Latar Belakang Belajar dari Kitab Ayub menemukan makna dibalik penderitaan manusia dan aplikasinya melalui katekese pembebasan model Shared Christian Praxis (SCP)

6 adanya manusia; sekurang-kurangnya sejak manusia menyadari dirinya sebagai makhluk reflektif; makhluk yang berpikir dan memiliki akal budi. Dalam menemukan makna penderitaan, penulis mengutip pernyataan dari Bapa Suci Yohanes Paulus II dalam Salvifici Doloris, bahwa: “…dalam bentuk yang bagaimanapun penderitaan agaknya dan memang hampir tak terpisahkan dari eksistensi manusia di dunia ini” SD art. 3. Pernyataan ini menegaskan bahwa ada keterikatan yang kuat antara penderitaan dan hidup manusia. Selama manusia masih bernafas di dunia ini, maka permasalahan yang menimbulkan penderitaan akan selalu datang silih berganti. Kebanyakan orang, pasrah menghadapi penderitaan, tanpa mau berjuang dan menemukan makna di balik penderitaan, sehingga penderitaan dilihat sebagai pengalaman yang menakutkan. Pertanyaan reflektif bagi kita, bagaimana kita menemukan makna dibalik penderitaan?. Sebagai wujud kesadaran sebagai makhluk reflektif, penulis di sini turut mengambil bagian dalam memaknai penderitaan manusia zaman sekarang. Penderitaan merupakan misteri dalam hidup. Penderitaan tidak selalu dapat dimengerti secara tuntas oleh manusia. Memaknai penderitaan adalah upaya manusia menyadari dirinya yang lemah dan tidak berdaya ketika berhadapan dengan kejadian buruk, menakutkan dan menyakitkan. Penderitaan manusia adalah realitas yang tidak terelakkan dari dunia ini. Penderitaan yang dialami manusia hendaknya dimaknai. Iman kitalah yang mampu memberi makna pada hal tersebut. Pertanyaannya, apakah iman kita sudah mampu memberikan makna atas semua yang terjadi dalam hidup kita? Atau, kita membiarkan iman mati dan terkikis oleh kekhawatiran kita? Haryatno, 2011: 335. 7 Penderitaan menjadi problema ketuhanan bagi orang-orang yang percaya bahwa Allah Mahabaik, Mahaadil dan Mahacinta. Mengenai hal ini, apakah kita akan menyimpulkan bahwa Allah melakukan sesuatu yang salah terhadap segala yang diciptakan di dunia ini? Di mana keadilan Allah? Apakah maksud Allah dengan persoalan yang sulit dipahami ini? Apakah iman kita dapat memberi jawaban atas semua ini Atkinson, 1996: 31. Dalam kesadaran sebagai orang beriman, tentunya kita dapat kembali melihat ke dalam sumber wahyu tertulis kita, Kitab Suci. Mengikuti Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II, yang mengatakan: “Kitab Suci merupakan sebuah buku yang besar tentang penderitaan” SD Art 6, Dalam rangka memaknai penderitaan, akhirnya kita dapat belajar dari sana. Untuk tujuan inilah, maka penulis akhirnya mengupas sebuah kitab yang secara istimewa mengungkapkan penderitaan yang dialami oleh manusia. Isi cerita dari kitab ini sangat menarik dan juga inspiratif. Kitab ini merupakan kitab yang banyak berbicara tentang penderitaan orang benar. Kitab yang besar berbicara mengenai penderitaan manusia ini adalah Kitab Ayub. Benarkah Allah itu Mahakasih dan Mahaadil? Kalau memang benar, mengapa