Menurut WHO 2004, patofisiologi Demam Berdarah Dengue ada dua perubahan yang terjadi yaitu :
a. Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah mengakibatkan kebocoran plasma, hipovolemia dan syok. Demam Berdarah Dengue memiliki ciri yang
unik karena kebocoran plasma khusus ke arah rongga pleura dan peritoneum selain itu periode kebocoran cukup singkat 24-48 jam.
b. Hemostasis abnormal terjadi akibat vaskulopati, trombositopenia sehingga terjadi berbagai jenis manifestasi perdarahan.
2.1.4 Gambaran Klinis
Menurut Sudjana 2010, gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan.
a. Pada fase febris, biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit
kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan
tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.
b. Fase kritis, terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu
tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24 – 48 jam. Kebocoran plasma
sering didahului oleh lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
Universitas Sumatera Utara
c. Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan
dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali ,
hemodinamik stabil dan dieresis membaik.
2.1.5 Klasifikasi Demam Berdarah Dengue
Menurut WHO 2004, derajat penyakit DBD dapat dikelompokkan dalam empat derajat:
a. Derajat I : Demam yang disertai dengan gejala klinis tidak khas, satu-satunya gejala perdarahan adalah hasil uji tourniquet posititf.
b. Derajat II : Gejala yang timbul pada DBD derajat I ditambah terjadinya perdarahan spontan juga terjadi biasanya dalam bentuk perdarahan kulit atau
perdarahan lain. c. Derajat III : Kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi cepat dan
lemah, menyempitnya tekanan nadi 20 mmHg atau kurang atau hipotensi, ditandai kulit dingin dan lembab serta pasien gelisah.
d. Derajat IV : Syok yang sangat berat dengan tekanan darah dan denyut nadi yang tidak terdeteksi.
2.1.6 Siklus Penularan Demam Berdarah Dengue
Nyamuk Aedes betina biasanya akan terinfeksi virus dengue saat menghisap darah dari penderita yang berada dalam fase demam viremik akut penyakit. Setelah
masa inkubasi ekstrinsik selama 8 sampai 10 hari, kelenjar air liur nyamuk menjadi terinfeksi dan virus disebarkan ketika nyamuk yang infektif menggigit dan
Universitas Sumatera Utara
menginjeksikan air liur ke luka gigitan pada orang lain.setelah masa inkubasi pada tubuh manusia selama 3-14 hari rata-rata 4-6 hari sering kali terjadi rangkaian
mendadak penyakit ini, yang ditandai dengan demam, sakit kepala, mialgia, hilang nafsu makan, dan berbagai tanda serta gejala nonspesifik lain termasuk mual, muntah
dan ruam kulit. Viraemia biasanya ada pada saat atau tepat sebelum gejala awal penyakit dan
akan berlangsung selama rata-rata lima hari setelah timbulnya penyakit. Ini merupakan masa yang sangat kritis karena pasien berada pada tahap yang paling
infektif untuk nyamuk vektor dan akan berkontribusi dalam mempertahankan siklus penularan jika pasien tidak dilindungi dari gigitan nyamuk WHO, 2004.
Penularan DBD antara lain dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya, tempat yang potensial untuk penularan penyakit DBD antara lain
Sitio, 2008: a. Wilayah yang banyak kasus DBD atau rawan endemis DBD.
b. Tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang, orang dating dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran
beberapa tipe virus dengue cukup besar seperti sekolah, pasar, hotel, puskesmas, rumah sakit dan sebagainya.
c. Pemukiman baru di pinggir kota, karena dilokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah, maka memungkinkan diantaranya terdapat
penderita atau karier yang membawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Virus Dengue
Virus dengue merupakan genus Flavivirus dari keluarga Flaviviridae. Virus yang berukuran kecil 50 nm ini mengandung RNA berantai tunggal. Virionnya
mengandung nukleokapsid berbentuk kubus yang terbungkus selubung lipoprotein. Genome virus dengue berukuran panjang sekitar 11.000 pasangan basa dan terdiri
dari tiga gen protein structural yang mengodekan nukleokapsid atau protein inti core, C, satu protein terikat membran membrane, M, satu protein penyelubung
envelope, E, dan tujuh gen protein nonstruktural nonstructural, NS. Selubung glikoprotein berhubungan dengan hemaglutinasi virus dan aktivasi netralisasi.
