Pengaruh Keberadaan Jentik, Pengetahuan dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar Tahun 2014

(1)

PENGARUH KEBERADAAN JENTIK, PENGETAHUAN DAN PRAKTIK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK TERHADAP

KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN SIANTAR TIMUR

KOTA PEMATANG SIANTAR TAHUN 2014

TESIS OLEH

IQBAL OCTARI PURBA 117032166/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014


(2)

PENGARUH KEBERADAAN JENTIK, PENGETAHUAN DAN PRAKTIK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK TERHADAP

KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN SIANTAR TIMUR

KOTA PEMATANG SIANTAR TAHUN 2014

TESIS OLEH

IQBAL OCTARI PURBA 117032166/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014


(3)

PENGARUH KEBERADAAN JENTIK, PENGETAHUAN DAN PRAKTIK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK TERHADAP

KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN SIANTAR TIMUR

KOTA PEMATANG SIANTAR TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

IQBAL OCTARI PURBA 117032166/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH KEBERADAAN JENTIK, PENGETAHUAN DAN PRAKTIK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK TERHADAP

KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN SIANTAR TIMUR

KOTA PEMATANG SIANTAR TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengethuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2014

Iqbal Octari Purba 117032166/IKM


(5)

(6)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 23 Januari 2014

____________________________________________________________________

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H Anggota : 1. Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D

2. Prof. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S 3. Ir. Evi Naria, M.Kes


(7)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Keberadaan nyamuk mempunyai risiko yang cukup tinggi untuk terjadi penularan penyakit DBD. Pemberantasan sarang nyamuk merupakan salah satu upaya penanggulangan vektor penyakit DBD dengan menghilangkan jentik sebagai sasaran utama.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan studi kasus kontrol yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh keberadaan jentik, pengetahuan dan praktik pemberantasan sarang nyamuk terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur. Sampel terdiri dari 98 kasus dan 98 kontrol. Metode analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dengan menggunakan uji Chi Square dan multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh keberadaan jentik terhadap kejadian DBD (p = 0,045), terdapat pengaruh pengetahuan terhadap kejadian DBD (p = 0,004), terdapat pengaruh praktik PSN terhadap kejadian DBD (p = 0,002). Hasil uji statistik regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah praktik pemberantasan sarang nyamuk (Exp (B) = 2,061). Risiko terkena DBD pada praktik PSN yang buruk adalah 2x lebih besar dibandingkan dengan praktik PSN yang baik, sedangkan risiko terkena DBD pada pengetahuan yang buruk adalah 2x lebih besar dibandingkan dengan pengetahuan yang baik.

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan masyarakat lebih meningkatkan upaya pemberantasan sarang nyamuk untuk mencegah terjadinya kasus DBD sedangkan Dinas Kesehatan Pematang Siantar diharapkan melakukan pemeriksaan jentik secara berkala dan melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pencegahan dan penanggulangan DBD secara dini.

Kata Kunci : Demam Berdarah Dengue, Keberadaan Jentik, Pemberantasan Sarang Nyamuk.


(8)

ABSTRACT

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is an infectious disease caused by the dengue virus and transmitted through the bite of Aedes aegypti mosquito. The existence of larva had high risk for DHF transmission. Eradication of mosquito nests was one of the efforts to control the vector of DHF by eliminating the larva as the main target.

This was an observational analytic research with case control design aimed to determine theinfluence of the existence of larva, knowledge and the practice of eradicating mosquito nests on the incidence of DHF. The samples consisted of 98 cases and 98 controls. Data analysis methods included univariate analysis, bivariate analysis using Chi Square test, and multivariate analysis using Logistic Regression.

The result showed that there was the influence of the existence of larva on the incidence of DHF(p = 0.045), there was the influence of knowledge on the incidence of DHF (p = 0.004), there was the influence of practice of eradicating mosquito nests on the incidence of DHF (p = 0.002). The result of multivariate analysis showed that the variable which had the most dominant influence on incidence of DHF was the practice of eradicating mosquito nests (Exp (B) = 2.061)

Based on the results of the study it was expected to increase efforts to eradicate mosquito breeding sites to prevent DHF cases. Pematang Siantar Health Department was also expected to conduct periodic larva monitoring and health education to the community about the prevention of DHF.

Keyword : Dengue Haemorrhagic Fever, The Existence of Larva, Eradication of Mosquito Breeding Sites


(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan serta keselamatan, dan atas berkah dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Pengaruh Keberadaan Jentik, Pengetahuan dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar Tahun 2014 “.

Selama proses penyusunan tesis ini, begitu banyak nasehat, bantuan dan bimbingan yang penulis terima demi kelancaran proses penyelesaian pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dengan segala kerendahan hati, penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.S selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat.

3. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk dan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk dan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.


(10)

5. Prof. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S selaku dosen pembanding yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan tesis ini.

6. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku dosen pembanding sekaligus Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan tesis ini.

7. Keluarga tercinta atas doa dan dukungan kepada penulis selama menjalani studi dan pengerjaan tesis ini.

8. Teman-teman seangkatan di peminatan Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri yang memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini baik dari segi isi maupun penyajiannya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan tesis ini. Akhir kata semoga tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin

Medan, April 2014 Penulis

Iqbal Octari Purba 117032166/IKM


(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : IQBAL OCTARI PURBA

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 1 Oktober 1988 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Anak ke : 1 dari 4 bersaudara Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat : Jl. Karya Wisata Komplek Johor Indah Permai I Blok XI No. 22 Medan

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1994-2000 : SD Taman Asuhan P.Siantar 2. Tahun 2000-2003 : SLTP Taman Asuhan P.Siantar 3. Tahun 2003-2006 : SMA Negeri 2 P.Siantar


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Umum ... 8

1.3.2 Tujuan Khusus ... 8

1.4 Hipotesis ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Demam Berdarah Dengue ... 10

2.1.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue ... 10

2.1.2 Etiologi ... 10

2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi ... 11

2.1.4 Gambaran Klinis ... 12

2.1.5 Klasifikasi Demam Berdarah Dengue ... 13

2.1.6 Siklus Penularan Demam Berdarah Dengue ... 13

2.2 Virus Dengue ... 15

2.3 Vektor Penular Demam Berdarah Dengue ... 16

2.3.1 Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti ... 17

2.3.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti ... 18

2.3.3 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti ... 19

2.3.4 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti ... 23

2.4 Survei Jentik ... 27

2.5 Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue ... 30

2.6 Pemberantasan Sarang Nyamuk ... 34

2.7 Pengetahuan ... 36

2.8 Landasan Teori ... 38


(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 43

3.1 Jenis Penelitian ... 43

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.3 Populasi dan Sampel ... 43

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 45

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional ... 46

3.6 Metode Pengukuran ... 47

3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 49

3.8 Analisis Data ... 51

BAB 4. HASIL ... 53

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 53

4.2 Analisis Univariat ... 54

4.2.1 Karakteristik Responden ... 54

4.2.2 Keberadaan Jentik ... 56

4.2.3 Pengetahuan Responden ... 59

4.2.4 Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk ... 65

4.3 Analisis Bivariat ... 68

4.3.1 Hubungan antara Keberadaan Jentik dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 68

4.3.2 Hubungan antara Pengetahuan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 69

4.3.3 Hubungan antara Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 70

4.4 Analisis Multivariat ... 70

BAB 5. PEMBAHASAN ... 73

5.1 Analisis Univariat ... 73

5.1.1 Karakteristik Responden ... 73

5.1.2 Keberadaan Jentik ... 74

5.1.3 Pengetahuan Responden ... 76

5.1.4 Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk ... 77

5.2 Analisis Bivariat ... 78

5.2.1 Hubungan Keberadaan Jentik dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 78

5.2.2 Hubungan Pengetahuan Terhadap dengan Demam Berdarah Dengue ... 81

5.2.3 Hubungan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 82


(14)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1 Kesimpulan ... 87

6.2 Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 3.1 Variabel, Defenisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur,

Skala Ukur dan Kategori ... 48 3.2 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan

dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk ... 50 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik ... 55 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan

Jentik... 56 4.3 Distribusi Tempat Penampungan Air yang Ditemukan

Jentik... 57 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan

tentang Penyakit Demam Berdarah Dengue ... 59 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat

Pengetahuan ... 65 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Praktik PSN ... 65 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Praktik

Pemberantasan Sarang Nyamuk ... 68 4.8 Hubungan antara Keberadaan Jentik dengan

Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 68 4.9 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan

Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 69 4.10 Hubungan antara Praktik Pemberantasan Sarang

Nyamuk dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 70 4.11 Pengaruh Keberadaan Jentik, Pengetahuan dan

Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk terhadap


(16)

