Gaya Penulisan Kitab Ayub

44 berusaha menghadirkan suasana daripada melukiskan situasi, berbeda dengan tulisan sejarah yang cenderung mengangkat fakta historis atau situasi. Bagian puisi Kitab Ayub di mulai dari Ayb 3: 1-42: 6. Bagian puisi adalah bagian yang indah dalam Kitab Ayub. Susunan dapat digambarkan secara sistematis sbb: Keterangan :  Ayb 3 adalah monolog pertama dari Ayub perihal keluh kesahnya  Ayb 4-27 adalah dialog panjang yang terdiri dari tiga deretan pidato dari Ayub dan sahabat-sahabatnya  Setelah dialog, kembali lagi pada monolog panjang dari Ayub Ayb 29-31  Ayb 38:1-42:6 berisi pidato Yahwe dan jawaban Ayub yang berhubungan langsung dengan monolog yang kedua Ayb 29-31, berakhir dengan suatu ajakan kepada Yahwe Ayb 31:35-37.  Pada bagian Ayb 31 dan Ayb 38 diselipkan beberapa pidato dari Elihu. Melalui sisipan yang besar ini kelompok guru kebijaksanaan mencoba menangkis mengelak dari pengaruh negative “kemenangan” kritik Ayub atas pendapat ketiga sahabatnya. Prolog 1-2 Monolog 3 Dialog 4-27 Yahwe 38:1- 42:6 Monolog 29-31 Epilog 42: 7-17 Elihu 32-37 Madah 28 45  Ayb 28 merupakan madah kebijaksanaan. Ini juga merupakan tambahan, namun sulit dipastikan apakah madah itu disisipkan oleh penyair sendiri, atau oleh orang lain.  Dua kotak dengan garis putus-putus adalah bagian dari prosa prolog dan epilog. Ayub memiliki unsur puisi lebih banyak daripada unsur prosa yang terdapat di dalamnya. Sebagaimana Heavenor mengatakan bahwa kitab itu meliputi syairpuisi serta prosa. Namun tentang prosa tersebut lebih terdapat pada prolog dan epilog, yang merupakan “bingkai” dari kitab itu. Sementara bagian yang terbesar yang terdiri dari tiga rangkaian berupa dialog antara Ayub dan tokoh- tokoh lainnya adalah berupa syairpuisi Heavenor, 1999: 68. Menurut penulis, dengan membaca kitab ini pembaca dapat masuk ke dalam isinya, sehingga dapat merasakan bagaimana kita ada di dalam cerita tersebut. Akhirnya kita benar-benar menghayati suasana yang terjadi dalam kisah Kitab Ayub, dan ini mendorong kita untuk menemukan gagasan-gagasan baru mengenai kitab tersebut.

D. Sikap Ayub Ketika Menghadapi Penderitaan

Mendengar kata penderitaan, sebagai orang awam kita berpikir betapa buruknya hal itu. Penderitaan identik dengan sebab-akibat sesuatu terjadi pasti ada dasarnya. Biasanya penderitaan yang terjadi pada seseorang disangkutpautkan dengan kesalahan yang dilakukan terutama perbuatan yang melanggar kehendak Allah seperti mencuri, berzinah, sombong, atau menindas orang lain. Namun di sini, kita sedang membahas penderitaan manusia yang terjadi bukan karena perbuatan dosa atau tindakan kriminalisasi. Penulis mengajak 46 pembaca melihat bagaimana penderitaan tidak selalu terjadi karena dosa. Pada bagian ini kita akan melihat bagaimana penderitaan-penderitaan dapat terjadi pada orang saleh. Di sini letak problema penderitaan manusia. Ketika Allah dipahami sebagai Allah yang berbelaskasih, Mahaadil, dan Mahakuasa, pada kenyataannya ada orang baik, tidak pernah berbuat dosa malah dibiarkan menderita. Apakah itu adil? Keadilan Allah dipertanyakan dan kuasa Allah mulai diragukan. Benarkah Allah itu Mahaadil dan berbelaskasih? Pada bagian ini, kita akan diajak untuk melihat bagaimana orang saleh yakni Ayub dapat menderita, dan bagaimana dia sebagai orang yang saleh dan beriman pada Allah menyikapi penderitaan yang dialaminya.

1. Ayub dan Penderitaannya

Penderitaan ini terjadi karena adanya perjumpaan atau interaksi dan komunikasi dengan sesama. Di dalam kisah Ayub penderitaan ini beberapa kali terjadi: antara Ayub dan istrinya, antara Ayub dan sahabat-sahabatnya, serta antara Ayub dan Elihu. Pada bagian ini, penulis akan menulis dua hal: perjumpaan Ayub dengan isterinya, dan perjumpaan Ayub dengan sahabat-sahabatnya. Hal ini dikarenakan dalam perjumpaan-perjumpaan tesebut Ayub menunjukan reaksinya, atau ada aksi balasanpembelaan diri dari Ayub. Dengan adanya aksi pembelaan diri dari Ayub, penulis ingin menunjukan bahwa ada sesuatu yang menekan dirinya. Berikut kita akan melihat sikap atau reaksi Ayub ketika mengalami pengalaman penderitaan.

