Anak Sebagai Korban Kekerasan

Banyak sekali pertanyaan dan keheranan : mengapa banyak perempuan tetap tinggal dalam hubungan yang penuh kekerasan? Mengapa mereka tidak meninggalkan suaminya? Beberapa alasannya adalah : a. Ketiadaan dukungan sosial yang sungguh memahami kompleksitas situasi yang dihadapi perempuan b. Citra diri yang negatif c. Keyakinan bahwa suami akan berubah d. Kesulitan ekonomi e. Kekhawatiran tidak dapat membesarkan anak dengan baik tanpa kehadiran pasangan f. Keraguan bahwa meraka akan dapat bertahan dalam dunia yang kejam g. Akhirnya perempuan dapat terus bertahan daam kondisi kekerasan karena kekhawatiran adanya pembalasan dan kekerasan yang lebih hebat yang akan diterimanya Luhulima, 2000 : 33.

2.3.3 Anak Sebagai Korban Kekerasan

Dalam UU RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 1 menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan Pustaka yustisia, 2010 : 2 Seorang anak haruslah dipandang sebagai orang yang harus dilindungi, dikembangkan dan dijamin kelangsungan hidupnya. Bukan sebaliknya memandang anak sebagai sasaran empuk tindak kekerasan. Perlindungan yang dapat dilakukan yaitu Universitas Sumatera Utara kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar sehingga dapat melakukan cita-cita bangsa. Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa menyatakan bahwa anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya. Dan ada orang lain yang paling utama dan pertama bertanggungjawab adalah orangtua sendiri. Orangtualah yang bertanggungjawab memperkembangkan keseluruhan eksistensi si anak Gunarsa, 1995:28. Anak yang hidup dalam keluarga yang diwarnai kekerasan adalah anak yang rentan, yang dalam bahaya karena kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut: 1. Laki-laki yang menganiaya istri dapat pula menganiaya anaknya. 2. Istri atau perempuan yang mengalami penganiayaan dari pasangan hidupnya dapat mengarahkan kemarahan dan frustasinya pada anak-anaknya. 3. Anak-anak dapat cedera secara tidak sengaja ketika mencoba menghentikan kekerasan dan melindungi ibunya. 4. Anak-anak yang biasa hidup dalam kekerasan akan belajar bahwa kekerasan adalah cara penyelesaian masalah yang wajar, dibolehkan. Anak laki-laki dapat berkembang menjadi laki-laki dewasa yang juga menganiaya istri dan anak, dan anak perempuan dapat saja menjadi perempuan dewasa yang kembali terjebak menjadi korban kekerasan Ciciek, 1999 : 35 Anak-anak dari keluarga yang diwarnai kekerasan dapat mengembangkan pemikiran bahwa: a. Seorang suami boleh memukul istrinya. b. Kekerasan merupakan cara untuk menenangkan perbedaan pendapat. Universitas Sumatera Utara c. Perempuan adalah lemah, memiliki posisi lebih rendah, tidak mampu menjaga dirinya sendiri dan tidak mampu menjaga anak-anaknya. d. Laki-laki dewasa adalah pengganggu dan berbahaya. Anak-anak dari keluarga demikian akan cenderung kurang mampu menyatakan perasaan-perasaannya secara verbal, dan lebih terbiasa menunjukan kegelisahannya, ketakutan dan kemarahan melalui prilakunya. Bila sikap diam karena hal takut adalah hal lumrah pada keluarga yang diwarnai kekerasan dapat dimengerti bahwa cara adaptasi seperti ini juga dipelajari oleh anak. Anak akan menekan perasaan-perasaannya sendiri. Emosi-emosi negatif yang tidak dapat diberinya nama dirasakan campur aduk, takut, marah, bingung, merasa bersalah, sedih, khawatir, kecewa, ambivalen Cicie, 1999 : 37

2.4 Peran Pekerja Sosial dalam Masalah KDRT