4.12 Pengaruh Pengetahuan dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk terhadap Kejadian Demam


(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 1.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti ... 22 1.2 Landasan Teori ... 41 1.3 Kerangka Konsep Penelitian ... 42 1.4 Peta Penyebaran Kasus Demam Berdarah Dengue di


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 94 2. Master Data Penelitian ... 100 3. Hasil Analisis Data ... 121 4. Surat Izin Survei Awal dari Dinas Kesehatan

Pematang Siantar ... 145 5. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat ... 146 6. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari


(19)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Keberadaan nyamuk mempunyai risiko yang cukup tinggi untuk terjadi penularan penyakit DBD. Pemberantasan sarang nyamuk merupakan salah satu upaya penanggulangan vektor penyakit DBD dengan menghilangkan jentik sebagai sasaran utama.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan studi kasus kontrol yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh keberadaan jentik, pengetahuan dan praktik pemberantasan sarang nyamuk terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur. Sampel terdiri dari 98 kasus dan 98 kontrol. Metode analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dengan menggunakan uji Chi Square dan multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh keberadaan jentik terhadap kejadian DBD (p = 0,045), terdapat pengaruh pengetahuan terhadap kejadian DBD (p = 0,004), terdapat pengaruh praktik PSN terhadap kejadian DBD (p = 0,002). Hasil uji statistik regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah praktik pemberantasan sarang nyamuk (Exp (B) = 2,061). Risiko terkena DBD pada praktik PSN yang buruk adalah 2x lebih besar dibandingkan dengan praktik PSN yang baik, sedangkan risiko terkena DBD pada pengetahuan yang buruk adalah 2x lebih besar dibandingkan dengan pengetahuan yang baik.

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan masyarakat lebih meningkatkan upaya pemberantasan sarang nyamuk untuk mencegah terjadinya kasus DBD sedangkan Dinas Kesehatan Pematang Siantar diharapkan melakukan pemeriksaan jentik secara berkala dan melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pencegahan dan penanggulangan DBD secara dini.

Kata Kunci : Demam Berdarah Dengue, Keberadaan Jentik, Pemberantasan Sarang Nyamuk.


(20)

ABSTRACT

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is an infectious disease caused by the dengue virus and transmitted through the bite of Aedes aegypti mosquito. The existence of larva had high risk for DHF transmission. Eradication of mosquito nests was one of the efforts to control the vector of DHF by eliminating the larva as the main target.

This was an observational analytic research with case control design aimed to determine theinfluence of the existence of larva, knowledge and the practice of eradicating mosquito nests on the incidence of DHF. The samples consisted of 98 cases and 98 controls. Data analysis methods included univariate analysis, bivariate analysis using Chi Square test, and multivariate analysis using Logistic Regression.

The result showed that there was the influence of the existence of larva on the incidence of DHF(p = 0.045), there was the influence of knowledge on the incidence of DHF (p = 0.004), there was the influence of practice of eradicating mosquito nests on the incidence of DHF (p = 0.002). The result of multivariate analysis showed that the variable which had the most dominant influence on incidence of DHF was the practice of eradicating mosquito nests (Exp (B) = 2.061)

Based on the results of the study it was expected to increase efforts to eradicate mosquito breeding sites to prevent DHF cases. Pematang Siantar Health Department was also expected to conduct periodic larva monitoring and health education to the community about the prevention of DHF.

Keyword : Dengue Haemorrhagic Fever, The Existence of Larva, Eradication of Mosquito Breeding Sites


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

(DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian. Penyakit DBD atau DHF merupakan penyakit menular yang sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia (Salawati, 2010).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) hingga saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta semakin luas penyebarannya. Penyakit DBD ini ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di negara–negara tropik dan subtropik, baik sebagai penyakit endemic maupun epidemik. Hasil studi epidemiologik menunjukkan bahwa DBD menyerang kelompok umur balita sampai dengan umur sekitar 15 tahun. Kejadian Luar Biasa (KLB) dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnya musim hujan, sehingga terjadi peningkatan aktifitas vektor dengue

pada musim hujan yang dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit DBD pada manusia melalui vektor Aedes. Sehubungan dengan morbiditas dan mortalitasnya, DBD disebut the most mosquito transmitted disease (Supriyanto, 2011).


(22)

Demam berdarah dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Demam berdarah dengue masih tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat , dimana penyakit ini merupakan penyakit endemis di sebagian wilayah di Indonesia. Dari tahun ketahun angka kejadian dan daerah terjangkit terus meningkat serta sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 h ingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Depkes RI, 2008).

Program pencegahan dan pemberantasan DBD telah berlangsung lebih kurang 43 tahun dan berhasil menurunkan angka kematian dari 41,3% pada tahun 1968 menjadi 0,91 % pada tahun 2011, tetapi belum berhasil menurunkan angka kesakitan. Jumlah penderita cenderung meningkat, penyebarannya semakin luas, menyerang tidak hanya anak-anak tetapi juga golongan umur yang lebih tua. Pada tahun 2005 terdapat 95.279 kasus DBD, tahun 2006 terdapat 114.656 kasus DBD dan pada tahun 2007 terdapat 158.115 kasus DBD. Pada tahun 2008 sempat turun menjadi 137.469 kasus namun meningkat lagi di tahun 2009 menjadi 154.855 kasus dan pada tahun 2010 kembali meningkat menjadi 156.086 kasus. Pada tahun 2011 tercatat terjadi 65.432 kasus dengan 595 kematian di Indonesia (CFR: 0,91 % dan IR: 27,56/100.000 penduduk) (Depkes RI, 2012).


(23)

Terjadinya peningkatan kasus DBD setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya). Kondisi ini diperburuk dengan pemahaman masyarakat yang kurang tentang DBD dan juga partisipasi masyarakat yang sangat rendah, terlihat dari kondisi lingkungan yang buruk dan mempermudah pertumbuhan nyamuk DBD (Hermansyah, 2012).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian DBD antara lain faktor host (kerentanan dan respon imun), lingkungan (kondisi geografi seperti ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, dan kondisi demografi seperti perilaku, kepadatan, mobilitas, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk), serta faktor agentnya sendiri (virus dengue). Salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit DBD adalah perilaku masyarakat dalam melaksanakan dan menjaga kebersihan lingkungan. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang DBD serta kurangnya praktek atau peran serta masyarakatdalam menjaga kebersihan lingkungannya (Dinah, 2008).

Dalam rangka pemberantasan penyakit DBD diperlukan pengetahuan mengenai biologi nyamuk Aedes aegypti di suatu wilayah tertentu untuk mengendalikan populasi nyamuk. Beberapa indikator telah dikenal untuk menentukan tingkat penularan penyakit DBD dengan mengukur telur, jentik, pupa dan nyamuk dewasa yang dihubungkan dengan kasus DBD di daerah endemis tinggi, daerah endemis rendah dan daerah bebas DBD. Indikator-indikator tersebut antara lain


(24)

adalah Container Index (CI), House Index (HI) dan Breteau Index (BI) (Kesetyaningsih, 2006).

Keberadaan jentik Aedes aegypti di suatu daerah merupakan indikator terdapatnya populasi nyamuk Aedes aegypti di daerah tersebut. Penanggulangan penyakit DBD mengalami masalah yang cukup kompleks, karena penyakit ini belum ditemukan obatnya. Tetapi cara paling baik untuk mencegah penyakit ini adalah dengan pemberantasan jentik nyamuk penularnya atau dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN - DBD) (Yudhastuti, 2005).

Demam berdarah dengue terjadi selain karena virus denguenya ada, juga karena vektornya (nyamuk Aedes Aegypti) banyak. Banyaknya vektor terjadi karena tempat-tempat perkembangbiakannya (breeding places) juga banyak. Dengan demikian maka cara paling efektif adalah memutus daur hidup nyamuk dengan memberantas sarangnya, melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Oleh karenanya perilaku memberantas sarang nyamuk perlu terus ditumbuhkan, apalagi di banyak negara PSN terbukti dapat mengurangi kasus DBD (Depkes RI, 2008).

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) adalah kegiatan untuk memberantas telur, jentik, dan pupa nyamuk Aedes Aegypti penular penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ditempat-tempat perkembangbiakannya. Kegiatan ini merupakan prioritas utama program nasional pemberantasan penyakit DBD yang dilaksanakan langsung oleh masyarakat sesuai dengan kondisi dan budaya setempat. Dalam upaya


(25)

pemberantasan sarang nyamuk, pemerintah memerlukan bantuan partisipasi masyarakat.Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD tersebut perlu ditingkatkan antara lain pemeriksaan jentik secara berkala dan berkesinambungan serta menggerakan masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD (Tanjung, 2012).