Virus dengue membentuk kompleks yang khas dalam genus Flavivirus berdasarkan karakteristik antigenic dan biologisnya. Ada empat serotype virus yang
kemudian dinyatakan sebagai DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi yang terjadi dengan serotype manapun akan memicu imunitas seumur hidup terhadap
serotype tersebut. Walaupun secara antigenik serupa, keempat serotype tersebut cukup berbeda di dalam menghasilkan perlindungan silang selama beberapa bulan
setelah terinfeksi salah satunya. Virus dengue dari keempat serotype tersebut juga dihubungkan dengan
kejadian epidemi demam dengue saat bukti yang ditemukan tentang DHF sanagat sedikit atau bahkan tidak ada. Keempat virus serotype tersebut juga menyebabkna
epidemi DHF yang berkaitan dengan penyakit yang sangat berbahaya dan mematikan WHO, 2004.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Vektor Penular Demam Berdarah Dengue
Virus dengue ditularkan dari satu orang ke orang lain oleh nyamuk Aedes aegypti dari subgenus Stegomyia. Aedes aegypti merupakan vector epidemik yang
paling penting, sementara spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae. polynesiensis, anggota kelompok Ae. Scutellaris dan Ae. niveus juga diputuskan sebagai vektor
sekunder. Semua spesies tersebut kecuali Aedes aegypti memiliki wilayah penyebarannya sendiri, walaupun mereka merupakan vektor yang sangat baik untuk
virus dengue, epidemik yang ditimbulkannya tidak separah yang diakibatkan oleh Aedes aegypti WHO, 2004.
Vektor Demam Berdarah Dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder. Spesies tersebut
merupakan nyamuk pemukiman, stadium pradewasanya mempunyai habitat perkembangbiakan di tempat penampungan airwadah yang berada di permukiman
dengan air yang relatif jernih. Nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak di tempat-tempat penampungan air buatan antara lain : bak mandi,
ember, vas bunga, tempat minum burung, kaleng bekas, ban bekas dan sejenisnya di dalam rumah meskipun juga ditemukan di luar rumah di wilayah perkotaan;
sedangkan Ae. albopictus lebih banyak ditemukan di penampungan air alami di luar rumah, seperti axilla daun, lubang pohon, potongan bambu dan sejenisnya terutama di
wilayah pinggiran kota dan pedesaan, namun juga ditemukan di tempat penampungan buatan di dalam dan di luar rumah. Spesies nyamuk tersebut mempunyai sifat
anthropofilik, artinya lebih memilih menghisap darah manusia, di samping itu juga
Universitas Sumatera Utara
bersifat multiple feeding artinya untuk memenuhi kebutuhan darah sampai kenyang dalam satu periode siklus gonotropik biasanya menghisap darah beberapa kali
Depkes RI, 2010. Menurut Anies 2006, orang awam mudah mengenali nyamuk tersebut
dengan ciri-ciri umum sebagai berikut: a. badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
b. hidup di dalam dan di sekitar rumah c. menggigitmengisap darah pada siang hari
d. senang hinggap pada pakaian yang bergelantungan dalam kamar e. bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah:
bak mandi, tempayan, vas bunga, tempat minum burung, perangkap semut
2.3.1 Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti
Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis Asia Tenggara dan terutama di sebagian besar di wilayah perkotaan. Penyebaran Aedes aegypti di
pedesaan akhir-akhir ini relatif sering terjadi yang dikaitkan dengan pembangunan sistem persediaan air pedesaan dan perbaikan sistem transportasi. Di wilayah yang
agak kering seperti India, Aedes aegypti merupakan vektor perkotaan dan populasinya secara khas berfluktuasi bersama air hujan dan kebiasaan penyimpanan air. Pada
negara lain di Asia Tenggara yang curah hujannya melebihi 200 cm per tahun, populasi Aedes aegypti ternyata lebih stabil dan ditemukan di daerah perkotaan,
pinggiran kota dan daerah pedesaan. Karena kebiasaan penyimpanan air secara
Universitas Sumatera Utara
tradisional di Indonesia, Myanmar dan Thailand, kepadatan nyamuk mungkin lebih tinggi di daerah pinggiran kota daripada di daerah perkotaan WHO, 2004.
