Faktor-Faktor Penyebab FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEPATUHAN ATAU

76

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEPATUHAN ATAU

KETIDAKPATUHAN NOTARISPPAT DALAM PENYAMPAIAN SPT MASA PASAL 21 UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008

A. Faktor-Faktor Penyebab

Kepatuhan Atau Ketidakpatuhan NotarisPPAT Dalam Penyampaian SPT Masa Kondisi perpajakan di Indonesia menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dan pemotong dalam menyelenggarakan perpajakannya. Hal ini tentu saja membutuhkan kepatuhan yang tinggi dari wajib pajak dan pemotong, pada pajak- pajak tertentu seperti pajak penghasilan. Masalah kepatuhan merupakan masalah penting di seluruh dunia, baik bagi negara maju maupun di negara berkembang. Karena, jika tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan, penyelundupan dan pelalaian pajak. Pada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan pajak negara akan berkurang. Pengertian kepatuhan pajak disini adalah pemotong pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajibannya sebagai pemotong sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan, atau pun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi. Kepatuhan dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1 kepatuhan administratif administrative compliance; dan 2 kepatuhan teknis technical compliance. Kepatuhan administratif mencakup kepatuhan pelaporan dan kepatuhan prosedural. Sedangkan kepatuhan teknis mencakup kepatuhan dalam penghitungan jumlah pajak yang akan dibayar. 78 www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 77 Berdasarkan kedua definisi diatas, bahwa kepatuhan administratif adalah kepatuhan formal, yakni kepatuhan yang terkait dengan ketentuan umum dan tatacara perpajakan. Sedangkan kepatuhan teknis adalah kepatuhan material, yakni kepatuhan yang terkait dengan kebenaran pengisian SPT Masa dalam menentukan jumlah pajak yang harus dibayar. R. Bierstedt mengatakan sebagaimana yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, bahwa dasar-dasar kepatuhan hukum adalah : 106 1. Indoctrination Sebab pertama mengapa warga masyarakat mematuhi kaedah-kaedah adalah karena dia diindoktrinir untuk berbuat demikian. Sejak kecil manusia telah dididik agar mematuhi kaedah-kaedah yang berlaku dalam masyarakat. Sebagaimana halnya dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya, maka kaedah- kaedah telah ada waktu seseorang dilahirkan dan secara tidak sadar manusia telah menerimanya. Melalui proses sosialisasi manusia dididik untuk mengenal, mengetahui dan mematuhi kaedah-kaedah tersebut. 2. Habituation Sejak manusia mengalami proses sosialisasi, maka lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan untuk mematuhi kaedah-kaedah yang berlaku. Pada mulanya akan sukar sekali untuk mematuhi kaedah-kaedah tersebut yang seolah-olah mengekang kebebasan. Akan tetapi apabila hal itu setiap hari ditemui, maka lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan untuk mematuhi kaedah-kaedah tersebut. 3. Utility Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup pantas dan teratur. Akan tetapi apa yang pantas dan teratur untuk seseorang, maka belum tentu pantas dan teratur bagi orang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu patokan tentang kepantasan dan keteraturan tersebut. patokan-patokan tadi merupakan pedoman-pedoman atau takaran-takaran tentang tingkah laku dan dinamakan kaedah. Dengan demikian, maka salah satu faktor yang menyebabkan orang taat pada kaedah adalah karena kegunaan dari pada kaedah tersebut. Manusia menyadari, bahwa kalau dia hendak hidup pantas dan teratur maka diperlukan suatu kaedah. 4. Group identification Salah satu sebab mengapa seseorang patuh pada kaedah, adalah karena kepatuhan tersebut merupakan salah satu sarana untuk mengadakan identifikasi dengan kelompok. Seseorang mematuhi kaedah-kaedah yang berlaku dalam 106 Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum Suatu Percobaan Penerapan Metode Yuridis-Empiris Untuk Mengukur Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum Mahasiswa Hukum Terhadap Peraturan Lalu Lintas, Jakarta, CV. Rajawali, Jakarta, 1982, hal. 225-226. www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 78 kelompoknya bukan karena dia menganggap kelompoknya lebih dominan dari kelompok-kelompok lainnya, akan tetapi justru karena ingin mengadakan identifikasi dengan kelompoknya tadi. Masalah kepatuhan hukum sebetulnya menyangkut proses internalisasi dari hukum tersebut. Proses internalisasi dimulai pada saat seseorang dihadapkan pada pola perikelakuan baru sebagaimana diharapkan oleh hukum, pada suatu situasi tertentu. Awal daripada proses inilah yang biasanya disebut sebagai proses belajar, dimana terjadi suatu perubahan