Hasil penelitian Supriyanto (2011) menunjukkan terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap, praktik keluarga tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan kejadian demam berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Tlogosari Wetan Kota Semarang. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2002) yang menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, sehingga dalam konteks pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengetahuan tentang pemberantasan sarang nyamuk (PSN) merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang dalam melakukan tindakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang pada akhirnya akan mencegah terjadinya penyakit demam berdarah dengue(DBD).

Partisipasi masyarakat merupakan proses panjang dan memerlukan ketekunan, kesabaran dan upaya dalam memberikan pemahaman dan motivasi kepada individu, kelompok, masyarakat, bahkan pejabat secara berkesinambungan. Program yang melibatkan masyarakat adalah mengajak masyarakat mau dan mampu melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di lingkungan mereka. Istilah tersebut sangat populer dan mungkin sudah menjadi trade mark bagi program pengendalian DBD, namun karena masyarakat kita sangat heterogen dalam tingkat pendidikan,


(26)

pemahaman dan latar belakangnya sehingga belum mampu mandiri dalam pelaksanaannya (Sukowati, 2010).

Kasus DBD selalu terjadi di Propinsi Sumatera Utara setiap tahunnya. Tahun 2008-2010 menunjukkan adanya variasi yang berbeda yaitu 2.131 penderita dan 34 meninggal pada tahun 2008, menjadi 4103 penderita dan 34 meninggal pada tahun 2009, dan Tahun 2010 didapati 4578 penderita dan 50 orang meninggal. Beberapa kabupaten/kota yang dinyatakan daerah endemis DBD dengan jumlah kasus yaitu Kota Medan 1837 kasus, Kota Pematang Siantar 510 kasus, Kota Tanjung Balai 448 kasus dan Kabupaten Simalungun dengan jumlah kasus yaitu 397 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2011). Menurut Depkes RI (2012), jumlah kasus DBD di Sumatera Utara yang terjadi selama tahun 2011 adalah sebanyak 5.987 kasus dan terdapat 78 orang meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) 1,30% dan

Incidence Rate (IR) 45,64/100.000 penduduk).

Kota Pematang Siantar merupakan salah satu wilayah endemis DBD di propinsi Sumatera Utara. Jumlah kasus DBD di Pematang Siantar pada tahun 2008 terdapat 487 penderita dan 7 orang meninggal, pada tahun 2009 terdapat 617 penderita dan 7 orang meninggal, pada tahun 2010 terdapat 933 penderita dan 11 orang meninggal, dan pada tahun 2011 terdapat 633 penderita dan 2 orang meninggal. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Pematang Siantar dalam pengendalian penyakit DBD antara lain sosialisasi pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD kepada masyarakat, pemberian abate kepada masyarakat melalui petugas kesehatan di Puskesmas, fogging di daerah yang memenuhi criteria untuk


(27)

dilakukan fogging, dan meningkatkan surveilans epidemiologi (Community Based Surveilance dan Hospital Based Surveilance) (Profil Kesehatan Kota Pematang Siantar, 2011).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Pematang Siantar, selama tahun 2012 terjadi 616 kasus DBD dan 1 orang meninggal dengan Incidence Rate (IR) 165,6 per 100.000 penduduk, Case Fatality Rate (CFR) sebesar 1,82% dan angka House Index 65,7%. Berdasarkan data tersebut perkembangan penyakit DBD terlihat masih tinggi dibandingkan dengan target nasional IR (20/100.000 penduduk), CFR (< 1%) dan

House Index (< 5%). Kecamatan Siantar Timur merupakan kecamatan dengan jumlah kasus DBD paling tinggi di Kota Pematang Siantar selama Januari sampai Desember tahun 2012 yaitu dengan jumlah 98 kasus.

Berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengetahui pengaruh keberadaan jentik, pengetahuan dan praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar tahun 2013.

1.2 Perumusan Masalah

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, karena angka kesakitan semakin meningkat, masih menimbulkan kematian dan sering terulangnya kejadian luar biasa (KLB). Keberadaan nyamuk yang tinggi mempunyai risiko transmisi nyamuk yang cukup tinggi untuk terjadi penularan


(28)

penyakit DBD. Dengan demikian upaya mencegah terjadinya DBD yaitu dengan memberantas keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti. Cara memberantas nyamuk

Aedes aegypti yang tepat guna ialah dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Pemberantasan sarang nyamuk merupakan salah satu upaya penanggulangan vektor penyakit DBD dengan menghilangkan jentik sebagai sasaran utama.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis ingin mengetahui pengaruh keberadaan jentik, pengetahuan dan praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh keberadaan jentik, pengetahuan dan praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh keberadaan jentik terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar.

2. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar.


(29)

3. Untuk mengetahui pengaruh praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar.

4. Untuk mengetahui faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar.

1.4 Hipotesis

1. Ada pengaruh keberadaan jentik terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar

2. Ada pengaruh pengetahuan terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar

3. Ada pengaruh praktik pemberantasan sarang nyamuk terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi masyarakat untuk melaksanakan pemeriksaan jentik secara berkala serta meningkatkan upaya pemberantasan sarang nyamuk untuk mencegah dan mengurangi kejadian demam berdarah dengue.

2. Sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar dalam merencanakan program penanggulangan penyakit DBD.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Demam Berdarah Dengue

2.1.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Menurut WHO (2005), definisi Demam Berdarah Dengue adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi seperti sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan, leukopenia,

trombositopenia (100.000 sel per mm3

Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui nyamuk. Nyamuk yang dapat menularkan penyakit demam berdarah dengue adalah nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Virus demam berdarah dengue terdiri dari 4 serotipe yaitu virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Penyakit ini merupakan penyakit yang timbul di negara-negara tropis, termasuk di Indonesia (Depkes RI, 2010).

atau kurang).

2.1.2 Etiologi

Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus Dengue dari genus

Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk

Aedes yang terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai


(31)

genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. (Depkes RI, 2010).

2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi

Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat melakukan gigitan pada manusia (makhluk vertebrata) yang pada saat itu sedang mengandung virus dengue didalam darahnya (viraemia). Virus yang sampai ke dalam lambung nyamuk akan mengalami replikasi (memecah diri), kemudian akan migrasi yang akhirnya akan sampai di kelenjar ludah. Virus yang berada di lokasi ini setiap saat siap untuk dimasukkan ke dalam kulit manusia melalui gigitan nyamuk (Anies, 2006).

Virus dengue masuk kedalam tubuh inang kemudian mencapai sel target yaitu makrofag. Sebelum mencapai sel target maka respon imun non-spesifik dan spesifik tubuh akan berusaha menghalanginya. Aktivitas komplemen pada infeksi virus dengue diketahui meningkat seperti C3a dan C5a mediator-mediator ini menyebabkan terjadinya kenaikan permeabilitas kapiler celah endotel melebar lagi. Akibat kejadian ini maka terjadi ekstravasasi cairan dari intravaskuler ke extravaskuler dan menyebabkan terjadinya tanda kebocoran plasma seperti hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura, asites, penebalan dinding vesica fellea dan syok hipovolemik. Kenaikan permeabilitas kapiler ini berimbas pada terjadinya hemokonsentrasi, tekanan nadi menurun dan tanda syok lainnya merupakan salah satu patofisiologi yang terjadi pada DBD (Depkes RI, 2010).


(32)

Menurut WHO (2004), patofisiologi Demam Berdarah Dengue ada dua perubahan yang terjadi yaitu :

a. Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah mengakibatkan kebocoran plasma, hipovolemia dan syok. Demam Berdarah Dengue memiliki ciri yang unik karena kebocoran plasma khusus ke arah rongga pleura dan peritoneum

selain itu periode kebocoran cukup singkat (24-48 jam).

b. Hemostasis abnormal terjadi akibat vaskulopati, trombositopenia sehingga terjadi berbagai jenis manifestasi perdarahan.

2.1.4 Gambaran Klinis

Menurut Sudjana (2010), gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan.

a. Pada fase febris, biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.

b. Fase kritis, terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24 – 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.


(33)

c. Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali , hemodinamik stabil dan dieresis membaik.

2.1.5 Klasifikasi Demam Berdarah Dengue

Menurut WHO (2004), derajat penyakit DBD dapat dikelompokkan dalam empat derajat:

a. Derajat I : Demam yang disertai dengan gejala klinis tidak khas, satu-satunya gejala perdarahan adalah hasil uji tourniquet posititf.

b. Derajat II : Gejala yang timbul pada DBD derajat I ditambah terjadinya perdarahan spontan juga terjadi biasanya dalam bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain.

c. Derajat III : Kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, ditandai kulit dingin dan lembab serta pasien gelisah.

d. Derajat IV : Syok yang sangat berat dengan tekanan darah dan denyut nadi yang tidak terdeteksi.

