9 Tabel 2.2 Karakteristik Limbah Cair Kelapa Sawit [20]
Parameter LCPKS Range
LCPKS Rata-rata Temperatur
o
C 80-90
85 pH
3,4 – 5,2
4,2 Minyak dan Lemak
130 –18.000 mgl
6.000 mgl BOD
3
10.250 – 43.750 mgl
25.000 mgl COD
15.000 – 100.000 mgl
51.000 mgl Total Solid
11.500 – 79.000 mgl
40.000 mgl Suspended Solid
5.000 – 54.000 mgl
18.000 mgl Total Volatile Solid
9.000 – 72.000 mgl
34.000 mgl Total Nitrogen
180 – 1.400 mgl
750 mgl Ammoniacal nitrogen
4 – 80 mgl
35 mgl Tabel 2.3 Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Minyak Sawit [21]
Parameter Kadar
Maksimum mgl
Beban Pencemaran Maksimum
kgton BOD
5
250 1,5
COD 500
3,0 TSS
300 1,8
Minyak dan Lemak 30
0,18 Amonia Total sebagai NH
3
-N 20
0,12 pH
6,0 – 9,0
Debit Limbah Maksimum
6 m
3
ton bahan baku
Kandungan organik yang tinggi pada limbah cair kelapa sawit LCPKS membuat limbah cair tersebut menjadi sumber yang baik untuk menghasilkan gas
metana melalui digestasi anaerobik. Selain itu, LCPKS mengandung konstituen biodegradable dengan rasio BOD COD sebesar 0,5 dan ini berarti bahwa
LCPKS dapat diolah dengan mudah menggunakan cara biologis [1].
2.2 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT SEBAGAI SUBTRAT BIOGAS
Bahan yang ditambahkan ke proses biogas adalah substrat makanan untuk mikroba dan sifat-sifatnya memiliki pengaruh besar pada stabilitas dan efisiensi
proses. Komposisi substrat sangat penting baik untuk jumlah gas yang terbentuk dan kualitas gas. Komposisi akhirnya juga mempengaruhi kualitas residu
digestasi, baik dari segi kandungan gizi tanaman dan potensi kontaminasi logam, senyawa organik, organisme penyebab penyakit, dan lain-lain. Memilih bahan
Universitas Sumatera Utara
10 yang tepat mempengaruhi hasil dari proses, memaksimalkan output energi dan
menghasilkan pupuk hayati berkualitas baik [22]. Bahan baku yang berbeda akan menghasilkan jumlah biogas dan metana yang berbeda tergantung pada
kandungan karbohidrat, lemak dan protein. Secara teori, semua bahan biodegradable dengan kadar lignin yang wajar bukan kayu adalah bahan baku
yang cocok untuk proses biogas [23]. Tabel 2.4 Produksi Biogas dan Metana Teoritis dari Karbohidrat,
Lemak dan Protein [24] Substrat
Biogas m
3
ton Metana
m
3
ton Kandungan Metana
Karbohidrat 830
415 50,0
Lemak 1444
1014 70,2
Protein 793
504 63,6
2.3 DIGESTASI ANAEROBIK
Pengolahan anaerobik adalah proses menghasilkan energi, berbeda dengan sistem aerobik yang umumnya memerlukan input energi yang tinggi untuk tujuan
aerasi. Pengolahan anaerobik merupakan teknologi yang relatif murah yang mengkonsumsi lebih sedikit energi, ruang dan menghasilkan sedikit kelebihan
lumpur dibandingkan dengan teknologi pengolahan aerobik konvensional.
Produksi energi dari biogas membuat teknologi pengolahan anaerobik menjadi pilihan yang lebih menarik daripada metode pengolahan lainnya [9].
