Kebangsaan LATAR BELAKANG PEMIKIRAN SOEKARNO

117 membayangkan pemikir-pemikir yang sedang marah selagi berpidato dan meneriakkan semboyan-semboyan seperti “persetan dengan penindasan” dan “hidup kemerdekaan”. Hatinya seakan menyala-nyala dan mulai mempraktikannya dengan berdiri diatas meja dengan emosional yang tinggi. 6 Melalui Tri Koro Darmo, yang kemudian namanya di ubah menjadi Jong Java, Soekarno memiliki pergaulan sosial yang berlandaskan kebangsaan. Di mana dalam perkumpulan tersebut ia dan kawan-kawannya membaktikan diri untuk mengembangkan kebudayaan asli seperti mengajarkan main gamelan dan melakukan pekerjaan-pekerjaan sosial. 7 Setelah menyelesaikan pendidikan HBS di Surabaya selama 5 tahun pada tahun 1921, Soekarno meninggalkan Surabaya dan menuju Bandung. Di sana ia tinggal di rumah Haji Sanusi, untuk kembali meneruskan pendidikannya di Sekolah Teknik Tinggi Technische Hoogeschool. Menurut Soekarno kota Bandung memiliki warna ideologi yang khas. Sebab di kota Bandung ini telah berkembang pemikiran bahwa tujuan pergerakan adalah kemerdekaan penuh untuk tanah air Indonesia. Gagasan-gagasan tersebut dikembangkan oleh Indische Partij yang pada akhirnya akan berpengaruh pada pemikiran-pemikiran Soekarno selanjutnya. Di Bandung pula ia berkenalan dengan tokoh-tokoh nasionalis sekuler, seperti Douwes Dekker, Dr. Tjipto Mangunkusumo, dan Ki Hadjar Dewantara. Soekarno begitu 6 Ibid., hlm. 52-53. 7 Ibid., hlm. 56. 118 terkesan dengan cara Douwes Dekker dalam mendekati situasi Hindia Belanda untuk kemudian memperkenalkan cara pandangnya meraih kemerdekaan secara penuh untuk tanah air Indonesia. Pandangan tersebut menjadi kesimpulan tersendiri bagi Soekarno dalam menunjukkan kesetiaannya kepada tanah air dan bersedia berjuang untuk memperoleh kemerdekaannya. Pengaruh pemikiran semacam itu sangat terasa pada diri Soekarno dan pada kemudian hari berkembang menjadi aliran utama dalam pemikiran nasionalisme Indonesia, hal tersebut akan terlihat jelas pada gagasan dan pemikiran politik Soekarno. 8 Terutama dari Dr. Tjipto Mangunkusumo, ia mengambil suatu pelajaran penting, di mana ia memiliki keberanian untuk mempertahankan keyakinan dan berjuang untuk tanah air kaum Pandawa. Pada diri Tjipto Mangunkusumo, Soekarno menemukan kembali kepercayaan kepada Ratu Adil. Ketiga orang tersebut memimpin Indische Partij yang radikal, sebagian besar anggotanya adalah orang-orang Indo-Eropa dan merupakan satu-satunya partai yang lebih banyak berpikir dalam rangka nasioanalisme Indonesia daripada dalam Islam, Marxisme, atau ukuran-ukuran suku bangsa yang sempit. Di dalam ide-ide mereka Soekarno menemukan pembenaran bagi suatu bentuk nasionalisme yang tidak mengandung komitmen tertentu terhadap Islam, teori perjuangan kelas, maupun kaitan formal dengan kelompok etnik tertentu. Pada diri Ki Hadjar Dewantara, Soekarno belajar 8 Peter Kasenda.,op.cit., hlm. 18-20. 119 tentang sistem sekolah Taman Siswa, yang dimulai dimulai pada tahun 1922, menolak Islam pembaharu dan memakai kebudayaan Jawa sebagai dasar filosofis bagi ciri nasional baru. Hal ini mendapat tanggapan postif di dalam pemikiran Soekarno. Menurutnya cara kaum abangan Jawa, dan terutama golongan atas di antara mereka itu, meyerap ide-ide Hindu, Buddha, Islam, dan Barat ke dalam suatu sintesis yang unik yang mereka anggap memuaskan, tampaknya menjadi model bagi seluruh bangsa Indonesia. 