penderitaan masih merajalela di bumi? Mengapa manusia dibiarkan-Nya saling menindas dan saling membunuh? Tragisnya lagi, tidak semua korban adalah orang jahat. Di bumi ini masih banyak orang saleh jadi korban penindasan dan keserakahan sesamanya. Ini sangat memprihatinkan. benarkah Allah itu adil? Tapi mengapa orang-orang jahat diberi kehidupan yang layak, sementara orang saleh harus berjuang keras untuk hidupnya. Stanislaus, 2008: 51-52. Pandangan tentang ‘menderita karena dosa’ bertumpu pada paham keyakinan akan ‘keadilan Allah’ dan paham ‘pembalasan di bumi’. kepercayaan 8 akan keadilan Allah bertumpu pada tindakan Allah mengganjar yang baik dan menghukum yang jahat. Berpijak pada kepercayaan akan keadilan Allah dan paham pembalasan di bumi, orang sampai pada kesimpulan bahwa bencana, penyakit, penderitaan dan segala konsekuensinya adalah hukuman dari dosa. pemikiran ini tertuang dalam buku-buku kebijaksanaan seperti Amsal Ams 10-22; 25-29 dan Yesus bin Sirakh. Fakta bahwa orang-orang baik menderita dan mati dibunuh, memicu refleksi seseorang untuk mempersoalkan kebenaran ‘paham pembalasan di bumi’. Salah satunya Kitab Ayub. Kitab ini ingin memaparkan diskusi yang sangat panjang yang menyajikan argumentasi bahwa paham pembalasan di bumi tidak dapat dipertahankan lagi. Penderitaan orang benar adalah tema yang menjadikan Kitab Ayub istimewa dalam konteks sekarang. Kitab Ayub menghadirkan gagasan baru mengenai ajaran tradisional yang berbicara bahwa penderitaan adalah akibat dari dosa. Kitab Ayub mau menunjukan bahwa tidak ada hubungan langsung antara penderitaan dan dosa. oleh karena itu, penderitaan tidak boleh secara langsung dikaitkan dengan dosa Stanislaus, 2008: 55-58. Segala sesuatu di bumi diciptakan Allah baik adanya, ini jelas menunjukan bahwa Allah tidak menghendaki sesuatu yang tidak baik, termasuk penderitaan Kej 1: 31. Terkadang kitalah yang sulit memahami maksud Allah. Menjadi pertanyaan; “apakah orang benar mampu menanggapi penderitaan yang dialaminya secara benar atau tenggelam dalam penderitaan? Apakah penderitaan merupakan hukuman dari Allah? Mungkin manusia dapat lebih merasakan kehadiran Allah jika pernah merasakan penderitaan. 9 Orang benar atau orang beriman juga mengalami penderitaan dalam hidup. Dengan iman yang teguh orang beriman mampu menerima, menggulati dan memaknai penderitaan. Bagi orang benar memaknai penderitaan berarti dengan iman membangun relasi dengan Allah. Orang benar menyerahkan hidupnya dalam bimbingan dan penyelenggaraan Allah dan dengan sikap iman mengupayakan sikap-sikap positif dalam menghadapi penderitaan. Orang benar akan menemukan bahwa Allah itu penuh kasih meskipun mengalami penderitaan dalam hidup. Orang benar memiliki harapan dalam menghadapi penderitaan. Orang benar mengharapkan Allah yang senantiasa memberi kekuatan. Harapan tersebut merupakan reaksi orang benar ketika menghadapi penderitaan seperti bencana alam, kelaparan, kemiskinan, kematian dan sebagainya. Harapan tersebut juga merupakan ungkapan bahwa orang benar merasa