2. Sikap Ayub dalam Penderitaan

Penderitaan Ayub adalah penderitaan yang dialami oleh orang benar Van Der Weiden, 1995: 109, karena Ayub sendiri orang benar; “saleh, jujur, takut 47 akan Allah, dan menjauhi kejahatan” Ayb. 1: 1. Sebagai orang benar yang menderita, ternyata Ayub mempunyai kekhasan dalam menyikapi hal tersebut. a. Kepasrahan Ayub Dalam prolog jelas terlihat kepasrahan hati Ayub dalam menghadapi penderitaan. Dalam Kitab Ayub dituliskan bagaimana penyerahan dirinya kepada kehendak Allah. Ayub meyakini bahwa apapun yang terjadi pada dirinya, semua itu adalah kehendak Allah. Katanya: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang member, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan” Ayub 1: 21. Menurut penulis, kalimat yang indah ini jelas menunjukan bahwa Ayub adalah seseorang yang beriman mendalam kepada Allah. Ayub menerima penderitaan yang terjadi pada dirinya, namun bukan berarti bahwa Ayub menerima penderitaan sebagai hukuman karena dosa yang dia perbuat, melainkan atas kesadaran dirinya sebagai makhluk ciptakan Allah, yang percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi di muka bumi adalah kehendak-Nya. Sikap pertama Ayub ini menunjukan jati dirinya sebagai pribadi beriman mendalam, jujur, baik, taat, dan takut pada Allah.

b. Ayub Mengeluh

Ayub bersikeras menolak hubungan antara dosa pribadi dan penderitaannya. Ayub tidak menyangkal adanya pembalasan di bumi, sebaliknya ia justru mengharapkannya. Namun kenyataan yang terjadi padanya membuat ia ragu akan keadilan Allah. Sungguh suatu hal wajar bila kita mendengar orang menderita mengeluhkan keadaan dirinya. Itu tidak menutup kemungkinan terjadi pada orang benar dan 48 saleh seperti Ayub. Keluhannya terungkap dalam Ayb 3. Dalam bab tersebut Ayub terlihat sangat meratapi nasib malang yang menimpa dirinya. Keluhan Ayub terungkap jelas pada ay. 11; “Mengapa aku tidak mati waktu aku lahir, atau binasa waktu aku keluar dari kandungan?”. Ini jelas ingin menunjukan betapa Ayub menyesali hari kelahirannya. Kita lihat lagi ay. 13; “Jikalau tidak, aku sekarang berbaring dan tenang; aku tertidur dan mendapat istirahat”. Ayai ini menunjukan betapa menderitanya Ayub, lebih-lebih karena penderitaan ini dialaminya tanpa sebab yang pasti, artinya dialami tanpa berbuat dosa. Ketika kita menderita, baik secara rohani maupun jasmani, seringkali kita menangis. Ini adalah bagian dari kodrat manusia. pada saat kita berhenti menangis, kita mulai bertanya: mengapa? Mengapa penderitaan ini terjadi padaku? Mengapa ya Allah? Namun, tidak ada jawaban Carretto, 1989: 25. Kebanyakan orang yang menderita, pada suatu ketika juga akan berkata seperti Ayub: “Biar hilang lenyap hari kelahiranku dan malam yang mengatakan: Seorang anak laki-laki telah ada dalam kandungan” Ayb 3: 3 Carretto, 1989: 25. Beban berat penderitaan seringkali membuat kita khilaf, mengeluh, dan men yesali hidup. Kalau sudah seperti ini, manusia sulit untuk menemukan makna hidup, akhirnya melihat penderitaan sebagai sesuatu yang sangat buruk Carretto, 1989: 25.