2.1.6 Siklus Penularan Demam Berdarah Dengue

Nyamuk Aedes betina biasanya akan terinfeksi virus dengue saat menghisap darah dari penderita yang berada dalam fase demam (viremik) akut penyakit. Setelah masa inkubasi ekstrinsik selama 8 sampai 10 hari, kelenjar air liur nyamuk menjadi terinfeksi dan virus disebarkan ketika nyamuk yang infektif menggigit dan


(34)

menginjeksikan air liur ke luka gigitan pada orang lain.setelah masa inkubasi pada tubuh manusia selama 3-14 hari (rata-rata 4-6 hari) sering kali terjadi rangkaian mendadak penyakit ini, yang ditandai dengan demam, sakit kepala, mialgia, hilang nafsu makan, dan berbagai tanda serta gejala nonspesifik lain termasuk mual, muntah dan ruam kulit.

Viraemia biasanya ada pada saat atau tepat sebelum gejala awal penyakit dan akan berlangsung selama rata-rata lima hari setelah timbulnya penyakit. Ini merupakan masa yang sangat kritis karena pasien berada pada tahap yang paling infektif untuk nyamuk vektor dan akan berkontribusi dalam mempertahankan siklus penularan jika pasien tidak dilindungi dari gigitan nyamuk (WHO, 2004).

Penularan DBD antara lain dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya, tempat yang potensial untuk penularan penyakit DBD antara lain (Sitio, 2008):

a. Wilayah yang banyak kasus DBD atau rawan endemis DBD.

b. Tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang, orang dating dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar seperti sekolah, pasar, hotel, puskesmas, rumah sakit dan sebagainya.

c. Pemukiman baru di pinggir kota, karena dilokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah, maka memungkinkan diantaranya terdapat penderita atau karier yang membawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal.


(35)

2.2 Virus Dengue

Virus dengue merupakan genus Flavivirus dari keluarga Flaviviridae. Virus yang berukuran kecil (50 nm) ini mengandung RNA berantai tunggal. Virionnya mengandung nukleokapsid berbentuk kubus yang terbungkus selubung lipoprotein. Genome virus dengue berukuran panjang sekitar 11.000 pasangan basa dan terdiri dari tiga gen protein structural yang mengodekan nukleokapsid atau protein inti (core, C), satu protein terikat membran (membrane, M), satu protein penyelubung (envelope, E), dan tujuh gen protein nonstruktural (nonstructural, NS). Selubung glikoprotein berhubungan dengan hemaglutinasi virus dan aktivasi netralisasi.

Virus dengue membentuk kompleks yang khas dalam genus Flavivirus berdasarkan karakteristik antigenic dan biologisnya. Ada empat serotype virus yang kemudian dinyatakan sebagai DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi yang terjadi dengan serotype manapun akan memicu imunitas seumur hidup terhadap serotype tersebut. Walaupun secara antigenik serupa, keempat serotype tersebut cukup berbeda di dalam menghasilkan perlindungan silang selama beberapa bulan setelah terinfeksi salah satunya.

Virus dengue dari keempat serotype tersebut juga dihubungkan dengan kejadian epidemi demam dengue saat bukti yang ditemukan tentang DHF sanagat sedikit atau bahkan tidak ada. Keempat virus serotype tersebut juga menyebabkna epidemi DHF yang berkaitan dengan penyakit yang sangat berbahaya dan mematikan (WHO, 2004).


(36)

2.3 Vektor Penular Demam Berdarah Dengue

Virus dengue ditularkan dari satu orang ke orang lain oleh nyamuk Aedes aegypti dari subgenus Stegomyia. Aedes aegypti merupakan vector epidemik yang paling penting, sementara spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae. polynesiensis, anggota kelompok Ae. Scutellaris dan Ae. niveus juga diputuskan sebagai vektor sekunder. Semua spesies tersebut kecuali Aedes aegypti memiliki wilayah penyebarannya sendiri, walaupun mereka merupakan vektor yang sangat baik untuk virus dengue, epidemik yang ditimbulkannya tidak separah yang diakibatkan oleh

Aedes aegypti (WHO, 2004).

Vektor Demam Berdarah Dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti

sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder. Spesies tersebut merupakan nyamuk pemukiman, stadium pradewasanya mempunyai habitat perkembangbiakan di tempat penampungan air/wadah yang berada di permukiman dengan air yang relatif jernih. Nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak di tempat-tempat penampungan air buatan antara lain : bak mandi, ember, vas bunga, tempat minum burung, kaleng bekas, ban bekas dan sejenisnya di dalam rumah meskipun juga ditemukan di luar rumah di wilayah perkotaan; sedangkan Ae. albopictus lebih banyak ditemukan di penampungan air alami di luar rumah, seperti axilla daun, lubang pohon, potongan bambu dan sejenisnya terutama di wilayah pinggiran kota dan pedesaan, namun juga ditemukan di tempat penampungan buatan di dalam dan di luar rumah. Spesies nyamuk tersebut mempunyai sifat anthropofilik, artinya lebih memilih menghisap darah manusia, di samping itu juga


(37)

bersifat multiple feeding artinya untuk memenuhi kebutuhan darah sampai kenyang dalam satu periode siklus gonotropik biasanya menghisap darah beberapa kali (Depkes RI, 2010).

Menurut Anies (2006), orang awam mudah mengenali nyamuk tersebut dengan ciri-ciri umum sebagai berikut:

a. badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih b. hidup di dalam dan di sekitar rumah

c. menggigit/mengisap darah pada siang hari

d. senang hinggap pada pakaian yang bergelantungan dalam kamar

e. bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah: bak mandi, tempayan, vas bunga, tempat minum burung, perangkap semut 2.3.1 Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti

Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis Asia Tenggara dan terutama di sebagian besar di wilayah perkotaan. Penyebaran Aedes aegypti di pedesaan akhir-akhir ini relatif sering terjadi yang dikaitkan dengan pembangunan sistem persediaan air pedesaan dan perbaikan sistem transportasi. Di wilayah yang agak kering seperti India, Aedes aegypti merupakan vektor perkotaan dan populasinya secara khas berfluktuasi bersama air hujan dan kebiasaan penyimpanan air. Pada negara lain di Asia Tenggara yang curah hujannya melebihi 200 cm per tahun, populasi Aedes aegypti ternyata lebih stabil dan ditemukan di daerah perkotaan, pinggiran kota dan daerah pedesaan. Karena kebiasaan penyimpanan air secara


(38)

tradisional di Indonesia, Myanmar dan Thailand, kepadatan nyamuk mungkin lebih tinggi di daerah pinggiran kota daripada di daerah perkotaan (WHO, 2004).

Aedes aegypti tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum di Indonesia. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ±1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m tidak dapat berkembang biak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2008).

Ketinggian merupakam faktor yang penting untuk membatasi penyebaran nyamuk Aedes aegypti. Di India, Aedes aegypti dapat ditemukan pada ketinggian yang berkisar dari nol meter sampai 1000 meter di atas permukaan laut. Ketinggian yang rendah (kurang dari 500 meter) memiliki tingkat kepadatan populasi nyamuk sedang sampai berat. Sementara daerah pegunungan (dia atas 500 meter) memiliki populasi nyamuk yang rendah. Di negara-negara Asia Tenggara, ketinggian 1000 sampai 1500 meter di atas permukaan laut tampaknya merupakan batas bagi penyebaran Aedes segypti. Di bagian lain dunia, nyamuk spesies ini dapat ditemukan di wilayah yang jauh lebih tinggi, misalnya di Kolombia sampai mencapai 2200 meter (WHO, 2004).

2.3.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Menurut Achmadi (2011), pada dasarnya siklus hidup nyamuk berawal dari peletakan telur oleh nyamuk betina. Dari telur muncul fase kehidupan air yang masih belum matang disebut larva yang berkembang melalui empat tahap kemudian bertambah ukuran hingga mencapai kepompong nyamuk dewasa membentuk diri


(39)

sebagai betina atau jantan dan tahap nyamuk dewasa muncul dari pecahan di belakang kulit kepompong. Nyamuk dewasa makan, kawin dan nyamuk betina memproduksi telur untuk melengkapi siklus dan memulai generasi baru. Beberapa spesies nyamuk hanya satu generasi per tahun yang lainnya bisa mempunyai beberapa generasi selama musim dengan kondisi iklim yang menguntungkan. Mereka sangat bergantung pada iklim dari kondisi lingkungan lokal terutama suhu dan curah hujan.

Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik - kepompong - nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan. (Depkes RI, 2008).

2.3.3 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti a. Telur

Telur Aedes berwarna hitam, oval dan diletakkan di dinding wadah air, biasanya di bagian atas permukaan air. Apabila wadah air ini mengering, telur bisa tahan lama selama beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan. Ketika wadah air berisi air kembali dan menutupi seluruh bagian telur, telur itu akan menetas menjadi jentik. wadah air seperti bak mandi jangan hanya dikeringkan airnya saja tetapi di dindingnya pun harus digosok sampai bersih (Anies, 2006).


