Pengaruh model pembelajaran learning cycle terhadap hasil belajar fisika pada konsep massa jenis (penelitian di SMP Islam Ruhama Pisangan-ciputat)

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

Oleh:

NGATIATUL MABSUTHOH 105016300607

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H / 2010 M


(2)

terhadap hasil belajar fisika pada konsep massa jenis (Eksperimen SMP Islam Ruhama Ciputat - Tangerang)”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, Mei 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran learning cycle terhadap hasil belajar fisika pada konsep massa jenis. Penelitian dilakukan di SMP Islam Ruhama dengan metode yang digunakan adalah eksperimen semu (

quasi experiment ). Sampel penelitian ini adalah kelas VII A dan VII B sebanyak 63 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes objektif tipe pilihan ganda dengan empat pilihan (option) yang digunakan untuk mengukur peningkatan hasil belajar fisika siswa pada konsep massa jenis. Instrumen dianalisis dengan menggunakan software ANATES. Hasil penelitian menunjukkan hasil posttest kelas eksperimen mengalami peningkatan dibandingkan hasil posttest pada kelas kontrol, hasil penelitian tersebut diperkuat dengan hasil uji-t pada taraf α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran learning cycle berpengaruh terhadap hasil belajar fisika.

Kata Kunci : Pembelajaran kontruktivisme, learning cycle, hasil belajar fisika


(3)

v

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Segala puji penulis panjatkankehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd). Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia kejalan yang terang benderang, beserta keluarga dan para sahabatnya. Penulis berharap skripsi ini dapat memberi kontribusi dalam bidang ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pendidikan fisika.

Terselesainya skripsi ini tidak terlepas dari pertisipasi dari semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini. Sehingga penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosada, M.A, selaku Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Ibu Nengsih Juanengsih, M. Pd, selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

4. Ibu Erina Hertanti, M. Si, selaku Kepala Prodi Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

5. Bapak Sujiyo Miranto, M. Pd, selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberi arahan, bimbingan, motivasi, serta nasehat sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Bapak Iwan Permana Suwarna, M. Pd, selaku Dosen Pembembing II yang telah meluangkan waktunya dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan bimbingan, nasehat, motivasi, dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.


(4)

v

Islam Ruhama Pisangan-Ciputat.

9. Bapak Drs. Bagus, S. Pd, selaku guru pembimbing mata pelajaran fisika yang telah banyak memberikan ilmunya, arahan, dan bimbingannya selama pelaksanaan penelitian.

10.Seluruh dewan guru dan staff SMP Islam Ruhama yang selalu membantu penulis

11.Teruntuk Suami tercinta Fadlan, S.Pd.SD yang selalu memberikan semangat dan motovasi baik moril maupun materil serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

12.Teruntuk Ibunda Hj. Maryam, Ayahanda H. Hadi Mustofa dan saudara-saudariku tersayang yang selalu memberikan dorongan dan motivasi baik moril maupun materil serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

13.Teruntuk semua sahabat dan mahasiswa fisika 2005 yang telah memberikan motivasi, semangat, dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis hanya dapat berdoa semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat menambah wawasan pengetahuan bagi para pembaca.

Alhamdulillahirobbil’Alamin

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh.

Jakarta, Mei 2010 Penulis,

Ngatiatul Mabsuthoh 105016300607


(5)

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASYAH ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTARGAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Hasil Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Landasan Teori ... 6

1. Pembelajaran Konstruktivisme ... 6

2. Learning Cycle ... 12

3. Hakikat Proses Belajar Mengajar ... 21

4. Fisika dan Hasil Belajar Fisika ... 26

B. Kerangka Berpikir ... 32

C. Perumusan Hipotesis ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

B. Metode Penelitian ... 35

vii


(6)

2. Uji Reabilitas ... 38

3. Uji Tingkat Kesukaran ... 39

4. Daya Pembeda ... 40

F. Variabel Penelitian ... 42

G. Teknik Pengumpulan Data ... 43

H. Teknik Analisis ... 43

1. Uji Prasyarat Analisis Data ... 43

a. Uji Normalitas ... 44

b. Uji Homogenitas ... 45

2. Uji Hipotesis ... 45

3. Uji Normalitas Gain ... 46

I. Hipotesis Statistik ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 48

1. Deskripsi Data Pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 48

2. Deskripsi Data Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 49

3. Deskripsi Data Normal Gain Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 50

B. Analisis Data ... 51

1. Uji Normalitas ... 51

2. Uji Homogenitas ... 53

3. Uji Hipotesis ... 55

C. Interpretasi Hasil Penelitian ... 57

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 57


(7)

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(8)

Tabel 2. 1 Model Siklus Belajar ... 15

Tabel 3. 1 Desain Penelitian ... 35

Tabel 3. 2 Perincian Populasi dan Sampel ... 37

Tabel 3. 3 Kriteria Uji Reabilitas ... 39

Tabel 3. 4 Kriteria Uji Tingkat Kesukaran ... 39

Tabel 3. 5 Kriteria Daya Pembeda ... 40

Tabel 3. 6 Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar ... 41

Tabel 3. 7 Kriteria N-Gain ... 46

Tabel 4. 1 Perbedaan Mean Hasil Belajar ... 51

Tabel 4. 2 Uji Normalitas Kelompok Eksperimen dan KontroL ... 52

Tabel 4. 3 Uji Normalitas N-Gain Hasil Belajar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 52

Tabel 4. 4 Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 54

Tabel 4. 5 Uji Homogenitas N-Gain Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 55


(9)

Ditengah gerak pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Maju mundurnya perkembangan suatu bangsa juga ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan bangsa itu. Oleh karena itu mengingat pentingnya pendidikan maka pendidikan harus diperhatikan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Dalam hal ini, terlihat betapa pentingnya upaya menyelaraskan mutu pendidikan dengan tuntutan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebab, sikap dan kemampuan seperti yang di sebutkan di atas tentu tidak bisa hadir begitu saja, melainkan harus ditumbuhkan secara bertahap dan terencana melalui pendidikan yang berkualitas.

Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mengkaji tentang berbagai fenomena alam dan memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan sains dan teknologi. Fisika dipandang sebagai dasar bagi pembangunan ilmu dan teknologi karena melalui belajar fisika dapat dibentuk pola berfikir ilmiah sehingga mata pelajaran fisika sangat diperlukan untuk dipelajari di sekolah. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pelajaran fisika dianggap sebagai pelajaran yang paling sulit dan menjadi momok bagi siswa. Ketidaktahuan siswa mengenai kegunaan fisika dalam kehidupan sehari-hari menjadi penyebab mereka cepat bosan dan tidak tertarik pada pelajaran fisika, disamping itu pengajaran fisika secara monoton, metode pembelajaran yang kurang bervariasi, dan hanya berpegang teguh pada buku paket saja. Jika keadaan ini dibiarkan terus dalam waktu yang panjang, tentu akan berpengaruh bagi hasil belajar siswa baik pada pelajaran fisika, dan akan memberi dampak yang buruk bagi pertumbuhan pendidikan nasional. Hasil penelitian menunjukkan minat siswa terhadap pelajaran fisika rendah, salah


(10)

satu penyebabnya adalah kurang tepatnya guru menggunakan metode yang sesuai untuk siswa.

