Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan dan perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan. 1 Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya. Keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh perubahan dan pembaharuan dalam segala unsur-unsur yang mendukung pendidikan. Adapun unsur tersebut adalah siswa, guru, alat dan metode, materi dan lingkungan pendidikan. Semua unsur tersebut saling terkait dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Perkembangan dunia pendidikan dari tahun ke tahun mengalami perubahan seiring dengan tantangan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing di era global. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh bangsa kita adalah masih rendahnya kualitas pendidikan pada setiap jenjang. Banyak hal yang telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualitas guru, penyempurnaan kurikulum, sertifikasi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran serta perbaikan sarana dan prasarana pendidikan. Namun demikian mutu pendidikan yang dicapai belum seperti apa yang diharapkan. Perbaikan 1 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, Jakarta: Kencana Prenada Group, 2009, h. 1. 1 2 yang telah dilakukan pemerintah tidak akan ada artinya jika tanpa dukungan dari guru, orang tua, siswa, dan masyarakat. Berbicara tentang mutu pendidikan tidak akan lepas dengan proses belajar mengajar. Di mana dalam proses belajar mengajar guru harus mampu menjalankan tugas dan peranannya, sehingga akan tercipta suatu kondisi lingkungan belajar yang kondusif. Belajar merupakan hal yang tidak akan pernah bisa terpisahkan dalam pendidikan. Menurut pakar psikologi jika adanya perubahan perilaku yang positif terhadap individu baru bisa dikatakan belajar. Dalam pandangan Islam pun belajar adalah sebuah kewajiban, bahkan ayat Al- Quran yang pertama kali turun perintah untuk membaca, dan membaca bisa diartikan secara luas dengan belajar. Sesuai dengan firman Allah SWT : Artinya: Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya . QS. Al-Alaq: 1-5 Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. 2 Kegiatan proses pembelajaran merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan pendidikan. Hal ini mengandung 2 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003, Cet. 3, h. 100. 3 arti bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung kepada bagaimana proses pembelajaran yang dialami peserta didik atau siswa. Masalah utama dalam pendidikan formal dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini nampak dari rata-rata hasil belajar peserta didik yang rendah. Proses pembelajaran di sekolah pada umumnya belum menampakkan sistem belajar mengajar yang mengajak siswa untuk aktif berfikir dan bertindak melakukan penggalian potensi yang ada padanya. Sikap yang demikian mungkin disebabkan karena metode pembelajaran yang kurang bervariasi, serta materi pelajaran yang relatif lebih sukar. Hal ini secara tidak langsung sangat mempengaruhi rendahnya hasil belajar siswa. Keadaaan ini merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak mengajak siswa untuk bersikap lebih aktif selama proses pembelajaran. Dalam arti susbtansial, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan kurang memberikan akses bagi peserta didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya. Pembelajaran IPA tidak hanya mempelajari sekumpulan fakta saja produk ilmiah tetapi juga seharusnya menumbuhkan sikap ilmiah melalui proses ilmiahmetode ilmiah. Salah satu cabang dari IPA adalah kimia. Mata pelajaran ini merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh kebanyakan siswa. Konsep-konsep kimia merupakan konsep- konsep yang cukup sulit dipelajari dan dipahami oleh siswa karena bersifat abstrak, banyak rumus dan perhitungannya. Oleh karena itu mata pelajaran kimia termasuk mata pelajaran yang membutuhkan variasi model pembelajaran pada saat penyampaiannya. Rendahnya rata-rata hasil belajar kimia tidak terlepas dari peranan guru dalam proses belajar mengajar. Pada umumnya, dalam mengajarkan konsep-konsep kimia, guru masih menganut teori tabula rasa, yaitu memindahkan pengetahuan dari pikiran guru ke dalam pikiran siswa secara utuh. Pembelajaran yang dilakukan 4 oleh guru pada umumnya dengan cara menceramahkan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan hukum-hukum dalam bentuk yang sudah jadi kepada siswa. Guru menganggap pembelajaran dengan cara ini sudah berhasil, namun sesungguhnya siswa belum belajar secara aktif karena dalam pikiran siswa tidak terjadi perkembangan struktur kognitif. Sehingga ada kecenderungan siswa kurang tertarik dengan mata pelajaran kimia. Seorang guru yang profesional dituntut untuk dapat menampilkan keahliannya sebagai guru di depan kelas. Komponen yang harus dikuasai adalah menggunakan bermacam-macam model pembelajaran yang bervariasi yang dapat menarik minat belajar siswa dan guru tidak hanya cukup dengan memberikan ceramah di depan kelas. Hal ini tidak berarti bahwa metode ceramah tidak baik, melainkan pada suatu saat siswa akan menjadi bosan apabila hanya guru sendiri yang berbicara, sedangkan mereka duduk, diam dan mendengarkan. Kebosanan dalam mendengarkan uraian guru dapat mematikan semangat belajar siswa. Selain itu ada pokok bahasan yang memang kurang tepat untuk disampaikan melalui metode ceramah dan lebih efektif melalui metode lain. Oleh karena itu, guru perlu menguasai berbagai model pembelajaran. Setiap model pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan masing-masing. Suatu metode pembelajaran mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, konsep, maupun situasi dan kondisi tertentu, tetapi tidak tepat untuk situasi lain. Demikian pula suatu metode yang dianggap baik dalam mempelajari suatu konsep yang disampaikan oleh guru tertentu, kadang-kadang belum tentu berhasil dibawakan oleh guru lain. Seorang guru perlu menggunakan beberapa metode dalam menyampaikan suatu konsep. Dengan variasi beberapa metode pembelajaran, suasana kelas menjadi lebih hidup dan tidak membosankan. Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan suatu cara penyampaian, dalam arti kesesuaian antara tujuan, konsep dengan metode, situasi dan kondisi siswa maupun sekolah, serta kecakapan guru yang membawakan sehingga 5 guru sebagai pengajar memiliki tugas memberikan fasilitas atau kemudahan bagi kegiatan belajar siswa. Model pembelajaran dapat digunakan untuk mengarahkan kegiatan siswa ke arah tujuan yang akan dicapai. Oleh sebab itu, sebaiknya seorang guru harus menguasai beberapa model pembelajaran untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Teori dan praktek pendidikan modern memperhatikan siswa bukan sebagai penerima yang pasif dan banyak membutuhkan pengawasan, tetapi harus diarahkan sebagai anak yang aktif berpikir dan bertindak melakukan penggalian potensi yang ada pada diri siswa. Perlu adanya usaha untuk memperbaiki hasil belajar siswa dengan berbagai cara antara lain: perbaikan model pembelajaran, penggunaan model pembelajaran yang bervariasi, peningkatan sarana dan prasarana, memberi motivasi siswa supaya semangat belajar, mengingatkan orang tua siswa agar memberi motivasi belajar di rumah. Cara untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang membawa kepada siswa aktif, salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada siswa adalah model pembelajaran kooperatif cooperative learning. Model pembelajaran ini bisa melatih siswa aktif. Model pembelajaran ini berbasis pada gotong royong. Falsafah yang mendasari model pembelajaran gotong royong dalam pendidikan adalah falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau sekolah. 3 Penggunaan secara efektif keterampilan-keterampilan kooperatif menjadi semakin penting untuk mengembangkan sikap saling bekerja sama, mempunyai rasa tanggung jawab dan mampu bersaing secara sehat. Sikap yang demikian akan membentuk pribadi yang berhasil dan 3 Anita Lie, Cooperative Learning, Jakarta: Grasindo, 2010, Cet. 7, h. 28. 6 menghadapi tantangan pendidikan yang lebih tinggi yang berorientasi pada kelompok. Menurut Johnson dan Johnson cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut. 4 Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia. Slavin menelaah penelitian dan melaporkan bahwa 45 penelitian telah dilaksanakan antara tahun 1972 samapi dengan 1986, meyelidiki pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar. Studi ini dilakukan pada semua tingkat kelas dan meliputi bidang studi bahasa, geografi, ilmu sosial, sains, matematika bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, membaca, dan menulis. Studi yang ditelaah itu dilaksanakan di sekolah-sekolah kota, pinggiran, dan pedesaan di Amerika Serikat, Israel, Nigeria, dan Jerman. Dari 45 laporan tersebut, 37 di antaranya menunjukkan bahwa kelas kooperatif menunjukkan hasil belajar akademik yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Delapan studi menunjukkan tidak ada perbedaan. Tidak satupun studi menunjukkan bahwa kooperatif memberikan pengaruh negatif. 5 Salah satu model pembelajaraan kooperatif adalah tipe Jigsaw. Model pembelajaran Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Mengajar serta diajar oleh sesama siswa merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran. Pemilihan anggota dalam setiap kelompok juga harus diperhatikan agar pembelajaran optimal. Keanggotaan kelompok sebaiknya bersifat heterogen, baik dari segi kemampuannya maupun 4 Isjoni, Cooperative Learning, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, h. 17. 5 Muslimin Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif, Surabaya: UNESA-University Press, 2001, h. 15. 7 karakteristik lainnya. 6 Beberapa alasan lain yang menyebabkan model jigsaw perlu diterapkan sebagai model pembelajaran yaitu tidak adanya persaingan antar siswa atau kelompok. Mereka bekerjasama untuk menyelesaikan masalah dalam mengatasi cara pikiran yang berbeda. Siswa dalam kelompok bertanggung jawab atas penguasaan materi belajar yang ditugaskan padanya lalu mengajarkan bagian tersebut pada anggota yang lain. Siswa juga senantiasa tidak hanya mengharapkan bantuan dari guru serta siswa termotivasi untuk belajar cepat dan akurat seluruh materi. Dengan demikian, jika model pembelajaran ini diterapkan dalam proses pembelajaran, maka akan terjadi pembelajaran student center, bukan teacher center. Melalui model pembelajaran jigsaw diharapkan dapat memberikan solusi dan suasana baru yang menarik dalam pengajaran sehingga memberikan pengalamn belajar dengan konsep baru. Pembelajaran jigsaw membawa konsep pemahaman inovatif, dan menekankan keaktifan siswa, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong-royong dan memiliki banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai: “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa.”

B. Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh model problem based learning (PBL) terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi

14 69 177

Pengaruh pendekatan konsep terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi

1 6 198

Perbedaan hasil belajar siswa atara model pembelajaran NHT (numbered head together) dengan stad (student team achievment division pada konsep laju reaksi)

3 10 173

Pengaruh model guided inquiry (INKUIRI TERBIMBING) terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi (Quisi eksperiment di kelas XI IPA SMAN I Leuwiliang)

7 40 196

PENGERUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA PADA KONSEP CAHAYA (KUASI EKSPERIMEN DI SDN CIRENDEU III, TANGERANG SELATAN)

1 5 177

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil belajar siswa pada konsep rangka dan panca indera manusia: penelitian kuasi eksperimen di Kelas IV MI Al-Washliyah Jakarta

0 5 172

Upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kelas II dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw di Mi Al-Amanah Joglo Kembangan

0 6 103

Perbedaan Peningkatan Hasil Belajar Antara Siswa Yang Diajar Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Pembelajaran Konvensional Pada Konsep Protista

0 18 233

Pengaruh Penggunaan Model Kooperatif Tipe Jigsaw Menggunakan Strategi Peta Konsep (Concept MAP) Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa

0 25 295

1 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS BERBANTUAN LKS TERHADAP HASIL BELAJAR MATERI LAJU REAKSI

0 2 9