C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Pengaruh kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan
kualitas pelayanan karyawan. Hasil ini didukung oleh perhitungan statistik yang menunjukkan bahwa nilai F
hitung
= 7,627 lebih besar dari F
tabel
= 2,6946 atau nilai signifikansi koefisien regresi
3
yang menunjukkan =
0,014 = 0,050. Artinya, pada karyawan yang berasal dari kultur
lingkungan kerja yang berorientasi pada power distance kecil, kolektif, feminin, dan uncertainty avoidance yang sangat lemah maka semakin kuat
hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.
Deskripsi kualitas pelayanan karyawan menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan terkategorikan baik sebanyak 81 karyawan atau
77,14. Berdasar nilai tersebut dapat diketahui bahwa universitas dapat menampilkan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan media komunikasi
yang baik, karyawan memberikan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya, karyawan membantu mahasiswa dan memberikan jasa dengan
tepat, adanya kepercayaan dan keyakinan serta pengetahuan dan kesopanan dari karyawan, dan karyawan peduli atau memberi perhatian
pribadi bagi mahasiswa. Sementara deskripsi kecerdasan emosional PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terkategorikan tinggi sebanyak 63 karyawan atau 60. Dengan demikian mencerminkan bahwa karyawan dapat mengenali perasaan diri sendiri
maupun perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam hubungan dengan orang lain,
karenanya karyawan mampu bekerja dengan baik sehingga dapat menampilkan kualitas pelayanan yang baik pula.
Deskripsi kultur lingkungan kerja menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan terkategorikan mempunyai power distance kecil 69
karyawan atau 65,71, collectivism 54 karyawan atau 51,43, femininity
54 karyawan atau 51,14, dan uncertainty avoidance yang sangat lemah 58 karyawan atau 55,24. Karyawan yang berasal dari
lingkungan kerja dengan power distance yang kecil berarti semua karyawan apapun tingkatannya dalam lingkungan kerja diperlakukan sama
oleh pemimpin, ada ketergantungan dari karyawan yang berkemampuan lemah terhadap karyawan yang berkemampuan baik, ada perbedaan yang
nyata antara tugas dan kewajiban masing-masing dalam struktur organisasi,
bagianunit kerja
diberikan kewenangan
penuh untuk
mengelola dan mengambil keputusan demi kemajuan unit kerja, ada perbedaan gaji antara atasan dan bawahan, atasan berkonsultasi dengan
para karyawan
sebelum mengambil
keputusan, dan
pimpinan menampakkan diri sebagai atasan dan para karyawan sebagai bawahan.
Masyarakat yang
memiliki orientasi
budaya rendah
berusaha PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
meminimalkan perbedaan-perbedaan
status atau
mengutamakan kesejajaran equality, sehingga struktur organisasinya biasanya kurang
ketat hirarkinya dan lebih terdesentralisasi Dayakisni, 2003:277. Perbedaan status yang diminimalkan, struktur organisasi biasanya kurang
ketat hirarki dan terdesentralisasi akan berakibat pada suasana kerja yang semakin kondusif hubungan antar karyawan semakin dekat yang kemudian
berdampak pada pelayanan yang dilakukan akan berangsur baik. Karyawan yang berasal dari lingkungan kerja yang kolektif berarti
dalam lingkungan kerja mereka hubungan antara karyawan dan pemimpin tidak didasarkan pada perbedaan status dan jabatan, terjalin komunikasi
yang harmonis antara atasan dan karyawan maupun antar karyawan, komunikasi antara atasan dan karyawan tidak dilakukan untuk hal yang
penting saja, kesalahan yang dilakukan atasan akan mempermalukan semua unit kerja, hubungan kekeluargaan antara para karyawan dan atasan
sangat kuat, atasan mengikutsertakan karyawan dalam proses pengambilan keputusan tentang promosi, pengelolaanmanajemen dalam unit kerja
ditentukan oleh hasil kesepakatan bersama, dan hubungan antara atasan dengan para karyawan dan antar karyawan tidak hanya sebatas urusan
pekerjaan kantor. Pada budaya kolektivistis kemampuan untuk empati atau memahami orang lain adalah sangat penting. Seorang manager diharapkan
untuk lebih memberikan pertimbangan dari pada memberi perintah, sehingga diharapkan menager atau sipervisor memiliki skill dalam
memberikan support dan monitoring. Sebab itu, skill yang penting adalah untuk menyusun tim building, sebab budaya kolektivistis lebih menyukai
group belongingness daripada kerja individual Dayakisni, 2003:282.
