Tindak Pidana Terhadap Pelaku Murtad Sebagai Jenayah Hudud.

yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Ansar, dan saya perintahkan untuk tidak memerangi dan membunuh sesiapapun sebelum di ajak mematuhi ajaran Allah. Barangsiapa yang memenuhi ajakan itu, mengakui dan meninggalkan kemusyrikan, lalu mengerjakan pekerjaan yang baik harus diterima dan dibantu. Tetapi jika ada yang membangkang harus diperangi dan jangan ada yang ditinggalkan. Mereka harus dihujani dengan anak panah dan dibakar dengan api, dibunuh, perempuan dan anak-anak ditawan, dan tiada sesiapapun yang diterima kecuali di dalam Islam” 45 Setelah mengadakan persiapan menghadapi kaum murtad, kini Abu Bakar RA melancarkan perang riddah yang sangat menentukan dalam sejarah Islam. Jika perang ini tidak dimenangkan oleh pasukan muslimin pasti merupakan ancaman kembalinya orang-orang Arab ke dalam kehidupan jahiliah. Tetapi Allah SWT menghendaki agama-Nya mengalahkan semua agama. Pasukan muslim memenangkan dalam peperangan riddah dan dari situlah awal tersebarnya Islam di timur dan Barat. 46

E. Tindak Pidana Terhadap Pelaku Murtad Sebagai Jenayah Hudud.

Murtad merupakan bagian dari perbuatan dosa yang sangat besar. Perbuatan itu dapat menggugurkan semua nilai kebaikan yang pernah dimilikinya sebelum keluar dari Islam. Dia juga layak untuk mendapatkan siksa yang pedih di akhirat. +, E PQ QR6 1 E 3K +E +S T+, U VXY 7Z,Z 30 V CKD 1, [ - +N \? 7 = 45 Muhamad Husain Haekal, Abu Bakar As-Siddiq, Jakarta: Citera Nusantara, 2005 cet.kelima, h. 104. 46 Ibid, h. 105  5] =+, _ VXY 7Z,+, A, ? 8 7 = _ QR T DE H`,O = ] ` 0, a b b c Artinya : “ Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. Ayat di atas menjelaskan bahwa seorang muslim mana pun yang keluar dari agama Islam dan dia tetap berada pada kekafirannya sampai meninggal dunia, maka seluruh kebaikan yang pernah dilakukannya akan sia-sia dan buah kebaikannya juga tidak dapat dirasakan dunia. Karena itu, dia tidak lagi memiliki hak seperti yang dimiliki oleh kaum Muslimin lainnya. Selain itu, dia juga tidak berhak mendapatkan kenikmatan akhirat yang seharusnya dapar diraih oleh seorang Muslim. Dia akan terus mendapatkan siksa yang pedih. Allah SWT. Juga telah menetapkan hukuman bagi orang-orang yang murtad yang harus disegerakan selama di dunia sementara siksa di akhirat sudah menanti, yaitu hukuman mati. 47 Sanksi terhadap orang yang murtad adalah hukuman mati. Hal dimaksud, disepakati oleh pakar hukum Islam klasik bagi kaum pria; sedangkan sanksi terhadap perempuan yang murtad ada perbedaan pendapat. Menurut Abu Hanifah sanksinya yaitu penjara, sedangkan jumhur fuhaqa mayoritas ahli fiqh , menolak 47 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jakarta, Cp Cakramala Publishing,2009 Cet. Pertama, H. 308. pendapat Abu Hanifah dan sepakat bahwa hukum mati terahadap orang murtad baik laki-laki maupun wanita. 48 Perbuatan murtad riddah tergolong salah satu tindak pidana yang menghanguskan segala perbuatan baik amal saleh yang pernah dilakukan sebelumnya 49 . Jenayah Murtad merupakan satu fenomena yang amat berbahaya, maka terdapat peruntukkan dalam sistem perundangan untuk mengatasi masalah ini. Oleh karena masalah ini melibatkan semua pihak sama ada individu, keluarga, masyarakat dan pihak berkuasa, sudah tentu timbul desakan untuk mencari penyelesaian secara tuntas bagi mengatasi masalah ini. 50 Mengikut jumhur ulama, kesalahan murtad boleh dikategorikan dalam sistem perundangan Islam sebagai kesalahan yang dikenakan hukuman hudud. 51 Seseorang yang melakukan Jenayah Murtad akan dijatuhkan hukuman hudud. Bagaimanapun hukuman itu masih lagi tertakluk kepada tiga hukuman utama. Wujudnya kepelbagaian hukuman-hukuman itu adalah tertakluk kepada 48 Zainuddin Ali, M.A. Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Islam Di Indonesia, Sinar Grafika h. 123. 