Aedes aegypti tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum di Indonesia. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian
daerah ±1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m tidak dapat berkembang biak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah,
sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut Depkes RI, 2008. Ketinggian merupakam faktor yang penting untuk membatasi penyebaran
nyamuk Aedes aegypti. Di India, Aedes aegypti dapat ditemukan pada ketinggian yang berkisar dari nol meter sampai 1000 meter di atas permukaan laut. Ketinggian
yang rendah kurang dari 500 meter memiliki tingkat kepadatan populasi nyamuk sedang sampai berat. Sementara daerah pegunungan dia atas 500 meter memiliki
populasi nyamuk yang rendah. Di negara-negara Asia Tenggara, ketinggian 1000 sampai 1500 meter di atas permukaan laut tampaknya merupakan batas bagi
penyebaran Aedes segypti. Di bagian lain dunia, nyamuk spesies ini dapat ditemukan di wilayah yang jauh lebih tinggi, misalnya di Kolombia sampai mencapai 2200
meter WHO, 2004.
2.3.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Menurut Achmadi 2011, pada dasarnya siklus hidup nyamuk berawal dari peletakan telur oleh nyamuk betina. Dari telur muncul fase kehidupan air yang masih
belum matang disebut larva yang berkembang melalui empat tahap kemudian bertambah ukuran hingga mencapai kepompong nyamuk dewasa membentuk diri
Universitas Sumatera Utara
sebagai betina atau jantan dan tahap nyamuk dewasa muncul dari pecahan di belakang kulit kepompong. Nyamuk dewasa makan, kawin dan nyamuk betina
memproduksi telur untuk melengkapi siklus dan memulai generasi baru. Beberapa spesies nyamuk hanya satu generasi per tahun yang lainnya bisa mempunyai beberapa
generasi selama musim dengan kondisi iklim yang menguntungkan. Mereka sangat bergantung pada iklim dari kondisi lingkungan lokal terutama suhu dan curah hujan.
Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik - kepompong - nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam
air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium
kepompong berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan. Depkes
RI, 2008.
2.3.3 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti
a. Telur Telur Aedes berwarna hitam, oval dan diletakkan di dinding wadah air,
biasanya di bagian atas permukaan air. Apabila wadah air ini mengering, telur bisa tahan lama selama beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan. Ketika
wadah air berisi air kembali dan menutupi seluruh bagian telur, telur itu akan menetas menjadi jentik. wadah air seperti bak mandi jangan hanya
dikeringkan airnya saja tetapi di dindingnya pun harus digosok sampai bersih Anies, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Telur diletakkan satu per satu pada permukaan yang basah tepat di atas permukaan air. Sebagian besar nyamuk Aedes aegypti betina meletakkan
telurnya di beberapa sarang selama satu kali siklus gonotropik. Perkembangan embrio biasanya selesai dalam 48 jam di lingkungan yang hangat dan lembab.
Begitu proses embrionasi selesai, telur akan menjalani masa pengeringan yang lama lebih dari satu tahun. Telur akan menetas pada saat penampung air
penuh, tidak semua telur akan menetas pada waktu yang sama. Kapasitas telur untuk menjalani masa pengeringan akan membantu mempertahankan
kelangsungan spesies ini selama kondisi iklim buruk WHO, 2004. b. Jentik Larva
Menurut Depkes RI 2008, ada 4 tingkat instar jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:
1 Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm 2 Instar II : 2,5-3,8 mm
3 Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II 4 Instar IV : berukuran paling besar 5 mm
Larva nyamuk Ae. aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini tubuhnya
langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif, dan waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaan
air.
Universitas Sumatera Utara
Lamanya perkembangan larva akan bergantung pada suhu, ketersediaan makanan, kepadatan larva pada sarang. Pada kondisi optimum
waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai kemunculan nyamuk dewasa akan berlangsung sedikitnya selama tujuh hari termasuk dua hari
untuk masa menjadi kepompong. Akan tetapi pada suhu rendah mungkin akan membutuhkan beberapa minggu untuk kemunculan nyamuk dewasa.
c. Kepompong Kepompong berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun
lebih ramping dibanding jentiknya. Kepompong berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata kepompong nyamuk lain Depkes RI, 2008.
Kepompong merupakan tahapan yang tidak memerlukan makan namun tidak seperti sebagian besar insekta, kepompong nyamuk berenang
sangat aktif dapat berenang dengan mudah saat terganggu. Tahap kepompong pada nyamuk Aedes aegypti umumnya berlangsung selama 2-3 hari. Saat
nyamuk akan melengkapi perkembangannya dalam cangkang kepompong, kepompong akan naik ke permukaan dan berbaring sejajar dengan permukaan
air untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa Achmadi, 2011. d. Nyamuk Dewasa
Nyamuk akan mencari pasangan untuk kawin setelah muncul dari kepompong. Setelah kawin, nyamuk siap mencari darah untuk perkembangan
telur demi keturunannya. Nyamuk jantan setelah kawin akan istirahat, dia
Universitas Sumatera Utara
tidak mengisap darah, tetapi cairan tumbuhan, sedangkan nyamuk betina menggigit dan mengisap darah manusia Anies, 2006.