pada pendirian seseorang. Yang penting pada proses ini adalah adanya penguatan terhadap respon-respon terdahulu karena tidak adanya penguatan atau mungkin oleh adanya sanksi negatif terhadap perikelakuan demikian. Jadi hanya respon-respon yang dipelajari yang memperoleh imbalan secara berulang-ulang, sedangkan respon-respon yang kehilangan kekuatan penunjangnya lama kelamaan hilang. Kerangka kognitif yang terbentuk dalam pikiran warga-warga masyarakat didasarkan pada pengalaman-pengalamannya dalam proses interaksi sosial yang dinamis. Kerangka tersebut meruipakan sistem nilai-nilai yang merupakan bagian daripada suatu etos kebudayaan, sifat nasional ataupun struktur kepribadian. Sistem nilai-nilai tersebut merupakan dasar untuk merumuskan kebutuhan- kebutuhan utama masyarakat dan merupakan suatu kriteria untuk mematuhi kaedah-kaedah hukum tertentu. 107 Pada internalisasi seseorang mematuhi kaedah-kaedah hukum oleh karena secara intrinsic kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isi kaedah-kaedah tersebut adalah sesuai dengan nilai-nilainya sejak semula pengaruh terjadi, atau oleh karena ia merubah nilai-nilai yang semula dianutnya. Hasil dari proses tersebut 107 Ibid, hal. 227-228. www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 79 adalah suatu konformitas yang didasarkan pada motivasi secara intrinsik. Pusat kekuatan proses ini adalah kepercayaan orang tersebut terhadap tujuan dari kaedah-kaedah bersangkutan, terlepas dari perasaan atau nilai-nilainya terhadap kelompok atau pemegang kekuasaan maupun pengawasannya. Selanjutnya ada bermacam-macam derajat kepatuhan hukum sebagai berikut : 108 1. Seseorang berperikelakuan sebagaimana diharapkan oleh hukum dan menyetujuinya halmana sesuai dengan sistem nilai-nilai dari mereka yang berwenang. 2. Seseorang berperikelakuan sebagaimana diharapkan oleh hukum dan menyetujuinya, akan tetapi dia tidak setuju dengan penilaian yang diberikan oleh yang berwenang terhadap hukum yang bersangkutan. 3. Seseorang mematuhi hukum, akan tetapi dia tidak setuju dengan kaedah- kaedah tersebut maupun nilai-nilai dari penguasa. 4. Seseorang tidak patuh pada hukum, akan tetapi dia menyetujui hukum tersebut dan nilai-nilai daripada mereka yang mempunyai wewenang. 5. Seseorang sama sekali tidak menyetujui kesemuanya dan diapun tidak patuh pada hukum melakukan protes. Kepatuhan hukum senantiasa tergantung pada kesadaran hukum. Bagaimana seseorang dapat mematuhi hukum, kesanggupan untuk memahami hukum secara logis diikuti oleh kemampuan untuk menilainya. Di sinilah letak hubungan kesadaran hukum dengan kepatuhan hukum terlepas dari adil tidaknya hukum tersebut. 109 Kepatuhan hukum seseorang terhadap hukum harus didahului oleh penerimaan hukum secara sadar hukum. Kesadaran hukum merupakan suatu penilaian hukum yang berlaku dalam kenyataan, yang dicita-citakan semua orang. Karena penilaian seseorang terhadap hukum sangat berpengaruh dalam membentuk kepatuhan terhadap hukum. 108 Ibid, hal. 234. 109 Roni Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia, Jakarta, 1987, hal. 19 www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 80 Seseorang harus mempunyai dasar ketaatan terlebih dahulu agar dapat memenuhi kewajibannya tersebut dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Ketaatan hukum sendiri, masih dapat dibedakan kualitasnya dalam 3 tiga jenis seperti yang dikemukakan oleh H C. Kelman, yaitu : 1. Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan, hanya karena ia takut terkena sanksi. 2. Ketaatan yang bersifat identification, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan, hanya karena takut hubungan baiknya dengan pihak lain menjadi rusak. 3. Ketaatan yang bersifat internalization, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan secara benar karena ia merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai- nilai intrinsik yang dianutnya. Berdasarkan realitasnya, merujuk pada konsep H.C. Kelman tersebut, seseorang dapat menaati suatu aturan hukum, hanya karena ketaatan salah satu jenis saja, misalnya hanya taat karena compliance, dan tidak karena identification dan internalization. Tetapi juga dapat terjadi, seseorang menaati suatu aturan hukum, berdasarkan dua jenis atau bahkan tiga jenis ketaatan sekaligus. Selain karena aturan hukum itu memang cocok dengan nilai-nilai intrinsik yang dianutnya, juga sekaligus dapat menghindari sanksi dan memburuknya hubungan baiknya dengan pihak lain. Demikian juga halnya dalam pelaksanaan PPh Pasal 21. Proses pemungutan PPh Pasal 21 ini dapat dikatakan berbeda dengan proses penerimaan pajak lainnya. Bukan hanya dari ketentuan hukum dan tarif yang berbeda dalam proses penghitungannya tetapi jauh dari itu proses ini terkait dengan peranan pemotong sebagai pemungut