(40)

Telur diletakkan satu per satu pada permukaan yang basah tepat di atas permukaan air. Sebagian besar nyamuk Aedes aegypti betina meletakkan telurnya di beberapa sarang selama satu kali siklus gonotropik. Perkembangan embrio biasanya selesai dalam 48 jam di lingkungan yang hangat dan lembab. Begitu proses embrionasi selesai, telur akan menjalani masa pengeringan yang lama (lebih dari satu tahun). Telur akan menetas pada saat penampung air penuh, tidak semua telur akan menetas pada waktu yang sama. Kapasitas telur untuk menjalani masa pengeringan akan membantu mempertahankan kelangsungan spesies ini selama kondisi iklim buruk (WHO, 2004).

b. Jentik (Larva)

Menurut Depkes RI (2008), ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:

1) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm 2) Instar II : 2,5-3,8 mm

3) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II 4) Instar IV : berukuran paling besar 5 mm

Larva nyamuk Ae. aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksisnegatif, dan waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaan air.


(41)

Lamanya perkembangan larva akan bergantung pada suhu, ketersediaan makanan, kepadatan larva pada sarang. Pada kondisi optimum waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai kemunculan nyamuk dewasa akan berlangsung sedikitnya selama tujuh hari termasuk dua hari untuk masa menjadi kepompong. Akan tetapi pada suhu rendah mungkin akan membutuhkan beberapa minggu untuk kemunculan nyamuk dewasa.

c. Kepompong

Kepompong berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibanding jentiknya. Kepompong berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata kepompong nyamuk lain (Depkes RI, 2008).

Kepompong merupakan tahapan yang tidak memerlukan makan namun tidak seperti sebagian besar insekta, kepompong nyamuk berenang sangat aktif dapat berenang dengan mudah saat terganggu. Tahap kepompong pada nyamuk Aedes aegypti umumnya berlangsung selama 2-3 hari. Saat nyamuk akan melengkapi perkembangannya dalam cangkang kepompong, kepompong akan naik ke permukaan dan berbaring sejajar dengan permukaan air untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa (Achmadi, 2011).

d. Nyamuk Dewasa

Nyamuk akan mencari pasangan untuk kawin setelah muncul dari kepompong. Setelah kawin, nyamuk siap mencari darah untuk perkembangan telur demi keturunannya. Nyamuk jantan setelah kawin akan istirahat, dia


(42)

tidak mengisap darah, tetapi cairan tumbuhan, sedangkan nyamuk betina menggigit dan mengisap darah manusia (Anies, 2006).

Menurut Achmadi (2011), nyamuk dewasa yang baru muncul akan beristirahat untuk periode singkat di atas permukaan air agar sayap-sayap dan badan mereka kering dan menguat sebelum akhirnya dapat terbang. Nyamuk jantan dan betina muncul dengan perbandingan jumlahnya 1:1. Nyamuk jantan muncul satu hari sebelum nyamuk betina, menetap dekat tempat perkembangbiakan, makan dari sari buah tumbuhan dan kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian. Setelah kemunculan pertama nyamuk betina makan sari buah tumbuhan untuk mengisi tenaga, kemudian kawin dan menghisap darah manusia. Umur nyamuk betinanya dapat mencapai 2-3 bulan. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini:

Gambar 2.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti Sumber: Depkes RI


(43)

2.3.4 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti 1. Perilaku Makan

Aedes aegypti sangat antropofilik walaupun ia juga bisa makan dari hewan berdarah panas lainnya. Nyamuk betina memiliki dua periode aktivitas menggigit, pertama di pagi hari beberapa jam setelah matahari terbit dan sore hari hari selama beberapa jam sebelum gelap. Puncak aktivitas menggigit yang sebenarnya dapat beragam bergantung lokasi dan musim. jika masa makannya terganggu, Aedes aegytpi dapat menggigit lebih dari satu orang. Perilaku ini semakin memperbesar efisiensi penyebaran epidemik. Dengan demikian bukan hal yang luar biasa jika beberapa anggota keluarga yang sama mengalami rangkaian penyakit yang terjadi dalam 24 jam, memperlihatkan bahwa mereka terinfeksi nyamuk infektif yang sama. Aedes aegypti biasanya tidak menggigit di malam hari tetapi akan menggigit saat malam di kamar yang terang (WHO, 2004).

Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada binatang (bersifat

antropofilik). Darah (proteinnya) diperlukan untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan, dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut satu siklus gonotropik (gonotropic cycle).


(44)

Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit (Depkes, 2008).

2. Perilaku Istirahat

Aedes aegypti suka beristirahat di tempat yang gelap, lembab dan tersembunyi didalam rumah atau bangunan termasuk di kamar tidur , kamar mandi, maupun di dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan di luar rumah, di tumbuhan atau di tempat terlindung lainnya. Permukaan yang nyamuk suka di dalam ruangan adalah di bawah furniture, benda yang tergantung seperti baju, gorden serta di dinding (WHO, 2004).

Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya (Depkes RI, 2008).

3. Tempat Perkembangbiakan

Menurut Depkes RI ( 2008), tempat perkembangbiakan utama aedes aegypti ialah tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang


(45)

tertampung disuatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.

b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).

c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lobang pohon, lobang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2ºC sampai 42ºC, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat.


(46)

4. Jarak Terbang

Penyebaran nyamuk Aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah, tetapi tampaknya terbatas sampai jarak 100 meter dari lokasi kemunculan (WHO, 2004).

Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan selanjutnya ke tempat untuk beristirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk. Pada waktu terbang nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak, dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air di dalam tubuh dari penguapan maka jarak terbang nyamuk menjadi terbatas.

Aktifitas dan jarak terbang nyamuk dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu: faktor eksternal dan faktor internal. Eksternal meliputi kondisi luar tubuh nyamuk seperti kecepatan angin, temperatur, kelembaban dan cahaya. Adapun faktor internal meliputi suhu tubuh nyamuk, keadaan energi dan perkembangan otot nyamuk. Meskipun Aedes aeegypti kuat terbang tetapi tidak pergi jauh-jauh, karena tiga macam kebutuhannya yaitu tempat perindukan, tempat mendapatkan darah, dan tempat istirahat ada dalam satu rumah. Keadaan tersebut yang menyebabkan Aedes aegypti bersifat lebih menyukai aktif di dalam rumah. Apabila ditemukan nyamuk dewasa pada jarak terbang mencapai 2 km dari tempat perindukannya, hal tersebut disebabkan oleh pengaruh angin atau terbawa alat transportasi (Sitio, 2008).


(47)

2.4 Survei Jentik

Menurut Depkes RI (2008), untuk mengetahui keberadaan jentik Aedes aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan survei jentik sebagai berikut:

a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik.

b. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar, seperti: bak mandi, tempayan, drum dan bak penampungan air lainnya. Jika pada pandangan (penglihatan) pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira-kira ½ -1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada.

c. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil, seperti: vas bunga/pot tanaman air/botol yang airnya keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat lain.

d. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya keruh, biasanya digunakan senter.

Metode survei yang paling umum menggunakan prosedur pengambilan sampel jentik bukan pengumpulan telur atau nyamuk dewasa. Unit pengambilan sampel adalah rumah atau tempat yang secara sistematik akan ditelusuri untuk mencari penampung air. Penampung kemudian diperiksa untuk menentukan keberadaan jentik. Bergantung pada tujuan survey, pencarian akan segera dihentikan begitu jentik Aedes ditemukan atau tetap diteruskan sampai semua penampung diperiksa (WHO, 2004).


(48)

Metode survei jentik dapat dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2008):

a. Single larva: Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut. b. Visual : Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di

setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.

Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti:

a. House Index (HI).

����������= jumlah rumah ditemukan jentik

jumlah rumah yang diperiksa x 100% b. Container Index (CI)

��������������= jumlah kontainer ditemukan jentik

jumlah kontainer yang diperiksa x 100% c. Breteau Index (BI) adalah jumlah kontainer positif perseratus rumah yang

diperiksa.

������������ =jumlah rumah ditemukan jentik

100 rumah x 100% d. Angka Bebas Jentik (ABJ)

Angka Bebas Jentik =jumlah rumah ditemukan jentik


(49)

Menurut Sari (2012) yang mengutip dari WHO, kepadatan nyamuk dikatakan tinggi dan berisiko tinggi untuk penularan DBD jika HI dan CI ≥ 5% serta nilai BI ≥ 20%. Sedangkan ABJ menurut standar nasional adalah ≥ 95% Tingginya kepadatan populasi nyamuk akan mempengaruhi distribusi penyebaran penyakit DBD.