Metode ceramah sering sekali digunakan dalam proses belajar mengajar, jika ceramah dilakukan secar terus menerus (monoton) mengakibatkan kejenuhan pada siswa, sehingga daya tangkap siswa menurun dan informasi yang diterima oleh siswa menjadi lebih sedikit. Guru sebaiknya menyesuaikan metode pendidikan dan pengajaran untuk memudahkan anak didik memahami pelajaran. Sebagai fasilitator seharusnya guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan membimbing siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan perubahan dalam diri siswa, baik dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Namun faktamya dalam proses pembelajaran siswa jarang berlatih mengerjakan soal-soal dengan sedikit modifikasi, siswa hanya terbiasa mengerjakan soal-soal yang sifatnya menerapkan rumus yang ada. Siswa tidak mampu menganalisis soal dan berpikir cermat. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak menguasai konsep fisika dengan baik.

Berdasarkan fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa terhadap konsep fisika masih kurang. Oleh karena itu, perlu pembelajaran yang tidak hanya memberi konsep-konsep dalam bentuk yang utuh dan bersifat hafalan tanpa melalui pengolahan potensi yang ada pada diri siswa. Hal ini karena pembelajaran yang bersifat menghafal akan menhakibatkan pembelajaran kurang bermakna bagi siswa, sehingga siswa hanya menghafal tanpa memahami benar isi pelajaran dan hal ini tentu akan menghambat pemahaman konsep fisika berikutnya.

Untuk mengetahui hal tersebut, salah satunya adalah memilih metode atau model pembelajaran yang tepat, karena proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang memerlukan perhatian khusus, keuletan, ketekunan, dan kerajinan. Oleh karena itu agar proses belajar mengajar yang sedang berlangsung berhasil dan berdaya guna secara efektif, maka proses belajar mengajar tersebut benar-benar akan semakin baik. Dalaru hal ini guru


(11)

dituntut untuk dapat memilih secara selektif metode atau model pembelajaran mana yang dapat digunakan dan sesuai dengan tujuan, bahan materi, alat bantu, dan evaluasi yang ditetapkan, karena keberhasilan proses belajar mengajar dipengaruhi banyak faktor, diantaranya pemilihan metode mengajar, minat siswa terhadap materi yang diajarkan dan peran guru dalam mengatasi kesulitan belajar.

Model pembalajaran, dipandang paling punya peran strategis dalam upaya mendongkrak keberhasilan proses belajar mengajar. Karena ia bergerak dengan melihat kondisi kebutuhan siswa, sehingga guru diharapkan mampu menyampaikan materi dengan tepat tanpa mengakibatkan siswa mengalami kebosanan. Namun sebaliknya, siswa diharapkan dapat tertarik dan terus mengikuti pelajaran, dengan keingintahuan yang berkelanjutan.

Model learning cycle merupakan proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan belajar yang aktif melakukan asimilasi, akomodasi, dan organisasi ke dalam struktur kognitif. Berdasarkan wawancara dengan guru mata pelajaran fisika diketahui bahwa rerata hasil ujian siswa pada materi sebelumnya masih rendah. Dalam upaya meningkatkan kreativitas siswa mengemukakan gagasan dan prestasi belajar fisika, perlu strategi pembelajaran yang mengimplementasikan model pembelajaran learning cycle.

Pembelajaran dengan model learning cycle ini cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran fisika. Hal ini karena model pembalajaran learning cycle

adala suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered)

yang memiliki rangkaian tahapan-tahapan kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa yang didalamnya terdapat metode eksperimen, sehingga siswa dapat menemukan sendiri pengetahuannya dengan cara proses mengamati, mencatat hasil pengamatan, menganalisis dan menyimpulkan kegiatan praktikum yang telah dirancang oleh guru, siswa juga dapat berdiskusi bersama teman-teman. Hal itu akan membuat belajar fisika menjadi menyenangkan dan lebih berkesan, karena siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran, dan siswa juga dapat menguasai


(12)

kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif.

Dengancara ini, siswa dapat lebih mudah memahami konsep-konsep fisika, khususnya pada konsep massa jenis. Pada konsep tersebut apabila siswa hanya diberikan penjelasan mereka akan kebingungan untuk membedakan massa dengan massa jenis dan sebagainya. Dengan model pembelajaran

learning cycle diharapkan dapat memudahkan siswa dalam memahami konsep massa jenis tersebut dan dan dapat merangsang kemampuan berpikir siswa serta tercipta dialog antara siswa dengan guru sehingga proses pembelajaran lebih bermakna.

Berdasarkan latar belakang itulah, peneliti mencoba untuk mengadakan penelitian tentang model pembelajaran learning cycle. Dengan mengambil judul skripsi: PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN

LEARNING CYCLE TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA PADA KONSEP MASSA JENIS.

B. Identifikasi Masalah

Dengan melihat masalah yang telah diuraikan sebelumnya dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Banyak siswa yang menganggap fisika adalah pelajaran yang sulit dipelajari karena penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat. 2. Banyak siswa yang tidak aktif dalam kegiatan pembelajaran fisika, karena

pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered).

3. Guru sulit memilih metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan tujuan, jenis dan sifat meteri yang diajarkan.

4. Banyak siswa yang merasa bosan dalam pembelajaran fisika, hal ini disebabkan karena guru lebih banyak menggunakan metode ceramah sehingga kurang menarik minat siswa.

5. Sebagian besar guru belum mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, sehingga siswa kurang termotivasi dan merasa bosan dalam belajar fisika.


(13)

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah pada skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh penggunaan pembelajaran learning cycle terhadap hasil belajar fisika pada konsep massa jenis.

2. Hasil belajar yang diteliti hasil belajar pada ranah konitif tingkat C1 sampai C3.

3. Model pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran learning cycle yang diadaptasi dari Mayer, dan penelitian ini mengacu pada

learning cycle deskriptif.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumusakan masalah sebagai berikut: ”Apakah model pembelajaran learning cycle

berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar fisika?”.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan problematika yang telah dirumuskan, maka kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran

learning cycle terhadap hasil belajar fisika pada konsep massa jenis.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Bagi pihak guru dapat dijadikan bahan masukan dalam meningkatkan proses pembelajaran fisika, serta lebih memperhatikan, menerapkan, dan merealisasikan metode pembelajaran, yang nantinya akan meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Bagi siswa dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar serta meningkatkan rasa sosial diantara mereka.

3. Bagi peneliti, memberikan informasi tentang pengaruh model learning cycle terhadap hasil belajar fisika siswa, dan dapat menambah wawasan sebagai bekal jika kelak berkecimpung dalam dunia pendidikan.


(14)

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Pembelajaran Kontruktivisme

Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk CTL adalah teori pembalajaran kontruktivisme. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teaching centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa.1

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran kontruktivis. Teori kontruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu sudah tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.2

Kontruktisvisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Jean Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya.3 Bagi kontruktivisme, pembelajaran bukanlah

1

Trianto, Model-Model pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h. 106.