Menurut Achmadi 2011, nyamuk dewasa yang baru muncul akan beristirahat untuk periode singkat di atas permukaan air agar sayap-sayap dan
badan mereka kering dan menguat sebelum akhirnya dapat terbang. Nyamuk jantan dan betina muncul dengan perbandingan jumlahnya 1:1. Nyamuk
jantan muncul satu hari sebelum nyamuk betina, menetap dekat tempat perkembangbiakan, makan dari sari buah tumbuhan dan kawin dengan
nyamuk betina yang muncul kemudian. Setelah kemunculan pertama nyamuk betina makan sari buah tumbuhan untuk mengisi tenaga, kemudian kawin dan
menghisap darah manusia. Umur nyamuk betinanya dapat mencapai 2-3 bulan. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dapat dilihat pada gambar 2.1 di
bawah ini:
Gambar 2.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Sumber: Depkes RI
Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti
1. Perilaku Makan Aedes aegypti sangat antropofilik walaupun ia juga bisa makan dari
hewan berdarah panas lainnya. Nyamuk betina memiliki dua periode aktivitas menggigit, pertama di pagi hari beberapa jam setelah matahari terbit dan sore
hari hari selama beberapa jam sebelum gelap. Puncak aktivitas menggigit yang sebenarnya dapat beragam bergantung lokasi dan musim. jika masa
makannya terganggu, Aedes aegytpi dapat menggigit lebih dari satu orang. Perilaku ini semakin memperbesar efisiensi penyebaran epidemik. Dengan
demikian bukan hal yang luar biasa jika beberapa anggota keluarga yang sama mengalami rangkaian penyakit yang terjadi dalam 24 jam, memperlihatkan
bahwa mereka terinfeksi nyamuk infektif yang sama. Aedes aegypti biasanya tidak menggigit di malam hari tetapi akan menggigit saat malam di kamar
yang terang WHO, 2004. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari
bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada binatang bersifat
antropofilik. Darah proteinnya diperlukan untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan, dapat menetas. Waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari.
Jangka waktu tersebut disebut satu siklus gonotropik gonotropic cycle.
Universitas Sumatera Utara
Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak
aktifitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali
multiple bites dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular
penyakit Depkes, 2008. 2. Perilaku Istirahat
Aedes aegypti suka beristirahat di tempat yang gelap, lembab dan tersembunyi didalam rumah atau bangunan termasuk di kamar tidur , kamar
mandi, maupun di dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan di luar rumah, di tumbuhan atau di tempat terlindung lainnya. Permukaan yang nyamuk suka di
dalam ruangan adalah di bawah furniture, benda yang tergantung seperti baju, gorden serta di dinding WHO, 2004.
Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap beristirahat di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat
perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya Depkes
RI, 2008. 3. Tempat Perkembangbiakan
Menurut Depkes RI 2008, tempat perkembangbiakan utama aedes aegypti ialah tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang
Universitas Sumatera Utara
tertampung disuatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah.
Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis tempat perkembang-biakan
nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Tempat penampungan air TPA untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum,
tangki reservoir, tempayan, bak mandiwc, dan ember. b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat
minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain.
c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lobang pohon, lobang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu.
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya,
sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur
nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering tanpa air dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2ºC
sampai 42ºC, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat.