House index pada umumnya digunakan untuk mengukur penyebaran populasi nyamuk di masyarakat. Ini merupakan indeks yang paling mudah dan cepat untuk mengamati keberadaan jentik. House index juga dapat digunakan untuk menghasilkan indikasi cepat dari penyebaran Aedes aegypti di suatu daerah. Container index

menghasilkan indikasi yang lebih detail dari jumlah populasi nyamuk yang terdapat dalam tempat penampungan air. Sedangkan Breteau index memuat hubungan antara rumah dan penampung positif dan dianggap sebagai indeks yang paling informatif, tetapi sekali lagi, produktivitas penampung tidak termuat. Breteau index digunakan untuk mengukur kepadatan nyamuk.

Walaupun demikian di dalam proses pengumpulan informasi dasar untuk menghitung breteau index akan lebih baik dan memungkinkan untuk mendapatkan profil tentang karakteristik habitat larva jika pencatatan jumlah berbagai tipe penampung yang sangat banyak itu, baik sebagai tempat yang potensial atau yang sebenarnya untuk perkembangbiakan nyamuk dilakukan secara bersamaan (misal, jumlah drum yang positif per 100 rumah, jumlah ban yang positif per 100 rumah, dsb.). Indeks ini khususnya relevan untuk memfokuskan upaya pengendalian pada manajemen atau pemusnahan habitat yang paling umum dan untuk orientasi pesan pendidikan dalam kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat (WHO, 2004).


(50)

2.5 Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue

Menurut Sukowati (2010), beberapa metode pengendalian vektor telah banyak diketahui dan digunakan oleh program pengendalian DBD di tingkat pusat dan di daerah yaitu:

1. Manajemen Lingkungan

Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan untuk mengurangi bahkan menghilangkan habitat perkembangbiakan nyamuk vektor sehingga akan mengurangi kepadatan populasi. Manajemen lingkungan hanya akan berhasil dengan baik kalau dilakukan oleh masyarakat, lintas sektor, para pemegang kebijakan dan lembaga swadaya masyarakat melalui program kemitraan. Sejarah keberhasilan manajemen lingkungan telah ditunjukkan oleh Kuba dan Panama serta Kota Purwokerto dalam pengendalian sumber nyamuk.

2. Pengendalian Biologis

Pengendalian secara Biologis merupakan upaya pemanfaatan agent biologi untuk pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis yang sudah digunakan dan terbukti mampu mengendalikan populasi larva vektor DB/DBD adalah dari kelompok bakteri, predator seperti ikan pemakan jentik dan cyclop (Copepoda).

a. Predator

Predator larva di alam cukup banyak, namun yang bisa digunakan untuk pengendalian larva vektor DBD tidak banyak jenisnya, dan yang paling


(51)

mudah didapat dan dikembangkan masyarakat serta murah adalah ikan pemakan jentik. Di Indonesia ada beberapa ikan yang berkembang biak secara alami dan bisa digunakan adalah ikan kepala timah dan ikan cetul. Namun ikan pemakan jentik yang terbukti efektif dan telah digunakan di kota Palembang untuk pengendalian larva DBD adalah ikan cupang.

Jenis predator lainnya yang dalam penelitian terbukti mampu mengendalikan larva DBD adalah dari kelompok Copepoda atau cyclops, Jenis ini sebenarnya jenis Crustacea dengan ukuran mikro. Namun jenis ini mampu makan larva vektor DBD. Beberapa spesies sudah diuji coba dan efektif, antara lain Mesocyclops aspericornis diuji coba di Vietnam, Tahiti dan juga di Balai Besar Penelitian Vektor dan Reservoir, Salatiga.

b. Bakteri

Agen biologis yang sudah dibuat secara komersial dan digunakan untuk larvasidasi dan efektif untuk pengendalian larva vector adalah kelompok bakteri. Dua spesies bakteri yang sporanya mengandung endotoksin dan mampu membunuh larva adalah Bacillus thuringiensis serotype H-14 (Bt. H-14) dan B. spaericus (BS). Endotoksin merupakan racun perut bagi larva, sehingga spora harus masuk ke dalam saluran pencernaan larva. Keunggulan agent biologis ini tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran. Kelemahan cara ini harus dilakukan secara berulang dan sampai sekarang masih harus disediakan oleh pemerintah melalui sektor kesehatan. Karena endotoksin berada di


(52)

dalam spora bakteri, bilamana spora telah berkecambah maka agent tersebut tidak efektif lagi.

3. Pengendalian Kimiawi

Pengendalian secara kimiawi masih paling populer baik bagi program pengendalian DBD dan masyarakat. Penggunaan insektisida dalam pengendalian vektor DBD bagaikan pisau bermata dua, artinya bisa menguntungkan sekaligus merugikan. Insektisida kalau digunakan secara tepat sasaran, tepat dosis, tepat waktu dan cakupan akan mampu mengendalikan vektor dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan organisme yang bukan sasaran. Penggunaan insektisida dalam jangka tertentu secara akan menimbulkan resistensi vektor.

4. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat merupakan proses panjang dan memerlukan ketekunan, kesabaran dan upaya dalam memberikan pemahaman dan motivasi kepada individu, kelompok, masyarakat, bahkan pejabat secara berkesinambungan. Program yang melibatkan masyarakat adalah mengajak masyarakat mau dan mampu melakukan 3 M plus atau PSN dilingkungan mereka. Istilah tersebut sangat populer dan mungkin sudah menjadi trade mark bagi program pengendalian DBD, namun karena masyarakat kita sangat heterogen dalam tingkat pendidikan, pemahaman dan latar belakangnya sehingga belum mampu mandiri dalam pelaksanaannya.


(53)

Mengingat kenyataan tersebut, maka penyuluhan tentang vektor dan metode pengendaliannya masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat secara berkesinambungan. Karena vektor DBD berbasis lingkungan, maka penggerakan masyarakat tidak mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa peran dari Pemerintah daerah dan lintas sektor terkait seperti pendidikan, agama, LSM, dll.

5. Perlindungan Individu

Untuk melindungi pribadi dari risiko penularan virus DBD dapat dilakukan secara individu dengan menggunakan repellent, menggunakan pakaian yang mengurangi gigitan nyamuk. Baju lengan panjang dan celana panjang bisa mengurangi kontak dengan nyamuk meskipun sementara. Untuk mengurangi kontak dengan nyamuk di dalam keluarga bisa memasang kelambu pada waktu tidur dan kasa anti nyamuk. Insektisida rumah tangga seperti semprotan aerosol dan repellent: obat nyamuk bakar, vaporize mats (VP), dan repellent

oles anti nyamuk bisa digunakan oleh individu. Pada 10 tahun terakhir dikembangkan kelambu berinsektisida atau dikenal sebagai insecticide treated nets (ITNs) dan tirai berinsektisida yang mampu melindungi gigitan nyamuk. 6. Peraturan Perundangan

Peraturan perundangan diperlukan untuk memberikan payung hukum dan melindungi masyarakat dari risiko penulan DB/DBD. Seperi telah penulis paparkan diatas bahwa DBD termasuk salah satu penyakit yang berbasis lingkungan, sehingga pengendaliannya tidak mungkin hanya dilakukan oleh


(54)

sektor kesehatan. Seluruh negara mempunyai undang-undang tentang pengawasan penyakit yang berpotensi wabah seperti DBD dengan memberikan kewenangan kepada petugas kesehatan untuk mengambil tindakan atau kebijakan untuk mengendalikannya. Dengan adanya peraturan perundangan baik undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan daerah, maka pemerintah, dunia usaha dan masyarakat wajib memelihara dan patuh.

2.6 Pemberantasan Sarang Nyamuk

Menurut Hatang (2010), Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) adalah kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular DBD di tempat-tempat perkembangbiakannya. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengendalikan populasi nyamuk Ae. aegypty sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Tempat-tempat yang menjadi sasaran PSN DBD adalah semua tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD seperti tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, TPA bukan untuk keperluan sehari-hari, dan tempat penampungan air alamiah. PSN DBD dilakukan dengan cara 3M, yaitu:

a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/WC dan drum seminggu sekali

b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti genntong, tempayan, dan tandon air.


(55)

c. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan.

Selain itu, juga dilakukan langkah-langkah seperti (3M Plus):

a. mengganti air vas bunga, tempat minum burung, atau tempat lain yang sejenis seminggu sekali

b. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar

c. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon dengan tanah atau bahan lainnya

d. Menaburkan bubuk larvasida di tempat-tempat yang sulit untuk dikuras atau di daerah yang sulit air.

e. Memelihara ikan pemakan jentik di tempat penampungan air f. Memasang kawat kasa

g. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar h. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruangan memadai i. Menggunakan kelambu

j. Menggunakan obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk, untuk aktivitas di dalam dan di luar rumah

Kegiatan PSN di dalam rumah dilaksanakan oleh anggota keluarga. Sedangkan PSN di tempat umum ditunjuk oleh pimpinan atau pengelola tempat umum tersebut.