2

Trianto, Model-Model pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h.13.

3

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beroientasi Standar Proses Pendidikan, ( Jakarta: Kencana Prenada, 2008). h.264


(15)

kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya.4

Kontruktivisme merupakan paradigma alternatif yang muncul sebagai dampak dari revolusi ilmiah yang terjadi dalam beberapa dasawarsa terakhir (Kuhn, 1970). Seiring dengan hal tersebut, kemudian kontruktivisme menjadi kata kunci dalam hampir setiap pembicaraan mengenai pembelajaran di berbagai kalangan. Kontruktivisme ini yang menjadi landasan terhadap berbagai seruan dan kecendrungan yang muncul dalam dunia pembelajara.5 Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.

Hal yang paling penting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.

Gagne seperti yang dikutip oleh Mariana (1999) menyatakan untuk terjadinya belajar pada diri siswa diperlukan kondisi belajar, baik kondisi internal maupun kondisi eksternal. Kondisi internal merupakan peningkatan memori siswa sebagai hasil belajar terdahulu. Memori siswa yang terdahulu merupakan komponen kemampuan yang baru dan ditempatkannya

4

Paulina Panen, dkk. Kontruktivisme dalam Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka (PAU-PPAI-UT), 2001)., h. 22

5

Paulina Panen, dkk. Kontruktivisme dalam Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka (PAU-PPAI-UT), 2001), h. 1


(16)

sama. Kondisi eksternal meliputi aspek atau benda yang dirancang atau ditata dalam suatu pembelajaran.6

Piaget (1990) menjelaskan pentingnya berbagai faktor internal seseorang seperti tingkat kematangan berpikir, pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, konsep diri, dan keyakinan dalam proses belajar. Berbagai faktor internal tersebut mengidikasikan kehidupan psikologi seseorang, serta begaimana dia mengembangkan struktur dan strategi kognitif, dan emosinya. Sebagai contoh, Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kognitif manusia sesuai urutan atau sequence tertentu. Kemampuan berpikir pada satu tahap yang lebih tinggi merupakan perkembangan dari tahapan-tahapan sebelumnya. Pada tahap yang lebih tinggi seseorang lebih mampu berpikir terorganisasi dan abstrak (abstract thinking). Piaget menyebutkan sebgai kemampuan untuk mengembangkan skema berpikir (schemas, berarti

building blocks of thinking).7

Masyarakat pendidikan sains ingin melihat pelajar belajar sains sebagai suatu proses. Mereka, terlebih di Amerika Serikat, ingin menyaksikan para pelajar belajar sains dan matematika dengan cara yang berarti, memperkaya, dan memungkinkan mereka menginterpretasikan alam semesta ini dalam pengertian ilmiah. Menurut Tobin dkk., masyarakat pendidikan sekarang ini sedang mengalami proses mirip dengan yang oleh Kuhn disebut pergeseran paradigma (paradigm shift). Bila beberapa puluh tahun lalu kontruktivisme belum diterima secara umum, sekarang ini ada usaha untuk mengerti kontruktivisme dalam seluruh bidang pendidikan. Revolusi kognitif ini menantang dan memberikan semangat, namun sekaligus juga membingungkan dan menakutkan karena suatu makna baru dari pencarian dalam bidang pendidikan muncul. Perubahan sikap ini sungguh memberikan semangat untuk para ahli dan mereka yang terlibat dalam dunia pendidikan untuk menggunakan prinsip-prinsip kontruktivisme dalam pembaruan pendidikan. Tetapi sekaligus hal itu juga dapat membingungkan karena

6

Trianto, Model-Model pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, h 12 7

Udin S. Winataputra, dkk, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h 6.8


(17)

banyak segi kontruktivisme yang kurang jelas dan dapat disalahartikan. Kontruktivisme banyak digunakan dalam macam-macam bentuk dan makna, sehinggga kadang-kadang menjadi kabur.8

Dalam banyak penelitian diungkapkan bahwa teori perubahan konsep ini dipengaruhi atau didasari oleh filsafat kontruktivisme. Kontruktivisme, yang menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh siswa yang sedang belajar, dan teori perubahan konsep, yang menjelaskan bahwa siswa mengalami perubahan konsep terus menerus, sangat berperanan dalam menjelaskan mengapa seorang siswa bisa salah mengerti dalam menangkap suatu konsep yang ia pelajari. Kontruktivisme membantu untuk mengerti bagaimana siswa membentuk pengetahuan yang tidak tepat. Dengan demikian, seorang pendidik dibantu untuk mengarahkan siswa dalam pembentukan pengetahuan mereka yang lebih tepat. Teori perubahan konsep sangat membantu karena mendorong pendidik agar menciptakan suasana dan keadaan yang memungkinkan perubahan konsep yang kuat pada murid sehingga pemahaman mereka lebih sesuai dengan pemahaman ilmuwan. Namun, pengertian yang berbeda tersebut bukanlah akhir perkembangan karena setiap kali mereka masih dapat mengubah pengertiannya sehingga lebih sesuai dengan pengertian ilmuwan. “Salah pengertian” dalam memahami sesuatu, menurut teori kontruktivisme dan teori perubahan konsep, bukanlah akhir dari segala-galanya melainkan justru menjadi awal untuk perkembangan yang lebih baik.9

Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pembelajar.

Gagasan kontruktivisme mengenai pengetahuan adalah sebagai berikut:

8

Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 12

9

Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h 53


(18)

a. Pengetahuan bukan merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan kontruksi kenyataan melalui kegiatan mahasiswa (Mind as inner individual representation of outer reality).

b. Mahasiswa mengkontruksi skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur dalam membangun pengetahuan, sehingga setiap individu siswa memiliki skema kognitif, kategori, konsep, dan stuktur yang berbeda. Dalam hal ini, proses abstraksi dan refleksi seseorang menjadi sangat berpengaruh dalam konstruksi pengetahuan (Reflection/abstraction as primary).

c. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep masing-masing individual mahasiswa. Struktur konsep dapat membentuk pengetahuan bila konsep baru yang diterima dapat dikaitkan atau dihubungkan (proposisi) dengan pengalaman yang dimiliki mahasiswa. Dengan demikian, pengetahuan adalah apa yang ada dalam pikiran setiap mahasiswa (Kniwledge as residing in the mind).

d. Dalam proses pembentukan pengetahuan, kebermaknaan merupakan interprestasi individu mahasiswa terhadap pengalaman yang dialaminya

(Meaning as internally constructed). Perampatan makna merupakan proses negosiasi antara individu mahasiswa dengan pengalamannya melalui interaksi dalam proses belajar (menjadi tahu) (Learning as negotiated contruction of meaning).10

Secara garis besar, ada beberapa prinsip dasar pembelajaran kontruktivisme, yaitu:

a) Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif. b) Tekanan proses belajar terletak pada siswa. c) Mengajar adalah membantu siswa belajar.

d) Penekanan dalam proses belajar lebih kepada proses bukan hasil akhir. e) Kurikulum menekankan partisipasi siswa.

