Konfigurasi Pembangunan Bidang Pendidikan

Gambar 20 Peta konfigurasi pembangunan bidang pendidikan Distribusi kecamatan di kabupatenkota pada tiap klasternya yang ditunjukkan pada Tabel 32, dimana kabupaten dengan kecamatan yang terkategori pembangunan pendidikan tinggi terbanyak ditemukan di Kota Pontianak yang mencapai 50, tigabelas kabupatenkota lainnya lebih menunjukkan kecamatannya pada tingkatan pembangunan pendidikan yang rendah, dengan distribusi kecamatan berkisar 40-100 wilayah. Sebaran ini menunjukkan bahwa pembangunan pendidikan masih terfokus di Kota Pontianak sebagai kota utama, sementara pada wilayah lainnya pembangunan pendidikan kurang dikembangkan. Tabel 32 Distribusi kategori tingkatan pembangunan pendidikan pada kabupatenkota KabupatenKota Distribusi kecamatan dengan kategori pembangunan kesehatan persen Tinggi Sedang Rendah Kabupaten Sambas 0,00 10,53 89,47 Kabupaten Bengkayang 0,00 5,88 94,12 Kabupaten Landak 0,00 7,69 92,31 Kabupaten Pontianak 0,00 11,11 88,89 Kabupaten Sanggau 6,67 0,00 93,33 Kabupaten Ketapang 0,00 10,00 90,00 Kabupaten Sintang 7,14 0,00 92,86 Kabupaten Kapuas Hulu 0,00 0,00 100,00 Kabupaten Sekadau 0,00 14,29 85,71 Kabupaten Melawi 0,00 9,09 90,91 Kabupaten Kayong Utara 0,00 0,00 100,00 Kabupaten Kubu Raya 11,11 11,11 77,78 Kota Pontianak 50,00 33,33 16,67 Kota Singkawang 20,00 40,00 40,00

5.2.3 Konfigurasi Pembangunan Bidang Sosial

Dalam konteks pembangunan wilayah, modal sosial memegang peranan cukup penting yang berupa gambaran sosial untuk bertindak bersama mencapai tujuan. Modal sosial diartikan sebagai faktor produksi yang mampu menurunkan ongkos produksi. Pendekatan yang digunakan dalam pembangunan modal sosial melalui tiga komponennya, yaitu Norm, Trust dan Network. Norm adalah nilai- nilai yang membuat individu mau berinvestasi pada aktivitas kolektif, trust menumbuhkan rasa saling percaya sehingga membangun kerjasama dengan orang lain, dan network adalah keterikatan yang terbangun karena adanya norma dan rasa saling percaya antar masyarakat. Indikator yang digunakan pada pembangunan sosial dikelompokkan dalam empat bagian, yakni intensitas konflik, ketersediaan aparat keamanan, aparat pemerintah desa dan fasilitas ibadah. Ketersediaan aparat pemerintah desa, dibangun dari empat variabel, yaitu rasio Kepala Desa, Sekretaris Desa, ketua BPD dan Ketua LPMD terhadap jumlah penduduk desa. Keempat variabel tersebut membentuk satu komponenpenciri Idx_SDSAPD, yang menggambarkan 82,33 keragaman data dan berkorelasi dengan penurunan 0,97, 0,91, 0,96 dan 0,78 dari empat variabel penyusunnya berturut-turut Tabel 33, Antara variabel dengan penciri berkorelasi positif, artinya kenaikan satu unit penciri menggambarkan kenaikan variabel sebesar muatan faktornya masing- masing. Dari ketersediaan aparat keamanan desa terbangun dua penciri yang mewakili 77,89 keragaman dari data yang ada. Penciri pertama Idx_SDSapkamf1 dengan keragaman 44,43 berkorelasi positif dengan rasio jumlah Babinsa dan jumlah Polisi Pelayanan Masyarakat terhadap jumlah penduduk masing-masing dengan muatan faktor sebesar 0,84 dan 0,77 yang artinya peningkatan satu unit penciri berkaitan dengan peningkatan variabel penyusunnya sebesar muatan faktornya. Untuk penciri kedua Idx_SDSApkamf2 dengan keragaman 33,46 berkorelasi negatif dengan rasio jumlah HansipLinmas terhadap jumlah penduduk. Peningkatan satu unit indeks kedua berkorelasi dengan penurunan 0,97 unit variabel tersebut. Kedua komponen yang terbangun menunjukkan bahwa ketersediaan aparat keamanaan desa telah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pada 77,89 kecamatan yang ada. Tabel 33 Muatan faktor variabel dari penciri konfigurasi pembangunan bidang sosial Kelompok Penciri varian Penciri varian Keterangan Faktor Loading Aparat Pemerintahan Desa 82,33 Idx_SDSAPD 82,33 