Mufakat atau Demokrasi LATAR BELAKANG PEMIKIRAN SOEKARNO

134

D. Kesejahteraan Sosial

Pengetahuan yang di dapat Soekarno saat tinggal di rumah Tjokroaminoto, membuatnya sadar bahwa tak ada alasan bagi seorang pemuda Indonesia bersenang- senang. Disaat keadaan bangsa dan rakyatnya sedang berada dalam penderitaan dan kemiskinan. Ia mempelajari tulisan ahli pikir India, Swami Vivekananda “Jangan bikin kepalamu menjadi perpustakaan, tetapi pakailah pengetahuanmu untuk diamalkan”. Maka Soekarno mulai menerapkan apa yang telah ia baca dan pelajari. Dia mulai membandingkan antara peradaban yang megah dengan tanah airnya sendiri yang sudah bobrok. Ia memandang dalam keputusasaan dari setiap laki-laki dan perempuan yang dilihatnya, rakyat yang begitu miskin dan menderita dan semuanya akibat kekejaman pemerintah kolonial Belanda. Hal tersebut dirasa sangat tak adil, masyarakat Indonesia harusnya mampu menjadi tuan di negeri nya sendiri, hidup sejahtera dengan hasil bumi yang melimpah ruah. Tetapi pada kenyataannya malah menderita, kelaparan dan miskin akibat kesewenang-wenangan kolonial Belanda. 34 Sewaktu masih bersekolah di HBS, Soekarno membaca dan menyerap ilmu pengetahuan yang ia peroleh. Pada saat di Bandung, kemudian ia dapat memilah-milah pengetahuan dari bacaan-bacaan yang pernah ia peroleh tersebut. Soekarno mendapat bantuan dari seorang Marcel Koch, seorang marxis yang lambat laun beralih menganut aliran sosialisme yang demokratis. 34 Cindy Adams., op.cit., hlm. 55. 135 Menurut Koch, Soekarno menyukai karangan-karangan tentang sosialisme dan politik, dan secara khusus ia tertarik pada buku-buku Karl Kausky. Pandangan Marxis Soekarno didasarkan pada ideologi Marxis Kautsky, hal ini beralasan, karena Karl Kautsky diakui oleh dunia internasional sebagai seorang penafsir ideologi Marxis. Karl Kautsky mulanya adalah seorang Marxis yang revolusioner, tetapi dikemudian hari ia merubah alirannya menjadi seorang sosialis evolusioner. Menurutnya yang penting bukan lagi perebutan kekuasaan dengan kekerasan, melainkan kemenangan kaum proletariat. Soekarno mengubah ideologi Marxisme evolusioner dari Kautsky menjadi suatu konsepnya sendiri untuk nasionalisme Indonesia. Soekarno juga, mempelajari karangan-karangan Bakaoenin, yang mengatakan bahwa ia tidak menyetujui anggapan kaum Marxis, bahwa hanya kaum proletariat industri perkotaan yang bisa dijadikan pasukan penggempur dalam suatu perjuangan revolusioner. Ia berkata, tidak bisa disangkal bahwa kaum petani kecil merupakan sekutu yang mutlak dibutuhkan dalam suatu perjuangan. 35 Dari ide-ide Kautsky dan Bakaoenin oleh Soekarno digabung menjadi ideologi yang disebut “Marhaenisme”. Teori ini kembangkan ketika ia masih menjadi mahasiswa di Bandung, saat bersepeda sambil berpikir ia telah sampai dibagian selatan kota Bandung, suatu daerah pertanian yang padat dimana orang dapat menyaksikan para petani mengerjakan sawahnya yang 35 Lambert Giebels., op.cit., hlm. 58-59. 136 kecil. Kemudian ia bercakap-cakap dengan seorang petani dan mulai bertanya pada petani, siapa yang memiliki sawah ini, apakah miliknya pribadia atau bersama-sama dengan orang lain, dan petani itu menjawab bahwa semua tanah itu adalah miliknya, merupakan warisan orangtuanya secara turun- temurun. Lalu Soekarno bertanya lagi mengenai sekop kecil, cangkul dan bajak yang ia gunakan untuk mengolah tanah. Petani itu menjawab, bahwa semua alat yang ia gunakan itu adalah kepunyaannya sendiri. Semakin lama Soekarno semakin menggali secara mental, dan pikirannya mulai bekerja untuk mengembangkan teorinya. Secara terus menerus Soekarno bertanya pada petani itu, untuk siapa hasil yang kau dapatkan itu, lalu apakah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, hasil dari pertanian itu apakah ada yang bisa dijual hasilnya. Petani itu menjawab, jika semua hasil pertanian itu untuknya, bahwa hasilnya untuk memenuhi kebutuhan seorang istri dan empat orang anaknya, sedangkan hasilnya sekedar cukup untuk makanan sehari-hari, tidak ada lebihnya untuk dijual. Soekarno pun bertanya lagi, apakah petani itu memperkejakan orang dan sebuah gubuk kecil, milik siapa itu. Petani sekali lagi menjawab, bahwa ia tidak pernah memperkejakan orang lain, karena petani tidak mampu membayarnya, dan gubuk itu adalah miliknya. Kemudian Soekarno menanyakan nama petani tersebut, ia meyebut namanya adalah “Marhaen”. Otaknya sangat berpikir keras, pada akhirnya ia mendapat ilham untuk menggunakan namanya dalam menggambarkan penderitaan rakyat Indonesia. Bagi Soekarno kaum Marhaen 137 merupakan satu-satunya kekuatan yang ampuh, Soekarno berusaha untuk memasukkan ke dalam masa sebanyak mungkin golongan tersebut, sebab yang diutmakan adalah persatuan rakyat, yakni kaum Marhaen. Menurut Soekarno, untuk mencapai suatu masyarakat tanpa kelas-kelas tertindas di Indonesia, tidaklah cukup bagi kaum Marhaen, yang akan memperjuangkannya untuk menjadi “kaum revolusioner borjuis”, dengan kemerdekaan sebagai tujuan akhir mereka. Mereka menjadi “orang-orang revolusioner sosial”, dan tidak boleh berhenti sebelum terwujudnya kebahagiaan bagi semua orang, bagi seluruh komunitas Indonesia. Kepada perjuangan itu, Soekarno memberikan nama yang baru saja ia ciptakan “Sosionasionalisme atau nasionalisme Marhaen”. 36 Tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka, demikian ungkapnya. Bahwa ia menginginkan rakyatnya sejahtera, semua orang cukup makan, cukup pakaian dan hidup dalam kesejahteraan, tidak ada kaum kapitalis yang merajalela. Pada hakikatnya bahwa setiap generasi telah mengharapkan kedatangan Ratu Adil, yaitu akan datangnya keadilan sosial. Di mana didalamnya terdapat persamaan poltik tetapi juga persamaan ekonomi. Artinya bahwa, kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya. 36 Soekarno, Di bawah Bendera Revolusi Jakarta : Panitia Penerbit di Bawah Bendera Revolusi jilid I,1965, hlm. 174. 138 Demokrasi sosial, demokrasi ekonomi merupakan dunia baru yang di dalamnya terdapat kesejahteraan bersama. 37