f) Guru sebagai fasilitator.11

10

Paulina Panen, dkk. Kontruktivisme dalam Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka (PAU-PPAI-UT), 2001), h. 7 - 8

11


(19)

Menurut prinsip kontruktivisme, seorang guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik, yaitu dengan:

a) Menyediakan pengalaman belajar yang dapat memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian. b) Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang

keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka, menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif, menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa. c) Memotivator, mengevaluasi, dan menunjukkan hasil apakah pemikiran

siswa dapat didorong secara aktif atau tidak.12

Yang terpenting dalam teori kontruktivisme adalah bahwa dalam proses belajar siswalah yang harus mendapatkan tekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru ataupun orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa aktif ini dalam dunia pendidikan sangat penting dalam dan perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka. Mereka akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis suatu hal karena mereka berpikir dan bukan meniru saja.13

Menurut Widodo, tahapan pembelajaran yang kontruktivis terdiri dari lima tahapan yang saling berurutan, yaitu:

a. Pendahuluan; tahap penyiapan pembelajaran untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.

b. Eksplorasi; tahap pengidentifikasian dan pengaktifan pengetahuan awal siswa.

12

Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 66

13

Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 81


(20)

c. Retrukturisasi; tahap restrukturisasi pengetahuan awal siswa agar terbentuk konsep yang diharapkan.

d. Aplikasi; tahap penerapan konsep yang telah dibangun pada konteks/kondisi yang berbeda ataupun dalam kehidupan sehari-hari.

e. Review dan Evaluasi; tahap peninjauan kembali apa yang telah terjadi pada diri siswa berkaitan dengan suatu konsep/pembelajaran.14

Kontruktivisme memaknai belajar sebagai proses mengkontruksi pengetahuan melalui proses internal seseorang dan interaksi dengan orang lain. Dengan demikian hasil belajar akan dipengaruhi oleh kompetensi dan struktur intelektual seseorang. Hasil belajar dipengaruhi pula oleh tingkat kematangan berpikir, pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, serta faktor internal lainnya, seperti, konsep diri, dan percaya diri dalam proses belajar. Di samping itu hasil belajar juga dipengaruhi oleh dialog dengan orang lain dan lingkungan.

Paham kontruktivisme, berpandangan bahwa mengajar bukan kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan menggunakan pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Dengan demikian, pembelajaran kontruktivisme tidak lagi berpegang pada konsep pengajaran dan pembelajaran yang lama, dimana guru hanya mentransfer ilmu kepada siswa tanpa siswa itu berusaha sendiri dan menggunakan pengalaman dan pengetahuan yang mereka miliki.

2. Learning Cycles

Siswa mempunyai pengalaman hidup dalam dirinya sebagai konsepsi awal siswa. Apabila kita ungkap konsep awal mereka, maka dengan mudah siswa tersebut dapat menerima pengetahuan/materi baru karena siswa tersebut secara tidak langsung membangun pengetahuannya sendiri. Model pembelajaran tersebut menurut Dahar (1988) dikenal dengan model konstruktivisme. Model konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang

14

Ari Widodo, Kontruktivisme dan Pembelajaran Sains, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No.13:064, Januari 2007, h.101


(21)

proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri (self-regulation). Dan pada akhir proses belajar, pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya (Herron, 1988)15.

Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi awal yang dimiliki anak dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan begitu saja, sehingga diperlukan perubahan/modifikasi struktur kognitif (skemata) untuk mencapai keseimbangan. Peristiwa ini akan terjadi secara berkelanjutan selama mahasiswa menerima pengetahuan baru. Terjadinya proses modifikasi struktur kognitif dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini :

Gambar 2. 1: Skema Perolehan Pengetahuan-Stanobridge

15

Ahmad Anwar Yusa, Peningkatan Kualitas Pembelajaran Perhitungan Kekuatan Konstruksi Bangunan Sederhana Melalui Penerapan Model Siklus Belajar (Learning Cycle) di SMKN 5 Bandung dari http://pkk.upi.edu/invotec_1-9.pdf, 2009,. h. 2

Hasil Belajar

(Hasil Interaksi dengan Lingkungan)

Skema

Perbandingan dengan konsepsi awal

Tidak cocok Cocok

Mengerti Keseimbangan

Cocok Akomodasi

Ketidakseimbangan Jalan Buntu (Tidak Mengerti) Ketidakseimbangan


(22)

Secara rinci menurut Hilda (2002) dapat dikemukakan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar yang mengacu pada model konstruktivisme seorang pendidik (guru) harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Mengakui adanya konsepsi awal yang dimiliki siswa melalui pengalaman sebelumnya.

b. Menekankan pada kemampuan minds-on dan hands-on.

c. Mengakui bahwa dalam proses pembelajaran terjadi perubahan konseptual. d. Mengakui bahwa pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif.

e. Mengutamakan terjadinya interaksi sosial.16

Salah satu strategi mengajar untuk menerapkan model konstruktivisme ialah penggunaan pendekatan siklus belajar (learning cycle) (Herron, 1988). Siklus belajar adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan mengikuti pola tertentu yang terdiri dari tiga tahap, yaitu :

a). Tahap eksplorasi, dimaksudkan untuk mengali konsepsi awal siswa. Dalam tahap ini guru berperan secara tidak langsung. Guru merupakan pengamat yang telah siap dengan berbagai pertanyaan guna membantu siswa (individu atau kelompok). Siswa aktif melakukan kegiatan yang dapat melatih keterampilan proses, seperti mencatat, mengkomunikasikan, menafsirkan dan sebagainya.

b). Tahap pengenalan konsep adalah tahap dimana guru mengumpulkan informasi dari para siswa berkaitan dengan pengalaman mereka dalam tahap eksplorasi. Pada tahap ini guru meminta siswa mengungkapkan hasil bacaan (rangkuman) yang telah mereka lakukan pada tahap eksplorasi. Dilakukan diskusi dan pengenalan konsep-konsep yang dibahas.

c). Tahap penerapan konsep adalah tahap dimana guru menyiapkan situasi yang dapat dipecahkan berdasarkan pengalaman eksplorasi dan pengenalan konsep. Pada tahap ini diberikan permasalahan yang dapat dipecahkan dengan menerapkan konsep-konsep yang telah dijelaskan

16

Ahmad Anwar Yusa, Peningkatan Kualitas Pembelajaran Perhitungan Kekuatan Konstruksi Bangunan Sederhana Melalui Penerapan Model Siklus Belajar (Learning Cycle) di SMKN 5 Bandung dari http://pkk.upi.edu/invotec_1-9.pdf, 2009,. h. 2


(23)

sebelumnya. Tahapan-tahapan model siklus belajar tersebut secara ringkas akan dijelaskan pada tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 2. 1

Model Siklus Belajar (diadaptasi dari Meyer, 1986)17

Tahap Siklus Belajar

Indikator

Guru Siswa

Eksplorasi Mengidentifikasi konsep yang akan diajarkan. Guru berposisi sebagai katalis atau fasilitator

Memulai mengenal materi baru atau fenomena baru dengan bimbingan minimal,

dimana fenomena

yangdisajikan menantang struktur

mental siswa.

