Struktur Penulisan Kitab Ayub

27 Bila kita perhatikan, peristiwa-peristiwa yang terjadi di atas, tidak secara langsung menimpa diri Ayub secara pribadi. Dalam serangan ini Ayub hanya mendengar berita dari para penjaga atau pembantunya saja. Dengan demikian penderitaan Ayub akibat serangan Iblis ini menimpa Ayub tidak secara langsung. Maksudnya, derita itu tidak terkena langsung pada diri Ayub namun tetap saja ia merasa sedih karena mendengar berita tersebut. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di atas berlangsung secara berturut-turut. Tidak ada jeda waktu di antara peristiwa yang satu dan yang lain. Hal ini dinyatakan dengan ungkapan penjaga atau pembantunya. Seperti yang dituliskan di sana: “Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata:…”, yang diulang tiga kali Ayb 1: 16-18. Dengan demikian menjadi jelas bahwa peristiwa itu terjadi sangat singkat. Peristiwa ini menggambarkan bagaimana Ayub seakan-akan tidak sempat menarik nafas sebelum peristiwa baru didengarkannya. Musibah pertama oleh serangan Iblis ini sangat dahsyat; dalam waktu yang singkat Iblis berhasil menghancurkan seluruh harta dan anak-anak yang dikasihinya. Mengenai hal ini, Weiden mengatakannya sebagai kemalangan yang tidak memberikan waktu untuk refleksi” 1995: 110. Dengan waktu singkat seperti itu, dapat dibayangkan bagaimana Ayub diam terpaku memandang kosong. Dia tidak menyangka bahwa peristiwa tragis tersebut menimpa keluarganya dengan waktu yang singkat tanpa jeda sedikitpun. Mungkin saja hal tersebut dapat dihubungkan dengan reaksi spontan Ayub yang mengoyak pakaiannya dan mencukur kepalanya, dst Ayb. 1 : 20. Dari seluruh peristiwa mengerikan karena serangan Iblis, Ayub mampu bertahan pada keyakinannya akan kuasa Allah. Hal ini terlihat dalam ungkapan berikut: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang 28 pula aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan” Ayb 1: 21. Itu artinya Ayub tetap berpasrah diri terhadap Allah. Seperti yang dituliskan dalam Ayub 1: 22: “Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut”. Penulis melihat bahwa dalam penderitaan tersebut Ayub tetap setia kepada Dia [Allah]. 2 Musibah Kedua Musibah yang kedua adalah musibah yang terjadi pada Ayub karena serangan kedua dari Iblis. Musibah yang kedua ini secara langsung menimpa diri Ayub yaitu serangan terhadap fisiknya. Di sana dituliskan bahwa setelah Iblis pergi dari hadapan Tuhan Allah, maka dia menimpakan barah yang busuk dari telapak kaki Ayub hingga batu kepalanya Ayb 2: 7. Sejak saat itu, setelah digaruknya dengan sekeping beling, Ayub mengalami penderitaan secara fisik Ayb. 2: 8. Penderitaan fisik tersebut menyebabkan Ayub tidak dikenal lagi oleh para sahabatnya karena penderitaan fisik Ayub sangat mengerikan dan mengubah bentuk fisik dirinya Ayb. 2: 12. Penderitaan fisik ini merupakan awal dari penderitaan yang secara langsung berhubungan dengan diri Ayub sendiri. Lengkap sudah penderitaan Ayub. Penderitaan tidak hanya menyerang harta dan keluarganya, namun penderitaan akibat serangan Iblis tersebut telah melekat pada dirinya. Sejak awal memang Ayub sasaran utama serangan dari Iblis, dan itu atas sepengetahuan dan izin Allah. Akibat serangan-serangan iblis itu, Ayub mengalami kesedihan karena kehilangan seluruh harta dan anak-anaknya. Inilah penderitaan jiwa Ayub yang teramat dalam. Serangan iblis tidak hanya menyerang harta dan anak-anak yang 29 dikasihinya , tetapi juga melukai diri Ayub. Penderitaan semakin melekat pada diri Ayub.