c. Kekecewaan dan Kemarahan Ayub

Sama seperti kita, Ayub adalah manusia biasa dan terbatas. Dalam kesadarannya sebagai orang yang takut akan Allah, rupanya penderitaan dapat mengubah sifatnya. Ayub bereaksi terhadap situasi sulit yang menimpa dirinya. Ini adalah hal yg manusiawi. Kemanusiawian Ayub sebagai manusia yang terbatas, 49 nampak dari sikapnya pada saat kecewa dan marah kepada istri dan sahabat- sahabatnya. Kemarahan Ayub terhadap istrinya terungkap dalam Ayb 2: 10 : “Engkau berbicara seperti perempuan gila...” Kata-kata itu sungguh tidak wajar diucapkan oleh seorang suami terhadap isterinya. Namun, hal itu wajar saja, sebab dalam situasi menderita, seharusnya seorang istri menguatkan hati Ayub dalam menghadapi situasi sulit, tetapi malah sebaliknya, istri Ayub menyarankan hal yang tidak mungkin Ayub lakukan. Demikian tertulis: Maka berkatalah isterinya kepadanya: “Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah”. Tetapi jawab Ayub kepadanya: “Engkau berbicara seperti perempuan gila Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang jahat?” Dalam kesemuaannya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya Ayb 2: 9-10. Seandainya istri Ayub tidak mengucapkan kata-kata seperti itu, Ayub tidak akan mengeluarkan kata-kata kasar dari mulutnya. Dari sini penulis dapat mengatakan bahwa kemarahan Ayub adalah kehendak bebasnya. Seperti yang telah disinggung pada bagian pendahuluan, yaitu manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang diberi anugerah kesadaran, akal budi dan kebebasan dalam menentukan pilihan dalam hidupnya. Allah menghormati kebebasan yang telah diberikannya kepada manusia. Hal ini Allah tunjukan dengan membiarkan kemungkinan manusia akan salah pilih Dicker, 1972: 10 . Selain marah pada istrinya, Ayub juga menunjukan sikap marah terhadap ketiga sahabatnya. Ayb. 13: 4-5: “Sebaliknya kamulah orang yang menutupi dusta, tabib palsulah kamu sekalian. Sekiranya kamu menutup mulut, itu akan dianggap kebijaksanaan dari padamu.” Kalimat bernada kasar itu diungkapkan karena dia merasa mengetahui apa yang ingin disampaikan sahabatnya. Biasanya seorang 50 sahabat dapat memberi penghiburan dan mampu memberi penguatan kepada sahabat yang sedang kesusahan. Namun, di sini sahabat-sahabat Ayub malah berbalik menvonis Ayub berdosa, dan menganjurkan dia untuk merendahkan diri di hadapan Allah, seperti yang dikatakan oleh salah satu sahabatnya, Zofar: Jikalau engkau ini menyediakan hatimu, dan menadahkan tanganmu kepada- Nya; jikalau engkau menjauhkan kejahatan dalam tanganmu, dan tidak membiarkan kecurangan ada dalam kemahmu, maka sesungguhnya engkau dapat mengangkat mukamu tanpa cela, dan engkau akan berdiri teguh dan tidak akan takut, bahkan engkau akan melupakan kesusahanmu, hanya teringat kepadanya seperti kepada air yang telah mengalir lalu Ayb. 11: 13- 16. Bagaimana mungkin Ayub mengaku bersalah jika kenyataannya dia tidak pernah melakukan perbuatan yang tidak dikehendak Allah seperti yang dituduhkan sahabat-sahabat Ayub kepada dirinya. Di sini Ayub sangat ingin berbicara secara langsung kepada Allah, seperti dikatakannya : “Apa yang kamu tahu, aku juga tahu, aku tidak kalah dengan kamu. Tetapi aku hendak berbicara dengan Yang Mahakuasa, aku ingin membela perkaraku di hadapan Allah” Ayb. 13: 2-3. Apakah Allah akan menjawab Ayub? Jika kita berada pada posisi Ayub, mungkin pertanyaan yang muncul adalah; mengapa semua penderitaan ini ada? Mengapa saya menderita, sedangkan saya tidak melanggar kehendak Allah? Pada saat itu juga kegalauan menyelimuti hati kita sebagai makhluk yang terbatas. Di dalam keterbatasan kita sebagai manusia, karena merasa benar dan tidak bersalah, kita sering memberontak dan membela diri karena memang tidak bersalah dan tidak pantas mendapat hukumansiksaan ataupun penderitaan. Begitu juga dengan Ayub, dia melakukan hal yang sama seperti kita yang hidup pada masa kini. Apakah Allah mau berbicara pada Ayub? Bagaimana Allah menjawab Ayub?

Dokumen yang terkait

Belajar dari novel The Devil and Miss Prym: Memaknai Pengorbanan Yesus dan Aplikasinya melalui katekese model Shared Christian Praxis (SCP).

1 15 149

Upaya meningkatkan semangat persaudaraan siswa-siswa SMA Seminari Santa Maria Immaculata Lalian Atambua Nusa Tenggara Timur, melalui katekese umat model shared Christian Praxis.

0 6 198

Upaya peningkatan pendampingan iman remaja putri di Asrama Dharmawati Sintang Kalimantan Barat dengan katekese model Shared Christian Praxis.

3 22 162

Usaha meningkatkan pelaksananaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang Keuskupan Agung Jakarta melalui katekese model Shared Christian Praxis (SCP).

0 1 119

Belajar dari Kitab Ayub: menemukan makna dibalik penderitaan manusia dan aplikasinya melalui katekese pembebasan model Shared Christian Praxis (SCP).

0 4 185

Upaya meningkatkan pendampingan iman kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe, Keuskupan Agung Kupang melalui katekese umat model shared christian praxis - USD Repository

0 0 138

SKRIPSI BELAJAR DARI MAZMUR 13: MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA MELALUI KATEKESE MODEL SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS)

0 1 125

Usaha meningkatkan efektivitas pelayanan para suster Puteri Kasih Indonesia terhadap orang miskin melalui katekese model Shared Christian Praxis - USD Repository

0 0 170

Katekese model SCP (Shared Christian Praxis) dalam pembinaan iman remaja Katolik di Paroki St. Maria Assumpta Tanjung, Ketapang Kalimantan Barat - USD Repository

0 2 161

Sumbangan katekese umat bagi prodiakon melalui model shared christian praxis di Paroki Roh Kudus Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah - USD Repository

0 4 178