9 Pengaruh-pengaruh dan gagasan-gagasan yang telah diterima oleh Soekarno, menjadi suatu perjalanan panjang dalam kehidupan politiknya. Tahapan dan proses yang telah ia lewati menjadikannya peka terhadap tujuan kolonial. Soekarno menyerukan nasionalisme dan persatuan demi kepentingan nasionalisme itu sendiri yang mengandung arti bahwa doktrin-doktrin untuk tidak menyerah dengan perjuangan sosial masyarakat Indonesia, menolak kekuasaan penjajahan secara radikal. Soekarno terlibat mendirikan Algemeene Studi Club di kalangan mahasiswa pada tahun 1926, organisasi ini nyata-nyata bersifat politis dengan kemerdekaan untuk Indonesia sebagai tujuannya. Di dalam gerakan ini Soekarno melihat adanya bukti bahwa yang terpenting adalah dicapainya persatuan. Nasionalisme itu muncul sebagai satu gagasan yang mempersatukan yang berangsur-angsur menjadi penting. Pandangan demikian itu bukan hanya mengenai kemerdekaan tetapi juga mengenai 9 M.C. Ricklefs., Sejarah Indonesia Modern,Yogyakarta: Gadjah Mada University, 1991, hlm. 276- 277. 120 tatanan politik yang berlandaskan rasa kepribadian nasional, dimana nasionalisme telah menyajikan suatu rasa kesetiaan yang mungkin dapat menyampingkan ikatan-ikatan keluarga, rasa kesukuan atau ikatan tradisional lainnya. Dengan dibentuknya Algemeene Sudie Club di Bandung, semakin meyakinkan Soekarno mengutuk eksklusive dan chauvinisme nasionalisme Eropa serta mempertentangkannya dengan nasionalismenya sendiri yang berlandaskan cinta kasih seluruh umat manusia. 10 Soekarno melihat penduduk bumiputra sebagai suatu kelompok sebenarnya yang tidak terbagi-bagi dalam kedudukan sosial, tetapi terbagi dalam aliran serta ideologi. Keisyafan dan tragic itu pulalah yang sekarang menjadi nyawa pergerakan rakyat di Indonesia. 11 Soekarno mengenal aspek kolonial dengan kondisi-kondisi di Eropa yang tidak asing baginya. Ia meyakini, bahwa apa yang ia ketahui mempunyai warna ideologi yang kuat seperti Marxis sejati, di mana ia melihat dan merasakan mengenai rakyat yang diperas dan menderita, mengenai tirani kaum kapiltalis, mengenai pertentangan yang tak dapat diperdamaikan di antara kelas-kelas, serta kemenangan yang sebentar lagi akan di capai. 12 Soekarno menyadari bahwa bangsa tidak ditentukan oleh ras, bahasa atau agama atau pun perbatasan wilayah. Perjuangannya lepas dari teori Islam maupun Marxis tentang revolusi sosial, yang memberikan tekanan kepada 10 Legge John .D., Sukarno Sebuah Biografi Politik, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hlm. 98. 11 Peter Kasenda.,op.cit., hlm. 24. 12 Bernard Dahm., op.cit., hlm. 75. 121 keutamaan perjuangan politik untuk mencapai kemerdekaan dan mengabaikan masalah-masalah mengenai bentuk negara dan tipe masyarakat yang akan dibangun jika merdeka nanti. Hal tersebut mencerminkan suatu konsepsi nasionalis yang murni dibandingkan dengan konsepsi-konsepsi nasionalisme yang berlaku sebelumnya di Indonesia. Dalam penggarapannya mengenai nasionalisme telah membawanya untuk menggali sumber-sumber intelektual yang bermacama-macam. Soekarno mengenali semua aliran politik dalam pergerakan Indonesia dan ia menciptakan suatu konsep