49 Amin Suma, M.A, Sh, Dkk, Pidana Islam Di Indonesia Peluang, Prospek, Dan Tantangan, Jakarta:Pustaka Firdaus, 2001 cet. 1, h. 66 50 Ibid, h. 67 51 kata “hudud” adalah jamak bahasa Arab “had” yang berarti pencegah, pengekangan atau larangan dan karenanya ia merupakan suatu peraturan yang bersifat membatasi atau mencegah atau undang-undang dari Allah berkenaan dengan hal-hal boleh halal dan terlarang haram. Hudud Allah ini terbagi pada dua kategori. Pertama peraturan yang menjelaskan kepada manusia berhubung dengan makanan, minuman, perkawinan, penceraian, dan lain-lain yang diperbolehkan dan yang dilarang. Kedua hukuman-hukuman yang ditetapkan atau diputuskan agar dikenakan kepada seseorang yang melakukan hal yang terlarang untuk dikerjakan. Lihat I. doi Abdur Rahman, Tindak Pidana dalam Syariat Islam, Jakarta: Pt Rineka Cipta, 1992 cet. 1, h. 6 keputusan hakim dengan melihat sebab-sebab dan latar belakang kasus murtad tersebut. 52 1. Sanksi Utama Para ulama sepakat bahwa pelaku murtad riddah wajib dikenakan hukum bunuh al-qatl, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: \, 5 6 47 ? ی A1 = d A 7 B C, 53 Artinya: Rasulullah SAW bersabda: barangsiapa yang berganti agama murtad, maka bunuhlah dia. HR. Bukhari Juga Hadis Mu’adz bin Jabal berikut: =0ی =ﺡ e HF 8 1 N 4F H \ ,H . ; K 14 7 f W =0 g C, h6 5 54 Artinya: Dari Mu’adz ibn Jabal RA ia menceritakan tentang adanya seorang laki- laki yang telah masuk Islam, kemudian dia kembali ke agama yahudi ,Mu’adz ibn jabal berkata:aku tidak akan duduk sampai dia orang murtad tersebut dihukum bunuh, itulah ketetapan Allah dan rasulNya. Lalu orang tersebut diperintahkan untuk dihukum bunuh. HR. Buhkari Muslim Dan juga Hadis Ibnu Abbas sebagai berikut: 0 7 47 6 5 , =_ P? 7 JF 2ﻥ 3 D F iF D , S R 6 6 K =0 6 7 I \ ;j 1;D :ﺥF 6 k . i 3 D K + , 5 , - . 47 6 ?R il ?ﺵ 8F 55 52 I. doi Abdur Rahman, Tindak Pidana dalam Syariat Islam, Jakarta: Pt Rineka Cipta, 1992 cet. 1, h. 7 53 Riwayat Bukhari 54 Shohih Bukhari 55 Riwayat Abu Daud. Artinya: Dari Ibnu Abbas Ra. Ia menceritakan tentang seorang buta. Ibu kandungnya adalah seorang wanita hamba sahaya yang melakukan penghinaan terhadap Rasulullah SAW. Meskipun telah dilarang, wanita tersebut tidak menghentikan perbuatannya. Dan pada suatu malam, anaknya yang buta itu mengambil semacam benda pegangan lalu diletakkannya pada perut wanita itu, dan sambil bertelekan pada benda itu bunuh wanita tersebut. Sementara itu, Rasulullah datang menyaksikannya lalu beliau bersabda: lihatlah wanita itu halal darahnya. HR. Abu Dawud. Sementara itu, para ulama berbeda pendapat apabila pelaku Murtad itu seorang wanita. Abu Hanifah berpendapat, tidak dikenakan hukum bunuh apabila pelaku murtad seorang wanita, dia hanya wajib dikurung dan disuruh bertaubat sampai dia kembali beragama Islam, karena Rasulullah SAW melarang membunuh wanita. 56 Dalam salah satu Hadis disebutkan: Artinya: Dan terdapat keterangan dari Rasulullah SAW, tentang larangan membunuh wanita, tatkala beliau melihat seorang wanita yang terbunuh, beliau bersabda: kenapa wanita ini dibunuh? Di samping itu, Abu Hanifah beralasan bahwa diwajibkan hukum bunuh terhadap pelaku murtad bukan disebabkan kekufurannya, melainkan untuk menghindarkan kejahatan atau perlawanannya terhadap kaum muslimin. 57 Sementara itu, jumhur ulama berpendapat bahwa Hadis di atas merupakan larangan membunuh wanita kafir asli, dan juga dalam kondisi peperangan, dikarenakan wanita bersifat lemah dan tidak memilik kekuatan untuk berperang. 56 Muhammad Amin Suma, DKK, Pidana Islam di Indonesia Peluang, Prospek, dan Tantangan, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001, cet. 1, h. 67. 57 Ibid, h. 67 Oleh karena itu, jumhur ulama berpendapat bahwa pelaku murtad wanita juga wajib dihukum bunuh. Alasannya, dampak madlarat riddah dari seorang wanita sama dengan dampak madlarat riddah dari seorang pria. 58 a Anjuran bertaubat sebelum dihukum bunuh. Ulama Hanafiyah berpendapat, pelaku murtad dianjurkan untuk diberi kesempatan bertaubat sebelum dilakukan hukuman bunuh. Sementara jumhur ulama menyatakan, wajib hukumnya memberi kesempatan bertaubat kepada pelaku murtad. 