pH Suhu FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DIGESTASI ANAEROBIK

16

2.5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DIGESTASI ANAEROBIK

Proses digestasi anaerobik sangat sensitif terhadap kondisi operasional dibanding proses aerob [10]. Berikut merupakan faktor-faktor penting dalam proses digestasi anerob:

2.5.1 pH

pH adalah logaritma negatif untuk basis 10 dari konsentrasi ion hidrogen. pH pada sebuah biogas plant bekerja normalnya terletak di antara 7 dan 8 dan produksi biogas optimum dicapai untuk input digester dengan pH yang terletak diantara 6 dan 7 [27]. Kebanyakan mikroorganisme lebih memilih rentang pH netral, yaitu sekitar pH 7,0-7,5. Namun, beberapa organisme aktif pada nilai pH lebih rendah dan lebih tinggi. Ada beberapa organisme yang berbeda dalam proses biogas, dan persyaratan pH mereka untuk pertumbuhan yang optimal sangat bervariasi. Pada fermentasi, mikroorganisme penghasil asam berhasil hidup dalam kondisi yang relatif asam, pH dibawah 5.0, sebagian besar produsen metana umumnya memerlukan nilai pH netral menjadi aktif. Meskipun sebagian besar produsen metana berkembang terbaik pada nilai pH netral, mereka tetap aktif di luar ini [22]. Nilai pH pada proses anaerobik akan mengalami penurunan dengan diproduksinya asam volatil dan akan meningkat dengan dikonsumsinya asam volatil oleh bakteri pembentuk metana [28]. Tabel 2.7 Bahan kimia yang sering digunakan sebagai sistem penyangga [26] Bahan Kimia Formula Kation Penyangga Sodium bikarbonat NaHCO 3 Na + Potassium bikarbonat KHCO 3 K + Sodium karbonat Na 2 CO 3 Na + Potassium karbonat K 2 CO 3 K + Kalsium karbonat CaCO 3 Ca 2+ Kalsium hidroksida CaOH 2 Ca 2+ Anhydrous ammonia gas NH 3 NH 4+ Sodium nitrat NaNO 3 Na + Aktivitas bakteri metanogens mulai terhambat pada pH 6,6 dan pH nilai di bawah 6 adalah indikasi yang jelas bahwa terlalu banyak asam yang terbentuk Universitas Sumatera Utara 17 sebagai hasil dari terlalu sedikit bakteri metanogens. nilai pH di atas 5 meskipun rendah dapat diperbaiki dengan penambahan kapur atau pengenceran umpan digester. Nilai pH di bawah 5 akan mengarah pada penghentian digester dan penggantian umpan [27].

2.5.2 Suhu

Suhu optimum, yaitu suhu di mana organisme tumbuh tercepat dan bekerja paling efisien, memiliki nilai bervariasi untuk setiap spesies. Mikroorganisme dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok yang berbeda tergantung pada suhu di mana mereka terbaik berkembang dan tumbuh: psychrophilic, mesofilik, termofilik, dan extremophilichyperthermophilic. Biasanya, Suhu optimum untuk organisme tertentu sangat terkait dengan lingkungan dari mana ia berasal [22]. Tingkat metabolisme dan pertumbuhan reaksi kimia dan biokimia cenderung meningkat dengan suhu, sampai toleransi suhu mikroorganisme terpenuhi. Jika suhu ekstrim, denaturasi sel akan terjadi mengakhiri kehidupan efektif sel. Mikroorganisme menunjukkan pertumbuhan yang optimal dan tingkat metabolisme dalam kisaran yang didefinisikan dengan suhu, yang spesifik untuk masing-masing spesies. Organisme Psychrophilic berkembang dalam suhu di bawah 25 o C, mesofilik antara 25 o C dan 40 o C dan thermophilic lebih tinggi dari 45 o C [29]. Gambar 2.5 Klasifikasi mikroorganisme berdasarkan suhu [22] Universitas Sumatera Utara 18 Secara umum, suhu terendah di mana mikroorganisme tumbuh, adalah -11 °C. Dibawah -25 °C, aktivitas enzim berhenti. Metanogens sensitif terhadap perubahan suhu yang cepat. Metanogen termofilik lebih sesitif suhu dibandingkan mesofilik. Bahkan variasi kecil suhu menyebabkan penurunan substansial dalam aktivitas. Oleh karena itu, suhu harus dijaga dengan tepat dalam jarak kurang lebih 2 °C, Jika tidak, terjadi kehilangan gas hingga 30. Terutama penting untuk mesofilik adalah suhu di kisaran 40-45 °C, karena dalam rentang tersebut mereka kehilangan aktivitas irreversibel [26].

2.5.3 Mixing Pencampuran

Dokumen yang terkait

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

3 61 86

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan pH pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

4 122 113

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Rasio Recycle Sludge pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

0 0 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Rasio Recycle Sludge pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Rasio Recycle Sludge pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

0 0 5

PENGARUH HYDRAULIC RETENTION TIME (HRT) DAN RASIO RECYCLE SLUDGE PADA PROSES ASIDOGENESIS LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) PADA KEADAAN AMBIENT SKRIPSI

0 0 18

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan pH pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan pH pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

0 0 6

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

0 0 5

PENGARUH HYDRAULIC RETENTION TIME (HRT) DAN LAJU PENGADUKAN PADA PROSES ASIDOGENESIS LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) PADA KEADAAN AMBIENT SKRIPSI

1 0 18