Ratio kepala desa per penduduk 0,97 – Ratio sekretaris desa per penduduk 0,91 – Ratio ketua BPD per penduduk 0,96 – Ratio ketua LPMD per penduduk 0,78 – Aparat Keamanan Desa 77,89 Idx_SDSApkamf1 44,43 Ratio Bantuan Bintara Desa Babinsa per pernduduk 0,84+ Ratio Polisi Pelayanan Masyarakat per penduduk 0,77+ Idx_SDSApkamf2 33,46 Ratio HansipLinmas per penduduk 0,97- Fasilitas Ibadah 64,99 Idx_SDSFIf1 37,02 Pangsa Mesjid 0,89+ Pangsa Surau 0,92+ Idx_SDSFIf2 27,97 Pangsa Gereja Kristen 0,89+ Pangsa Gereja Katolik 0,90+ Intensitas Konflik 36,08 Idx_SDSKf1 30,94 Pangsa lokal konflik antar warga 0,78+ Pangsa lokal konflik warga antar desa 0,78+ Idx_SDSKf2 25,14 Pangsa lokal konflik antar warga dengan aparat keamanan 0,71- Pangsa lokal konflik warga lainnya 0,71+ Ketersediaan Fasilitas Ibadah di setiap kecamatan diwakili oleh enam variabel ketersediaan fasilitas ibadah. Enam variabel direduksi menjadi dua penciri yang mewakili 74,99 keragaman dari data yang ada. Penciri pertama Idx_SDSFIf1 dengan keragaman 37,02 berkorelasi positif pangsa lokal jumlah Mesjid dan Surau dengan masing-masing 0,89 dan 0,92 yang artinya peningkatan satu unit penciri ini menggambarkan peningkatan variabel penyusunnya sebesar muatan faktornya. Penciri keduanya Idx_SDSFIf2 dengan keragaman 27,97 berkorelasi positif dengan pangsa lokal jumlah Gereja Kristen dan Gereja Katolik. Peningkatan satu unit penciri kedua menggambarkan peningkatan 0,89 dan 0,90 unit variabel penyusunnya. Tujuh data intensitas konflik merupakan variabel intensitas konflik yang membentuk dua penciri yang mewakili 56,08 keragaman dari data yang ada. Penciri pertama Idx_SDSKf1 dengan keragaman 30,94 berkorelasi positif dengan intensitas konflik antar warga dan konflik warga antar desa dengan muatan faktor masing-masing 0,78 yang artinya peningkatan satu unit penciri menggambarkan peningkatan variabel penyusunnya sebesar 0,78 unit masing- masing variabel. Untuk penciri kedua Idx_SDSKf2 dengan keragaman 25,14 berkorelasi negatif dengan intensitas konflik warga dengan aparat keamanan sebesar 0,71 dan berkorelasi positif dengan intensitas konflik lainnya sebesar 0,71. Dengan demikian peningkatan satu unit penciri kedua berkorelasi dengan menurunnya 0,71 unit intensitas konflik warga dengan aparat dan menaikkan 0,71 unit intensitas bentuk konflik yang lainnya. Penciri-penciri yang dihasilkan dari analisis PCA digunakan untuk mengklasifikasikan kecamatan dengan memanfaatkan factor score Lampiran 10 melalui analisis klaster cluster analysis berdasarkan kedekatan jarak antar penciri euclidean distance. Ketujuh penciri yang signifikan menjadi pembeda tiga klaster dengan kategori tinggi, rendah, dan sedang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 20. Nilai Tengah Penciri Konfigurasi Pembangunan Sosial Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Idx_SDSAPD Idx_SDSAK Idx_SDSFIf1 Idx_SDSFIf2 Idx_SDSKf1 Idx_SDSKf2 Penciri -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 Gambar 20 Grafik nilai tengah Euclidean Distance variabel konfigurasi pembangunan bidang sosial. Melalui analisis diskriminan lima penciri signifikan menjadi penciripembeda, dengan besarnya kemampuan klasifikasi 95,67. Masing- masing kelompok tersebut memiliki kategori yang ditunjukkan pada Tabel 34. Klasifikasi pada 175 kecamatan menghasilkan klaster 1 yang terdiri atas 105 kecamatan 60,00, klaster 2 terdiri atas 56 kecamatan 32,00, dan klaster 3 terdiri atas 14 kecamatan 8,00. Keterkaitan penciri keberadaan aparat pemerintah desa dan aparat keamanan berkorelasi terbalik. Distribusi konfigurasi di tingkat kecamatan ditunjukkan pada Lampiran 11. n il a i te n g a h Tabel 34 Kategori Penciri pada tipologi pembangunan bidang sosial Indeks Komposit PenciriPembeda Kategori I II III Idx_SDSKf1 Pangsa lokal konflik antar warga Rendah