Mitos Kecantikan Pesona Barat di Indonesia

xi kecantikan dari dalam itulah yang dengan sendirinya akan dihargai oleh orang lain yang melihatnya. Selama perempuan mampu tersenyum dengan percaya diri, maka perempuan tersebut dinyatakan cantik secara alami. Prasadja, 2004: 122

2.1.6 Mitos Kecantikan

Mitos kecantikan merupakan refleksi versi mutakhir dari refleks sosial yang kuat sejak revolusi industri. Selaras perempuan dari mistik feminine feminisme mystique tentang domestisitas. Mitos kecantikanlah yang mengambil alih dasar yang hilang ini, dan terus memperluas kekuasaanya sebagai control sosial. Mitos kecantikan telah memiliki bermacam-macam bentuk, yang sama tuanya dengan sistem partiarki, versi mutakhir mitos kecantikan merupakan sebuah penemuan yang cukup baru. Mitos itu muncul ketika batasan-batasan material yang terdapat dalam diri perempuan nyaris hilang. Sebelum revolusi industri, rata- rata perempuan tidak punya sense yang sama tentang apa yang disebut “kecantikan”. Ini berbeda dengan perempuan modern yang mengalami mitos tersebut sebagai perbandingan yang terus menerus dengan standarr fisik ideal yang disebarluaskan secara massal. Wolf, 2002:25-33 Dalam mitos kecantikan, perempuan dikendalikan oleh suatu doktrin kecantikan. Doktrin kecantikan ini meliputi pengendalian tubuh dan seksualitas perempuan. Mitos kecantikan merupakan kombinasi dari jarak emosional, represi politik, ekonomi dan seksual namun sesungguhnya akar permasalahan ini dominasi xi tubuh dan seksualitas perempuan oleh laki-laki. Ketika dominasi ini muncul ke permukaan maka tidak dapat terlepas dari hubungan kekuasaan laki-laki yang mengatasi seksualitas dan tubuh perempuan.Feminis Radikal menyebut ini denagn istilah the person is political yang pribadi adalah politis atau Kate Millet sebagai seorang feminis radikal menegaskan sexual is politics. Hasil dari mitos ini berupa definisi mengenai dua jenis perempuan. http:www.kabarindonesia.com diakses 26 Maret 2010

2.1.7 Pesona Barat di Indonesia

Konsep barat menurut buku “ Pesona Barat” dikarang oleh Vissia Ita, yang telah dibaca oleh peneliti memiliki kesimpulan tersendiri tentang konsep barat itu seperti apa, bukan dari letak geografis arah barat melainkan dari ciri fisik perempuan barat. Kesimpulannya adalah bahwa berbicara kata barat itu identik dengan kecantikan yang mengusung kulit putih, rona putih, hidung mancung atau wajah indo. Indo dalam arti ini adalah keturunan dari perkawinan antara bangsa Indonesia dengan bangsa kulit putih atau orang Barat pada umumnya. Barat tampaknya merupakan sebuah komoditas yang mempunyai daya jual tinggi. Inilah yang membuat wajah Indo laris di televisi baik dalam bintang iklan maupun film karena wajah Indo memeiliki daya tarik tersendiri. Setiap mendengar kata “barat” atau “dunia barat”, image yang tergambar dibenak kita adalah “dunia modern”, “dunia maju”, “dunia ilmu pengetahuan”, xi “dunia orang pintar”, atau bahkan “dunia glamour”. Di sini betapa pesona barat yang ditandai oleh warna kulit putih dan hidung mancung menjadi sihir yang sangat kuat Vissia, 2007 : XIV. Keterpesonaan pada dunia barat dimulai dengan wacaan “kulit putih adalah kulit cantik”, yang sangat menggelisahkan perempuan Indonesia dari berbagai lapisan dan kelompok. Konstruksi yang ditawarkan oleh iklan media cetak dan elektronik kepada masyarakat tidak hanya menjanjikan, tetapi juga menggelisahkan perempuan untuk selalu tampil “seperti dalam iklan”. Lebih ironis lagi, konstruksi sosial untuk suatu jenis iklan tertentu akan menjadi trendsetter bagi masyarakat khususnya perempuan dan mempunyai sihir begitu kuat untuk “memenjarakan” image kaum perempuan, sementara iklan lain juga hampir semuanya memanfaatkan tubuh perempuan kalau tidak boleh dibilang mengeksploitasi. Vissia, 2007: VIII-X Barat tampaknya merupakan sebuah komoditas yang mempunyai daya jual tinggi. Media menggali informasi masa lalu untuk dijadikan sarana mengetahui manipulasi aspirasi pasar. Produsen memiliki sensivitas terhadap kompleksitas superioritas-minoritas, tradisional-modern, Timur-Barat, kaya- miskin, dan sebagainya. Ada banyak faktor yang pada akhirnya digunakan oleh produsen pemutih kulit untuk dijual sebagai added value atau nilai lebih yang xi menjadi pesona atau daya tarik pemutih ini bagi konsumen. Masyarakat mengonsumsi barang-barang tersebut semata-mata untuk kegunaan simbolis bagi kepentingan identitas sosial sebagai salah satu simbol modernitas, padahal identitas sosial ini dibentuk dan distabilisasi oleh proses sejarah. Proses sejarah itu sendiri juga telah membentuk dunia modern. Dalam hal ini, konsumsi produk pemutih ini menjadi konsentrasi antargenerasi. Orang tidak lagi membeli produk, namun lebih pada akses yang dijanjikan oleh produk pemutih tersebut atau kegunaan simbolis atau maknanya. Nilai lebih iklan pemutih ini jelas, yaitu superioritas Barat. Vissia, 2007: 27-28 Hal serupa juga dikemukakan Prabasmoro dalam penelitiannya. Indo- dengan ke-putihan-nya dieksploitasi secara optimum dan dipergunakan untuk merepresentasikan perempuan kulit putih Barat yang modern. Vissia, 2007: 28 Bukan rahasia lagi, berpenampilan menarik ala orang Barat adalah modal utama untuk menjadi bintang sinetron di Indonesia. Sebut saja Ayu Azhari. Walaupun hanya dengan kemampuan pas-pasan, artis keturunan Arab-Indonesia ini tenar dan bisa membintangi banyak sinetron. Wajah Indo, kulit putih, berperawakan tinggi adalah password atau syarat utama untuk menjadi seorang bintang sinetron. Vissia, 2007: 34-35

2.1.8 Kecantikan dan Gaya Perempuan