dengan jumlah penduduk yang lebih tinggi dibandingkan klaster pertama dan kedua. Pada wilayah ini, ditemukan pula pangsa keluarga miskin, akan tetapi jumlahnya lebih rendah dibandingkan klaster kedua. Dari ketiga klaster ini, klaster ketiga dapat dikategorikan sebagai wilayah dengan pembangunan bidang kesehatan yang paling tinggi, sedangkan klaster pertama menjadi wilayah dengan kategori pembangunan bidang kesehatan yang rendah, dan klaster kedua dengan kategori sedang. Klasifikasi klaster ditampilkan secara tematik pada peta konfigurasi pembangunan kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat yang ditunjukkan pada Gambar 17, menunjukkan bahwa lebih