Pengenalan Konsep

Membantu siswa

mengembangkan konsep dengan cara menghubungkan konsep yang

diperoleh melalui eksplorasi. Membimbing

siswa pada pemahaman

konsep baru yang

bermakna. Cara yang dapat dilakukan yakni

dengan mengembangkan

strategi bertanya

Mencoba memahami konsep baru dan

berdiskusi dalam hal yang berkaitan dengan

fenomena pada tahap

eksplorasi.

Aplikasi Mendukung siswa untuk menguji kemampuannya

Memperoleh penguatan pada perkembangan

17

Ahmad Anwar Yusa, Peningkatan Kualitas Pembelajaran Perhitungan Kekuatan Konstruksi Bangunan Sederhana Melalui Penerapan Model Siklus Belajar (Learning Cycle) di SMKN 5 Bandung dari http://pkk.upi.edu/invotec_1-9.pdf, 2009,. h. 2


(24)

Tahap Siklus Belajar

Indikator

Guru Siswa

dalam menerapkan konsep pada situasi yang baru. Guru

berposisi sebagai mentor

struktur mental yang baru

Anthony W. Lorsbach, menyatakan:

“The learning cycle is an estabilished planning method in sciensce education and consistent with contemporary theories about how individuals learn. It is easy to learn and useful in creating opportunities to learn science”.

Siklus belajar adalah sebuah metode perencanaan yang didirikan dalam ilmu pendidikan dan konsisten dengan teori-teori kontemporer tentang bagaimana individu belajar. Hal ini mudah dipelajari dan berguna dalam menciptakan kesempatan untuk belajar sains.18

Macmallin dan Collier, menyatahan:

”Methods are the procedures of instruction that are salected to help learners achieve the objectives or to internalize the content of message.”19

Metode adalah prosedur pengajaran yang dipilih untuk membantu siswa mencapai tujuan/ menginternalisasikan isi atau pesan.

Learning cycle merupakan salah satu model perencanaan yang telah diakui dalam pendidikan IPA. Siklus belajar dikembangkan berdasarkan teori yang dikembangkan pada masa kini tentang bagaimana siswa seharusnya belajar. Model ini merupakan model yang mudah untuk digunakan oleh guru dan dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas belajar

18

Anthoni W. Lorsbach, The Learning Cycle as a Tool for Planning Science Instruction, dari http://www.coe.ilstu.edu/scienceed/lorsbach/257lrcy.htm, h 1

19


(25)

IPA pada setiap siswa kita. Dalam perkembangannya learning cycle tiga fase saat ini telah berkembang dan disempurnakan menjadi lima fase dan

enam fase. Pada learning cycle lima fase diperkenalkan oleh Roger Bybee. Siklus belajar terdiri dari lima fase (5E) yang saling berhubungan satu sama lainnya, yaitu:

a. Fase Engage (Menarik Perhatian-Mengikat)

Fase engage merupakan fase awal. Pada fase ini guru menciptakan situasi teka-teki yang sesuai dengan topic yang akan dipelajari siswa. Guru dapat mengajukan pertanyaan (misalnya: mengapa hal ini terjadi? Bagaimana cara mengetahuinya? dll) dan jawaban siswa digunakan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang telah diketahui oleh mereka. Fase ini dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa.

b. Fase Exploration (Eksplorasi)

Selama fase eksplorasi, siswa harus diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan teman-temannya tanpa arahan langsung dari guru. Fase ini menurut teori Piaget merupakan fase “ketidakseimbangan” dimana siswa harus dibuat bingung. Fase ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menguji hipotesis atau prediksi mereka, mendiskusikan dengan teman sekelompoknya dan menetapkan keputusan.

c. Fase Explain (Menjelaskan)

Pada fase ini guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri.

d. Fase Expand (Perpanjangan)

Pada fase ini siswa harus mengaplikasikan konsep dan kecakapan yang telah mereka miliki terhadap situasi lain.

e. Fase Evaluate (Evaluasi)

Evaluasi dilakukan selama pembelajaran dilangsungkan. Guru bertugas untuk mengobservasi pengetahuan dan kecakapan siswa dalam mengaplikasikan konsep dan perubahan berfikir siswa.20

20

Pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/25/siklus-belajar-learning-cycle-5e-sebuah-metode-perencanaan-dalam-ipa/ - 24k – h 1


(26)

Model learning cycle menurut Lawson diklasifikasikan menjadi tiga begian berdasarkan jenjang pendidikan yang mentapkannya. Ketiga macam siklus belajar yaitu:

a. Siklus belajar ”deskriptif”, para siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khisus (ekspolari); guru memberi nama pada pola itu (pengenalan istilah atau konsep); kemudian pola itu ditentukan dalam konteks-konteks lain (aplikasi konsep). Bentuk siklus belajar ini disebut deskriptif, sebab siswa dan guru hanya memberikan apa yang mereka amati tanpa usaha untuk melahirkan hipotesis-hipotesis untuk menjelaskan hasil pengamatan mereka. Ditinjau dari segi penalarannya, siklus belajar deskriftif menghendaki hanya pola-pola deskriptif, misalnya seriasi, klasifikasi dan konservasi.

b. Siklus belajar ”empiris-induktif, para siswa juga menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus (eksplorasi), tetapi mereka selanjutnya mengemukakan sebab-sebab yang mungkin tentang terjadinya pola itu. Hal ini membutuhkan penggunaan penalaran analogi untuk memindahkan atau mentrasfer konsep-konsep yang telah dipelajari dalam konteks-konteks lain pada konteks baru ini (pengenalan konsep). Konsep tersebut dapat diperkenalkan oleh para siswa, guru, atau kedua-duanya. Siklus belajar empiris-induktif bersifat intermediat, menghendaki pola-pola penalaran deskriptif, tetapi pada umumnya melibatkan pula pola-pola tingkat tinggi.

c. Siklis belajar ”hipotesis-deduktif”, para siswa diminta untuk merumuskan jawaban-jawaban (hipotesis-hipotesis) yang mungkin terhadap pertanyaan. Selanjutnya para siswa diminta untuk menurunkan konsekuensi-konsekuensi logis dari hipotesis-hipotesis ini, dan merencanakan serta melakukan eksperimen untuk menguji hipotesis (eksplorasi). Analisis hasil-hasil eksperimen menyebabkan beberapa hipotesis ditolak, sedangkan yang lain diterima dan konsep-konsep dapat diperkenalkan (pengenalan konsep). Akhir konsep-konsep yang relevan dan didiskusikan,


(27)

dapat diterapkan diterapkan pada situasi-situasi lain di kemudisn hari (aplikasi konsep).21

Berdasarkan uraian diatas model pembelajaran learning cycle patut dikedepankan, karena model belajar ini sesuai dengan teori belajar Piaget yang berbasis kontruktivisme. Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi; struktur, isi dan fungsi. Struktur intelektual merupakan organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah-masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah yang dihadapinya. Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan intelaktual yang mencakup adaptasi dan organisasi.22

Bagi piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi, proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi pada lingkungannya, terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksinambungan ini maka terjadilah akomodasi, dan struktur yang ada mengalami perubahan atau struktur baru timbul.23

Dari proses asimilasi ke akomodasi diharapkan dapat mengembangkan struktur mental sehingga dapat diorganisasikan dengan konsep lain yang telah dimiliki. Organisasi yang baik dari intelektual seseorang akan tercermin dari respon yang diberikan dalam menghadapi masalah.

