51
C. Penghitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
Penghitungan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap¸ menggunakan pengurangan yang berupa biaya jabatan dan pensiun. Penghasilan pegawai tetap
atau pensiunan yang dipotong pajak setiap bulan adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun yang besarnya
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, iuran pensiun dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Besarnya biaya jabatan atau biaya pensiun yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto pegawai tetap atau pensiunan.
81
Menurut Pasal 1 ayat 1, 250PMK.032008 besarnya biaya jabatan adalah sebesar 5
lima persen dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,00 enam juta rupiah setahun atau Rp. 500.000,00 lima ratus ribu rupiah sebulan.
Sedangkan besarnya biaya pensiun sebesar dari penghasilan bruto, setinggi- tingginya Rp. 2.400.000,00 dua juta empat ratus ribu rupiah setahun atau Rp.
200.000,00 dua ratus ribu rupiah sebulan.
82
Sebelum menghitung berapa besarnya Pajak Penghasilan yang harus dihitung atas Penghasilan Kena Pajak, khusus untuk wajib pajak prang pribadi
sebagai wajib pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak personal exemption.
83
Ketentuan mengenai Penghasilan Tidak Kena Pajak diatur dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan. Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar:
81
Didik Budi Waluyo, Op. Cit., hal. 10
82
Pasal 1 ayat 2, Peraturan Menteri Keuangan No. 250PMK.032008 Tentang Besarnya Biaya Jabatan Atau Biaya Pensiun Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pegawai
Tetap atau Pensiunan
83
Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan, Perpajakan Teori dan Aplikasi, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2005., hal. 288
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
a. Rp. 15.840.000,00 lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b. Rp. 1.320.000,00 satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah tambahan untuk Wajib Pajak yang Kawin;
c. Rp. 15.840.000,00 lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1; dan d. Rp. 1.320.000,00 satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3
tiga orang untuk setiap keluarga. Penghasilan Tidak Kena Pajak perbulan adalah Penghasilan Tidak Kena
Pajak per tahun dibagi 12 dua belas, sebesar: a. Rp. 1.320.000,00 satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah tambahan untuk
Wajib Pajak orang pribadi; b. Rp. 110.000,00 seratus sepuluh ribu rupiah tambahan untuk Wajib Pajak
yang kawin; c. Rp. 110.000,00 seratus sepuluh ribu rupiah tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 tiga orang
untuk setiap keluarga. Tarif pajak merupakan angka atau persentase yang digunakan untuk
menghitung jumlah pajak yang terhutang. Tujuan pembentukan tarif pajak untuk mencapai keadilan. Bentuk tarif pajak dipengaruhi oleh :
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
1. Bagaimana bebannya dapat dibagi secara adil, kadang-kadang dicari tarif sesuai dengan daya pikul kemudian timbul tarif progressive.
2. Bagaimana progresif itu dibentuk, kadang-kadang diciptakan tarif dasar kepentingan, kalau sampai pada teori kepentingan maka batas antara retribusi
dan pajak menjadi kabur. Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak berdasarkan
Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah :
Tabel II.2 Tarif Pajak Penghasilan
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 5
Di atas Rp. 50.000.000,00 sampai Rp. 250.000.000,00 15
Di atas Rp. 250.000.000,00 sampai Rp. 500.000.000,00 25
Di atas Rp. 500.000.000,00 30
Sumber: Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
Apabila seorang pegawai tetap memperoleh gaji secara bulanan, maka dalam menghitung PPh Pasal 21 adalah:
84
a. Ditentukan penghasilan bruto secara bulanan yang terdiri dari gaji tetap ditambah dengan tunjangan lainnya.
b. Setelah diperoleh penghasilan bruto, maka untuk menghitung penghasilan neto, penghasilan neto tersebut dikurangkan dengan potongan-potongan yang
diperkenankan. c. Setelah diperoleh penghasilan neto sebulan, maka untuk memperoleh
penghasilan neto setahun penghasilan neto sebulan dikalikan dengan jumlah bulan satu tahun takwim atau jumlah bulan dalam bagian tahun pajak.
d. Setelah diperoleh penghasilan neto setahun maka dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak sehingga diperoleh Penghasilan Kena Pajak
PKP.
84
Sunarto, Op. Cit., hal. 153
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
e. Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan tarif PPh Pasal 17 menghasilkan pajak terutang satu tahun.
f. Pajak Penghasilan Pasal 21 sebulan diperoleh dengan membagi pajak terutang satu tahun dengan jumlah bulan dalam satu tahun.