Digestasi anaerobik adalah sebuah proses yang kompleks yang melibatkan penguraian senyawa organik tanpa adanya molekul oksigen untuk menghasilkan
gas metana CH
4
dan gas karbon dioksida CO
2
. Proses degradasi terjadi oleh aksi dari berbagai jenis bakteri anaerobik. Proses degradasi ini meliputi hidrolisis,
asidogenesis termasuk asetogenesis dan metanogenesis. Gas metana merupakan salah satu komponen yang diproduksi Melalui proses degradasi methanogenesis
anaerobik [24]. Effluent dari digestasi anaerobik akan menjadi pupuk yang baik karena mengandung hampir semua zat makro dan mikro yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman [25]. Proses pengolahan anaerobik sangat stabil, asalkan sistem dioperasikan
dalam kondisi yang tepat. Ini mungkin diperlukan bahwa kondisi operasional optimum ditentukan untuk setiap jenis tertentu air limbah dan yang lebih penting,
Universitas Sumatera Utara
11 proses tersebut harus cukup dipahami oleh para insinyur dan operator [19].
Efisiensi operasional dari sistem digestasi anaerobik terutama tergantung pada struktur komunitas mikroba dalam sistem. Selain itu, faktor lingkungan seperti
suhu dan pH memainkan peran penting dalam menentukan kinerja dan nasib komunitas mikroba dalam digestasi anaerobik [18].
Proses digestasi anaerobik berlangsung dalam beberapa tahap yaitu hidrolisis, asidogenesis termasuk asetogenesis, dan metanogenesis. Skema
proses digestasi anaerobik dapat dilihat pada Gambar 2.3 dibawah ini:
Gambar 2.3 Skema Proses Pengolahan Digestasi Anerobik [18]
2.3.1 Tahap Hidrolisis
Pada tahap pertama hidrolisis, senyawa yang tidak terlarut seperti selulosa, protein dan lemak dipecah menjadi monomer-monomer fragmen larut
dalam air oleh exoenzymes hydrolase dari bakteri anaerobik fakultatif dan
Universitas Sumatera Utara
12 obligat. Sebenarnya, ikatan kovalen terputus oleh reaksi kimia dengan air, seperti
pada gambar 2.4 [26]. Semakin besar luas permukaan bahan baku, lebih efisien enzim hidrolitik dapat menyerang materi. Kondisi operasional proses
mempengaruhi hidrolisis, misalnya suhu yang lebih tinggi meningkatkan hidrolisis. pH optimal adalah sekitar 6,0, meskipun hidrolisis terjadi juga pada pH
yang lebih tinggi. Laju beban organik OLR yang terlalu tinggi dapat menghambat hidrolisis melalui akumulasi degradasi intermediet [22].
R – C – C – R
Gambar 2.4 Pembentukan monomer [26] Proses hidrolisis dari karbohidrat membutuhkan waktu beberapa jam,
hidrolisis protein dan lemak membutuhkan waktu beberapa hari. Lignoselulosa dan lignin didegradasi sangat lambat dan tidak sempurna [26].
Tabel 2.5 Beberapa Kelompok Enzim Hidrolisis dan Fungsinya [22] Enzim
Substrat Produk pemecahan
Proteinase Protein
Asam amino Cellulase
Selulosa Cellobiose and glucose
Hemicellulase Hemicellulose Gula, seperti glukosa, xylose, mannose dan
arabinose Amylase
Pati Glukosa
Lipase Lemak
Asam lemak dan gliserol Pectinase
Pektin Gula seperti galaktosa, arabinose, dan
polygalactic uronic acid
2.3.2 Tahap Asidogenesis
Langkah kedua adalah asidogenesis juga disebut sebagai fermentasi, Setelah bahan baku terdegradasi menjadi molekul yang lebih kecil, yaitu asam
lemak rantai panjang Long Chain Fatty Acids, alkohol, gula sederhana dan asam amino, selama hidrolisis, bakteri Acidogenic mampu menyerap molekul tersebut