lemah, tak berdaya, kecil sehingga membutuhkan Allah dalam menghadapi penderitaan. Dalam Kitab Ayub, yang menjadi permasalahan di dalamnya adalah mengenai persoalan dan maksud Allah mengapa membiarkan orang baik menderita. Ayub adalah orang yang saleh dan takut akan Allah. Namun dia menderita. Mengapa orang benar seperti Ayub harus menderita? Pertanyaan ini seakan ingin menunjukan adanya ketidakadilan yang dialami oleh manusia. Penderitaan Ayub disebabkan oleh iblis, dan dilakukannya iblis atas izin dari Allah. Mari kita lihat Ayub 1:6-12, sbb: 6 Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap Tuhan dan diantara mereka datanglah juga iblis. 7 Maka bertanyalah Tuhan kepada iblis: “Dari mana engkau?” Lalu jawab Iblis kepada Tuhan: “Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajahi bumi.” 8 Lalu bertanyalah Tuhan kepada Iblis: “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. 9 Lalu jawab Iblis kepada Tuhan: “Apakah dengan tidak mendapatkan apa-apa Ayub takut akan Allah? 10 Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang 10 dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu. 11 Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau dihadapan-Mu. 12 Maka firman Tuhan kepada Iblis: “Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya. Allah membiarkan Ayub kehilangan segala miliknya, namun Allah tetap mengasihi Ayub ay 12. Dari bagian awal kisah Ayub, kita melihat bahwa penderitaan Ayub bermakna uji coba akan ketulusan, dan bukan hukuman atas dosa. Sesungguhnya apa maksud dari penderitaan Ayub orang saleh ini? Dalam kisah digambarkan bahwa Ayub memang membuktikan ketulusan kepercayaannya. Kepercayaan Ayub akan Allah bukanlah kepercayaan yang menuntut balasan. Kecurigaan bahwa Ayub percaya kepada Allah karena kelimpahan yang dimilikinya sebagaimana dinyatakan oleh Iblis di awal kisah lih. Ayb 1: 9 terbukti tidak benar. Ayub tetap percaya kepada Allah meskipun segala kepunyaannya telah sirna. Dengan berseru penuh ketulusan hati Ayub berseru; “Katanya: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan Ayb 1: 21”. Bagi Ayub segala yang terjadi di atas bumi ini, semua adalah kehendak Allah termasuk juga penderitaan yang menimpa dirinya. Di akhir kisah digambarkan bahwa karena kesetiaannya itu, Allah mengembalikan segala milik Ayub, bahkan diberi-Nya lebih daripada apa yang dimilikinya sebelumnya lih. Ayb 42: 10-17. Dalam Kitab Ayub, penderitaan dibicarakan secara dialektik oleh tokoh-tokohnya. Dengan adanya perdebatan atas penderitaan Ayub itulah maka penggalian makna atasnya menjadi semakin jelas 11 dan menarik. Karena itulah penulis dapat mengatakan bahwa kitab Ayub adalah kitab penderitaan. Secara manusiawi kita pasti berpikir bahwa Tuhan tidak adil jika memberi hukuman penderitaan kepada orang benar, sedangkan orang-orang yang melakukan penindasan, melakukan korupsi dan kejahatan lainnya dibiarkan hidup bahagia. Sebagai manusia biasa wajar saja bila Ayub mengeluh dengan penderitaan yang ditimpakan Allah kepada dirinya, yang bisa dikatakan orang baik