E. Ketuhanan

Berada di penjara Sukamiskin, saat menjadi pemimpin PNI sedikit membuatnya tertekan. Hal ini dikarenakan ia di jaga cukup ketat dan akses dunia luar cukup sulit untuk ditembus. Kehidupan yang terasing, dan lama- kelamaan ia merasa kesepian. Ia berusaha memaksakan diri untuk menyadari bahwa cita-cita yang besar datangnya dari tempat yang sepi. Karena dilarang membaca buku-buku yang berbau politik, maka Soekarno mulai mendalami Islam. Sesungguhnya Soekarno mulai mengimani, bahwa pada dasarnya kami adalah bangsa yang beragama, rakyat tahu akan kewajiban terhadap Tuhan. Bangsa yang semenjak lahir mengabdi kepada Tuhan, hal tersebut dapat disaksikan di Bali, di mana seni dan tradisi dipersembahkan kepada Yang Maha Kuasa. Di Jawa Barat setiap hari akan terdengar masyarakat yang melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Di Jawa Tengah menjulang tinggi candi Prambanan sebagai lambing dari puncak peradaban Hindu dan Candi Borobudur , candi umat Buddha yang terbesar diseluruh dunia. Orang-orang dapat menemui Masjid dan Gereja disetiap kampung. Tuhan tidak mempermasalahkan kepercayaan mana yang kami tempuh. 38 37 Cindy Adams., op.cit., hlm. 302. 38 Ibid., hlm 150