Implementasi learning cycle dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu:

a. Siswa belajar secara aktif , siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir, pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa.

b. Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa, informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu.

21

Ratna W Dahar, Teori-teori Belajar,(Jakarta : Erlangga, 1996), h. 164 – 165. 22

Fauziatul Fajaroh, Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (learning cycle), dari http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20. h 1 - 2

23


(28)

c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah. (Hudojo, 2001).24

Model pembelajaran learning cycle yang berorientasi pada pembelajaran kontruktivisme ini sangat memperhatikan pengalaman dan pengetahuan awal siswa serta bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa. Oleh karena itu pada setiap fase pembelajarannya guru dituntut untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang beranjak isu-isu sains yang relevan dengan lingkungan siswa, memicu proses disekuilibrium-ekuilibrium

pada diri siswa serta memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan orang lain dalam mengemukakan dan mengembangkan pemahaman tentang fenomena sains.

Lima unsur dasar dalam metode pembelajaran siklus belajar (learning cycle) adalah:

a. Sintak, menghadapkan masalah, guru membawa beberapa contoh untuk dieksporasikan kemudian siswa menemukan masalahnya dan mengeksporasi dengan berkelompok dengan menjawab permasalahan yang telah ia dapatkan.

b. Sistem sosial dengan jalan bekerja secara berkelompok untuk mengeksporasi materi. Pada sistem ini yang dikembangkan adalah prinsip kerjasama dan kesamaan derajat.

c. Prinsip reaksi yang harus dikembangkan adalah penyampaian hasil eksporasi secara lugas dan dipahami oleh pendengar, memberi kesempatan kepada rekannya yang lain untuk bertanya dan memberi jawaban tanpa menyinggung sesama.

d. Sarana pembelajaran yang diperlukan adalah media pembelajaran berupa media asli, literatur, dsb dan tehnik pembelajaran yang tepat untuk mendukung pelaksanaan model pembelajaran siklus belajar seperti teknik kerja kelompok.

24

Fauziatul Fajaroh, Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (learning cycle), dari http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20. h. 2


(29)

e. Produk, yaitu hasil yang diperoleh siswa setelah belajar baik berupa pemahaman, konsep maupun simpulan. Selain itu diharapkan siswa mampu menerapkan hasil pemahaman didalam kehidupan. 25

Keuntungan model pembelajaran learning cycle yaitu:

a. Meningkatkan motivasi belajar karena pembelajaran dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.

b. Membantu mengembangkan sikap ilmiah pembelajar. c. Pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Kelemahan model belajar learning cycle yaitu:

a. Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran.

b. Menuntut kesungguhan dan kreatifitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.

c. Memerlukan pengolahan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi. d. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun

rencana dan melaksanakan pembelajaran.26

Berdasarkan tahapan-tahapan dalam model pembelajaran bersiklus yang diuraikan di atas, diharapkan siswa tidak hanya mendengar keterangan guru tetapi dapat berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari, sehingga dapat membangun pemahaman dan pengetahuan siswa sesuai prinsip kontruktivisme dalam belajar membangun pengetahuan dan memperoleh pembelajaran yang bermakna.

3. Hakikat Proses Belajar Mengajar

Dalam perkembangan kehidupan manusia tidak dapat lepas dari proses belajar. Dari lahir hingga dewasa dengan dorongan rasa ingin tahu serta adanya kebutuhan interaksi dengan individual lain dan lingkungannya.

25

I Kudek Adi Hirawan, Model Siklus Belajar (Learning Cycle), dari http://www.scribd.com/dok/16315603/Model-Siklus-Belajar

26

Fauziatul Fajaroh, Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (learning cycle), dari http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20. h 2


(30)

Manusia terdorong untuk mempelajari segala hal yang sederhana hingga yang kompleks. Belajar juga merupakan proses dari perkembangan hidup manusia.

Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Belajar sesungguhnya adalah ciri khas manusia dan yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan oleh manusia merupakan bagian dari hidupnya, berlangsung seumur hidup, kapan saja, dan di mana saja, baik di sekolah, di kelas, di jalanan dalam waktu yang tak dapat ditentukan sebelumnya. Namun demikian, satuhal sudah pasti bahwa belajar yang dilakukan oleh manusia senantiasa dilandasi oleh iktikad dan maksud tertentu. Berbeda halnya dengan kegiatan yang dilakukan oleh binatang (yang sering juga dikatakan sebagai belajar).27

Menurut kaum kontruktivis, belajar merupakan proses aktif pelajar mengkontruksi arti teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan.28

Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah) belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi dalam hal ini belajar dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai oleh siswa. Adapun secara kualitatif (tinjauan mutu) belajar ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.

Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang

27

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h 154

28

Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 61


(31)

menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.29

Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. 30

Kegiatan belajar mengajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Memiliki tujuan, yaitu untuk membentuk anak dalam suatu perkembangan tertentu.

b. Terdapat mekanisme, prosedur, langkah-langkah, metode dan teknik yang direncanakan dan didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. c. Fokus materi jelas, terarah dan terencana dengan baik.

d. Adanya aktifitas anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.

e. Aktor guru yang cermat dan tepat.

f. Terdapat pola aturan yang ditaati guru dan anak didik dalam proporsi masing-masing.

g. Limit waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran. h. Evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi produk.31

Keaktifan anak didik bukan hanya dinilai dari segi fisik namun dari segi kejiwaan, karna apabila hanya fisik saja yang aktif sedangkan pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan tujuan pembelajaran yang akan dicapai kemungkinan besar tidak akan tercapai semaksimal mungkin. Belajar pada hakitkatnya adalah ”perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Jadi apabila terjadi perubahan pada diri seorang anak, maka anak tersebut telah belajar.

29

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002), h 10-11

30

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002), h 38.

31

Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Refika Aditama, 2007) h 11


(32)

Ada asumsi atau anggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi dari materi pembelajaran. Ada pula yang beranggapan bahwa belajar adalah latihan belaka seperti yang nampak dalam latihan membaca da menulis. Padahal , sesungguhnya menurut Skinner belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Gredler (1986) mendefinisikan belajar sebagai proses memperoleh berbagai kemampuan, keterampilan dan sikap. Belajar merupakan tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.32

Hilgard dan Bower, dalam bukunya Theories of Learning (1975) mengemukakan. “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).”33Dari kesimpulan di atas, maka dapat dikatakan bahwa belajar adalah Suatu proses perubahan seorang anak dalam segala hal, baik dalam segi tingkah laku, pemikiran serta keterampilan.