ideal dengan menciptakan persatuan tanpa harus saling berhadapan dengan perlawanan dari pihak manapun. Didalam Algeemeene Studie Club, yang menerbitkan majalahnya sendiri Indonesia Muda, Soekarno memaparkan pemikiran- pemikirannya yang semakin matang melalui sebuah karangan “Nasionalisme, Islam dan Marxisme”. Melalui pemikirannya Soekarno berusaha mensejajarkan Nasionalisme, Islam dan Marxisme dan tujuannya adalah menempatkan orang Islam dan Marxis di bawah Nasionalis. Ia menginginkan agar orang-orang Islam dan Marxis bersekutu dengan orang-orang nasionalis dan bersama-sama menjadi satu roh yang besar, roh persatuan. Soekarno menghimbau pada masing- masing aliran untuk membenamkan perbedaan-perbedaan antara mereka dan bersama-sama bekerja untuk meraih kemerdekaan. Nasionalis yang menolak bekerja dengan kaum Marxis, adalah keliru memahami perkembangan sejarah. Asal-usul Marxisme di Indonesia sama halnya dengan asal-usul 122 nasionalisme, suatu perlawanan yang sama terhadap penindasan. Kaum muslimin, pada gilirannya hendaknya mengatasi rasa takutnya terhadap Marxisme dan mengakuinya sebagai sekutu. Kapitalisme, musuh kaum Marxis, juga musuh Islam dan taktik Marxis, yang baru ialah bekerjasama dengan gerakan-gerakan nasionalisme Islam sejati. Dalam pemikiran Soekarno ketiga aliran itu memiliki status yang sama dan bukan saja hanya saling melengkapi, tetapi mengandung pengertian bahwa nasionalisme adalah arus sentral. Karena Islam adalah agama kaum yang tertindas, maka pemeluk Islam haruslah nasionalis. Karena modal di Indonesia adalah modal asing maka kaum Marxis yang berjuang melawan kapitalisme haruslah pejuang nasionalis. Tujuannya adalah persatuan antara Nasionalisme, Islam dan Marxisme, tetapi isi nasionalisme dalam Islam dan Marxislah yang memungkinkan persatuan itu. Nasionalisme adalah ideologi yang merangkum, yang dapat menyalurkan aliran-aliran yang berbeda itu ke dalam satu arus. Pada usia 20 tahun, Soekarno mengenalkan istilah Marhaenisme. Marhaen, adalah sebutan bagi rakyat kecil yang mandiri memperjuangkan hidupnya dengan tenaga, pikiran, alat-alat sendiri demi kebutuhan hidupnya agar terpenuhi, yang pada kenyataannya masih kekurangan. Walau hidup dalam kemelaratan ia tetap tidak mengeluh dan terus berusaha dengan baik. Marhaenisme adalah sosialisme Indonesia dalam praktek dan penemuan 123 kembali kepribadian nasional Indonesia. 13 Marhaen adalah lambang bagi kaum yang lemah, sengsara dan tertindas akibat kekejaman imperealisme selama berabad-abad, namun tetap berusaha hidup mandiri dan mengupayakan hidup bagi keluarganya. Dalam buku otobiografinya yang berjudul Bung Karno penyambung lidah rakyat Indonesia. Soekarno mengatakan bahwa ia sudah memiliki pegangan dalam bidang politik, dan dimana ia berkumpul selalu menjadi buah bibir. Atas keyakinan tersebut, dan berkat dukungan dari teman-temannya di Algemeene Studie Club pada tahun 1927, ia mendirikan Partai Nasional Indonesia PNI. Tujuan dari PNI adalah kemerdekaan sepenuhnya sekarang. Soekarno dan para kader-kadernya membawa PNI kearah yang radikal, ia merasa tak perlu seperti partai-partai sebelumnya yang berusaha menyembunyikan tujuannya supaya Belanda tak mengganggu mereka, baginya kemerdekaan harus dicapai sekarang, tidak perlu di sembunyikan tanpa tedeng aling-aling 14 . Di bawah PNI, Soekarno selalu mengadakan rapat- rapat dan berpidato, dalam pidatonya ia selalu menggugah serta membangkitkan jiwa dan semangat “heroisme dan patriotisme” di kalangan rakyat. Dalam kesempatannya berpidato ia selalu senantiasa menanamkan jiwa nasionalisme kepada seluruh rakyat Indonesia, oleh karena Soekarno berkeyakinan, bahwa hanya dasar kebangsaanlah perjuangannya akan dapat 13 Cindy adams., op.cit., hlm. 85. 