2. Dialog

Bagian dialog merupakan bagian terbesar dari Kitab Ayub, dan bagian ini dapat terbagi menjadi tiga bagian lagi. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Wilcox. Perlu kita ketahui bahwa dialog yang dimaksud dalam kitab ini mempunyai pengertian yang berbeda dari yang kita pahami saat ini. Pada kitab ini, yang dimaksud “dialog” tidak terdapat proses saling menanggapi satu sama lain. Maksudnya, setelah seorang berbicara tidak ada lagi yang memberi tanggapan, namun setelah seseorang berbicara maka yang lainnya serta merta beralih pada pembicaraan lain. Sepaham dengan Wilcox, Robini 1998: 24 membagi bagian dialog menjadi tiga lingkaran.

a. Lingkaran Pertama

Lingkaran pertama terdiri dari Ayb 3-14. Pada bab ini ingin diperlihatkan bagaimana bagian puisi dari kitab ini memiliki karakteristik dan bentuk “Mazmur” yang berisi tentang pujian yang diiringi oleh keluh kesah. Dialog dimulai pada bab 3 yaitu pada saat Ayub mulai meratapi hari kelahirannya Ayb 3: 1-16. Ayb 3: 20- 26 Pada bagian puisi ini Ayub mulai meratapi nasibnya sehingga ia merasa bahwa Allah tidak adil kepadanya Robini, 1998: 25. Berikut dinamika argumentasi Ayub melawan sahabt-sahabatnya: • Ayb 3 keluh kesah Ayub, dia menyesali hari kelahirannya. • Ayb 4-5 Elifas memberanikan diri berbicara untuk menanggapi ratapan Ayub. Elifas berusaha menguatkan Ayub, menyarankan Ayub 30 supaya lebih berpengharapan 4:6. Bukankah orang tidak bersalah dan jujur dilindungi oleh Allah? 4:7. Elifas memberi penghiburan pada Ayub sesuai dengan keyakinannya, bahwa pada akhirnya orang yang tidak bersalah, tidak akan binasa. Maksud Elifas yakni kita akan menuai apa yang kita tabur 4: 7- 9. Pada bagian ini, Elifas mengingatkan Ayub, ia hidup di dunia yang diatur secara moral, sehingga kesalehan akan mendapatkan upah yang baik “pemikiran tradisional: prinsip pembalasan di Bumi” Atkinson, 2002: 53. Pada bab 5, Elifas menyarankan Ayub supaya berhenti mengeluh karena penderitaan yang dihadapinya, dan ia harus mengaku bersalah kepada Allah yang transenden. Elifas tidak terbuka pada kemungkinan lain yang terjadi pada masalah Ayub. Elifas terlalu berpegang pada keyakinan tentang pemahaman tradisional mengenai prinsip pembalasan di bumi Atkinson., 2002: 57. • Ayb 6 Ayub kecewa pada sahabat-sahabatnya, menurut Ayub mereka terlalu skeptis dalam menanggapi kasus penderitaan yang menimpa dirinya. • Ayb 7 hidup itu berat. Pada bagian ini, Ayub meratapi nasibnya yang malang, begitu berat dan mengerikan untuk disadari. Ratapan Ayub seolah mengarah langsung pada Allah, dan berharap Allah akan mendengarkan dan menjawab ratapan yang keluar dari mulutnya. • Ayb 8 Bildad membela keadilan hukuman Allah. Bildad adalah model teolog yang berpegang pada masa lalu. Bildad memulai 31 pembicaraannya dengan nada kesal: “Berapa lamakah lagi engkau akan berbicara begitu, dan perkataan mulutmu seperti angin yang menderu?” 8:2. Bildad seperti mempunyai argumentasi bahwa anak-anak Ayub meninggal karena kesalahan mereka sendiri 8:4. Jika Elifas memuliakan ke-Mahakudusan Allah. Maka bildad lebih menekankan kekuatan dan keadilan Allah lih Ayb 8:3, disitu Bildad seperti bertanya tetapi ingin menegaskan keyakinannya. • Ayb 9 Jawab Ayub: tidak seorangpun dapat bertahan di hadapan Allah. Pada bagian ini Ayub mau mengakui bahwa Allah mempunyai kuasa penuh atas dunia dan seisinya, termasuk penderitaan yang menimpa dirinya. Meski Ayub sangat menyadari bahwa dirinya tidak bersalah, dan menurutnya tidak ada alasan yang tepat jika Allah menimpakan penderitaan pada dirinya. Tetapi Ayub mengakui, betapa kuat Allah dibanding dirinya yang tidak berdaya karena tertimpa penderitaan, Ayub hanya bias pasrah kendati hatinya bergumul akan keadilan Allah 9: 19-20. • Ayb 10 Apakah maksud Allah dengan penderitaan? Ayub menyatakan bahwa dirinya tidak mengerti dengan maksud Allah membiarkan penderitaan terjadi pada dirinya. Padahal dia tidak pernah melakukan kesalahan yang membuat Allah murka. Tetapi mengapa penderitaan itu harus dialaminya? Robini, 1998: 25, 43. • Ayb 11 Anjuran Zofar supaya Ayub merendahkan diri di hadapan Allah. Pada bagian ini menunjukan bagaimana Zofar memuliakan 32 hikmat Allah. Zofar sangat marah karena Ayub belum berhenti mengeluh, dan menurut Zofar Ayub terlalu banyak bicara 11: 2- 3. Zofar mengandalkan hikmat Allah yang tidak terselami. Zofar yakin bahwa di dunia ini terdapat banyak hal yang tidak kita pahami. Namun Allah tetap adil. Allah menghukum yang jahat dan memberikan ganjaran bagi yang berbuat baik. Zofar menyarankan supaya Ayub bertobat dan mengaku salah. Bagaimana mungkin Ayub mengaku salah jika dirinya sungguh benar atau tidak melakukan kesalahan sedikitpun. Zofar memang mempunyai jalan pikir yang sama dengan kedua sahabat Ayub lainnya yakni Bildad dan Elifas. Mereka sama-sama berpegang pada penadangan tradisional Atkinson, 2002: 74. • Ayb 12 Ayub mengakui kekuasaan dan hikmat Allah, tetapi Ayub tidak merasa bersalah. Ayub tetap bersikeras berpegang teguh pada keyakinan bahwa dirinya benar. • Ayb 13 Ayub membela perkaranya di hadapan Allah. Ayub menuntut keadilan Allah 13:15. Ayub jujur mengatakan bahwa dia benar 13:18 • Ayb 14 setelah mati tidak ada harapan lagi Pada bagian puisi Ayub menunjukkan karakter yang jauh berbeda dari sebelumnya yakni pada bagian prosa Ayb 1-2. Pada bagian puisi, Ayub menjadi pemarah. Dalam kemarahan jiwanya yang mendalam, Ayub menyatakan kebenarannya. Bagian puisi dalam Kitab Ayub merupakan perjuangan hebat pengarang untuk menggali makna sesungguhnya dari hidup manusia, khususnya ketika dilanda penderitaan dan ketidakadilan, apalagi tanpa alasan yang jelas. 33 Dalam keadaan kecewa, Ayub memberontak kepada Allah. Ia mulai mempertanyakan keadilan Allah. Ia berseru: “Di mana keadilan Allah?” Diri Ayub merasa saleh dan benar, tidaklah pantas untuk menderita. Ayub berkeluh kesah dan mengutuk hari kelahirannya Ayb 3. Melihat kondisi Ayub yang menderita, Elifas teman Ayub berbicara seakan penderitaan yang diterima Ayub adalah karena perbuatan dosa Ayb 4: 8. Teman- teman Ayub bersikap skeptis, mereka masih percaya pada pendapat tradisional tentang adanya pembalasan di bumi: “Allah akan memberi ganjaran pada orang yang saleh dengan kebahagiaan, melindungi orang yang lemah, dan hukuman kepada orang jahat” Robini, 1998: 51. Ayub merasa dirinya orang benar, tiddak pantas menderita, dan ia tidak terima mendapat tuduhan telah melakukan kesalahan yang membuat Allah murka.