pajak. Sistem pengumpulan pajak dalam PPh Pasal 21 ini adalah melalui pihak ketiga, yang disebut sebagai pemotong. Undang- Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 yang menyangkut dengan ketentuan Pasal 21 menentukan bahwa salah satu dari pemotong Pajak www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 81 Penghasilan Pasal 21 terhadap pegawai tetapnya adalah pemberi kerja dimana ia berkewajiban untuk melakukan penghitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporan setiap bulannya. NotarisPPAT termasuk salah satu dari katagori pemberi kerja tersebut, sehingga ia berkewajiban sebagai pemotong. Maka NotarisPPAT sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 mempunyai kewajiban untuk memenuhi syarat formal dan syarat materil yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. NotarisPPAT wajib dan harus patuh dalam melakukan pemotongan terhadap gaji pegawai tetapnya dan wajib pula melaporkan hasil pemotongan seperti yang diperintahkan oleh Undang-Undang, sekalipun itu nihil. Pelaporan atas pemotongan yang dilakukan oleh NotarisPPAT melalui penyampain Surat Pemberitahuan Masa Pasal 21 dapat dilakukan ke Kantor Pos atau Bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. SPT Masa inilah yang menjadi bukti bahwa NotarisPPAT telah melaksanakan kewajibannya sebagai pemotong. Ketaatan atau kepatuhan dalam melaksanakan kewajiban pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 seperti tersebut diatas, pada kalangan NotarisPPAT di Banda Aceh, ditemukan bahwa sebahagian besar NotarisPPAT tidak melakukan pemotongan pajak terhadap pegawai tetapnya. Keadaan ini menunjukkan bahwa cukup banyak pemotong pajak yang belum melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. Hasil wawancara dengan NotarisPPAT di Banda Aceh menunjukkan bahwa dalam melakukan kewajibannya sebagai pemotong PPh Pasal 21 terdapat beberapa kesulitan antara lain : www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 82 1. Mekanisme Perhitungan PPh Pasal 21 sangat rumit sehingga memerlukan waktu yang cukup untuk menghitung. 2. Formulir dan lampiran yang disyaratkan dalam melaporkan PPh Pasal 21 sangat rumit sehingga bagi beberapa pemotong pajak sering membingungkan. Berdasarkan jumlah 10 sepuluh orang NotarisPPAT yang mengetahui kewajiban sebagai pemotong, yang memenuhi kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 hanya 2 dua orang atau 20 dua puluh persen atau 9,52 sembilan koma lima puluh dua persen dari 21 dua puluh satu NotarisPPAT. Sedangkan 8 delapan orang atau 80 delapan puluh persen atau 38,10 tiga puluh delapan koma sepuluh persen lainnya dari 21 dua puluh satu NotarisPPAT, melaksanakan kewajiban pemotong hanya sampai pada tahap penghitungan. Faktor-faktor yang menyebabkan kedua NotarisPPAT Banda Aceh tersebut di atas memenuhi kewajibannya menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 adalah karena adanya ketakutan dari kedua NotarisPPAT itu sendiri akan dikenakan sanksi perpajakan. Faktor di atas menunjukkan bahwa NotarisPPAT di Banda Aceh yang memenuhi kewajibannya menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 karena adanya sanksi terhadap kewajiban perpajakannya tersebut. Faktor ini menunjukkan ketaatan mereka sebagai pemotong ternyata masih lemah. Kelemahan ketaatan ini karena mereka harus membutuhkan pengawasan yang terus menerus agar kepatuhan hukum dikalangan ini berjalasn dengan baik. Sebaliknya jika pengawasan longgar maka mereka tidak melakukan kewajiban tersebut dengan baik. www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 83 Sebaliknya, terdapat 19 sembilan belas NotarisPPAT yang tidak memenuhi kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21, yang terdiri dari 8 delapan orang atau 42,10 empat puluh dua koma sepuluh persen NotarisPPAT yang tidak memenuhi kewajibannya secara penuh melainkan hanya sampai pada tahap penghitungan. Sementara 11 sebelas orang atau 57,90 lima puluh tujuh koma sembilan puluh persen lainnya tidak memenuhi kewajiban karena tidak mengetahui dan memahami tentang PPh Pasal 21. Faktor-faktor yang menyebabkan 8 delapan orang dari 19 sembilan belas NotarisPPAT Banda Aceh tidak memenuhi kewajibannya sebagai pemotong PPh Pasal 21, yakni : 1. Sebanyak 6 enam orang atau 75 tujuh puluh lima persen yang tidak memenuhi kewajibannya sebagai pemotong PPh Pasal 21 karena mereka beranggapan bahwa kewajiban perpajakan ini tidak mempengaruhi hubungan baik dengan pihak lain apabila mereka tidak melakukan pemotongan atas penghasilan atau gaji pegawai tetapnya. 2. Sebanyak 2 dua orang atau 25 dua puluh lima persen lainnya tidak memenuhi kewajibannya sebagai pemotong PPh Pasal 21 karena merasa kurang setuju dengan peraturan perundang-undangan yang menyangkut Pajak Penghasilan atas penghasilan pegawai.