Oleh karena dalam lingkungan kerja yang klektif menekankan pada tim dan bukan bekerja sendiri-sendiri maka ketika karyawan bekerja dalam tim
tersebut mereka akan saling bantu-membantu dan saling melengkapi yang kemudian. Hal ini akan berdampak pada hasil kerja yang baik serta
pelayanan yang diberikan akan lebih baik dari pada kerja individual. Karyawan yang berasal dari lingkungan kerja yang feminin berarti
dalam lingkungan kerja mereka atasan memberikan pilihan cara penyelesaian masalah ketika melakukan kesalahan, filosofi karyawan
adalah bekerja untuk hidup, tidak terjadi diskriminasi gender dalam promosi jabatan, antar karyawan berkesempatan saling membantu dan
memahami satu dengan yang lainnya, pemimpin mengelola unit kerja berdasarkan rasionalitas yang dikembangkan bersama, dan ditekankan
persamaan hak dan kewajiban, solidaritas antar karyawan dan kualitas hidup bekerja. Masyarakat yang memiliki dimensi feminity lebih
mengutamakan hubungan
interpersonal, keharmonisan
dan kinerja
kelompok Dayakisni, 2003:283. Hal ini berakibat pada rasa nyaman ketika karyawan bekerja dalam kelompok,karena setiap karyawan
merasakan karyawan satu dengan yang lain adalah keluarga yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kemudian berakibat pada pelayanan kerja menjadi baik dan tidak ada pekerjaan yang menjadi beban bagi karyawan.
Karyawan yang berasal dari lingkungan kerja dengan uncertainty avoidance
yang sangat lemah berarti dalam lingkungan kerja mereka aturan diterapkan secara longgar, karyawan dituntut untuk disiplin dan
memanfaatkan waktu bekerja sebaik-baiknya, adanya kesediaan karyawan untuk bekerja lembur jika memang ada pekerjaan yang harus segera
diselesaikan, ketelitian dalam bekerja harus dipelajari, Pemimpin menuntut karyawan memiliki mempunyai inisiatif yang tinggi, dan pemimpin
memuji hasil kerja karyawan yang memuaskan Masyarakat yang memiliki orientasi budaya Uncertainty advoidace rendah, toleransi terhadap situasi
yang samara-samar atau tak pasti lebih tinggi. Biasanya bersikap lebih relek
dan sedikit
memiliki aturan
dan penyampaian
mandateinstruksisaran kepada bawahannya. Dengan situasi ini orang lebih banyak diberi kesempatan untuk mengambil inisiatif dalam
menyelesaikan tugas. Dayakisni, 2003:279-280. Dengan situasi seperti ini karyawan akan mempunyai kesempatan untuk menyelesaikans emua
pekerjaannya dengan lebih tepat waktu dan hasil yang sesuai harapan. Ketika karyawan diberi kesempatan unuk mengambil inisiatif sendiri maka
karyawan akan terbiasa untuk memikirkan keputusan sendiri tanpa susah- susah mengkomunasikan dengan yang atasan yang kemudian berdampak
pada pelayanan yang cepat dan baik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Nitisemito 1982:184 menyatakan bahwa lingkungan kerja
sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam melakukan tugas-tugas yang dibebankan.