b. Lingkaran Kedua

Lingkaran kedua terdiri atas bab 15-21. Bagian ini memuat struktur yang sama dengan lingkaran pertama, yaitu Ayub berbicara dan kemudian ditanggapi oleh sahabat-sahabatnya Robini: 1998: 25. Ayb 15 Pendapat Elifas bahwa orang fasik akan binasa Ayb 16-17 Ayub mengeluh tentang perlakuan Allah Ayb 18 pendapat Bildad, bahwa orang fasik pasti akan binasa Ayb 19 Keyakinan Ayub, bahwa Allah tetap akan memihak kepadanya Ayb 20 Pendapat Zofar, bahwa sesudah kemujuran sebentar, orang fasik akan binasa Ayb 21 Pendapat Ayub, kemujuran orang fasik, kelihatannya tahan lama 34

c. Lingkaran Ketiga

Lingkaran ketiga dimulai dari Ayub 22-31. Pada lingkaran ketiga ini ada sedikit kejanggalan. Zofar tidak berbicara dan Ayub menginterupsi pembicaraan tanpa memberi kesempatan pada Zofar untuk menyampaikan argumentasinya. Pada lingkaran ini, bagian dialog yang seharusnya diisi oleh zofar dan diakhiri dengan sebuah himne tentang kebijaksanaan Allah justru dilihat oleh para ahli tafsir tidak sesuai, karena hal ini berhubungan dengan konteks makro dari kisah, apabila diletakkan pada mulut Ayub Robini, 1998: 25. Ayub berharap kedatangan sahabat-sahabatnya dapat memberi penghiburan bagi dirinya namun ternyata para sahabatnya justru membuatnya semakin menderita. Bagi mereka, penderitaan yang dialami Ayub merupakan akibat kesalahan yang diperbuatnya sendiri Robini, 1998:25.