14 Ibid., hlm. 106. 124 berhasil dan cita-citanya untuk kemerdekaan Indonesia dapat tercapai. 15 Sikap Soekarno yang berani dan radikal dalam tubuh PNI, dianggap oleh pemerintah kolonial sebagai pemberontakan, hal tersebut pun diakui oleh Soekarno bahwa ia adalah seorang pemberontak dan PNI sebagai tentara pemberontak. 16 Kehadiran Soekarno di tengah-tengah rakyat dengan pidato yang berapi-api sangat mendapat perhatian dari rakyat, dan menjadi ketakutan sendiri bagi pihak kolonial, oleh karena pengaruh Soekarno yang begitu besar, maka ia tidak pernah lolos dari intaian dan incaran pihak pemerintah kolonial. 17 Di bawah bendera PNI, Soekarno semakin membentangkan aksi-aksi politiknya. Di mana ia menjadi bagian dalam memprakarsai berdirinya Pemufakatan perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia PPPKI. PPPKI sendiri dibentuk pada bulan Desember tahun 1927, merupakan front persatuan organisasi-organisasi kaum nasionalis yang beranggotan PNI, Sarekat Islam, Budi Utomo, Pasundan, Sumatra Bond, Kaum Betawi dan kelompok studi dr. Sutomo. Unsur yang mengikat mereka adalah mencapai persatuan nasional dan keinginan untuk merdeka. 18 Aktivitas-aktivitas Soekarno dalam tubuh PNI dan PPPKI semakin lama semakin tumbuh dengan pesat. Pemerintah kolonial merasa aksi-aksi Soekarno memiliki tujuan untuk merobohkan kekuasaan kolonial dengan 15 Solichin Salam., Bung Karno Putera Fajar, Jakarta: Gunung Agung, 1986, hlm. 53. 16 Cindy Adams., op.cit., hlm. 107. 17 Solichin Salam., op.cit., hlm. 54. 18 Lambert Giebels., op.cit., hlm. 86-87 ; Legge John .D., op.cit., hlm. 113. 125 kekerasan dan mereka semakin mencurigai setiap aksi Soekarno. Maka pada tahun 1930 Soekarno dan beberapa temannya di tangkap atas tuduhan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial. Di hadapan pengadilan kolonial, ia melakukan pembelaannya. Di mana ia mengecam imperealisme dan kapitalisme kolonial yang menyebabkan penderitaan dan kemiskinan bangsa Indonesia. Pleidoinya tersebut kemudian di bukukan dibawah judul “Indonesia Menggugat”. Di kota Bandung Soekarno mulai memimpin pergerakan politiknya yang bersasakan “nasionaliosme”. Nasionalisme itu dalam hakikatnya mengecualikan segala pihak yang tak ikut mempunyai keinginan hidup menjadi satu dengan rakyat, walaupun nasionalisme itu sesungguhnya mengecilkan segala golongan yang tak merasa satu golongan, satu bangsa dengan rakyat. Nasionalis sejati yang cintanya pada tanah air itu bersendi pada pengetahuan atas susunan ekonomi-dunia dan riwayat. Bukan semata-mata timbul dari kesombongan belaka, nasionalis yang bukan chauvinis, haruslah menolak segala paham pengecualian yang sempit budi. Nasionalis yang sejati, nasionalisnya itu bukan semata-mata meniru nasionalisme Barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan. Nasionalis