BAB II MURTAD MENURUT HUKUM ISLAM
A. Murtad dan Istilah-istilah Lain Yang Terkait.
1. Istilah Murtad Murtad yaitu keluar dari agama Islam, baik pindah pada agama yang lain atau
menjadi tidak beragama.
8
Murtad menurut bahasa arab berasal daripada perkataan riddah. Dari segi bahasa, riddah bermakna kembali daripada sesuatu kepada yang selainnya. Oleh
itu dari sudut bahasa murtad bermakna orang yang kembali daripada sesuatu kepada yang lainnya.
9
Dari segi istilah syara’ , murtad ditakrifkan dengan pelbagai takrifan. Antaranya ialah:
1. Menurut Imam Al-Husni: “keluar daripada Islam dan kembali kepada kufur
serta membebaskan diri daripada Islam”
10
2. Menurut Al-Shaykh ‘Abd Al-Qadir Awdah : “ Meninggalkan agama Islam dan
keluar daripada setelah menganutnya.”
11
8
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam Bandung : Penerbit Sinar Baru Algensindo, 2007, Cet. 40, h. 445.
9
Arieff Salleh Rosman, Murtad Menurut Perundangan Islam, Kuala Lumpur: Pusat Pengajian Islam dan Pembangunan Sosial, universiti teknologi Malaysia, 2000, h.8
10
Ibid. h. 8
11
Ibid, h. 8
3. Menurut Dr. wahbah al- Zuhayli : “ Berpaling daripada Islam dan kembali
kepada kufur, sama ada dengan niat atau perbuatan yang mengkafirkan atau perkataan, dan sama ada diucapkan dengan gurauan atau penentangan atau
I’tiqad.”
12
4. Menurut Sayyid Sabiq: “Kembali orang Islam yang berakal dan dewasa
kepada kafir dengan kehendaknya sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Baik yang kembali itu orang lelaki mahupun orang perempuan.”
13
5. Menurut Dr Abd al-karim Zaydan: “Keluar daripada Islam”
Kesimpulan daripada takrifan ini, orang murtad ialah seorang muslim mukallaf yang keluar daripada agama Islam sama ada dengan kepercayaan, perkataan atau
perbuatan, dengan kehendaknya sendiri.
14
Perkataan murtad membawa maksud keluar dari berpegang dengan agama Islam dan kembali berpegang dengan agama bukan Islam tanpa mengira apa jenis
sekalipun agama bukan Islam itu.
15
12
Ibid, h. 9
13
Ibid, h.9
14
Ibid, h.10
15
Basri Bin Ibrahim Al-Hasani Al-Azhari, Murtad: Punca-Punca Dan Cara Mengatasinya Menurut Perspektif Islam,
Kuala Terengganu: Kolej Ugama Sultan Zainal Abidin, 2002 H. 7.
2. Istilah Kafir Di kalangan ahli fikih, dikenal beberapa macam jenis kafir:
Kafir Dzimmi : yaitu orang-orang kafir yang masih tetap dengan agama lamanya akan tetapi ia tunduk dan patuh pada ketentuan Agama Islam dengan tidak
memerangi umat Islam. Terhadap orang kafir Dzimmi ini sikap Islam cukup jelas, mereka harus dilindungi.
16
Kafir Mu’ahad : adalah orang kafir yang melakukan kontrak kesepakatan dengan umat Islam untuk tidak saling menyerang satu sama lain. Mereka membuat
kesepakatan perihal genjatan senjata dalam waktu tertentu. Kafir ini tak boleh dibunuh.
17
Kafir Musta’min : yaitu orang kafir yang minta jaminan keamanan kepada orang- orang Islam dalam waktu tertentu
18
. Kafir Harbi : yaitu orang kafir yang selalu memusuhi Islam dengan berbagai cara,
mungkin dengan jalan menghasut, memfitnah, bahkan dengan peperangan fisik berupa penumpasan. Kafir jenis keempat ini dipandang sebagai orang-orang yang
membahayakan eksistensi Islam.
19
16
Abd Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama Membangun Toleransi berbasis Al- Qur’an
, Depok, KataKita ,2009 cetakan kedua.hal 307
17
Ibid, h. 307
18
Ibid, h. 308
19
Ibid, h. 308
3. Istilah al-Kitab Golongan ahlul Kitab adalah golongan Yahudi yang berpegang kepada Kitab
Taurat, serta golongan Nasrani yang berpegang kepada Kitab Injil.
20
4. Istilah Musyrik Musyrik secara literal berarti menyekutukan sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Namun kata syirk lebih sering dipahami sebagai upaya menyekutukan Allah dengan benda-benda atau sesuatu yang lain. Orang melakukan perbuatan syirk
atau isyrak disebut musyrik.
21
Secara historis, syirk menunjukkan pada perilaku orang-orang Mekah yang menyembah obyek-obyek fisik, seperti patung atau benda-benda keramat sebagai
entitas yang sakral.
22
Penerapan hukum terhadap golongan musyrikin dan golongan Ahlul Kitab berbeda. Karena secara ketauhidan, kedua golongan ini memiliki perbedaan yang
sangat tajam. Golongan musyrikin tidak mengenal Allah SWT. Mereka menyembah berhala, sedang ahlul kitab lebih dekat kepada fitrah tauhid. Mereka
menyembah Allah, mereka mengaku adanya Nabi. Mereka tidak mengakui Muhammad SAW. Sebagai Rasul Allah SWT.
23
20
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum Antar Golongan Interaksi Fiqh Islam Dengan Syariat Agama Lain,
Semarang: Pt. Pustaka Rizki Putra, 2001 cet. 1, h. 76
21
Abd Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama, Depok, KataKita, 2009 cetakan kedua.hal 317
22
Ibid, h 317
23
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum Antar Golongan Interaksi Fiqh Islam Dengan Syariat Agama Lain,
Semarang: Pt. Pustaka Rizki Putra, 2001 cet. 1, h. 76
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas adalah bahwa antara kaum musyrikin dan ahlul kitab terdapat perbedaan besar. Dan antara umat Islam
dengan ahlul Kitab hampir sama terkecuali dalam penerapan beberapa hukum saja.
24
B. Dalil-dalil al-Quran Dan as-Sunnah tentang murtad.