dan takut akan Allah. Inilah salah satu keluh kesah atau pertanyaan yang keluar dari mulut Ayub “Mengapa aku tidak mati waktu aku lahir, atau binasa waktu aku keluar dari kandungan ?”Ayub 3 : 11. Sungguh memilukan nasib Ayub, seorang saleh dan patuh pada perintah Allah. Dia harus mengalami penderitaan yang begitu berat. Sebenarnya apa yang ingin Allah tunjukan kepada manusia terutama melalui kisah Ayub? Belajar dari Kitab Ayub, kita dituntut semakin peka untuk lebih peduli dan bersikap solider terhadap sesama yang menderita. Setidaknya solidaritas tersebut dapat penulis wujudkan melalui jawaban yang tepat dari pertanyaan mengenai makna sebuah penderitaan yang terjadi menimpa hidup manusia. Dalam bukunya, Krispurwana Cahyadi 2011: 3 memaparkan pemikiran dari Paus Yohanes Paulus II, demikian: “membela martabat dan hak asasi manusia merupakan salah satu tugas Gereja”, beliau memandang manusia sebagai pribadi berharga dihadapan Allah dan diciptakan secitra dengan-Nya. Dengan menghargai martabat manusia kita mewujudkan sikap iman terhadap Allah. Pertanyaannya: “Apakah kita cukup beriman untuk mewujudkan tugas tersebut?”. Saat berada di kayu Salib, Yesus pernah mengatakan, “Eloi, Eloi, Lama Sabakhtani” yang artinya “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan 12 Aku?”. Bahkan, Yesus pun merasa Bapa-Nya telah meninggalkan Dia. Apakah memang demikian? Apakah Allah tidak peduli terhadap manusia yang menderita? Fenomena di atas menunjukan bahwa orang seringkali tertutup oleh nuansa penderitaan sehingga tidak ada tempat bagi Allah untuk memperjelas maksudnya, Allah selalu bertindak sesuai dengan maksud-Nya sendiri Atkinson, 2002: 55. Dalam penderitaan-Nya, Yesus tidak diam dan meratapi sengsara-Nya. Ia memberi contoh bagaimana kita harus bersikap ketika berada dalam penderitaan. Ungkapan “Eloi, Eloi Lama Sabakhtani” adalah usaha untuk terus-menerus mencari Allah meski penderitaan dialami begitu berat. Allah yang kita imani adalah Allah yang dekat, yang mau hadir ketika penderitaan terjadi. Hanya saja kita tidak menyadarinya. Begitu juga Allah hadir saat Yesus di salib dan wafat, jika Allah tidak hadir maka Yesus tidak mungkin bangkit Haryatno, 2011: 335. Kita tidak boleh melupakan bahwa Allah tetap menyertai umatnya dalam situasi apapun, terutama dalam pengalaman penderitaan, sebab Allah sendiri juga mengalami penderitaan yang ditanggung oleh Yesus Kristus Putera-Nya Robini, 1998: 15. Penderitaan Yesus adalah demi dan untuk umat yang dikasihi-Nya, demi kita semua, manusia. Karena itu, kita juga dipanggil untuk menderita bersama Dia, seperti yang dilakukan oleh Paulus untuk Yesus Kristus yang tertulis dalam Kitab Suci, II Tim: 10-12 sbb : Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku. Engkau telah ikut menderita penganiayaan dan sengsara seperti yang telah kuderita di Antiokhia dan Ikonium dan Listra. Semua penganiayaan itu kuderita dan Tuhan telah melepaskan aku daripada-Nya. Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya. 13 Sanggupkah kita menderita bersama Kristus seperti yang dilakukan Paulus? Selama ini kita mempercayai penderitaan adalah ganjaran atas perbuatan dosa, namun kisah Ayub memberi kita wajah lain dari penderitaan, yaitu penderitaan tanpa dosa. Itulah sebabnya mengapa kisah Ayub penting untuk memahami arti dan makna penderitaan orang benar, yaitu karena penderitaan Ayub adalah penderitaan yang tidak biasa, penderitaan tanpa melakukan perbuatan dosa. Menurut Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II: “…Penderitaan Ayub adalah penderitaan dari seseorang yang tidak bersalah; hal itu harus diterima sebagai suatu misteri, yang tak dapat ditembus oleh manusia secara penuh berdasarkan akal budinya…” SD art. 11. Kalau bukan hukuman atas dosa, lantas apa maksud Allah dibalik penderitaan orang benar? Memang benar bahwa penderitaan mempunyai suatu makna sebagai hukuman, bila dihubungkan dengan suatu kesalahan, tapi tidak benarlah bahwa segala penderitaan merupakan akibat dari dan bentuk dari dosa. Manusia yang menderita, harus dibebaskan. Gereja harus memerangi ketidakadilan yang terjadi di dunia, apa yang harus dilakukan oleh Gereja dalam menanggapi penderitaan sesama? Sejak dahulu sudah diusahakan suatu pembebasan bagi kaum miskin, namun sampai sekarang belum tuntas juga. Negara Indonesia ini memang banyak menyimpan sejarah hidup, penderitaan dan perjuangan manusia. Ada juga manusia yang pasrah pada nasib, dan ada juga yang terdorong untuk menuntut keadilan. Seperti yang dilakukan oleh Marsinah, seorang buruh yang memperjuangkan keadilan, namun akhirnya ditemukan tewas mengenaskan akibat penganiayaan yang dilakukan oleh pihak yang merasa terusik dengan aksi nekat yang dilakukannya Majalah Tempo, XXIII. Oktober, 1993. 14 Menyadari hal di atas, penulis mengupayakan suatu bentuk pendekatan reflektif kritis guna memberi gambaran baru sebagai usaha untuk membantu orang benar zaman sekarang menemukan makna dibalik penderitaannya. Selain itu, beranjak dari situasi di mana seringkali terjadi vonis semena-mena atas penderitaan orang lain, maka penderitaan harus dimaknai sungguh-sungguh sehingga dapat menjauhkan kita dari penilaian subjektif yang malah semakin menambah penderitaan bagi mereka yang mengalaminya. Lalu bagaimana usaha kita dalam menemukan makna dibalik penderitaan yang menimpa orang benar? Dan apa yang harus kita lakukan sebagai usaha membantu mereka yang menderita dapat memaknai penderitaannya? Beranjak dari latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, akhirnya dengan penuh kerendahan hati penulis ingin mengajak kita semua belajar bersama untuk merefleksikan penderitaan yang terjadi di dalam hidup kita khususnya belajar bersama Kitab Ayub, melalui kacamata iman Kristiani menemukan bersama makna dibalik penderitaan orang benar serta penerapannya melalui katekese pembebasan. Maka dari itu, penulis tertarik menulis skripsi ini dengan judul : BELAJAR DARI KITAB AYUB: MENEMUKAN MAKNA DIBALIK PENDERITAAN MANUSIA DAN APLIKASINYA MELALUI KATEKESE PEMBEBASAN MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS SCP