Salah satu contoh penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut : Ahmad Zakaria pada tahun 2009 bekerja di kantor Notaris X dengan
memperoleh gaji sebulan Rp. 2.500.000,00. Ahmad sudah menikah tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai
berikut : Gaji sebulan
Rp. 2.500.000,00 Pengurangan:
1. Biaya Jabatan :
5 x Rp. 2.500.000,00 Rp. 125.000,00
Rp. 125.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp. 2.375.000,00
Penghasilan neto setahun : 12 x Rp. 2.375.000,00
Rp. 28.500.000,00 PTKP setahun
- Untuk WP sendiri Rp. 15.840.000,00
- Tambahan WP Kawin Rp. 1.320.000,00
Rp. 17.160.000,00 Rp. 17.160.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp. 11.340.000,00
PPh Pasal 21 terutang 5 x Rp. 11.340.000,00 =
Rp. 567.000,00 PPh Pasal 21 sebulan
Rp. 567.000,00 : 12 =
Rp. 47.250,00 Setelah dilakukan penghitungan, tahap selanjutnya adalah melakukan
pemotongan. Pemotongan PPh Pasal 21, dilakukan terhadap subjek Pajak orang pribadi dalam negeri yang memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa dan kegiatan lainnya. Pemotongan pajak atas penghasilan adalah pelaksanaan pemotongan oleh pihak yang ditunjuk sebagai pemotong atas suatu
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
penghasilan yang dibayarkan kepada diterima oleh penerima penghasilan selaku Subjek Pajak orang pribadi atau badan.
85
Ada dua kriteria utama untuk menentukan berlakunya pemotongan PPh Pasal 21, yaitu :
1. Wajib pajak yang terkena pemotongan adalah wajib pajak orang pribadi dalam negeri
2. Penghasilan yang dipotong berasal dari pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan lainnya.
Penghasilan yang dipotong adalah sebagai berikut :
86
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap berupa penghasilan yang bersifat teratur dan penghasilan yang bersifat tidak teratur. Penghasilan
yang diterima atau diperoleh pegawai tetap yang bersifat teratur berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang
diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur. Sedangkan penghasilan yang diterima atau
diperoleh pegawai tetap yang bersifat tidak teratur hanya diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya
THR, jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang
85
Ibid., hal. 4
86
Didik Budi Waluyo, Op.Cit, hal 8
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis.
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara
bulanan. Upah harian adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara harian. Upah mingguan adalah
upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara mingguan. Upah satuan adalah upah atau imbalan yang
diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan. Upah borongan adalah upah atau
imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan tertentu.
5. Imbalan kepada bukan pegawai antara lain berupa honorarium, komisi, fee dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan dan
imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama
dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 termasuk pula penerimaan dalam
bentuk natura dan atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:
87
a. Bukan Wajib Pajak; b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final;
87
Ibid, hal. 8
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
c. Wajib Pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus deemed profit
Bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan adalah penghasilan pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang dipotong pajak
adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 254PMK.032008. Batas penghasilan bruto yang dimaksud sampai dengan jumlah Rp. 150.000,00 seratus lima puluh ribu rupiah sehari
tidak dikenakan pajak penghasilan. Apabila penghasilan bruto jumlahnya melebihi Rp. 1.320.000,00 satu juta
tiga ratus dua puluh ribu rupiah sebulan atau dalam hal penghasilan dibayar secara bulanan. Ketentuan ini tidak berlaku atas penghasilan berupa honorarium
atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.
Gambaran tentang NotarisPPAT di Banda Aceh yang melakukan Penghitungan PPh Pasal 21 terhadap pegawainya dapat dilihat pada Tabel II.3
dibawah ini :
Tabel II.3 Penghitungan PPh Pasal 21 oleh NotarisPPAT Banda Aceh
No Keterangan
Jumlah 1
NotarisPPAT yang melakukan penghitungan PPh Pasal 21 terhadap pegawainya
10 47,61
2 NotarisPPAT yang tidak melakukan penghitungan
PPh Pasal 21 terhadap pegawainya 11
52,39 Total
21 100
Sumber : Hasil wawancara dengan para NotarisPPAT Banda Aceh pada tanggal 21 Juli 2011
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa ada 10 sepuluh orang atau 47,61 empat puluh tujuh koma enam puluh satu persen NotarisPPAT yang
melakukan penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji pegawai tetapnya. Sedangkan 11 sebelas orang atau 52,39 lima puluh dua koma tiga puluh sembilan persen
lainnya tidak melakukan penghitungan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetapnya. Kesebelas NotarisPPAT yang tidak melakukan penghitungan tersebut karena