Tinggi Sedang Pangsa lokal konflik warga antar desa Rendah Tinggi Sedang Idx_SDSFIf1 Pangsa Mesjid Rendah Tinggi Sedang Pangsa Surau Rendah Tinggi Sedang Idx_SDSFIf2 Pangsa Gereja Kristen Tinggi Rendah Sedang Pangsa Gereja Katolik Tinggi Rendah Sedang Idx_SDSAPD Ratio kepala desa per penduduk Tinggi Rendah Sedang Ratio sekretaris desa per penduduk Tinggi Rendah Sedang Ratio ketua BPD per penduduk Tinggi Rendah Sedang Ratio ketua LPMD per penduduk Tinggi Rendah Sedang Idx_SDSApkamf2 Ratio HansipLinmas per penduduk Tinggi Rendah Sedang Untuk klaster pertama, rendahnya intensitas konflik disertai dengan tingginya ketersediaan aparat keamanan dan aparat pemerintahan desa, dan sebaliknya, dimana tingginya intensitas konflik di karenakan rendahnya rasio aparat keamanan dan aparat desa. Di klaster ketiga intensitas konflik sedang, karena rasio aparat pemerintah desa dan keamanan yang memadai. Dari ketiga klaster ini, kategori untuk klaster pertama adalah wilayah dengan ikatan sosial yang tinggi, klaster kedua untuk kategori rendah dan klaster ketiga dengan kategori sedang. Secara spasial spot-spot pada setiap klaster ditunjukkan pada Gambar 21. Gambar 21 Peta konfigurasi pembangunan bidang sosial. Gambar 21 menunjukkan bahwa enam wilayah dengan tingkatan pembangunan sosial yang rendah adalah wilayah di sepanjang pesisir Provinsi Kalimantan Barat. Tingginya interaksi dengan wilayah di luar provinsi dibandingkan wilayah tengah dan pesisir, mengakibatkan tingginya keragaman penduduk. Keragaman yang tinggi menjadi faktor resiko bagi pembangunan sosial, karena semakin tinggi keragaman diduga berdampak pada rendahnya ikatan sosial masyarakat bonding social capital. Proses menuju miniaturisasi komunitas terbangun pada wilayah dengan tingkat keragaman penduduk yang tinggi, karena keterikatan norma dan kepercayaan yang berbeda Fukuyama, 2002. Distribusi kecamatan di kabupatenkota pada tiap klasternya ditunjukkan pada Tabel 35, dimana kabupaten dengan kecamatan pada kabupatenkota dengan kategori pembangunan sosial yang tinggi mencapai persentase 5,26-96,00. Tiga wilayah dengan sebaran kecamatan lebih dari 50 yang pembangunan sosialnya rendah adalah Kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kota Pontianak dan Kota Singkawang. Kabupaten yang berada di bagian tengah provinsi seperti Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau, dan Kabupaten Melawi lebih dari 70 kecamatannya terkategori tingkatan pembangunan sosial yang tinggi. Tabel 35 Distribusi kecamatan dengan kategori tingkat pembangunan sosial di kabupatenkota KabupatenKota Distribusi kecamatan dengan kategori pembangunan sosial persen Tinggi Rendah Sedang Kabupaten Sambas 5,26 73,68 21,05 Kabupaten Bengkayang 70,59 23,53 5,88 Kabupaten Landak 76,92 0,00 23,08 Kabupaten Pontianak 22,22 77,78 0,00 Kabupaten Sanggau 86,67 0,00 13,33 Kabupaten Ketapang 70,00 30,00 0,00 Kabupaten Sintang 78,57 14,29 7,14 Kabupaten Kapuas Hulu 96,00 4,00 0,00 Kabupaten Sekadau 85,71 14,29 0,00 Kabupaten Melawi 81,82 0,00 18,18 Kabupaten Kayong Utara 40,00 60,00 0,00 Kabupaten Kubu Raya 11,11 88,89 0,00 Kota Pontianak 0,00 83,33 16,67 Kota Singkawang 0,00 100,00 0,00

5.2.4 Pola Kuadran Pembangunan Manusia terhadap Pembangunan Sosial

Pola spasial pembangunan manusiasosial adalah pola yang menunjukkan pola konfigurasi pembangunan manusia dengan pembangunan sosial, pembangunan manusia merupakan komposit dari pembangunan pendidikan dan kesehatan. Empat pola kuadran dihasilkan dari plot bobot masing-masing konfigurasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 36. Dari hasil analisis ini menunjukkan tidak satupun wilayah kabupatenkota yang berada pada kuadran I. Tabel 36 Plot bobot konfigurasi pada Pola Spasial Pembangunan ManusiaSosial KabupatenKota pada analisis kuadran Kabupatenkota Bobot Konfigurasi