F ilsafat Wujud Bidang Filsafat
Dengan argumen ini Ibnu Sina ingin membuktikan adanya Tuhan menurut logika. Dengan demikian, Tuhan adalah unik dalam arti, Dia adalah
kemaujudan yang Mesti, segala sesuatu selain Dia bergantung kepada diri dan keberadaan Tuhan. Kemaujudan yang Mesti itu harus satu. Nyatanya, walaupun di
dalam Kemaujudan ini tak boleh terdapat kelipatan sifat-sifat-Nya, tetapi Tuhan memiliki esensi lain, tak ada atribut-atribut lain kecuali bahwa Dia itu ada, dan
mesti ada. Ini dinyatakan oleh Ibnu Sina dengan mengatakan bahwa esensi Tuhan identik dengan keberadaan-Nya yang mesti itu. Karena Tuhan tidak beresensi,
maka Dia mutlak sederhana dan tak dapat didefinisikan. Ibnu Sina menganut
paham emanasi
. Teori emanasi Ibnu Sina hampir tidak berbeda dengan teori emanasi yang telah lebih dahulu dikemukakan al-
Farabi. Dari Tuhan memancarkan 10 akal akal I sampai dengan akal X, 10 jiwa 9 jiwa langit dan 1 jiwa bumi, dan 10 raga 9 raga langit dan 1 raga bumi.
Emanasi itu adalah akibat aktivitas mengetahui atau berpikir.
24
Ia berpendapat bahwa dari Tuhan berpikir tentang diri-Nya, maka memancarkan Akal I. Sekalipun Tuhan terdahulu dari segi zat, namun Tuhan dan
Akal Pertama adalah sama-sama azali. Selanjutnya Ibnu Sina berpendapat, bahwa Akal Pertama mempunyai dua sifat : sifat wajib wujudnya, sebagai pancaran dari
Allah dan sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakekat dirinya
دوجولا بجاو هتادل
dan
هرىغل دوجولا بجاو
atau
Necerssary by Virtue of the Necssary Being dan Possible in Essence
. Dengan demikian ini mempunyai tiga obyek pemikiran : i berpikir tentang Tuhan, ii berpikir tentang dirinya sebagai wajib wujudnya dan
24
Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam : Pemikiran dan Peradaban, h. 198.
iii dirinya sebagai mungkin wujudnya. Dari pemikiran tentang Tuhan timbul jiwa-jiwa, dan dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul
langit-langit.
25
Akibat aktivitas berpikir akal I, memancar akal II. Sebagai akibat aktivitas berpikir kedua, memancarkan jiwa, dan langit pertama. dan sebagai
akibat aktivitas ketiga, memancarkan raga langit pertama. Akal II juga memiliki tiga aktivitas seperti tersebut diatas. Dan akibatnya juga tiga, muncul akal III, jiwa
langit kedua, dan raga langit kedua. Demikian seterusnya hingga Akal X, jiwa langit kesembilan bulan, dan raganya planet. Dari Akal X hanya memancar
jiwa, raga dan bumi. Akal X tidak cukup kuat untuk memancarkan akal berikutnya. Pada bumi banyak muncul raga-raga tumbuhan, binatang, dan
manusia, yang masing-masing raga itu ditempati oleh satu jiwa individual.
26
Akal-akal adalah para malaikat, Akal I adalah malaikat tertinggi dan akal X adalah Malaikat Jibril yang bertugas mengatur bumi dan isinya. Akal bersifat
tetap dan terasing dari falak, sedangkan jiwa berhubungan langsung dengan falak gerakan alam di langit. Tuhan adalah
al-Khair al-Mutlak
Tuhan sendiri
27
dan Akal hanyalah
al-Khair
yang menjadi tujuan dari segala gerakan falak untuk kesempurnaan dirinya. Kerinduan Jiwa falak kepada
al-Khair
disebut
al-Isyq al-
25
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, h. 70.
26
Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam : Pemikiran dan Peradaban, h. 198.