59 Mengenai tenggang waktunya, sebagian ulama memberi tempoh selama tiga hari. Sementara sebagian ulama lainnya tidak membatasinya, hanya secara berulang-ulang menyuruh pelaku murtad untuk bertaubat sampai ada dugaan kuat bahwa pelaku tetap teguh dalam kemurtadannya, dan pada saat itulah hukum bunuh dilaksanakan. 60 2. Hukuman ganti. Hukuman ganti berlaku apabila hukuman asal bunuh ke atas orang yang melakukan Jinayah murtad tidak boleh dijalankan. Hukuman ganti boleh dilaksanakan mengikut sebab-sebab tertentu seperti berikut: a. Sanksi utama bunuh digugurkan dari orang yang murtad disebabkan dia telah bertaubat dan kembali semula kepada Islam. Dalam kasus ini, hakim 58 Ibid, h. 67. 59 Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz VII, h. 187 60 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Juz II, h. 458 boleh menggantikan hukum asal itu dengan hukum takzir yang berpatutan sebagai pengajaran kepadanya agar tidak mengulangi perbuatan itu lagi. Hukuman takzir itu sama ada memenjarakan ataupun menyebat si pelaku dengan kadar yang tertentu. 61 b. Sanksi utama yaitu bunuh digugurkan karena didapati ada kesamaran. Hal seperti itu pernah dijalankan oleh Imam Abu Hanifah apabila beliau menggugurkan hukuman bunuh ke atas perempuan dan kanak-kanak yang telah murtad. Sebagai ganti kepada hukuman asal, maka perempuan dan kanak-kanak itu dijatuhkan hukuman penjara selama masa yang tidak dihadkan sehingga masa yang tidak dihadkan sehingga mereka bertaubat dan kembali menganut agama Islam. 62 3. Sanksi tambahan. Adapun sanksi tambahan terhadap pelaku murtad riddah adalah hilangnya kepemilikan terhadap hartanya. 63 Para ulama telah bersepakat bahwa apabila pelaku murtad kembali memeluk Islam, status kepemilikan hartanya berlaku seperti semula ketika dia muslim. Demikian pula, para ulama juga bersepakat bahwa apabila pelaku murtad 61 Ann Wang Seng, Murtad Jangan Pandang Sebelah Mata, Kuala Lumpur: Mustread Sdn.Bhd, 2009 Cet. 1, H. 70. 62 Ann Wang Seng, Murtad Jangan Pandang Sebelah Mata, Kuala Lumpur: Mustread Sdn.Bhd, 2009 Cet. 1, H. 70. 63 Muhammad Amin Suma, DKK, Pidana Islam di Indonesia Peluang, Prospek, dan Tantangan, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001 cet. 1, h. 71 meninggal dunia, atau telah dihukum bunuh, atau bergabung dengan pihak musuh orang-orang Kafir, hilanglah hak kepemilikan atas hartanya. 64 Namun demikian, para ulama berbeda pendapat tentang apakah hilangnya hak kepemilikan harta tersebut terhitung sejak yang bersangkutan murtad melakukan dah riddah. Atau terhitung sejak pelaku meninggal dunia, dihukum bunuh, atau bergabung dengan pihak musuh. 65 Abu Hanifah, Malik, dan al-Syafi’I berpendapat bahwa hilangnya kepemilikan terhadap hartanya terhitung sejak pelaku berbuat riddah. oleh karena itu, begitu ia murtad, hartanya wajib ditahan yuhjaru’ alaih. Tetapi apabila ia kembali masuk Islam, kepemilikan terhadap hartanya kembali seperti semula, dan apabila ia meninggal dunia atau dihukum bunuh atau bergabung dengan musuh, hilanglah kepemilikan terhadap hartanya semata-mata dikarenakan riddahnya, dan karenanya menjadi hilang pula keterpeliharaan ishmah akan hartanya. 66 Dalam pada itu, Malik dan al-Syafi’i berpendapat, hilangnya kepemilikan pelaku murtad terhadap hartanya berlaku terhadap seluruh hartanya baik yang diperoleh sebelum murtad maupun sesudahnya. Sementara pendapat Abu Hanifah Hanifah adalah bahwa hilangnya kepemilikan harta tersebut hanya 64 Ibid, h. 71 65 Ibid, h. 71 66 Ibid, h. 72 berlaku terhadap harta yang diperolehnya setelah dia murtad. Adapun harta yang diperoleh sebelum dia murtad merupakan hak ahli warisnya. 67 Berdasarkan pada penjelasan tersebut, jelas menunjukkan bahwa murtad merupakan suatu kesalahan yang amat besar di sisi Islam. Ini dibuktikan dengan hukuman berat yaitu sanksi utama ialah hukuman bunuh yang dijatuhkan kepada orang yang murtad. Kejadian murtad merupakan satu fenomena yang telah berlaku sepanjang zaman dan hukuman yang berat diperlukan untuk membendungnya terus menjadi berleluasa pada masa kini dan akan datang. 68 67 Ibid, h. 71 68 Ann Wang Seng, Murtad Jangan Pandang Sebelah Mata, Kuala Lumpur: Mustread Sdn.Bhd, 2009 Cet. 1, H. 70.