memang tidak mengetahui kewajiban sebagai pemotong. Dikaitkan dengan Tabel II.1 di atas, dari 10 sepuluh orang NotarisPPAT
di Banda Aceh yang mengetahui kewajibannya sebagai pemotong, semuanya ternyata melakukan penghitungan pajak penghasilan pasal 21 atas gaji pegawai
tetapnya. Jadi kesepuluh NotarisPPAT tersebut telah melaksanakan kewajiban menghitung PPh Pasal 21 atas pegawai tetapnya dalam rangka memenuhi
kewajiban sebagai pemotong pajak walaupun belum penuh. Berikutnya adalah gambaran NotarisPPAT di Banda Aceh yang
melakukan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji pegawainya yang dapat dilihat pada Tabel II.4 dibawah ini :
Tabel II.4 Pemotongan PPh Pasal 21 oleh NotarisPPAT Banda Aceh
No Keterangan
Jumlah 1
NotarisPPAT yang melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawainya
2 9,52
2 NotarisPPAT yang tidak melakukan pemotongan
PPh Pasal 21 terhadap pegawainya 19
90,48 Total
21 100
Sumber : Hasil wawancara dengan para NotarisPPAT Banda Aceh pada tanggal 21 Juli 2011
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui jumlah NotarisPPAT di Banda Aceh yang melakukan pemotongan PPh sesuai dengan Pasal 21 terhadap pegawai
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
tetapnya hanya 2 dua orang atau 9,52 sembilan koma lima puluh dua persen sedangkan 19 sembilan belas orang atau 90, 48 sembilan puluh koma empat
puluh delapan persen lainnya tidak melakukan pemotongan atas PPh Pasal 21. Jumlah NotarisPPAT yang tidak melakukan pemotongan sebanyak 19
sembilan belas atau 90,48 sembilan puluh koma empat puluh delapan persen terdiri dari 8 delapan orang yang mengetahui kewajiban sebagai
pemotong dan telah melakukan penghitungan PPh Pasal 21 terhadap penghasilan pegawai tetapnya, tetapi tidak melakukan pemotongan dan 11 sebelas orang
lainnya karena tidak mengetahui kewajiban sebagai pemotong. NotarisPPAT yang telah melakukan pemotongan atas gaji pegawai
tetapnya, harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 terhadap gaji pegawai tetapnya. Hal ini diatur dalam Pasal 22 ayat 8 252PMK.032008 yang
menyatakan bahwa pemotong PPh Pasal 21 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap secara
berkala paling lama 1 satu bulan setelah tahun kalender berakhir.
88
Dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember, bukti pemotongan PPh
Pasal 21 harus diberikan paling lama 1 satu bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja.
89
Apabila dikaitkan dengan tabel II.4, bahwa dari 2 dua orang NotarisPPAT yang melakukan pemotongan, keduanya memberikan bukti
pemotongan PPh Pasal 21 pada pegawai tetapnya seperti ketentuan yang telah ditetapkan.
88
Didik Budi Waluyo, Op. Cit, hal. 41
89
Ibid
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
Berdasarkan Tabel II.4 yang telah disebutkan di atas, diketahui bahwa ada beberapa NotarisPPAT di Banda Aceh yang melakukan penghitungan tetapi
tidak melakukan pemotongan, yaitu sebanyak 8 delapan orang. Faktor-faktor yang menyebabkan kedelapan NotarisPPAT tersebut tidak melakukan
pemotongan adalah sebagai berikut :
90
1. Hasil penghitungan PPh Pasal 21 nihil. Hal ini terdapat pada 7 tujuh orang atau 87,5 delapan puluh tujuh koma lima persen NotarisPPAT yang
melakukan penghitungan atas gaji pegawai tetapnya dan setelah dilakukan penghitungan, ternyata pajak penghasilannya nihil. Faktor ini dikarenakan
Penghasilan pegawai tetapnya belum memenuhi Penghasilan Tidak Kena Pajak PTKP. Sebagian pegawai tetap NotarisPPAT yang ada di Banda Aceh
memiliki penghasilan yang tidak memenuhi PTKP yaitu masih dibawah Rp. 1.320.000,- satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah bulan atau kurang dari
Rp. 15.840.000,- lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah tahun. Penghasilan dibawah PTKP ini karena kurangnya jumlah pemasukan
yang diperoleh dari pembuatan berbagai macam akta di kantor NotarisPPAT tersebut sehingga tidak memungkinkan mereka untuk membayar gaji para
pegawai tetap diatas jumlah PTKP. 2. Keberatan dari Pegawai NotarisPPAT. Terdapat 1 satu orang NotarisPPAT
di Banda Aceh atau 12,5 dua belas koma lima persen yang tidak melakukan pemotongan karena alasan keberatan dari pegawai tetapnya sendiri
untuk dilakukan pemotongan atas penghasilan mereka setiap bulannya. Para pegawai ini beranggapan bahwa pemotongan ini akan mempengaruhi jumlah
90
Hasil kuisioner.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
gaji yang mereka terima setiap bulannya. Faktor ini disebabkan karena adanya ketidak pahaman dari pegawai tetap NotarisPPAT itu sendiri mengenai PPh
Pasal 21 dan NotarisPPAT itu sendiri tentang kewajiban PPh Pasal 21. Kedua faktor diatas menjelaskan mengapa tidak semua dari 10 sepuluh
orang atau 47,61 empat puluh tujuh koma enam puluh satu persen NotarisPPAT yang mengetahui kewajibannya sebagai pemotong dan telah
melakukan penghitungan, tetapi tidak melanjutkan untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetapnya.
D. Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21