B. Efektifitas Hukum Pajak Penghasilan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Dokumen yang terkait

Analisis Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota Tahun 20111-2013

7 95 50

Kepatuhan Hukum Notaris/Ppat Di Kota Banda Aceh Terhadap Kewajiban Menyampaikan Spt Pph Pasal 21 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan

2 71 132

Pelaksanaan Kewajiban Mengisi Dan Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pada Koperasi Swadharma Medan

1 65 51

Pengawasan Pelunasan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama

0 45 68

Analisis Hukum Terhadap Letter Of Credit Syariah Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

6 58 151

Mekanisme Perhitungan Dan Pelaporan Pajak Penghasilan ( Pph ) Pasal 21 Karyawan Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan

4 65 73

Akuntansi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 pada Dinas Pertamanan Kota Medan

0 19 61

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republ

0 0 6

BAB II KEPATUHAN NOTARISPPAT BANDA ACEH TERHADAP KEWAJIBAN MEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 TERHADAP KARYAWAN A. Pajak Penghasilan dan PPh Pasal 21 - Kepatuhan Hukum Notaris/Ppat Di Kota Banda Aceh Terhadap Kewajiban Menyampaikan Spt Pph Pasal 21

0 1 44

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kepatuhan Hukum Notaris/Ppat Di Kota Banda Aceh Terhadap Kewajiban Menyampaikan Spt Pph Pasal 21 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan

0 0 31