BAB III LATAR BELAKANG ENAKMEN KANUN JENAYAH SYARIAH II 1993 DI

NEGERI KELANTAN

A. Demografi Negeri Kelantan

1. Keadaan Geografi Negara Malaysia terbagi menjadi 15 negeri bagian, yaitu: Putrajaya, Wilayah Persekutuan, Melaka, Negeri Sembilan, Selangor, Terengganu, Pahang, Johor, Kelantan, Kedah, Perak, Perlis, Pulau Pinang, Sabah dan Sarawak. Negeri Kelantan ini merupakan salah satu dari negeri bagian yang ada di Malaysia. Adapun mengenai batas-batas negeri kelantan adalah: a. Sebelah utara berbatasan dengan Negara Thailand. b. Sebelah selatan berbatasan dengan negeri Pahang. c. Sebelah barat berbatasan dengan negeri Perak. d. Sebelah timur berbatasan dengan laut China Selatan. 69 Kelantan mempunyai keluasan 5,750 km. Persegi, dengan 118 km. Jarak dari Utara ke Selantan, dan 88 km. Jarak dari Timur ke Barat. Negeri Kelantan berada di garis 4˚ 32’ dan 60˚ 15’ dari Utara dan 101˚ 19’ dan 102˚ 37’ di Timur. Mengikut bancian terbaru penduduk negeri Kelantan sebanyak 1,181,699 orang. 70 69 Jabatan Penerangan dan Ukur, Negeri Kelantan, Tahun 1999.