(56)

2.7 Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2002), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting utnuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

1. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu sebuah stimulus (objek).

2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut, di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

3. Evaluation (menimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah baik.

4. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai apa yang dikehendaki oleh stimkulus.

5. Adaption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.


(57)

Sedangkan tingkat pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:

1. Tahu

Tahu diartikan sebagai mengingat suat materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui, dan dapat meninterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi

Aplikasi yaitu sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan hokum-hukum, rumus-rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang lain.

4. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih berkaitan satu sama lainnya, misalnya penggunaan kata kerja.

5. Sintesis

Sintesis yaitu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagianbagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain,


(58)

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dsb, terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi

Evaluasi yaitu kemampuan untuk justifikasi atau penilaian terhadap materi atau objek. penialaian-penilaian ini berdasarkan suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya. Pengetahuan tentang penyakit misalnya dapat bermanfaat bagi seseorang untuk untuk menjaga agar dirinya tidak tertular oleh penyakit tersebut. Pengetahuan pada hakekatnya adalah segenap apa yang diketahui manusia tentang suatu objek tertentu, termasuk didalamnya tentang ilmu. Pengetahuan dapat diperoleh melalui melihat atau mendengar kenyataan, selain itu juga dapat diperoleh melalui pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan, baik yang bersifat formal maupun informal.

2.8 Landasan Teori

Kejadian penyakit merupakan hasil hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan yang memliki potensi penyakit. patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan kependudukan dapat digambarkan dalam teori simpul (Achmadi, 2011).


(59)

1. Simpul 1: Sumber Penyakit

Sumber penyakit adalah titik yang menyimpan atau menggandakan agen penyakit serta mengeluarkan agen penyakit. Agent penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui media perantara.

Penyakit DBD disebabkan oleh virus Dengue yang termasuk kelompok B anthropoda borne virus (Arboviruses). dikenal sebagai genus

Flavivirus, famili Flaviviridae dan mempunyai empat jenis serotype, yaitu: DEN-1, DEN–2, DEN–3 dan DEN–4. Keempat serotype virus Dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.

2. Simpul 2: Media Transmisi Penyakit

Ada 5 komponen lingkungan yang dapat memindahkan agent penyakit yang kita kenal sebagai media transmisi penyakit yaitu udara ambient, air, tanah/pangan, binatang/serangga/vektor, dan manusia melalui kontak langsung. Media transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit jika di dalamnya tidak mengandung agent penyakit.

Demam Berdarah Dengue ditularkan nyamuk Aedes aegypti maupun

Aedes albopictus. Yang paling berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti karena hidupnya didalam rumah, sedangkan Aedes albopictus hidupnya di kebun-kebun sehingga lebih jarang kontak dengan manusia.


(60)

3. Simpul 3: Perilaku Pemajanan/Biomarker

Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk berikut perilakunya dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagai perilaku pemajanan. Apabila kesulitan mengukur besaran agent penyakit, maka diukur dengan cara tidak langsung yang disebut sebagai biomarker.

Kasus demam berdarah dengue ditandai dengan demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali dan sering kali ditandai dengan hemokonsentrasi. Pemeriksaan darah pasien sangat membantu untuk menegakkan diagnosa yang akurat terhadap pasien DBD. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan hematokrit dan nilai hematokrit yang tinggi (sekitar 50 % atau lebih) menunjukkan adanya kebocoran plasma, selain itu hitung trombosit cenderung memberikan hasil yang rendah.

4. Simpul 4: Kejadian Penyakit

Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif antara penduduk dengan lingkungan yang memliliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Manifestasi dampak akibat hubungan antara penduduk dengan lingkungan menghasilkan penyakit pada penduduk.

Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh


(61)

hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.

Berdasarkan uraian diatas maka sumber penyakit, media transmisi, proses interaksi dengan penduduk, serta outcome penyakit dapat digambarkan sebagai model kejadian penyakit atau paradigma kesehatan lingkungan sebagai berikut :

Gambar 2.2 Landasan Teori Modifikasi Achmadi (2011) Virus

Dengue

Nyamuk

Aedes

Pemeriksaan Darah

− Sehat

− Sakit

Simpul 1 Simpul 2 Simpul 3 Simpul 4

Variabel lain yang berpengaruh :

Keberadaan Jentik, Pengetahuan, Praktik Pemberantasan Sarang

N k

Sumber Penyakit

Media Transmisi

Perilaku Pemajanan/

Kejadian Penyakit


(62)

2.9 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori di atas, maka penelitian ini menggunakan kerangka teori sebagai berikut:

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan

Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk

Kejadian Demam Berdarah Dengue Keberadaan Jentik


(63)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional dengan desain studi case control untuk mengetahui pengaruh keberadaan jentik, pengetahuan dan praktik pemberantasan nyamuk dengan cara membandingkan sekelompok keluarga orang yang menderita DBD (kasus) dan sekelompok keluarga orang tidak menderita DBD (kontrol).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar. Alasan pemilihan Kecamatan Siantar Timur sebagai lokasi penelitian adalah karena Kecamatan Siantar Timur merupakan kecamatan dengan jumlah kasus demam berdarah dengue tertinggi selama tahun 2012 di Kota Pematang Siantar. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Mei 2013 sampai Januari 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah penderita DBD dan bukan DBD di Kecamatan Siantar Timur pada tahun 2012. Sampel pada penelitian ini adalah keseluruhan populasi. Jumlah kasus DBD di Kecamatan Siantar Timur selama tahun 2012 adalah 98 orang, maka semua kasus dijadikan sampel dengan kontrol 98 orang


(64)

dengan perbandingan kasus dan kontrol 1:1. Pencocokan (matching) dengan kasus dilakukan dalam hal karakteristik kelompok umur dan jenis kelamin yang sama.

Sampel kasus adalah penderita DBD di Kecamatan Siantar Timur yang dinyatakan dengan surat keterangan oleh tenaga medis dan didukung oleh pemeriksaan laboratorium dan tercatat di Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar pada tahun 2012.

Sampel kontrol adalah bukan penderita DBD yang merupakan tetangga terdekat dalam satu lingkungan dengan pencocokan (matching) sama dengan kasus dalam hal umur, jenis kelamin dan lingkungan tempat tinggal.

Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling yang dilakukan pada rumah tangga yang anggota keluarganya pernah menderita demam berdarah dengue selama Januari sampai Desember 2012 berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar.

Kriteria inklusi sampel kasus adalah:

a. Pernah menderita demam berdarah dengue dan dinyatakan dengan surat keterangan oleh tenaga medis dan pemeriksaan laboratorium dan tercatat di Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar selama Januari sampai Desember 2012.

b. Bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Siantar Timur

c. Jika responden berusia ≤ 18 tahun maka akan digantikan oleh orang tua atau anggota keluarga lainnya yang berusia > 18 tahun yang bersedia menjadi responden


(65)

Kriteria inklusi sampel kontrol adalah:

a. Tidak menderita demam berdarah dengue pada tahun 2012

b. Mempunyai kelompok usia dan jenis kelamin yang sama dengan kelompok kasus dan bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Siantar Timur minimal 5 tahun

Kriteria eksklusi sampel adalah:

a. Apabila responden tidak berada di rumah atau telah pindah selama pengumpulan data maka diganti dengan responden yang lain.

b. Tidak bersedia menjadi responden.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data primer diperoleh melalui observasi terhadap keberadaan jentik nyamuk

Aedes aegypti (house index dan container index) serta wawancara langsung dengan responden yang terdiri dari penderita DBD sebagai kasus dan bukan penderita DBD sebagai kontrol dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui pengetahuan dan praktik pemberantasan sarang nyamuk. Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar serta dari buku-buku dan hasil penelitian sebelumnya.

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional

Variabel terikat (dependent variable) adalah kejadian demam berdarah dengue sedangkan variabel bebas (independent variable) adalah keberadaan jentik, pengetahuan serta praktik pemberantasan sarang nyamuk.


(66)

1. Kasus DBD adalah penderita DBD di Kecamatan Siantar Timur yang dinyatakan dengan surat keterangan oleh tenaga medis dan didukung oleh pemeriksaan laboratorium dan tercatat di Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar selama Januari-Desember 2012.

2. Kontrol DBD adalah bukan penderita DBD yang merupakan tetangga terdekat dari penderita DBD dengan pencocokan (matching) dalam hal umur, jenis kelamin dan lingkungan tempat tinggal.