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah-masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini dapat dirumuskan sbb: 1. Bagaimana penderitaan orang benar dimaknai dalam Kitab Ayub ? 15 2. Bagaimana orang benar jaman sekarang memaknai penderitaann yang dihadapinya? 3. Apakah katekese pembebasan Model Shared Christian Praxis SCP dapat membantu umat Kristiani dalam menyikapi penderitaan yang terjadi dalam hidup secara konkret?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengungkapkan bagaimana penderitaan orang benar dimaknai dalam Kitab Ayub sehingga dapat menjadi inspirasi bagi umat kristiani dalam menyikapi penderitaan hidup. 2. Memaparkan bagaimana keteguhan iman, membantu orang benar jaman sekarang menanggapi penderitaan hidup sehingga dapat semakin didewasakan dalam iman 3. Memaparkan bagaimana katekese pembebasan dengan model Shared Christian Praxis masih sangat relevan digunakan sebagai alternative dalam membantu peserta untuk mendalami dan menemukan makna dari pengalaman hidupnya. 4. Memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis sendiri, penulis semakin peka dan termotivasi untuk menanggapi penderitaan orang lain, serta penulis dapat semakin bertumbuh dewasa dalam menyikapi penderitaan yang terjadi dalam hidup. 16 2. Bagi pembaca, pembaca menemukan makna penderitaan sebagai inspirasi mereka terutama dalam menanggapimenyikapi permasalahan yang mereka alami. 3. Memberi gambaran kepada semua orang, sejauhmana iman, pengharapan dan kasih pada Allah dapat membebaskan manusia dari belenggu penderitaan yang terjadi dalam hidupnya, serta tidak melihat penderitaan sebagai sesuatu yang mengerikan, melainkan dapat menyikapinya secara tepat dengan iman yang dewasa.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah analisis deskriptif terhadap kisah Ayub. Kisah Ayub menjadi sumber pokok dalam penulisan karya ini. Penulis akan memaparkan hasil refleksi kritis terhadap kisah Ayub dan diperkaya dengan studi pustaka.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini dibagi dalam lima bab yang akan diuraikan sebagai berikut: Bab I merupakan pendahuluan yang menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II membahas tentang Identitas dari Kitab Ayub, struktur penulisan, sistematika penulisan, gaya penulisan kitab Ayub dan sikap Ayub dalam menghadapi penderitaan. Hal ini bertujuan supaya pembaca dapat benar-benar mengenal dan memahami jalan pikiran Kitab Ayub, dengan maksud untuk 17 mendasari usaha pemaknaan atas penderitaan yang terungkap dalam Kitab Ayub, yang akan dibahas pada bab selanjutnya. Bab III merupakan usaha memahami penderitaan secara umum, mulai dari pengertian penderitaan, beberapa contoh penderitaan, dan cara mengatasinya. Selanjutnya penulis akan membahas tentang relevansi penderitaan Ayub bagi penderitaan manusia, umat Kristiani di zaman sekarang. Dalam bagian ini, penulis akan menguraikannya seperti: makna penderitaan manusia menurut iman Kristiani, makna penderitaan Ayub, dan relevansi penderitaan Ayub bagi penderitaan kita Sebagai hasil dari usaha pemaknaan atas penderitaan itu, Pada Bab IV, penulis akan menunjukan aplikasinya dalam katekese pembebasan model Shared Christian Praxis SCP sebagai wujud praktis dari usaha menemukan makna dibalik penderitaan orang benar zaman sekarang. Sebelumnya penulis akan memaparkan panggilan dan pergulatan orang berimann dalam menghadapi penderitaan, kemudian dilanjutkan dengan pokok-pokok gagasan berkatekese bagi orang Kristiani yang menderita di Zaman sekarang. Akhirnya Bab V merupakan penutup dari rangkaian penulisan skripsi ini, penulis akan mengungkapkan kembali inti pokok dari seluruh rangkaian pembahasan karya tulis ini, yang berisi kesimpulan dan saran yang dapat semakin meneguhkan iman pembaca. Terutama dalam memotivasi dan memberikan inspirasi kepada mereka, sehingga mampu menanggapi pengalaman penderitaan yang terjadi dalam hidupnya. 18

