Zaman tidak dijadikan dalam proses waktu, melainkan kejadian tersebut adalah  sebagai
ibda
’ ciptaan, di mana penciptaannya tidak mendahuluinya dari segi tingkatan dan martabat. Kalau sekiranya zaman itu mempunyai sumber asal,
maka  berarti  zaman  itu  terjadi  sesudah  ada  zaman  lain  yang  mendahuluinya. Sebab  pengertian  baru  dalam
zaman
adalah  bahwa  zaman  itu  asalnya  tidak  ada kemudian menjadi ada. Jadi sekali lagi apabila zaman itu ukuran gerak dan zaman
itu bukan baru, maka gerak itupun bukan hal yang baru.
60
4.   Tempat, kekosongan, terbatas dan tidak terbatas
Tempat  adalah  sesuatu  yang  di  dalamnya  terdapat  suatu  benda.  Jadi tempat itu meliputi benda itu, memuatnya, terpisah darinya, terjadi suatu gerakan
dan  sama  seimbang  dengan  benda  tersebut.  Sebab  tidak  mungkin  terdapat  dua benda dalam satu tempat dan dalam masa yang satu pula. Tempat itu bukan benda
mater  =  hule  =  materi  bukan  pula  surah  form,  karena  kedua-duanya  hanya berada pada suatu yang terdapat dalam tempat.
61
Kemudian dalam soal kekosongan, Ibnu Sina tidak membenarkan adanya kekosongan,  sebagaimana  ia  mengingkari  adanya  keterbatasan  kadar  yang  tak
terhingga,  atau  adanya  bilangan  yang  tidak  berakhir  maupun  gerak  yang  tidak berpangkal.
Sedangkan  dalam  buku  Seyyed  Hossein  Nasr  2006,  dalam  bidang fisika,  yang  ia  diskusikan  dalam
Al-
Syifa’  dan  juga  karya-karya  yang  lebih pendek,  konstribusi  mendasar  Ibnu  Sina  adalah  kritiknya  terhadap  teori  gerak
60
H. A. Mustofa, Filsafat Islam, h. 200.
61
Ibid .
proyektil  Aristotelian  yang  merupakan  kelemahan  fisika  Peripatetik.  Ibnu  Sina mengambil  teori  John  Philoponos  untuk  melawan  Aristoteles  dan  menyatakan
bahwa  tubuh  dalam  gerak  proyektil  memiliki  suatu  kekuatan  dirinya  yang diberikan  kepadanya  oleh  sebab  yang  pertama  kali  menggerakkannya  untuk
mendorong  sesuatau  yang  menghalanginya  dari  bergerak  dalam  arah  partikular, yakni  daya  tolak  perantar.  Selanjutnya,  menurut  pandangan  Ibnu  Sina,  juga
bertentangan dengan pendapat John Philoponos, daya ini, yang disebut
mail qasri
, tidak  tertata  dalam  kehampaan  tapi  dapat  berlanjut  jika  terdapat  kehampaan  di
mana tubuh dapat bergerak.
62
Ibnu Sina juga berusaha memberikan relasi kuantitatif pada bentuk gerak ini dan menyatakan bahwa tubuh  yang digerakkan oleh kekuatan  yang diberikan
akan  memiliki  kecepatan  atau  bobot  yang  sesuai  dengan  kecenderungan alamiahnya,  dan  bahwa  jarak  yang  ditempuh  oleh  gerak  tubuh  tersebut  dengan
kecepatan konstan secara langsung sesuai dengan beratnya.
63
Jalan  fikiran  Ibnu  Sina  bertolak  dari  konsepsi  makhluk  dan mengembangkan  dengan  argumentasi  ontologia.  Secara  garis  besar,  ia  membagi
sesuatu yang ada atas dua sisi, yaitu fisika dan metafisika.
62
Di  Barat,  teori  daya  dorong  Ibnu  Sina  diadobsi  oleh  seorang  Andalusia,  Al-Bitruji, sebelum  ia  memasuki  dunia  Latin  dan  memiliki  hubungan  langsung  dengan  tulisan-tulisan  Peter
Olivi,  di  mana  istilah  Arab  mail  qasri  diterjemahkan  dengan  inclinatio  violenta.  Ekspresi  ini kemudian  diganti  nama  dengan  impetus  impressus  oleh  John  Buri  dan  didefinisikan  sebagai
produk  massa  dan  kecepatan  yang  sama  dengan  momentum  pada  fisika  modern.  Lihat  Seyyed Hossein Nasr, Tiga Madzhab Utama : Filsafat Islam. Jogjakarta: IRCiSoD, 2006, h. 71.
63
Seyyed Hossein Nasr, Tiga Madzhab Utama : Filsafat Islam, h. 70.