3. Ellihu Masuk Dalam Pembicaraan

Ellihu adalah seorang pemuda yang hadir selama dialog berlangsung, namun dia berdiam diri karena ingin menghormati orang-orang yang lebih tua. Dengan bahasa yang cukup angguh dan sombong Ia mencoba menanggapi beberapa argumen yang telah muncul dalam dialog anatara Ayub dan ketiga sahabatnya. Kedatangan Elihu adalah untuk memperkuat pernyataan sahabat-sahabat Ayub bahwa Allah sangat adil terhadap Ayub, dan ini sekaligus ingin mempertahankan pendapat tradisional mengenai derita sebagai hukuman Weiden, 1995: 103. Sangat disadari adanya kejanggalan yang ditemukan pada bagian ini. Pada akhir pembicaraan kita tidak menemukan bagaimana dan dari mana Elihu berasal Robini, 199: 26. Dengan sengsara Ia menyelamatkan orang sengsara, dengan penindasan Ia membuka telinga mereka Ayb 36: 15. 35

4. Ayub Ingin Allah Bicara Dan Jawaban Dari Allah

Pada Ayb 38, harapan Ayub supaya Allah mau berbicara dengannya akan dikabulkan. Namun, Allah tidak mempertanggungjawabkan nasib Ayub. tetapi Allah hanya memberikan kesempatan kepada Ayub untuk menemukan kesadaran baru dan amat penting: manusia dalam kekecilan dan keterbatasannya tidak bisa menilai, apalagi menghakimi Allah dan tindakannya Weiden, 1995: 103.

a. Ayub ingin Allah Bicara Padanya

Ayub menolak untuk menyerah kepada ketidakadilan. Artinya dia sangat menuntut keadilan dari Allah. Karena selama ini dia menginterprestasikan bahwa Allah akan membalas kebaikan seseorang dan memberikan hukuman kepada orang jahat. Teman-teman Ayub memiliki keyakinan bahwa tidak ada orang yang 100 benar dihadapan Allah, sedangkan Ayub yakin bahwa dirinya secara keseluruhan adalah benar dihadapan Allah. Teman-teman Ayub terlalu skeptic dalam menanggapi keyakinan Ayub. Mereka sudah terlalu yakin pada pandangan tradisonal, bahwa penderitaan adalah akibat dari dosa. Bagi mereka, orang yang menderita adalah karena kesalahan mereka sendiri. Namun Ayub tetap bersikeras mengatakan bahwa dirinya tidak pantas menderita karena dia tidak pernah melakukan perbuatan yang tidak dikehendaki Allah Robini, 1998: 19. Keyakinan Ayub mengenai kesalehannya mendorong dia untuk berusaha supaya ia dapat berbicara dengan Allah “yang tidak memberi keadilan” kepadadanya. Ayub memiliki keyakinan bahwa dalam suatu pembicaraan yang jujur dan terbuka perselisihannya dengan Allah bias diselesaikan, sama seperti suatu perkara antarmanusia seringkali bias diselesaikan secara damai. Namun, 36 Allah tidak memberikan kesempatan kepada Ayub, mungkin saja Allah puynya cara sendiri untuk menjawab pertanyaan Ayub dan sulit untuk ditangkap atau dipahami oleh manusia yang terbatas seperti Ayub.