Ciri – ciri perubahan dalam pengertian belajar menurut Lameto (1987) meliputi:

a. Perubahan yang terjadi berlangsung secara sadar, sekurang-kurangnya sadar bahwa pengetahuannya bertambah, sikapnya berubah, kecakapannya berkembang, dan lain-lain.

b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional. Belajar bukan proses yang statis karena terus berkembang secara grandual dan setiap hasil belajar memiliki makna dan guna yang praktis.

c. Perubahan belajar bersifat positif dan aktif. Belajar senantiasa menuju perubahan yang lebih baik.

32

R. Angkowo dan A. Kosasih, Optimalisasi Media Pembelajaran, (Jakarta: Grasindo, 2007), h. 47.

33


(33)

d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, bukan hasil belajar jika perubahan itu hanya sesaat, seperti berkeringat, bersin, dan lain-lain. e. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah. Sebelum belajar, seseorang hendaknya sudah menyadari apa yang akan berubah pada dirinya melalui belajar.

f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku, bukan bagian-bagian tertentu secara parsial.34

Mengajar pasti merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan individu anak didik. Bila tidak ada anak didik atau objek didik, siapa yang diajar. Hal ini perlu sekali guru sadari agar tidak terjadi kesalahan tafsiran terhadap kegiatan pengajaran. Karena itu, belajar dan mengajar merupakan istilah yang sudah beku dan menyatu di dalam konsep pengajaran. Guru yang mengajar dan anak yang belajar adalah dwi tunggal dalam perpisahan raga jiwa bersatu antara guru dan anak didik.

Peran guru sebagai pembimbing bertolak dari cukup banyaknya anak didik yang bermasalah. Dalam belajar ada anak didik yang cepat mencerana bahan, ada anak didik yang sedang mencerna bahan, dan ada pula anak didik yang lamban mencerna bahan yang diberikan oleh guru. Ketiga tipe belajar anak didik ini menghendaki agar guru mengatur strategi pengajaran yang sesuai dengan gaya-gaya belajar anak didik. Akhirnya, bila hakikat belajar adalah ”perubahan”, maka hakikat belajar mengajar adalah proses ”pengaturan” yang dilakukan oleh guru.

4. Fisika dan Hasil Belajar Fisika

Pendidikan sains atau lebih dikenal dengan Imu Pengetahuan Alam (IPA), seperti pendidikan pada umumnya, memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian dan perkembangan intelektual anak. Dengan berbagai upaya dilakukan, pendidikan sains senantiasa mengalami pengkajian ulang dan pembaruan untuk mencari bentuknya yang paling sesuai.

34

Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Refika Aditama, 2007) h 10


(34)

Menurut Fisher, sains adalah bangunan pengetahuan yang diperoleh menggunakan metode berdasarkan observasi. Carin dan Sund, mengatakan sains adalah suatu sistem untuk memahami semesta dengan data yang dikumpulkan melalui observasi atau eksperimen yang dikontrol. Sedangkan menurut Dawson, sains adalah aktivitas pemecahan masalah oleh manusia yang termotivasi akan keingintahuannya terhadap alam di sekelilingnya dan keingintahuanya untuk memahami, menguasai, dan mengolahnya demi kebutuhannya.35

“Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan proses dan produk tentang pengkajian gejala alam (Sund & Trowbridge, 1973)”. Lahirnya istilah IPA dimulai pada saat manusia memperhatikan gejala-gejala alam, mencatatnya, dan kemudian mempelajarinya. “Pengetahuan yang diperoleh mula-mula terbatas pada hasil pengamatan seadanya, kemudian semakin luas akibat dari hasil pemikirannya (Harmoni, 1992)”.

Menurut Gagne yang dikutip oleh Dahar (1988), belajar merupakan suatu proses dimana suatu organisme mengalami perubahan perilaku karena adanya pengalaman. Pendapat senada disampaikan oleh Woolfolk dan McCune-Nocolich (1984) yang menyatakan bahwa proses belajar telah terjadi jika di dalam diri anak telah terjadi perubahan. Perubahan dalam diri anak dikatakan sebagai hasil proses belajar jika perubahan tersebut diperoleh dari pengalaman sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Jadi belajar ditandai oleh dua faktor yaitu adanya perubahan dan pengalaman. Menurut Fisher seperti dikutip oleh Amien (1990), IPA termasuk fisika merupakan kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode yang berdasarkan observasi. Dengan demikian dalam pembelajaran IPA (fisika) diharapkan ada keterlibatan langsung antara anak dengan objek yang sedang dipelajari.

Menurut Hardy dan Fleer (1996) pengertian sains dalam perspektif yang lebih luas adalah sebagai berikut:

35

Nani Dahniar, Sains Project sebagai Salah Satu Alternatif dalam Meningkatkan

Keterampilan Proses Sains di SMP, (Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 2, Nomor 1, September 2006). h. 35


(35)

a. Sains sebagai kumpulan pengetahuan. Sains sebagai kumpulan pengetahuan mengacu pada kumpulan berbagai konsep sains tang sangat luas. Sains dipertimbangkan sebagai akumulasi berbagai pengetahuan yang telah ditemukan sejak zaman dahulu sampai penemuan pengetahuan yang sangat baru. Pengetahuan tersebut berupa fakta, konsep, teori, dan generalisasi yang menjelaskan tentang alam.

b. Sains sebagai suatu proses penelusuran (investigation). Sains sebagai suatu proses penelusuran umumnya merupakan suatu pandangan yang menghubungkan gambaran sains yang berhubungan erat dengan kegiatan laboratorium beserta perangkatnya.

c. Sains sebagai kumpulan nilai. Sains sebagai kumpulan nilai berhubungan erat dengan penekanan sains sebagai proses.

d. Sains sebagai suatu cara untuk mengenal dunia. Proses sains dipengaruhi oleh cara di man orang memahami kehidupan dan dunia di sekitarnya. e. Sains sebagai institusi sosial. Sains seharusnya dipandang dalam

pengertian sebagai kumpulan profesional, di mana melalui sains para ilmuan dilatih dan diberi penghargaan akan hasil karya yang telah dihasilkan, didanai, dan diatur dalam masyarakat, dikaitkan dengan unsur pemerintah bahkan dipengaruhi oleh politik.

f. Sains sebagai hasil konstruksi manusia. Pandangan ini menunjuk pada pengertian bahwa sains sebenarnya merupakan penemuan dari suatu kebenaran ilmiah mengenai hakikat semesta alam.

g. Sains sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Orang menyadari bahwa apa yang dipakai dan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sangat dipengaruhi oleh sains.36

Salah satu dari cabang ilmu pengetahuan alam (IPA) adalah ilmu fisika yang merupakan ilmu yang mempelajari fenomena alam. Ilmu fisika yang merupakan dasar dari sains adalah ilmu yang diperoleh berdasarkan pengamatan dan eksperimen, serta menghubungkan kernyataan-kenyataan berdasarkan metode ilmiah sehingga keberadaannya sangat penting bagi

36


(36)

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu setiap orang harus mampu mengembangkan hasil belajarnya dalam pendidikan di era ini.