yang menerima rasa nasionalismenya sebagai suatu wahyu dan melaksanakan rasa itu sebagai bakti agar terhindar dari paham yang sempit. Menurut Soekarno nasionalis Indonesia, adalah nasionalis ke- Timuran, nasionalisme yang membuat kita menjadi perkakasnya Tuhan dan 126 membuat kita hidup didalam roh. Kita menyadari, bahwa kaum pergerakan nasional Indonesia, bukannya menjadi abdi atau hamba dari pada negeri tumpah darah kita, akan tetapi kita juga merasa menjadi abdi bagi Asia, bagi kaum yang sengsara dan abdi hamba dunia. Terutama bangsa kita Indonesia. Bukan nasionalisme yang ke Barat-baratan, begitu agresif dan selalu menyerang yang mengejar materi dan mementingkan diri sendiri. 19 Nasionalisme sangat penting bagi Soekarno, karena menurutnya dasar filsafat Indonesia merdeka adalah nasionalismekebangsaan, dan pada akhirnya ia tuangkan menjadi prinsip pertama dalam Pancasila pada sidang Umum Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI. 20 Paham kebangsaan mengandung arti positif, di mana kita akan mampu membangunkan kultur kepribadian kita dengan sebaik-baiknya secara sehat, kita bisa menjadi suatu bangsa yang hidup bersaudara dengan bangsa-bangsa yang lain, dengan tetap berpegang teguh pada kepribadian sendiri dengan kulturtradisi sendiri. Rasa kebangsaan adalah rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. 21 Kebangsaan yang menghendaki satu Nationale Staat, meliputi seluruh kepulauan Indonesia. Bukan daerah yang berdiri sendiri- sendiri, seluruh pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan Sunda dan Sulawesi melebur menjadi satu dan menjadi sebuah negara. Soekarno mengatakan, 19 Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi Jilid I, Jakarta : Panitia Penerbit di Bawah Bendera Revolusi jilid I,1965, hlm. 76. 20 Peter Kasenda., op.cit., hlm. 99. 21 Departemen Penerangan, Tjamkan Pantja Sila Pantjasila Dasar Falsafah Negara, Jakarta: Pradnja Paramita,1964, hlm. 114. 127 bahwa Indonesia satu kelompok kepulauan di khatulistiwa, dibatasi oleh lautan sekeliling dan dipagar oleh dua benua, daratan Asia dan Australia, dan didiami oleh oleh satu bangsa dari satu keturunan. Soekarno menggunakan dalil-dalil teori Geo- politik ciptaan Karl Haushofer tentang Blut-und-Boden. Teori tersebut sangat menarik bagi kaum nasionalis Asia dan Indonesia khususnya untuk membela cita-cita kemerdekaan, persatuan bangsa dan tanah air. Bangsa Indonesia bukanlah sekedar satu golongan orang yang hidup di daerah yang kecil, tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia yang tinggal di pulau-pulau Indonesia dari ujung Utara Sumatra sampai Irian, karena antara manusia Indonesia sudah terjadi “character gemeischaft” dan telah menjadi satu. Indonesia harus menuju dan mendirikan Nationale Staat, diatas kesatuan bumi Indonesia. 22

B. Internasionalisme atau Perikemanusiaan

Kota Surabaya menjadi awal Soekarno mengenal apa yang dikatakannya dengan dapur Nasionalisme. Saat di kota itu juga Soekarno ia berkenalan luas dengan rangkaian alam pikiran politik. Ketika terjadi perpecahan dalam tubuh SI, akibat tidak adanya disiplin partai yang ketat, sehingga menimbulkan praktek umum bahwa seseorang dapat menjadi anggota beberapa organisasi pada waktu yang bersamaan. Seperti Semaun, di mana pada waktu bersamaan menjabat sebagai secretariat Sarekat Islam dan wakil ketua ISDV yang pada 22 Saafroedin Bahar., et.al., Risalah Sidang Badan Peyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 28 Mei 1945-22 Agustus 1945, Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995, hlm. 74. 128 perjalanannya akan berubah halauan menjadi partai Komunis Indonesia. Soekarno terpaksa menentukan posisi dalam pertentangan antara pihak-pihak yang mau ko-operatif, dan golongan Sarekat Islam yang Non-kooperatif. Bahwa sebenarnya Sarekat Islam dan ISDV mengejar tujuan yang sama, yaitu mengusahakan kesejahteraan rakyat, namun mereka berbeda dalam cara mencapai tujuan itu. 23 Permasalahan yang melanda SI tersebut, menjadi semakin tajam. Semaun, yang sanagat dipengaruhi oleh sayap kiri ISDV, dan kemudian hari memimipin partai Komunis Indonesia PKI, dan Tjokroaminoto berusaha sekuat tenaga untuk menghindari perpecahan dalam pergerakannya menjadi wakil-wakil dua aliran. Dengan demikian, maka sudah sejak semula Soekarno menjadi saksi dari perebutan kekuasaan di dalam pergerakan ini dan perpecahan yang menyertainya. Soekarno berkenalan dengan tokoh-tokoh seperti Sneevliet, A. Baars, Semaun, Muso, Tan Malaka. Pada tahun 1917, ia sendiri pada akhirnya terpengaruh oleh slogan-slogan komunis, ketika tokoh sosialis A. Baars yang juga telah menarik Semaun ke sayap kiri, mendesaknya untuk meninggalakan nasionalisme dan mengikat diri kepada humanisme internasional yang sosialis. Pelajaran yang di ambil oleh Soekarno dari tokoh A. Baars adalah mengenai kebangsaan. “Jangan berfaham kebangsaan, tetapi berfahamlah rasa kemanusiaan sedunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun”. 23 Lambert Giebels., op.cit., hlm. 41-42. 129 Namun, setelah ia membaca tulisan dari Dr. Sun Yat Sen yang berjudul “San Min Chu I” atau “The Three People’s Principles”, ia mendapat pelajaran yang dapat membongkar kosmopolitisme yang diajarakan oleh A. Baars tersebut. Sejak saat itu, dalam jiwa Soekarno tertanamlah rasa kebangsaan. Di lain sisi peranan penting Abdul Muis pada diri Soekarno telah memberikan pengaruh bagi penyembuhan Soekarno dan internasionalisme. Dalam kongres nasional SI Abdul Muis, secara tegas mengatakan, bahwa keadaaan yang menyedihkan membuat kita dituntut dengan segenap kekuatan untuk memuntut kaum sosialis agar tidak menghambur-hamburkan kekuatan untuk memperbaiki seluruh dunia dan mulai menjadi orang-oarang internasionalis. Menurutnya seorang pemimpin rakyat harus menghidupkan kembali perasaan kebangsaan dalam hati orang-orang sebangsanya. Hanya jika kita mempunyai perasaan kebangsaan itu, maka kita dapat mengharapakan bahwa hasrat kita akan kemerdekaan akan segera tercapai. 24 Soekarno menjelaskan, bahwa prinsip kebangsaan ini ada bahayanya, karena dapat meruncingkan nasionalisme menjadi chuvinisme, sehingga berfaham “Indonesia uber Alles”. Namun bukan itu yang diinginkan olehnya, ia meperingatkna, bahwa “Tanah air kita Indonesia hanya satu bagian kecil saja daripada dunia”, ia pun mengutip pernyataan Gandhi yang menyatakan: “saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah peri kemanusiaan”. Pada akhirnya Soekarno menggali prinsip Pancasila yang kedua, yakni 24 Bernard Dahm., op.cit., hlm. 40-41. 130 “Internasionalisme”. Mengacu pada prinsip kebangsaan, bahwa yang dimaksud, bukanlah kebangsaan yang menyendiri dan menganggap bangsanya yang tertinggi, termulia dan terbagus, sehingga hal tersebut dapat memicu suatu dampak yang bruk, dengan meremehkan bangsa lain. Internasionalisme yang dimaksud adalah, bahwa kita harus menuju pada persatuan dunia dan persaudaraan dunia. Menurut Soekarno, bahwa pada hakikatnya “Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar didalam buminya nasionalisme”, jadi keduanya saling berkaitan erat. 25 Rasa internasionalisme perikemanusiaan, adalah hasil daripada pertumbuhan rohani, pertumbuhan dari kebudayaan, hasil pertumbuhan dari alam dari tingkat rendah ketingkat yang lebih tinggi. Kita tidak menghendaki supaya nasionalisme kita menjadi nasionalisme yang chauvinisme, tapi nasionalisme yang hidup dalam perikemanusiaan, nasionalisme yang mencari usaha agar segala umat manusia pada akhirnya nanti dapat hidup dalam satu keluarga besar yang sama bahagianya. 26

C. Mufakat atau Demokrasi

Prinsip sila selanjutnya yang diungkapkan oleh Soekarno adalah mufakat atau demokrasi. Menurut Soekarno, demokrasi adalah suatu ideologi politik. bahwa manusia memiliki kesadaran, sebab demokrasi adalah suatu alam pikiran, alam pikiran politik yang di produksi dalam suatu periode. 25 Departemen Penerangan RI, Lahirnya Pantja-Sila, Surakarta: Forum Komunikasi Persatuan Nasional Surakarta F.K.P.N.S, 2001, hlm. 23-25 ; Cindy Adams,. op.cit., hlm. 301. 26 Departemen Penerangan., op.cit., hlm. 142-143. 131 Dengan demokrasi, diharapkan masyarakat Indonesia mampu meletakkan segala sesuatu di atas kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Maka demokrasi yang harus dijalankan adalah demokrasi Indonesia sendiri, dengan demikian kita dapat menyelenggarakan apa yang menjadi amanat penderitaan daripada rakyat Indonesia. Demokrasi bukan hanya sekedar teknis, tetapi satu alam jiwa pemikiran dan perasaan kita. 27 Musyawarah atau demokrasi digali dari peradaban atau kebudayaan bangsa Indonesia sendiri, gotong royong dan semangat kekeluargaan, musyawarah untuk mufakat. 28 proses pengambilan keputusan mengenai segala sesuatu merupakan tradisi dari nenek moyang “musyawarah untuk mufakat”. Musyawarah mengenai segala sesuatu adalah suatu praktek yang berlaku di mana-mana. Di mana orang memiliki kebebasan berbicara dan didengarkan. Setelah menjalani proses yang lama, suatu keputusan biasanya bisa diambil. Dalam keputusan tersebut tidak seorang pun yang pendapatnya sepenuhnya diterima, tetapi juga tak seorangpun pendapatnya sepenuhnya ditolak, Karena semuanya merasa tertampung. 29 Demokrasi dalam diri Soekarno, sudah mulai terbentuk ketika ia telibat percakapan dengan tokoh-tokoh SI saat ia tinggal di rumah Tjokroaminoto. Dari percakapan-percakapan mengenai kapitalisme Belanda, 27 Soekarno., Pancasila Sebagai Dasar Negara, Jakarta : Inti Idayu Press-Yayasan Pendidikan Soekarno, 1984, hlm. 95-106. 28 Panitia Lima., Uraian Pancasila di Lengkapi dengan Dokumen Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945, Jakarta : Penerbit Mutiara, 1980, hlm. 45. 29 Eka Darmaputera., Pancasila Identitas dan Modernitas Tinjauan Etis dan Budaya, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987, hlm. 25.