b. Teofani: Jawaban Allah

Menurut Wilcox, keistimewaan Kitab Ayub terletak pada kehebatannya dalam memperlihatkan sosok manusiawi dari tokoh yang bernama Ayub. Ini menunjukan sesuatu yang berkaitan dengan kemampuan dirinya menghadapi penderitaan sehingga akhirnya Ayub memberontak pada Allah, dan dengan suara lantang dia berani menantang Allah supaya dapat berbicara langsung dengan dirinya dengan maksud supaya Allah dapat menunjukan letak kesalahan yang menyebabkan dia pantas untuk menderita. Jawaban atas harapan Ayub dan juga kita, dapat ditemukan pada bagian teofani ini. Teofani merupakan jawaban dari Allah yang bertujuan untuk meredam kekecewaan dan kemarahan Ayub Robini, 1998: 71. Perlu ditegaskan kembali bahwa Allah tidak mempertanggungjawabkan nasib Ayub, Ia hanya memberi kesempatan pada Ayub untuk mencapai suatu kesadaran baru dan amat penting: manusia sebagai makhluk yang terbatas, dan bergantung pada Allah, manusia tidak dapat menilai Allah, menghakimi Allah dan tindakan-Nya. Manusia harus dapat sampai pada pemahaman bahwa dalam seluruh karya-Nya adalah misteri yang sulit dimengerti oleh manusia yang terbatas Weiden, 1995: 103. Dalam misteri besar yakni Allah, ada tempat bagi misteri kecil yakni derita Ayub, nasib yang berat, namun bukan tanpa permusuhan dengan Allah Ayb 38: 1 - 42: 6. 37 Sesungguhnya Allah ingin menyadarkan Ayub untuk bersikap rendah hati, supaya dia mampu menerima penderitaannya dengan penuh kesabaran. Namun kembali lagi pada pengertian ‘manusia sebagai makhluk yang terbatas’, sehingga sulit untuk memahami maksud Allah. Allah menggunakan dua cara dalam menjawab harapan Ayub 1 Jawaban Allah yang Pertama “Siapakah dia yang menggelapkan keputusan dengan perkataan-perkataan yang tidak berpengetahuan? Bersiaplah engkau sebagai laki-laki Aku akan menanyai engkau, supaya memberitahukan Aku” Ayb 38: 2-4. “Di manakah engkau pada saat aku memberi dasar pada bumi? Katakanlah jika engkau tahu. Siapakah yang telah menetapkan ukuannya, apakah engkau tahu?...” Ayb 38: 4-6 Allah berkata kepada Ayub, “Apakah engkau pernah turun ke sumber laut atau berjalan-jalan di dasar samodra raya? Apakah pintu maut tersingkap bagimu, atau pernahkah engkau melihat pintu gelap pekat? Ayb 38: 16-17 Apakah engkau pernah masuk sampai perbendaharaan salju, atau melihat perbendaharaan salju batu? Di manakah jalan ke tempat terang terpancar, ke tempat angin timur bertebaran di atas bumi?”Ayb 38: 22-24. “Dapatkah engkau memberkas ikatan bintang Kartika, dan membuka beenggu Bintang Belatik?”Dapatkah engkau menerbitkan Bintang pada waktunya, dan membimbing Bintang Biduk dengan pengiring-pengiringnya” Ayb 38: 31-32. “Dapatkah engkau menyaringkan suaramu sampai keawan-awan, sehingga banjir meliputi engkau, dapatkah engkau melepaskan kilat sehingga sambung menyambung, sambil berkata kepadamu ‘Ya’ “ Ayb 38: 34-36. “Dapatkah engkau memburu mangsa untuk singa betina, dan memuaskan selera-selera singa muda, kalau mereka merangkak keluar dari sarangnya, mengendap di semak belukar? Siapakah yang menyediakan mangsa bagi burung gagak, apabila anak-anaknya berkaok-kaok kepada Allah, berkeliaraan karena tidak ada makanan?” Ayb 38: 39-41. “Apakah lembu hutan berkeinginan takluk padamu, maukah ia tidur semalam dekat palunganmu? Dapatkah engkau memaksa lembu hutan agar mengikuti engkau, alur bajak, dan keluan, atau apakah ia akan menyisir tanah lembah mengikuti engkau?”...Ayb 39: 12-13. “Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah berbicara hal-hal yang terlalu ajaib dan besar bagiku yang tidak ku ketahui” Ayb 42: 3. Jawaban pertama ini mau menunjukan betapa kecilnya Ayub dihadapan Allah. Allah menjelaskan kepada Ayub tentang realitas ciptaan yang ada di dunia 38 ini, sehingga dia menjadi sadar bahwa manusia adalah bagian kecil dari keseluruhan jagat raya. Oleh karena itulah, Ayub tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kosmos, apalagi menguasainya.alangkah baiknya Ayub tidak banyak bicara mengenai penderitaannya, dan tidak memprotes pada Allah mengenai apa yang dia alami Robini, 1998: 26. Dalam bagian teofani Ayub 38:1-42:6 kita dapat menangkap salah satu pemecahan yang dapat dicapai perihal penderitaan yang disusulkan dalam Kitab Ayub. Allah akan mengantarkan Ayub untuk memahami betapa besar dan dalamnya misteri penderitaan manusia. Satu-satunya jalan adalah menyerah pada kebaikan Yahwe dan kepada kebijaksanaan-Nya dalam dunia yang diciptakan-nya Robini, 1998: 18-20. 2 Jawaban Allah yang Kedua Pada jawaban yang kedua, dibicarakan mengenai binatang yang menyerupai Lewiatan dan Behemot. Bagian ini mau menekankan suatu makna bahwa Ayub lebih kecil dibandingkan kedua binatang itu, sehingga Ayub sungguh harus menyadari keterbatasannya dihadapan Allah. Di dalam teofani, Allah sama sekali tidak membahas permasalahan yang diperdebatkan oleh Ayub dan sahabat- sahabatnya. Namun, akhirnya Ayub mengakui ketidakmampuannya dan bertobat di hadapan Allah berhubungan dengan kekecilan dan keterbatasannya dalam memahami maksud Allah yang terlalu agung untuk dimengerti, sehingga akhirnya Allah memulihkan keadaan Ayub seperti sediakala Robini, 1998: 26. Sikap rendah hati Ayub ditampilkan. Dia yang takut akan Allah berkata: “Sesungguhnya, aku ini terlalu hina; jawab, apakah yang dapat kuberikan kepada- Mu? Mulutku kututup dengan tangan. Satu kali aku berbicara, dan tidak akan 39 kuulangi; bahkan dua kali, tetapi tidak akan kulanjutkan”Ayb 39: 37- 38. Sikap tobat ini Ayub tunjukan setelah dia mengalami pencerahan baru, yakni setelah Tuhan Allah sendiri dua kali menampakkan diri-Nya dalam teofani. Di sini Ayub menyadari eksistensi dirinya sebagai yang hina di hadapan Allah. Dengan demikian, dia pun merasa pantas untuk menarik kembali tuduhannya dan segala kata-katanya. Sikap Ayub itulah yang penulis anggap sebagai sikap pertobatan Ayub. Ayub kembali pada kesadarannya yang dulu, yakni takut akan Allah Dalam Ayb 42: 1-6 Ayub menunjukan sikap pertobatannya, yakni sebagai seorang beriman yang percaya kepada Tuhan Allah. Ayub akhirnya tahu dan percaya bahwa Tuhan Allah sanggup melakukan apa pun yang dikehendaki-Nya, dan itu takkan gagal. Keyakinan Ayub didapatnya bukan semata-mata dari orang lain, tetapi dia sendiri mendapatkannya sendiri langsung dari Allah lewat teofani.