dan memfasilitasi degradasi lebih lanjut menjadi asam lemak volatil VFA [23]. H
2
O R
– C – H
OH – C – R
monomer
Universitas Sumatera Utara
13 Sama seperti tahap hidrolisis, tahap ini terdiri bukan hanya dari satu reaksi.
Kecepatan reaksi yang terjadi tergantung pada organisme yang hadir dan substrat selama proses. Banyak organisme yang berbeda aktif selama tahap ini, lebih
banyak dari pada tahap lain [22]. Konsentrasi ion hidrogen intermediet yang terbentuk mempengaruhi jenis produk fermentasi. Tekanan parsial hidrogen yang
tinggi menyebabkan senyawa yang sedikit tereduksi, seperti asetat, terbentuk [26]. Asam lemak volatil dengan rantai lebih dari empat-karbon tidak dapat
digunakan langsung oleh metanogen. Asam organik ini selanjutnya dioksidasi menjadi asam asetat dan hidrogen oleh bakteri acetogenic obligat hidrogen
melalui proses yang disebut asetogenesis. Asetogenesis juga mencakup produksi asetat dari hidrogen dan karbon dioksida oleh acetogens dan homoacetogens.
Kadang-kadang asidogenesis dan asetogenesis tahap digabungkan bersama sebagai satu tahap [10].
2.3.3 Tahap Asetogenesis
Selama proses asidogenesis, tidak hanya asetat, H
2
dan CO
2
yang dihasilkan, namun produk intermediet kompleks seperti propionat, butirat, laktat
dan etanol akan diproduksi secara bersamaan. Produk intermediet tersebut akan dikonversi menjadi asam organik sederhana, CO
2
dan H
2
oleh bakteri acetogenic [18]
Pada tahap asetogenesis, mikroorganisme homoacetogenic secara konstan terus mengurangi eksergonik H
2
dan CO
2
menjadi asam asetat. 2CO
2
+ 4H
2
→ CH
3
COOH+ 2H
2
O [26]
2.3.4 Tahap Metanogenesis
Metanogenesis merupakan tahap akhir dari proses biogas. Pada tahap ini, metana dan karbon dioksida biogas yang dibentuk oleh berbagai
mikroorganisme yang memproduksi metana disebut metanogen. Substrat yang paling penting bagi organisme ini adalah gas hidrogen, karbon dioksida, dan
asetat, yang terbentuk selama oksidasi anaerobik. Namun substrat lain seperti metil amina, beberapa alkohol, dan format juga dapat digunakan untuk produksi
metana [26]. Bakteri metanogens sangat sensitif terhadap oksigen. oksigen
Universitas Sumatera Utara
14 merupakan racun mematikan yang membunuh semua metanogens bahkan pada
konsentrasi rendah [18] Gas metana diproduksi dalam dua cara. Salah satunya adalah konversi
asetat menjadi karbon dioksida dan metana oleh organisme acetotrophic dan melalui
reduksi karbon
dioksida dengan
hidrogen oleh
organisme hydrogenotrophic. Metanogen dominan dalam reaktor biogas terbatas pada
Methanobacterium, methanothermobacter, methanobrevibacter, methanosarcina dan methanosaeta sebelumnya methanothrix [10]. Reaksi metanogenesis dapat
dinyatakan sebagai berikut: CH
3
COOH → CH
4
+ CO
2
CO
2
+ 4H
2
→ CH
4
+ 2H
2
O [10]
Tabel 2.6 Degradasi pada Tahap Metanogenesis [26]
Jenis Substrat Reaksi Kimia
∆G
f
kJ mol
-1
CO
2
4H
2
+ HCO
3 -
+ H
+
→ CH
4
+ 3H
2
O -135,4
CO2 + 4H
2
→ CH
4
+ 2H
2
O -131,0
4HCOO
-
+ H
2
O + H
+
→ CH
4
+ 3HCO
3 -
-130,4 Asetat
CH
3
COO
-
+ H
2
O → CH
4
+ HCO
3
-30,9 Metil
4CH
3
OH → 3CH
4
+ HCO
3 -
+ H
+
+ H
2
O -314,3
CH
3
OH + H
2
→ CH
4
+ H
2
O -113,0
Etanol 2CH
3
CH
2
OH + CO
2
→ CH
4
+ 2CH
3
COOH -116,3
Produsen metana umumnya tumbuh sangat lambat, hal ini membatasi proses pembentukan biogas. Waktu generasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk
mikroorganisme untuk membagi dirinya dalam dua, adalah antara 1 hingga 12 hari bagi produsen metana. Waktu retensi yang terlalu pendek kurang dari 12
hari meningkatkan risiko bahwa organisme ini akan tercuci keluar dari proses, karena mereka tidak memiliki waktu yang cukup untuk meningkatkan jumlah
pada tingkat yang sama dengan bahan yang dipompa ke dalam dan keluar dari tangki pencernaan [26].
2.4 DIGESTASI ANAEROBIK DENGAN SISTEM SATU TAHAP DAN DUA TAHAP
Dalam proses
digestasi anaerobik
konvensional, asidifikasi
dan metanogenesis berlangsung dalam sistem reaktor tunggal single-stage dan ada
Universitas Sumatera Utara
15 keseimbangan antara acidogens dan metanogens karena kedua kelompok berbeda
dalam hal fisiologi, kebutuhan nutrisi, kinetika pertumbuhan dan kepekaan terhadap kondisi lingkungan [10]. Pada umumnya digestasi anaerobik satu tahap
dilakukan dengan pencampuran total total mixed dengan menggunakan reaktor CSTR Continous Stirred Tank Reactor. Substrat harus benar-benar tercampur
dengan pengaduk yang bervariasi. Proses satu tahap ini biasanya digunakan untuk mengolah lumpur, sisa makanan, kotoran, dan lain-lain, Kadang-kadang beberapa
cairan residu proses dikembalikan ke proses. Hal ini meningkatkan waktu retensi bahan dan membantu lebih banyak mikroorganisme untuk tetap dalam proses
[22].
Sebuah alternatif untuk proses satu tahap adalah untuk membagi proses menjadi dua bagian, yang disebut digestasti dua tahap. Dalam digestasi dua tahap,
langkah pertama adalah untuk memuat bahan baku ke dalam tangki digestasi dimana proses difokuskan pada hidrolisis dan asidogenesis. Pada proses ini
menghasilkan asam, namun sejumlah biogas biasanya juga diproduksi, karena sulit untuk benar-benar membagi proses. Kemudian cairan proses dari proses ini
dipisahkan dan ditambahkan ke tangki digestasi lain yang khusus disesuaikan untuk metanogenesis. Jenis proses mungkin cocok ketika substrat mengandung
bahan yang mudah didegradasi dan tahap hidrolisis yang cepat [11]. Sistem dua fase dapat dioperasikan untuk memberikan kondisi yang optimal
bagi mikroorganisme dalam setiap tahap untuk lebih efisien dalam pencernaan. Pada tahap pertama dari sistem dua fase, fase fermentasi asam, organisme
Acidogenic mencerna padatan organik dan organik terlarut yang kompleks, mengkonversi mereka ke VFA. Pada tahap kedua, metana yang memproduksi
mikroorganisme metanogen memanfaatkan VFA untuk menghasilkan metana dan karbon dioksida [11].
pH selama fase asidogenesis biasanya dipertahankan pada 5,5-6,0 dan HRT kurang dari 5 hari sementara di fase metanogen pH dipertahankan pada pH lebih
besar dari 7,0. Akibatnya, efisiensi pengolahan yang lebih tinggi dan stabilitas proses yang lebih baik dapat dicapai dengan proses dua tahap dengan
penghilangan bahan organik secara keseluruhan lebih besar dari 87 pada HRT 17 hari, 96 dari total COD diubah untuk biomassa dan biogas [10].
Universitas Sumatera Utara
16
2.5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DIGESTASI ANAEROBIK