Kerangka Pikir KAJIAN TEORI

46 adalah memasukkan tali kedalam lubang roncean yang membutuhkan kecermatan serta ketepatan. Kecermatan terlihat saat anak mengkoordinasi mata dan tangan membutuhkan keterampilan gerak otot-otot jari dalam memasukkan tali ke dalam lubang roncean yang dapat meningkatkan motorik halus. Sedangkan kecepatan terlihat saat anak menyelesaikan kegiatan meronce dalam waktu yang singkat. Sehingga dengan meronce keterampilan motorik halus anak dapat meningkat. Meronce dapat menggunakan berbagai bahan misalnya kertas, sedotan, dan daun. Bahan daun dan kertas tidak dipilih karena media ini mudah robek sedangkan jika menggunakan sedotan anak sudah bosan dan anak kurang meningkatkan motorik halus anak karena lubang sedotan terlalu lebar atau mudah untuk anak di TK B. Bahan lain yang dapat digunakan dalam kegiatan meronce adalah tanah liat. Tanah liat dipilih karena saat kering tidak berubah bentuk atau kaku. Tanah liat yang kaku membuat anak tidak cepat bosan karena anak menyukai bahan yang kuat. Tanah liat dapat dibentuk dengan menyesuaikan tema, selain itu setelah anak selesai meronce dapat diwarnai serta didaur ulang dengan menggunakan air. Tanah liat aman bagi anak karena tidak mengandung zat kimia beracun. Oleh karena itu meronce dengan menggunakan bahan tanah liat dapat meningkatkan keterampilan motorik halus pada anak. Adapun skema kerangka berpikir yang dapat peneliti gambarkan dari penelitian ini adalah: Gambar 1. Skema kerangka berpikir Kemampuan motorik halus kelompok B TK Masyithoh belum optimal Meronce dengan bahan tanah liat Kemampuan motorik halus anak akan meningkat 47

G. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir dan kajian teori tersebut maka peneliti mengajukan hipotesis seperti berikut, “kegiatan meronce menggunakan bahan tanah liat dapat meningkatkan keterampilan motorik halus kelompok B di TK Yayasan Masyithoh Beran, Bugel, Kulon Progo”. 48

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas kolaborasi partisipasi yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Menurut Wina Sanjaya 2009: 26 penelitian tindakan kelas adalah proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan masalah dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model penelitian yang diungkapkan oleh Kemmis dan Taggart yang merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin. Model ini dapat mencakup beberapa siklus dan pada masing- masing siklus meliputi tahapan. Tahapan-tahapan tersebut berlangsung secara berulang-ulang sampai tujuan penelitian tercapai. Adapun gambaran pelaksanaan model tersebut dapat dilihat dari gambar berikut Keterangan: 1. Plan perencanaan 2. Act observe tindakan dan observasi 3. Reflect refleksi Gambar 2. Penelitian Tindakan Kelas model spiral Kemmis dan Mc Taggart Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, 2011: 21