5. Epilog

Sepanjang 11 ayat sampai kitab berakhir, muncul kembali bagian prosa yang menceritakan pemulihan nasib Ayub setelah penderitaan yang dialaminya. Pada bagian ini diceritakan bagaimana Ayub memperoleh kembali keluarga yang sama besarnya dengan dahulu, serta dilimpahkannya kepada Ayub harta dua kali lipat. Akhirnya, Ayub meninggal dunia setelah melihat anak cucunya sampai pada keturunan yang ke-empat Weiden, 1995: 103. Allah mengembalikan segala milik Ayub, bahkan diberi-Nya lebih daripada apa yang dimilikinya sebelumnya lih. Ayb 42: 7-17.

C. Gaya Penulisan Kitab Ayub

Dengan kekhususan gaya penulisan suatu karya, maka tentunya ada unsur pembeda dengan gaya penulisan karya tulis lain. Dalam konteks ini kita sedang 40 membicarakan penulisan Kitab Ayub. Pertanyaannya: seperti apa gaya penulisan yang dipakai dalam penulisan Kitab Ayub? Jika Kitab tersebut adalah istimewa, adakah perbedaan dengan tulisan-tulisan lain, terutama dari gaya penulisannya? Berbicara mengenai gaya penulisan, khususnya yang akan menegaskan genre dari tulisan tersebut, kita akan berhadapan dengan beberapa jenis karya tulis. Ada yang berupa prosa, dan puisi. Oleh karena itu, di sini akan ditunjukan perbedaan-perbedaan di antara keduanya. Dalam Ensiklopedi Indonesia Vol 5 dituliskan perbedaan antara prosa dan puisi. Prosa adalah bentuk karangan sastra dengan bahasa yang biasa, bukan [bahasa] puisi; terdiri dari kalimat-kalimat yang jelasa runtunan pemikirannya, biasanya ditulis satu kalimat setelah yang lain, dalam kelompok-kelompok kalimat yang berupa alinea. Pada dasarnya prosa ini lebih bersandar pada susunan penalaran daripada kepada asosiasi imajinasi. Karangan-karangan yang tergolong prosa adalah semua bentuk karangan ilmiah, laporan-laporan dan dalam karya sastra, seperti novel, cerpen, essai dll. Selain itu juga karya bahasan, seperti essai, kritik Ensiklopedi Indonesia, 1984: 2780. Sedangkan yang dimaksud dengan puisi adalah karangan yang mempunyai bentuk khas, misalnya ditulis dalam bait-bait, tiap bait ditulis atau terdiri dari baris atau lirik, yang memiliki rima dan sajak. Keterangan inilah yang membedakan puisi dengan prosa. Meskipun demikian, perbedaan seperti itu kini kurang memuaskan. Satu hal yang jelas dalam berpuisi adalah si pengarang lebih berbicara dengan metafora, memacu daya imaji-imaji pembaca, dan lebih berusaha menciptakan suasana daripada melukiskan situasi secara terang-terangan. Hal-hal tersebut terdapat juga dalam prosa, tetapi tingkat intensitasnya pada puisi lebih tinggi Ensiklopedi Indonesia, 1984: 2792-2793. 41 Demikianlah perbedaan antara prosa dan puisi. Sekarang, apakah genre Kitab Ayub termasuk prosa atau puisi? Berikut kita akan melihat bagaimana sistematika penulisan Kitab Ayub: bagian prosa dan bagian puisinya.

1. Sistematika Penulisan Kitab Ayub: Bagian Prosa

Bagian prosa Kitab Ayub, terdapat pada bagian prolog dan epilog, dan dapat dikatakan bahwa ini merupakan “bingkai” dari kitab tersebut. Sementara bagian yang terbesar dari kitab tersebut adalah terdiri dari tiga rangkaian berupa dialog antara Ayub dan tokoh-tokoh lainnya adalah berupa syairpuisi Heavenor, 1999: 68. Dr. Wim Van Der Weiden, MSF di dalam buku yang berjudul Seni Hidup Sastra Kebijaksanaan Perjanjian Lama menuliskan bahwa dalam keadaan sekarang bagian prosa terdiri atas sejumlah adegan yang pendek sebagai berikut : a. Ayub diperkenalkan 1:1-5 b. Dialog pertama Yahwe-Iblis 1:6-12 c. Kemalangan pertama 1:13-22 d. Dialog kedua Yahwe-Iblis 2:1-7a e. Kemalangan terakhir 2:7b-10 f. Kunjungan ketiga teman 2:11-13 g. Dialog Yahwe-Elifas 42:7-10 h. Keadaan Ayub dipulihkan 42:11-17 Garis ganda di atas dimaksudkan sebagai garis pemisah, di mana pengarang menyisipkan bagian puisi dalam prosanya Ayb 3: 1-42:6. Bagian puisi ini menunjukan keterlibatan Elihu dalam pembicaraan 32-37, dan Teofani 38-42: 6. Dengan memperhatikan struktur prosa ini, kita dapat menunjukan beberapa hal: 42 bahwa kemalangan Ayub terjadi dalam prolog, dan kemalangan itu dipulihkan” dalam epilog. Maka dapat dikatakan bahwa kisah itu berakhir dengan bahagia Weiden, 1995: 107. Di atas penulis sudah memperlihatkan bagaimana Weiden menunjukan bahwa skematisasi prolog-epilog memiliki unsur ‘luar biasa’, hingga Weiden memberi penegasan “Kitab Ayub bukan cerita rakyat”. Di sini penulis mengutip skema-skema yang diuraikan Weiden dalan bukunya Seni Hidup. Berikut skema tersebut: 1 Skema harta-milik Ayub: 7 + 3 putra dan putri 1:2 7 + 3 ribu kambing domba dan unta 1:3 5 + 5 ratus pasang lembu dan keledai 1:3 7 + 7 hari dan malam 2:13 7 + 7 lembu jantan dan domba jantan 42:8 7 + 3 putra dan putrid 42:13 2x7 + 2x3 ribu kambing, domba dan unta 42:12 2x5 + 2x5 ratus pasang lembu dan keledai 42:12 2 Skema percobaan: disebabkan orang-disebabkan alam:  Orang syeba Ayb 1: 15-api Allah halilintar Ayb 1: 16  Orang Kasdim Ayb 1: 17-angin rebut Ayb 1: 19. 3 Dua adegan yang identik di surga 4 Refrain yang sama: “Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata…hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan” Ayb 1: 16-18. 43 Dengan melihat dan memperhatikan struktur prosa di atas, kita semakin dimudahkan dalam mempelajari kisah Ayub dengan alur yang menyeluruh dan teratur ini. Di sini alur kisah dapat menunjukan integritas kitab itu sendiri Van Der Weiden, 1995: 109.

2. Sistematika Penulisan Kitab Ayub: Bagian Puisi

Thomas Carlyle menyebut Kitab Ayub sebagai “puisi” yang paling indah di segala bangsa dan segala bahasa; pernyataan paling tua yang mengungkapkan masalah yang tidak pernah berakhir, yakni mengenai hidup manusia dan kehendak Tuhan Allah atas dunia ini seperti dikutip oleh Kushner, 1988: 38. Ke-puisi-an ini adalah salah satu ciri khas dari Kitab Ayub tersebut. Berhubungan dengan syair atau puisi, Heavenor menuliskan bahwa Oesterley dan Robinson berpendapat demikian dikatakannya: Dalam keseluruhan kepustakaan tidak ada syair yang penanggalan dan latar belakang historisnya mempunyai makna yang kurang penting dari Ayub [baca: Kitab Ayub]…Ayub merupakan syair yang universal, dan inilah salah satu dari cirinya yang memberikan nilai dan daya pikatnya bagi kita dewasa ini Heavenor, 1999: 67. Maksudnya, dengan memahami kitab ini sebagai kitab puisi atau syair, yang mana syair memiliki nilai universal berlaku untuk setiap masa bahkan setiap orang, maka barangkali tepatlah bila penanggalan kitab ini tidak terlalu dipentingkan. Namun, mungkin saja yang dipentingkan adalah nilai atau makna yang terkandung di dalamnya, dan bukan semata-mata nilai historisnya, karena memang Kitab Ayub bukan buku atau kitab sejarah. Karena Kitab Ayub terdapat unsure puisi, sesuai dengan pengertiannya di atas, kitab ini lebih berbicara metafora, memberikan imaji-imaji yang sugestif, merangsang asosiasi-asosiasi dan lebih 44 berusaha menghadirkan suasana daripada melukiskan situasi, berbeda dengan tulisan sejarah yang cenderung mengangkat fakta historis atau situasi. Bagian puisi Kitab Ayub di mulai dari Ayb 3: 1-42: 6. Bagian puisi adalah bagian yang indah dalam Kitab Ayub. Susunan dapat digambarkan secara sistematis sbb: Keterangan :  Ayb 3 adalah monolog pertama dari Ayub perihal keluh kesahnya  Ayb 4-27 adalah dialog panjang yang terdiri dari tiga deretan pidato dari Ayub dan sahabat-sahabatnya  Setelah dialog, kembali lagi pada monolog panjang dari Ayub Ayb 29-31  Ayb 38:1-42:6 berisi pidato Yahwe dan jawaban Ayub yang berhubungan langsung dengan monolog yang kedua Ayb 29-31, berakhir dengan suatu ajakan kepada Yahwe Ayb 31:35-37.  Pada bagian Ayb 31 dan Ayb 38 diselipkan beberapa pidato dari Elihu. Melalui sisipan yang besar ini kelompok guru kebijaksanaan mencoba menangkis mengelak dari pengaruh negative “kemenangan” kritik Ayub atas pendapat ketiga sahabatnya. Prolog 1-2 Monolog 3 Dialog 4-27 Yahwe 38:1- 42:6 Monolog 29-31 Epilog 42: 7-17 Elihu 32-37 Madah 28

Dokumen yang terkait

Belajar dari novel The Devil and Miss Prym: Memaknai Pengorbanan Yesus dan Aplikasinya melalui katekese model Shared Christian Praxis (SCP).

1 15 149

Upaya meningkatkan semangat persaudaraan siswa-siswa SMA Seminari Santa Maria Immaculata Lalian Atambua Nusa Tenggara Timur, melalui katekese umat model shared Christian Praxis.

0 6 198

Upaya peningkatan pendampingan iman remaja putri di Asrama Dharmawati Sintang Kalimantan Barat dengan katekese model Shared Christian Praxis.

3 22 162

Usaha meningkatkan pelaksananaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang Keuskupan Agung Jakarta melalui katekese model Shared Christian Praxis (SCP).

0 1 119

Belajar dari Kitab Ayub: menemukan makna dibalik penderitaan manusia dan aplikasinya melalui katekese pembebasan model Shared Christian Praxis (SCP).

0 4 185

Upaya meningkatkan pendampingan iman kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe, Keuskupan Agung Kupang melalui katekese umat model shared christian praxis - USD Repository

0 0 138

SKRIPSI BELAJAR DARI MAZMUR 13: MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA MELALUI KATEKESE MODEL SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS)

0 1 125

Usaha meningkatkan efektivitas pelayanan para suster Puteri Kasih Indonesia terhadap orang miskin melalui katekese model Shared Christian Praxis - USD Repository

0 0 170

Katekese model SCP (Shared Christian Praxis) dalam pembinaan iman remaja Katolik di Paroki St. Maria Assumpta Tanjung, Ketapang Kalimantan Barat - USD Repository

0 2 161

Sumbangan katekese umat bagi prodiakon melalui model shared christian praxis di Paroki Roh Kudus Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah - USD Repository

0 4 178