27
Tuhan menjadi tujuan tiap-tiap jiwa manusia, sebagaimana juga Dia menjadi tujuan segala gerakan alam di langit falak. Falak itu bergerak secara beredar menaati al-Khair al-
Mutlak . Gerakan falak itu merupakan gerakan jiwa nafs, sebab falak itu menyerupai manusia.
Mutlak.
Rindu inilah yang menyebabkan terjadinya bermacam-macam peristiwa dan berlangsungnya berbagai macam hal.
28
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel emanasi Ibnu Sina di bawah ini.
29
Subjek Akal
yang ke Sifat
Allah sebagai
Wajib al- Wujud
menghasil kan
Dirinya sendiri
sebagai Wajib
wujud li ghairihi,
menghasilk an
Dirinya sendiri
mumkin wujud
lizathihi Keterangan
I Wajib
al- Wujud
Akal II Jiwa I yang
menggerakk an
Langit Pertama
Masing-masing jiwa berfungsi
sebagai penggerak satu
planet karena immateri tidak
bisa langsung menggerakkan
jisim materi, II
Mumki n al-
Wujud Akal III
Jiwa II yang menggerakk
an Bintang-
bintang
III Sda
Akal IV Jiwa III
yang menggerakk
an Saturnus
IV Sda
Akal V Jiwa IV
yang menggerakk
an Yupiter
V Sda
Akal VI Jiwa V yang
menggerakk an
Mars
VI Sda
Akal VII Jiwa VI
yang menggerakk
an Matahari
VII Sda
Akal VIII Jiwa VII
menggerakk an
Venus
VIII Sda
Akal IX Jiwa VIII
yang menggerakk
Merkuri
28
Hasyimsyah Nasution, h. 70.
29
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam : Filosof Filsafatnya , Jakarta: Rajawali Pres, 2010, h. 101.
an
IX Sda
Akal X Jiwa IX
yang menggerakk
an Bulan
X Sda
- Jiwa X yang
menggerakk an
Bumi, roh,
materi pertama
yang menjadi
dasar dari
keempat unsur
udara, api, air,
dan tanah.
Akal X tidak lagi
memancarkan akal-akal
berikutnya karena
kekuatannyasud ah lemah.
Akal-akal dan planet-planet dalam emanasi di atas dipancarkan diciptakan Allah secara hierarkies. Keadaan ini bisa terjadi karena
ta’aqqul Allah tentang zat-Nya sebagai sumber energi dan menghasilkan energi yang
mendahsyat. Ta’aqqul Allah tentang zat-Nya adalah ilmu Allah tentang diri-Nya
dan ilmu itu adalah daya
al-qudrat
yang menciptakan segalanya. Agar sesuatu itu tercipta, cukup sesuatu itu diketahui Allah. Dari hasil
ta’aqqul Allah terhadap zat-Nya energi itulah diantaranya menjadi akal-akal, jiwa-jiwa, dan yang lainnya
memadat menjadi planet-planet.
30
Filsuf yang mendukung pemikiran Aristoteles beranggapan bahwa Tuhan tidak tersibukkan dengan sesuatu yang ada di luar diri-Nya. Tuhan hanya
memikirkan diri- Nya karena Dia adalah ‘
aql.
Dengan kata lain, Tuhan adalah
30
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam : Filosof Filsafatnya , h. 102.
subjek sekaligus objek pemikiran. Karena itu, Tuhan tidak perlu tahu hal-hal yang bersifat partikular. Hal-hal yang bersifat partikular adalah khusus bagi yang
terbatas yang terpengaruh dengan berbagai kejadian dan objek pengetahuan setelah terjadi. Pendapat tersebut tidak dapat diterima oleh Ibnu Sina. Baginya,
Tuhan Maha Mengetahui segala yang sudah atau yang akan terjadi dalam kekuasaan-Nya sejak azali. Jadi, pengetahuan-Nya itu bukanlah karena sesuatu itu
sudah terjadi, bahkan pengetahuan-Nya itulah yang menjadi sebab bagi terjadinya segala sesuatu.
31