Setiap aktivitas yang dikerjakan karyawan akan sangat mempengaruhi kemampuan dan kemamuan untuk memberikan pelayanan yang baik bagi
mahasiswa. Sedangkan kultur lingkungan kerja merupakan faktor esensial dalam membentuk karyawan menjadi manusia yang optimis, berani
tampil, berperilaku kooperatif, kecakapan
personal dan akademik
Hofstede, 1994:35. Hasil penelitian ini dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan
Anggraeni 2004:62 dengan judul “Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap
Keberhasilan Kerja
dalam Lingkungan
Sosial”, yang
menunjukkan bahwa ada pengaruh lingkungan sosial yang signifikan terhadap perubahan perilaku individu dan tingkat emosional yang dimiliki
oleh seorang individu memiliki hubungan yang sangat erat dengan kinerja individu tersebut. Hasil penelitian ini juga dikuatkan oleh penelitian yang
dilakukan Lianto dan Kurniawan 2002:207 dengan judul “Pengaruh Faktor Kebisingan dan Penerangan Lingkungan Kerja terhadap Kelelahan
dan Kualitas Hasil Kerja Operator Poles”, yang menunjukkan bahwa ada pengaruh kebisingan dan penerangan terhadap kualitas hasil kerja, selain
itu faktor kebisingan dan operator memberi pengaruh signifikan terhadap kelelahan kerja.
2. Pengaruh locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif locus of control
pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan. Hasil ini didukung oleh perhitungan statistik yang
menunjukkan bahwa nilai F
hitung
= 6,832 lebih besar dari nilai F
tabel
= 2,6946 atau nilai signifikansi koefisien regresi
3 yang menunjukkan = 0,044
= 0,05. Artinya semakin locus of control karyawan cenderung internal, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional
dengan kualitas pelayanan karyawan. Deskripsi locus of control menunjukkan bahwa 62 karyawan atau
59,05 terkategorikan internal. Kecenderungan locus of control internal karyawan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah faktor usia,
pengalaman akan perubahan, pelatihan, dan pengalaman. Individu yang memiliki kecenderungan locus of control internal
mempunyai keyakinan yang besar untuk memperoleh keberhasilan, assertif
, mempunyai usaha untuk maju dan mampu menggunakan keterampilan sosial untuk mempengaruhi lingkungan, sedangkan individu
dengan kecenderungan locus of control eksternal memiliki sifat pasif, tidak suka bersaing, lingkungan mempengaruhi kehidupannya dan
memiliki motivasi yang rendah untuk berhasil Findley dan Cooper dalam Rosita, 2005:31.
Karyawan yang mempunyai locus of control internal akn cenderung positif dan termotifasi untuk memberikan pelayanan yang baik.
Beberapa penelitian Crowne Pujiwati, 2004:37 menunjukkan bahwa individu dengan kecenderungan internal lebih mampu bertahan terhadap
pengaruh dan
tekanan lingkungan.
Sebaliknya, individu
dengan kecenderungan eksternal lebih siap sedia untuk menerima pengaruh,
mengikuti lingkungan sosial dan menerima informasi dari orang lain. Karyawan yang semakin locus of control cenderung internal maka akan
semakin menguatkan hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati
dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir,
berempati dan berdoa Goleman, 1999:45. Mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang laindan
membina hubungan adalah 5 lima wilayah utama yang dikembangkan oleh Goleman
1999:57-59 yang memungkinkan seseorang akan
menguasai kebiasaan berpikir menuju produktivitas yang juga sangat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penting untuk diperlukan di dunia kerja, sehingga produktivitas kerja akan berdampak pada kualitas kerja karyawan yang dihasilkan.
Hasil penelitian ini dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Triningsih 2007:vii dengan judul “Pengaruh Locus of Control, Jenis
Pekerjaan, dan Tingkat Pendidikan terhadap Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Kinerja Karyawan”, yang menunjukkan bahwa ada
pengaruh positif dan signifikan locus of control terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan
= 0,008 = 0,05; ada pengaruh positif dan signifikan jenis pekerjaan terhadap hubungan
antara kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan = 0,005 =
0,05; dan ada pengaruh positif dan signifikan tingkat pendidikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan
= 0,0023
= 0,05. Hasil penelitian ini dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh
Melianawati, Prihanto, dan Tjahjoanggoro dengan judul “Hubungan Antara
Kecerdasan Emosional
Dengan Kinerja
Karyawan”, yang
menunjukkan hubungan yang sangat signifikan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan.
97
BAB VI PENUTUP