3. Keberadaan jentik adalah ada atau tidaknya jentik di setiap tempat penampungan air yang ada di dalam dan di luar rumah

4. House Index (HI) adalah presentase rumah yang ditemukan jentik terhadap seluruh rumah yang diperiksa.

5. Container Index (CI) adalah presentase kontainer yang ditemukan jentik terhadap seluruh kontainer yang diperiksa.

6. Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah presentase container yang tidak ditemukan jentik terhadap seluruh rumah yang diperiksa.

7. Pengetahuan adalah tingkat pemahaman responden terhadap penyakit demam berdarah dengue.

8. Praktik pemberantasan sarang nyamuk adalah kegiatan untuk memberantas telur, jentik, dan pupa nyamuk Aedes Aegypti penular penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di tempat-tempat perkembangbiakannya


(67)

3.6 Metode Pengukuran 1. Keberadaan Jentik

Keberadaan jentik diukur dengan melakukan pemeriksaan ada tidaknya jentik pada tempat penampungan air yang terdapat di dalam maupun di luar rumah. Keberadaan jentik diukur dengan House index, Container index, dan Angka Bebas Jentik. House index dan Container index dikatakan tinggi jika ≥ 5% dan rendah jika < 5% sedangkan Angka Bebas Jentik dikatakan tinggi jika ≥ 95% dan rendah jika < 95%.

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 15 pertanyaan dengan jumlah skor tertinggi 30. Jawaban (a) bernilai 2, jawaban (b) bernilai 1 dan jawaban (c) bernilai 0. Untuk pertanyaan nomor 7,8, 9 dan 13 jawaban yang diberikan lebih dari 1. Jika responden dapat menyebutkan 3-4 pilihan mendapat nilai 2 dan jika responden hanya dapat menyebutkan 1-2 pilihan mendapat nilai 1.

Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh tingkat pengetahuan kemudian dibagi menjadi kategori baik apabila nilai yang diperoleh ≥ median dan kategori buruk apabila nilai yang diperoleh < median.

3. Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk

Praktik pemberantasan sarang nyamuk diukur dengan melalui observasi yang terdiri dari 8 item dengan jumlah skor tertinggi 16. Jawaban (ya) bernilai 2 dan jawaban (tidak) bernilai 0. Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh kemudian


(68)

praktik PSN dibagi menjadi kategori baik apabila nilai yang diperoleh ≥ median dan kategori buruk apabila nilai yang diperoleh < median.

Tabel 3.1 Variabel, Defenisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur, Skala Ukur dan Kategori

Variabel Defenisi Operasional

Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur

Kategori Kasus DBD Penderita DBD

yang dinyatakan dengan surat keterangan oleh tenaga medis dan pemeriksaan laboratorium dan tercatat di Dinkes Pematang Siantar Studi dokumentasi data sekunder pada Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar pada bulan Januari-Desember 2012

Kuesioner Ordinal 1. Sakit (kasus) 2. Tidak

sakit (kontrol) Keberadaan jentik Ada atau tidaknya jentikdi tempat penampungan air yang ada di dalam dan di luar rumah

Observasi Checklist Ordinal 1. Tidak ada 2. Ada

House index Presentase

rumah yang ditemukan

jentik terhadap seluruh rumah yang diperiksa

Observasi Checklist Ordinal 3. Rendah (< 5% ) 4. Tinggi

(≥ 5%)

Container index Presentase kontainer yang ditemukan jentik terhadap seluruh kontainer yang diperiksa

Observasi Checklist Ordinal 1. Rendah (< 5%) 2. Tinggi (≥ 5%)


(1)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Tingkat

pengetahuan (baik / buruk) 2.345 1.311 4.196

For cohort KASUS = Kasus 1.509 1.144 1.989

For cohort KASUS = Kontrol .643 .468 .883

N of Valid Cases 196

Tingkat praktik PSN * KASUS

Crosstab

KASUS

Total Kasus Kontrol

tingkat praktik PSN

Baik Count 55 33 88

% within tingkat praktik PSN

62.5% 37.5% 100.0%

Buruk Count 43 65 108

% within tingkat praktik PSN

39.8% 60.2% 100.0%

Total Count 98 98 196

% within tingkat praktik PSN


(2)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson

Chi-Square 9.981(b) 1 .002

Continuity

Correction(a) 9.095 1 .003

Likelihood Ratio 10.072 1 .002

Fisher's Exact

Test .002 .001

Linear-by-Linear

Association 9.931 1 .002

N of Valid Cases 196

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 44.00.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for tingkat praktik

PSN (Baik / Buruk) 2.519 1.413 4.493

For cohort KASUS = Kasus 1.570 1.183 2.083

For cohort KASUS = Kontrol .623 .457 .850


(3)

Keberadaan jentik * KASUS

Crosstab

KASUS Total

Kasus Kontrol

keberadaan jentik

ada Count

38 52 90

% within

keberadaan jentik 42.2% 57.8% 100.0%

tidak

ada

Count

60 46 106

% within

keberadaan jentik 56.6% 43.4% 100.0%

Total Count 98 98 196

% within

keberadaan jentik 50.0% 50.0% 100.0% Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson

Chi-Square 4.027(b) 1 .045

Continuity

Correction(a) 3.472 1 .062

Likelihood Ratio 4.041 1 .044

Fisher's Exact

Test .062 .031

Linear-by-Linear

Association 4.006 1 .045

N of Valid Cases 196

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 45.00.


(4)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

keberadaan jentik (ada / tidak ada)

.560 .318 .989

For cohort KASUS =

Kasus .746 .556 1.000

For cohort KASUS =

Kontrol 1.331 1.006 1.762

N of Valid Cases 196

Lampiran Analisis Multivariat Block 0: Beginning Block

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .000 .143 .000 1 1.000 1.000

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables PENGETAHUAN 8.387 1 .004

PSN 9.981 1 .002

JENTIK 4.027 1 .045

Overall Statistics 15.090 3 .002

Block 1: Method = Backward Stepwise (Likelihood Ratio) Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 15.442 3 .001

Block 15.442 3 .001

Model 15.442 3 .001

Step 2(a) Step -1.632 1 .201

Block 13.810 2 .001

Model 13.810 2 .001

a A negative Chi-squares value indicates that the Chi-squares value has decreased from the previous step.


(5)

Model Summary Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R

Square Nagelkerke R Square

1 256.272 .076 .101

2 257.903 .068 .091

Classification Table(a)

Observed Predicted

KASUS Percentage Correct Kasus Kontrol

Step 1 KASUS Kasus 59 39 60.2

Kontrol 30 68 69.4

Overall Percentage 64.8

Step 2 KASUS Kasus 65 33 66.3

Kontrol 51 47 48.0

Overall Percentage 57.1

a The cut value is .500

Variables in the Equation

B

S.E

. Wald d

f Sig.

Exp(B ) 95.0% C.I.for EXP(B) Lowe r Uppe r Ste p 1(a) PENGETAHUA

N .589

.31

8 3.425 1 .06

4 1.802 .966 3.361 PSN

.656 .31

9 4.236 1 .04

0 1.926 1.032 3.597 JENTIK

-.388 .30

3 1.633 1 .20

1 .679 .375 1.230

Constant

-1.35 4

.82

7 2.679 1 .10

2 .258

Ste p 2(a)

PENGETAHUA

N .611

.31

6 3.733 1 .05

3 1.843 .991 3.427 PSN

.723 .31

3 5.326 1 .02

1 2.061 1.115 3.810

Constant

-2.09 2

.60 1

12.10 9 1

.00

1 .123


(6)

Model if Term Removed

Variable

Model Log Likelihood

Change in -2 Log

Likelihood df

Sig. of the Change

Step 1 PENGETAHUAN -129.849 3.426 1 .064

PSN -130.257 4.243 1 .039

JENTIK -128.952 1.632 1 .201

Step 2 PENGETAHUAN -130.821 3.739 1 .053


Dokumen yang terkait

Analisis Determinan Kinerja Petugas Surveilans Demam Berdarah Dengue di Kota Pematang Siantar Tahun 2013

2 58 153

Hubungan Kondisi Perumahan dengan Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabaru Kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir Riau Tahun 2012

1 59 132

Pengaruh Partisipasi Masyarakat terhadap Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013

3 67 113

Prevalensi Demam Berdarah Dengue Di Kota Medan Berdasarkan Data Di Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2011

2 59 116

Analisis Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue

0 30 1

Hubungan Tempat Perindukan Nyamuk dan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Benda Baru Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

3 26 120

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM UPAYA PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK PADA KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

0 0 7

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU MAHASISWA TENTANG PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) TERHADAP KEBERADAAN JENTIK AEDES AEGYPTI

0 0 5

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Keberadaan Jentik, Pengetahuan dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar Tahun 2014

0 0 9

Pengaruh Keberadaan Jentik, Pengetahuan dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar Tahun 2014

0 0 18