Universitas Sumatera Utara
4. Jarak Terbang Penyebaran nyamuk Aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh
beberapa faktor termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah, tetapi tampaknya terbatas sampai jarak 100 meter dari lokasi kemunculan WHO,
2004. Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa
dan selanjutnya ke tempat untuk beristirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk. Pada waktu terbang nyamuk memerlukan oksigen lebih
banyak, dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air di dalam tubuh dari penguapan
maka jarak terbang nyamuk menjadi terbatas. Aktifitas dan jarak terbang nyamuk dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:
faktor eksternal dan faktor internal. Eksternal meliputi kondisi luar tubuh nyamuk seperti kecepatan angin, temperatur, kelembaban dan cahaya. Adapun
faktor internal meliputi suhu tubuh nyamuk, keadaan energi dan perkembangan otot nyamuk. Meskipun Aedes aeegypti kuat terbang tetapi
tidak pergi jauh-jauh, karena tiga macam kebutuhannya yaitu tempat perindukan, tempat mendapatkan darah, dan tempat istirahat ada dalam satu
rumah. Keadaan tersebut yang menyebabkan Aedes aegypti bersifat lebih menyukai aktif di dalam rumah. Apabila ditemukan nyamuk dewasa pada
jarak terbang mencapai 2 km dari tempat perindukannya, hal tersebut disebabkan oleh pengaruh angin atau terbawa alat transportasi Sitio, 2008.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Survei Jentik
Menurut Depkes RI 2008, untuk mengetahui keberadaan jentik Aedes aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan survei jentik sebagai berikut:
a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa dengan mata telanjang untuk mengetahui
ada tidaknya jentik. b. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar, seperti: bak
mandi, tempayan, drum dan bak penampungan air lainnya. Jika pada pandangan penglihatan pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira-kira ½
-1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada. c. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil, seperti: vas
bungapot tanaman airbotol yang airnya keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat lain.
d. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya keruh, biasanya digunakan senter.
Metode survei yang paling umum menggunakan prosedur pengambilan sampel jentik bukan pengumpulan telur atau nyamuk dewasa. Unit pengambilan
sampel adalah rumah atau tempat yang secara sistematik akan ditelusuri untuk mencari penampung air. Penampung kemudian diperiksa untuk menentukan
keberadaan jentik. Bergantung pada tujuan survey, pencarian akan segera dihentikan begitu jentik Aedes ditemukan atau tetap diteruskan sampai semua penampung
diperiksa WHO, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Metode survei jentik dapat dilakukan dengan cara Depkes RI, 2008: a. Single larva: Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap
tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut. b. Visual : Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di
setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes
aegypti: a. House Index HI.
����� ����� = jumlah rumah ditemukan jentik
jumlah rumah yang diperiksa x 100
b. Container Index CI ��������� ����� =
jumlah kontainer ditemukan jentik jumlah kontainer yang diperiksa
x 100 c. Breteau Index BI adalah jumlah kontainer positif perseratus rumah yang
diperiksa. ������� ����� =
jumlah rumah ditemukan jentik 100 rumah
x 100 d. Angka Bebas Jentik ABJ
Angka Bebas Jentik = jumlah rumah ditemukan jentik
jumlah rumah yang diperiksa x 100
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sari 2012 yang mengutip dari WHO, kepadatan nyamuk dikatakan tinggi dan berisiko tinggi untuk penularan DBD jika HI dan CI
≥ 5 serta nilai BI ≥ 20. Sedangkan ABJ menurut standar nasional adalah
≥ 95 Tingginya kepadatan populasi nyamuk akan mempengaruhi distribusi penyebaran penyakit DBD.
House index pada umumnya digunakan untuk mengukur penyebaran populasi nyamuk di masyarakat. Ini merupakan indeks yang paling mudah dan cepat untuk
mengamati keberadaan jentik. House index juga dapat digunakan untuk menghasilkan indikasi cepat dari penyebaran Aedes aegypti di suatu daerah. Container index
menghasilkan indikasi yang lebih detail dari jumlah populasi nyamuk yang terdapat dalam tempat penampungan air. Sedangkan Breteau index memuat hubungan antara
rumah dan penampung positif dan dianggap sebagai indeks yang paling informatif, tetapi sekali lagi, produktivitas penampung tidak termuat. Breteau index digunakan
untuk mengukur kepadatan nyamuk. Walaupun demikian di dalam proses pengumpulan informasi dasar untuk
menghitung breteau index akan lebih baik dan memungkinkan untuk mendapatkan profil tentang karakteristik habitat larva jika pencatatan jumlah berbagai tipe
penampung yang sangat banyak itu, baik sebagai tempat yang potensial atau yang sebenarnya untuk perkembangbiakan nyamuk dilakukan secara bersamaan misal,
jumlah drum yang positif per 100 rumah, jumlah ban yang positif per 100 rumah, dsb.. Indeks ini khususnya relevan untuk memfokuskan upaya pengendalian pada
manajemen atau pemusnahan habitat yang paling umum dan untuk orientasi pesan pendidikan dalam kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat WHO, 2004.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue