Pembelajaran Kontruktivisme Landasan Teori

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN

HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Pembelajaran Kontruktivisme

Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk CTL adalah teori pembalajaran kontruktivisme. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teaching centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa. 1 Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran kontruktivis. Teori kontruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu sudah tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. 2 Kontruktisvisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Jean Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya. 3 Bagi kontruktivisme, pembelajaran bukanlah 1 Trianto, Model-Model pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007, h. 106. 2 Trianto, Model-Model pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007, h.13. 3 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beroientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada, 2008. h.264 6 kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. 4 Kontruktivisme merupakan paradigma alternatif yang muncul sebagai dampak dari revolusi ilmiah yang terjadi dalam beberapa dasawarsa terakhir Kuhn, 1970. Seiring dengan hal tersebut, kemudian kontruktivisme menjadi kata kunci dalam hampir setiap pembicaraan mengenai pembelajaran di berbagai kalangan. Kontruktivisme ini yang menjadi landasan terhadap berbagai seruan dan kecendrungan yang muncul dalam dunia pembelajara. 5 Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi. Hal yang paling penting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa. Gagne seperti yang dikutip oleh Mariana 1999 menyatakan untuk terjadinya belajar pada diri siswa diperlukan kondisi belajar, baik kondisi internal maupun kondisi eksternal. Kondisi internal merupakan peningkatan memori siswa sebagai hasil belajar terdahulu. Memori siswa yang terdahulu merupakan komponen kemampuan yang baru dan ditempatkannya bersama- 4 Paulina Panen, dkk. Kontruktivisme dalam Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka PAU-PPAI-UT, 2001., h. 22 5 Paulina Panen, dkk. Kontruktivisme dalam Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka PAU-PPAI-UT, 2001, h. 1 sama. Kondisi eksternal meliputi aspek atau benda yang dirancang atau ditata dalam suatu pembelajaran. 6 Piaget 1990 menjelaskan pentingnya berbagai faktor internal seseorang seperti tingkat kematangan berpikir, pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, konsep diri, dan keyakinan dalam proses belajar. Berbagai faktor internal tersebut mengidikasikan kehidupan psikologi seseorang, serta begaimana dia mengembangkan struktur dan strategi kognitif, dan emosinya. Sebagai contoh, Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kognitif manusia sesuai urutan atau sequence tertentu. Kemampuan berpikir pada satu tahap yang lebih tinggi merupakan perkembangan dari tahapan- tahapan sebelumnya. Pada tahap yang lebih tinggi seseorang lebih mampu berpikir terorganisasi dan abstrak abstract thinking. Piaget menyebutkan sebgai kemampuan untuk mengembangkan skema berpikir schemas, berarti building blocks of thinking. 7 Masyarakat pendidikan sains ingin melihat pelajar belajar sains sebagai suatu proses. Mereka, terlebih di Amerika Serikat, ingin menyaksikan para pelajar belajar sains dan matematika dengan cara yang berarti, memperkaya, dan memungkinkan mereka menginterpretasikan alam semesta ini dalam pengertian ilmiah. Menurut Tobin dkk., masyarakat pendidikan sekarang ini sedang mengalami proses mirip dengan yang oleh Kuhn disebut pergeseran paradigma paradigm shift. Bila beberapa puluh tahun lalu kontruktivisme belum diterima secara umum, sekarang ini ada usaha untuk mengerti kontruktivisme dalam seluruh bidang pendidikan. Revolusi kognitif ini menantang dan memberikan semangat, namun sekaligus juga membingungkan dan menakutkan karena suatu makna baru dari pencarian dalam bidang pendidikan muncul. Perubahan sikap ini sungguh memberikan semangat untuk para ahli dan mereka yang terlibat dalam dunia pendidikan untuk menggunakan prinsip-prinsip kontruktivisme dalam pembaruan pendidikan. Tetapi sekaligus hal itu juga dapat membingungkan karena 6 Trianto, Model-Model pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, h 12 7 Udin S. Winataputra, dkk, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka, 2007, h 6.8 banyak segi kontruktivisme yang kurang jelas dan dapat disalahartikan. Kontruktivisme banyak digunakan dalam macam-macam bentuk dan makna, sehinggga kadang-kadang menjadi kabur. 