F ilsafat Jiwa Bidang Filsafat
                                                                                b.  menangkap,  dengan  dua  bagian  :  1  menangkap  dari  luar  dengan panca  indera,  dan  2  menangkap  dari  dalam  dengan  indera-indera
batin, yang terdiri atas lima indra, yaitu :
11
i.  Indera  bersama,  yang  menerima  segala  apa  yang  ditangkap  oleh indera luar. Contohnya kucing yang disiram air.
ii.  Indra  khayyal  representasi,  yang  menyimpan  segala  apa  yang diterima oleh indera bersama. Contohnya kucing dapat mengetahui
keberadaan  tikus  karena  pengalaman  yang  direkam  di  dalam ingatannya.
iii. Imajinasi, yang menyusun apa yang disimpan dan khayyal. iv. Estimasi, yang dapat menangkap hal-hal abstrak yang terlepas dari
materinya umpamanya keharusan lari bagi kambing ketika melihat serigala.
v.  Indera  pemeliharaan  rekoleksi,  yang  menyimpan  hal-hal  abstrak yang diterima oleh estimasi.
Dengan demikian, jiwa binatang lebih tinggi  fungsinya daripada jiwa tumbuh-tumbuhan,  bukan  hanya  sekedar  makan,  tumbuh,  dan
berkembang  biak,  tetapi  telah  dapat  bekerja  dan  bertindak  serta  telah merasakan sakit dan senang seperti manusia.
III. Jiwa Manusia, mempunyai dua daya : 1.
Praktis, yang berhubungannya dengan badan.
11
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam : Filosof  Filsafatnya , Jakarta: Rajawali Pres, 2010, h. 105.
2. Teoritis,  yang  hubungannya  dengan  hal-hal  abstrak.  Daya  ini
mempunyai tingkat : i.  Akal  materiil,  yang  semata-mata  mempunyai  potensi  untuk  berpikir
dan belum dilatih walaupun sedikit. ii.  Akal
al-malakat
,  yang  telah  mulai  dilatih  untuk  berpikir        tentang hal-hal abstrak.
iii. Akal Aktual, yang telah dapat berpikir tentang hal-hal abstrak. iv.  Akal  Mustafad,  yaitu akal  yang telah sanggup berpikir tentang hal-
hal  abstrak  tanpa  perlu  pada  daya  upaya.  Akal  seperti  inilah  yang dapat  berhubungan  dan  menerima  limpahan  ilmu  pengetahuan  dari
Akal Aktif
12
Sifat  seseorang  bergantung  pada  jiwa  mana  dari  ketiga  macam  jiwa tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia yang berpengaruh pada dirinya.
Jika  jiwa  tumbuh-tumbuhan  dan  binatang  yang  berkuasa  pada  dirinya, maka  orang  itu  dapat  menyerupai  binatang.  Tetapi  jika  jiwa  manusia
yang  mempunyai  pengaruh  atas  dirinya,  maka  orang  itu  dekat  pada kesempurnaan.
Dalam  hal  ini  daya  praktis  mempunyai  kedudukan  penting.  Daya  inilah yang  berusaha  mengontrol  badan  manusia,  sehingga  hawa  nafsu  yang  terdapat
dalam badan tidak menjadi halangan bagi daya teoritis untuk membawa manusia kepada  tingkatan  yang  tinggi  dalam  usaha  mencapai  kesempurnaan.  Menurut
pendapat  Ibnu  Sina  jiwa  manusia  merupakan  satu  unit  yang  tersendiri  dan
12
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam, h. 30-31.
mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan dapat menerima jiwa, lahir di dunia ini. Sungguhpun
jiwa manusia tak mempunyai fungsi-fungsi fisik, dan demikian tak berhajat pada badan  untuk  menjalankan  tugasnya  sebagai  daya  yang  berpikir,  jiwa  masih
bersahajat  dengan  badan.  Karena  pada  permulaan  wujudnya  badanlah  yang menolong jiwa manusia untuk dapat berpikir.
13
Pancaindera yang lima dan daya-daya batin dari jiwa binatanglah seperti indera  bersama,  estimasi,  dan  rekoleksi  yang  menolong  jiwa  manusia  untuk
memperoleh  konsep-konsep  dan  ide-ide  dari  alam  sekelilingnya.  Apabila  jiwa telah  mencapai  kesempurnaannya  maka  badan  tidak  diperlukan  lagi  bahkan
menjadi  penghalang  mewujudkan  kesempurnaan.  Sejalan  dengan  terpisahnya antara badan dengan jiwa tersebut, maka jiwa manusia tidak mesti hancur dengan
dengan  hancurnya  badan.  Tetapi  jiwa  tumbuh-tumbuhan  dan  jiwa  binatang  yang terdapat dalam diri manusia, maka hanya mempunyai fungsi-fungsi  yang bersifat
fisik  yang  akan  mati  dengan  matinya  badan  dan  tak  kan  dihidupkan  kembali  di akhirat.  Balasannya untuk kedua jiwa ini pun dicukupkan di  dunia saja. Berbeda
denga  jiwa  manusia  yang  bertujuan  pada  hal-hal  yang  abstrak  yang  akan dihidupkan kelak di akhirat.
14
Pemikirannnya  yang  intens  terhadap  jiwa  menyebabkan  Ibnu  Sina sampai  pada  kesimpulan  bahwa  jiwa  bersifat  kekal  abadi.  Menurut  Ibnu  Sina,
hanya dengan keabadian jiwalh nikmat surga dan siksaat neraka dapat terlaksana,
13
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2002, h. 32.
14
Ibid.
seperti  dijelaskan  oleh  ayat  al-Qur ’an  QS.  Al-Baqarah  :  25  dan  39.
15
Kelanjutannya  ialah  bahwa  yang  berbangkit  pada  hari  kiamat  hanya  jiwa,  tanpa badan.
16
                