Plot pada Kuadran Pembangunan manusia Pembangunan sosial Pembangunan kesehatan Pembangunan pendidikan Komposit Kabupaten Sintang 0,2500 0,1905 0,22024 0,4405 II Kabupaten Sanggau 0,2333 0,1889 0,21111 0,4778 II Kabupaten Ketapang 0,2167 0,1833 0,20000 0,4000 II Kabupaten Sekadau 0,2143 0,1905 0,20238 0,4524 II Kabupaten Melawi 0,2121 0,1818 0,19697 0,4697 II Kabupaten Landak 0,2051 0,1795 0,19231 0,4615 II Kabupaten Kapuas Hulu 0,1933 0,1667 0,18000 0,4867 II Kabupaten Bengkayang 0,1863 0,1765 0,18137 0,4118 II Kabupaten Sambas 0,2456 0,1842 0,21491 0,2193 III Kabupaten Pontianak 0,2037 0,1852 0,19444 0,2407 III Kabupaten Kayong Utara 0,2000 0,1667 0,18333 0,3000 III Kota Pontianak 0,4444 0,3889 0,41667 0,1944 IV Kota Singkawang 0,3000 0,3000 0,30000 0,1667 IV Kabupaten Kubu Raya 0,2407 0,2222 0,23148 0,2037 IV Dari pola spasial pembangunan manusiasosial di Kalimantan Barat menunjukkan bahwa sebelas wilayah kabupaten yang berada pada tingkatan pembangunan manusia yang rendah kuadran II dan III, dan enam wilayah dengan tingkat pembangunan sosialnya yang rendah kuadran III dan IV. Tidak satupun wilayah yang berada pada kuadran I, yaitu wilayah dengan tingkat pembangunan manusia dan sosial yang tinggi Gambar 22. Kota Pontianak, Kota Singkawang dan Kabupaten Kubu Raya menunjukkan pola pembangunan manusia yang tinggi, tetapi pembangunan sosialnya rendah. Kabupaten Kubu Raya adalah wilayah pemekaran dari Kabupaten Pontianak yang berbatasan di sebelah barat, selatan maupun timur Kota Pontianak. Ketetanggaan ini membuat kedua wilayah ini, memiliki kemiripan pola pembangunan manusiasosial. Kota Singkawang juga menunjukkan tingginya tingkat pembangunan manusianya karena sejarah terbentuknya Kota Singkawang sebagai pecahan dari Kabupaten Sambas pada tahun 2003, yang menjadikan Kota Singkawang sebagai ibukota kabupaten. Posisi first city di tingkat kabupaten menjadi keuntungan bagi Kota Singkawang, karena investasi pembangunan pendidikan dan kesehatan yang terpusat di wilayah ini. Setelah pemekaran menjadi wilayah administrasi kota, Kota Singkawang mewarisi infrastruktur dan sarana prasarana sebelumnya. Gambar 22 Kuadran pola spasial pembangunan manusiasosial di Provinsi Kalimantan Barat. Kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak, dan Kabupaten Kayong Utara adalah tiga wilayah yang berada di Kuadran III. Ketiga kota ini memiliki kemiripan sejarah, yaitu sebagai wilayah induk pemekaran. Kabupaten Sambas mengalami dua kali pemekaran, pemekaran pertama menjadi Kabupaten Sambas dan Kabupaten Bengkayang, yang kemudian terbentuk lagi wilayah admistrasi baru yaitu Kota Singkawang. Untuk Kabupaten Pontianak mengalami pemekaran menjadi Kabupaten Kubu Raya, khususnya wilayah-wilayah kecamatan yang bertetangga langsung di bagian barat, selatan dan timur Kota Pontianak. Berbeda dengan Kabupaten Sambas dan Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kayong Utara adalah hasil pemekaran Kabupaten Ketapang di tahun 2008. Kesamaan sejarah sebagai wilayah pemekaran merupakan faktor yang menempatkan investasi pendidikan dan kesehatan di ketiga kabupaten ini masih terkategori rendah. Di kudran II adalah wilayah dengan tingkat pembangunan manusia rendah, sedangkan pembangunan sosialnya terkategori tinggi, yaitu Kabupaten Sintang, Pola Spasial Pembangunan ManusiaSosial SAMBAS BENGKAYANG LANDAK PONTIANAK SANGGAU KETAPANG SINTANG KAPUAS H SEKADAU MELAWI KAYONG UTARA KUBU RAYA KOTA PONTIANAK SINGKAWANG -1,8 -1,6 -1,4 -1,2 -1,0 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 Pembangunan Sosial -1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 P e m b a n g u n a n M a n u si a SAMBAS BENGKAYANG LANDAK PONTIANAK SANGGAU KETAPANG SINTANG KAPUAS HU SEKADAU MELAWI KAYONG UTARA KUBU RAYA KOTA PONTIANAK SINGKAWANG Kuadran I Kuadran IV Kuadran III Kuadran II