8 Dalam banyak penelitian diungkapkan bahwa teori perubahan konsep ini dipengaruhi atau didasari oleh filsafat kontruktivisme. Kontruktivisme, yang menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh siswa yang sedang belajar, dan teori perubahan konsep, yang menjelaskan bahwa siswa mengalami perubahan konsep terus menerus, sangat berperanan dalam menjelaskan mengapa seorang siswa bisa salah mengerti dalam menangkap suatu konsep yang ia pelajari. Kontruktivisme membantu untuk mengerti bagaimana siswa membentuk pengetahuan yang tidak tepat. Dengan demikian, seorang pendidik dibantu untuk mengarahkan siswa dalam pembentukan pengetahuan mereka yang lebih tepat. Teori perubahan konsep sangat membantu karena mendorong pendidik agar menciptakan suasana dan keadaan yang memungkinkan perubahan konsep yang kuat pada murid sehingga pemahaman mereka lebih sesuai dengan pemahaman ilmuwan. Namun, pengertian yang berbeda tersebut bukanlah akhir perkembangan karena setiap kali mereka masih dapat mengubah pengertiannya sehingga lebih sesuai dengan pengertian ilmuwan. “Salah pengertian” dalam memahami sesuatu, menurut teori kontruktivisme dan teori perubahan konsep, bukanlah akhir dari segala-galanya melainkan justru menjadi awal untuk perkembangan yang lebih baik. 9 Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pembelajar. Gagasan kontruktivisme mengenai pengetahuan adalah sebagai berikut: 8 Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius, 1997, h. 12 9 Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius, 1997, h 53 a. Pengetahuan bukan merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan kontruksi kenyataan melalui kegiatan mahasiswa Mind as inner individual representation of outer reality. b. Mahasiswa mengkontruksi skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur dalam membangun pengetahuan, sehingga setiap individu siswa memiliki skema kognitif, kategori, konsep, dan stuktur yang berbeda. Dalam hal ini, proses abstraksi dan refleksi seseorang menjadi sangat berpengaruh dalam konstruksi pengetahuan Reflectionabstraction as primary. c. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep masing-masing individual mahasiswa. Struktur konsep dapat membentuk pengetahuan bila konsep baru yang diterima dapat dikaitkan atau dihubungkan proposisi dengan pengalaman yang dimiliki mahasiswa. Dengan demikian, pengetahuan adalah apa yang ada dalam pikiran setiap mahasiswa Kniwledge as residing in the mind. d. Dalam proses pembentukan pengetahuan, kebermaknaan merupakan interprestasi individu mahasiswa terhadap pengalaman yang dialaminya Meaning as internally constructed. Perampatan makna merupakan proses negosiasi antara individu mahasiswa dengan pengalamannya melalui interaksi dalam proses belajar menjadi tahu Learning as negotiated contruction of meaning. 10 Secara garis besar, ada beberapa prinsip dasar pembelajaran kontruktivisme, yaitu: a Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif. b Tekanan proses belajar terletak pada siswa. c Mengajar adalah membantu siswa belajar. d Penekanan dalam proses belajar lebih kepada proses bukan hasil akhir. e Kurikulum menekankan partisipasi siswa. f Guru sebagai fasilitator. 11 10 Paulina Panen, dkk. Kontruktivisme dalam Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka PAU-PPAI-UT, 2001, h. 7 - 8 11 Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Alfabeta, 2009, h. 25 Menurut prinsip kontruktivisme, seorang guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik, yaitu dengan: a Menyediakan pengalaman belajar yang dapat memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian. b Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka, menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif, menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa. c Memotivator, mengevaluasi, dan menunjukkan hasil apakah pemikiran siswa dapat didorong secara aktif atau tidak. 12 Yang terpenting dalam teori kontruktivisme adalah bahwa dalam proses belajar siswalah yang harus mendapatkan tekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru ataupun orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa aktif ini dalam dunia pendidikan sangat penting dalam dan perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka. Mereka akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis suatu hal karena mereka berpikir dan bukan meniru saja. 13 Menurut Widodo, tahapan pembelajaran yang kontruktivis terdiri dari lima tahapan yang saling berurutan, yaitu: a. Pendahuluan; tahap penyiapan pembelajaran untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. b. Eksplorasi; tahap pengidentifikasian dan pengaktifan pengetahuan awal siswa. 12 Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius, 1997, h. 66 13 Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius, 1997, h. 81 c. Retrukturisasi; tahap restrukturisasi pengetahuan awal siswa agar terbentuk konsep yang diharapkan. d. Aplikasi; tahap penerapan konsep yang telah dibangun pada kontekskondisi yang berbeda ataupun dalam kehidupan sehari-hari. e. Review dan Evaluasi; tahap peninjauan kembali apa yang telah terjadi pada diri siswa berkaitan dengan suatu konseppembelajaran. 14 Kontruktivisme memaknai belajar sebagai proses mengkontruksi pengetahuan melalui proses internal seseorang dan interaksi dengan orang lain. Dengan demikian hasil belajar akan dipengaruhi oleh kompetensi dan struktur intelektual seseorang. Hasil belajar dipengaruhi pula oleh tingkat kematangan berpikir, pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, serta faktor internal lainnya, seperti, konsep diri, dan percaya diri dalam proses belajar. Di samping itu hasil belajar juga dipengaruhi oleh dialog dengan orang lain dan lingkungan. Paham kontruktivisme, berpandangan bahwa mengajar bukan kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan menggunakan pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Dengan demikian, pembelajaran kontruktivisme tidak lagi berpegang pada konsep pengajaran dan pembelajaran yang lama, dimana guru hanya mentransfer ilmu kepada siswa tanpa siswa itu berusaha sendiri dan menggunakan pengalaman dan pengetahuan yang mereka miliki.

2. Learning Cycles