BAB II BELAJAR DAN MENGENAL KITAB AYUB

Keistimewaan Kitab Ayub semakin jelas bila kita mendapat penjelasan lebih lanjut mengenai Kitab tersebut. Pada bab ini, penulis mengajak kita untuk belajar memahami Kitab Ayub seperti: identitas Kitab Ayub, struktur penulisan Kitab Ayub, genre Kitab Ayub, gambaran singkat kisah Ayub si penderita dan maksud penderitaan Ayub.

A. Identitas Kitab Ayub

Kita diharapkan dapat memahami identitas Kitab Ayub secara menyeluruh. Hal ini sebagai suatu usaha untuk memudahkan kita menemukan makna di balik penderitaan orang benar yang di kisahkan dalam kitab tersebut. Ini juga menjadi acuan kita dalam menanggapi pengalaman penderitaan yang terjadi dalam kehidupan umat kristiani di zaman sekarang.

1. Asal-Usul Kitab Ayub

Konon pada abad-abad yang silam, para sarjana yakin bahwa pernah ada sejenis cerita rakyat berjenis fabel berisi ajaran-ajaran moral yang bertujuan memperkuat perasaan religious masyarakat. Cerita ini lebih merupakan kisah “konon di suatu masa” tentang seorang tokoh yang menderita. Tokoh tersebut bernama Ayub yang memiliki pribadi yang baik dan begitu sempurna Kushner, 1987: 46. Sepanjang sejarah kehidupan di bumi, umat manusia tak lepas dari pergulatan dengan masalah kematian dan penderitaan. Pada hakikinya manusia 19 menyadari bahwa penderitaan adalah akibat dari adanya kejahatan ataupun dosa si penderita. Namun, yang menjadi persoalannya adalah mengapa masih ada orang yang menderita bukan karena dosanya? Robini, 1998: 38. Beranjak dari pertanyaan itu, maka menjadi penting bagi kita untuk membahas Kitab Ayub. Perlu diketahui bahwa Kitab Ayub merupakan hasil dari refleksi mengenai problem penderitaan, terutama penderitaan orang saleh yang takut akan Allah. Dalam pembahasan kita ini, kita akan menemukan komprehensif kitab tersebut, perihal pengalaman penderitaan orang benar yang hendak kita bahas dalam terang iman Kristiani. Robini, 1998: 19. Pada abad ke-6 sebelum masehi, pada zaman Nabi Yehezkiel Ayub dikenal sebagai tokoh yang amat saleh dan juga baik, dapat dilihat dalam Yeh 14 : 14,20 selain Nuh dan Daniel. Pada abad ke-5 dan ke-4 sebelum Masehi seorang penyair anonim yang berbakat dan juga memiliki kemampuan intelektual yang sangat baik, mencoba mengkritisi pandangan para ahli dan guru kebijaksanaan mengenai hubungan mutlak antara perbuatan manusia dan nasibnya Weiden, 1995: 104- 105. Mempelajari Kitab Ayub sama halnya dengan menyingkap pengalaman manusia, terutama dalam peristiwa penderitaan. Sepertinya si pengarang Kitab Ayub ingin mencari jawaban atas penderitaan Ayub. Oleh sebab itu, tema penderitaan Ayub merupakan hal yang sangat dekat dengan manusia.

2. Pengarang Kitab Ayub

Heavenor menuliskan bahwa pengarang Kitab Ayub belum diketahui 1999: 67. Tampaknya pernyataan ini menjadi permulaan yang membuat kita pesimis untuk mengetahui identitas lengkap pengarang kitab tersebut. Namun kita harus

Dokumen yang terkait

Belajar dari novel The Devil and Miss Prym: Memaknai Pengorbanan Yesus dan Aplikasinya melalui katekese model Shared Christian Praxis (SCP).

1 15 149

Upaya meningkatkan semangat persaudaraan siswa-siswa SMA Seminari Santa Maria Immaculata Lalian Atambua Nusa Tenggara Timur, melalui katekese umat model shared Christian Praxis.

0 6 198

Upaya peningkatan pendampingan iman remaja putri di Asrama Dharmawati Sintang Kalimantan Barat dengan katekese model Shared Christian Praxis.

3 22 162

Usaha meningkatkan pelaksananaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang Keuskupan Agung Jakarta melalui katekese model Shared Christian Praxis (SCP).

0 1 119

Belajar dari Kitab Ayub: menemukan makna dibalik penderitaan manusia dan aplikasinya melalui katekese pembebasan model Shared Christian Praxis (SCP).

0 4 185

Upaya meningkatkan pendampingan iman kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe, Keuskupan Agung Kupang melalui katekese umat model shared christian praxis - USD Repository

0 0 138

SKRIPSI BELAJAR DARI MAZMUR 13: MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA MELALUI KATEKESE MODEL SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS)

0 1 125

Usaha meningkatkan efektivitas pelayanan para suster Puteri Kasih Indonesia terhadap orang miskin melalui katekese model Shared Christian Praxis - USD Repository

0 0 170

Katekese model SCP (Shared Christian Praxis) dalam pembinaan iman remaja Katolik di Paroki St. Maria Assumpta Tanjung, Ketapang Kalimantan Barat - USD Repository

0 2 161

Sumbangan katekese umat bagi prodiakon melalui model shared christian praxis di Paroki Roh Kudus Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah - USD Repository

0 4 178