Secara sederhana pengertian fisika ialah ilmu pengetahuan atau sains tentang energi, transformasi energi, dan kaitannya dengan zat. Sebagaimana sains yang lain, fisika juga mengalami perkembangan yang pesat terutama sejak abat ke-19. oleh karena itu orang membagi fisika dalam fisika klasik dan fisika modern. Fisika klasik merupakan akumulasi dari pengetahuan, teori-teori, hukum-hukum tentang sifat zat dan energi yang sebelum tahun 1900 mengalami penyempurnaan. Sekitar tahun 1900 terjadi beberapa fenomena anomali dalam fisika klasik sehingga melahirkan fisika modern. Fisika modern mempelajari struktur dasar suatu zat, yakni molekul, atom, inti serta partikel dasar.37

Fisika adalah ilmu tentang gejala dan perilaku alam sepanjang dapat diamati oleh manusia. Jadi, jelas bahwa teknik-teknik pengamatan (observasi) merupakan bagian yang amat penting dalam pengajaran fisika. Manusia memiliki lima indra, tetapi khisus ilmu fisika yang terutama menggarap benda mati, penglihatan dan pendengaran merupaka dua indra yang paling banyak dipakai.38

Fisika mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan waktu. Fisikawan mempelajari perilaku dan sifat materi dalam bidang yang sangat beragam, mulai dari partikel submikroskopis yang membentuk segala materi (fisika partikel) hingga perilaku materi alam semesta sebagai satu kesatuan kosmos. Fisika adalah ilmu yang mempelajari kejadian-kejadian alam serta interaksi antara benda-benda, atau materi-materi di alam ini. Banyak faktor yang dapat membuat pembelajaran fisika menjadi lebih menarik dan menghasilakan prestasi siswa yang tinggi. Namun, satu faktor terpenting untuk hal itu adalah keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Siswa terlibat secara aktif dalam mengamati, mengoperasikan alat, atau berlatih menggunakan objek konkret sebagai bagian

37

Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h 31 38

Suprapto Brotosiswoyo, Hakikat Pembelajaran MIPA Di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Pekerti-MIPA, 2001), h. 6.


(37)

dari pelajaran. Membicarakan hakikat fisika sama halnya dengan membicarakan hakikat sains karena fisika merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sains. Oleh sebab itu, karakter fisika pada dasarnya sama dengan karakteristik sains pada umumnya.

Ilmu fisika tidak hanya menggarap gejala dan perilaku alam secara kualitatif, tetapi juga secara kuantitatif. Untuk itu, diperlukan juga unsur kecermatan dan ketelitian, yang menjadi salah satu andalan dari kemahiran pengamatan. Yang dimaksud dengan ”pengamatan” di sini bukan hanya pengamatan secara langsung, tetapi juga pengamatan tidak langsung. Oleh sebab itu, dalam bahan ajar ini kedua jenis pengamatan itu dibedakan. Meskipun demikian, batas-batas perbedaan antara keduanya tidak terlalu tajam untuk dipermasalahkan.39

Pada dasarnya ilmu pengetahuan dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, diantaranya adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang membehas tentang fenomena alam, kemudian IPA dibagi menjadi beberapa cabang disiplin ilmu, diataranya adalah fisika. Dimana fisika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memepelajari tentang gejala-gejala alam yang terjadi di dalamnya.

Dari sudut pandang ontologi, IPA yang kita pelajari memperagakan berbagai fenomena alam yang indah mempesona, yaitu keragaman, keserupaan, keteraturan, kelestarian nisbi, dan kejadian-kejadian yang bersifat probabilistik, sehingga manusia merasa tertarik kepada alam seisinya dan kemudian mengagungkan penciptannya. Inilah nilai religius (agama) yang disumbangkan pendidikan IPA kepada anak didik. Semakin luas dan semakin dalam seseorang mempelajari IPA, semakin kecil ia merasa sebagai makhluk bila dibandingkan dengan Tuhan Yang Maha Kuasa yang menciptakan alam seisinya yang mengandung rahasia tak habis-habisnya.40

Kegiatan proses belajar mengajar ada dua aspek utama pada mata pelajaran IPA, yaitu aspek teoritis dan empiris. Kedua aspek ini saling terkait

39

Suprapto Brotosiswoyo, Hakikat Pembelajaran MIPA Di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Pekerti-MIPA, 2001), h. 7.

40


(38)

dan saling mengisi. Ide-ide yang melahirkan teori harus diuji secara empiris. Jika suatu teori tidak dapat dijelaskan melalui ceramah atau eksperimen karena konsep yang abstrak seperti massa jenis dan sifat zat, maka guru dapat memberikan suatu model pembelajaran yang dapat mengkonkretkan sebuah teoriyang abstrsk sehingga peningkatan pemahaman siswa akan meningkat yang berpengaruh juga pada hasil belajar fisikanya.

Hasil belajar tampak terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan dapat diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan dan sebagainya.41

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.42 Hasil belajar harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.

b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.

Namun demikian, indikator yang banyak dipakai sebagai tolak ukur keberhasilan adalah daya serap.43

Dalam pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bunyamin Bloom yang secara garis besar menjadi 3 ranah, yaitu :

a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu, pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

41

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h 155

42

Nana Sudjana, Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004) h. 22

43

Syaiful Bahri, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar,(Jakarta : Rineka Cipta, 2006), cet.3 h. 106


(39)

b. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. c. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak. Ada enam ranah psikomotorik ini yaitu gerakan refleks, keterampilan gerak dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretatif.44

Berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran dapat dilihat dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya. Oleh karena itu, faktor-faktor umum yang mempengaruhi dalam proses belajar yaitu faktor internal dan eksternal. 1) Faktor Internal

Faktor internal disebut juga faktor individual yaitu faktor yang terdapat pada organisme (siswa) itu sendiri. Muhibbin Syah menyebutkan bahwa yang termasuk faktor internal adalah aspek fisiologis dan psikologi. Aspek fisiologis mencakup kondisi tubuh siswa termasuk organ tubuh dan kondisi alat indera. Sedangkan aspek psikologis banyak sekali macamnya tetapi yang esensial antara lain kecerdasan (intelegensi), sikap, bakat, minat, dan motivasi siswa.

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi.45

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal terdiri dari faktor keluarga, masyarakat, dan sekolah. Lingkungan sosial sekolah seperti guru, staff administrasi, dan temen-temen sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan

44

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasarEvaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2007), h. 117

45

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), h.132


(40)

memperlihatkan suri tauladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan diskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.

Lingkungan masyarakat juga dapat mempengaruhi proses belajar, misalnya kondisi masyarakat di lingkungan kumuh yang serba kekurangan dan anak-anak pengangguran, paling tidak siswa akan menemukan kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau diskusi atau meminjam alat-alat belajar tertentu yang belum dimiliki.

Lingkungan keluarga yang dapat mempengaruhi belajar, misalnya kelalaian orang tua dalam memonitor kegiatan anak, dapat menimbulkan dampak yang buruk. Dalam hal ini, bukan saja anak tidak mau belajar melainkan juga ia cenderung berperilaku menyimpang, terutama perilaku menyimpang yang berarti seperti anti sosial.

Hasil belajar merupakan realisasi pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Hasil belajar fisika dapat dilihat dari aspek kognitif berupa hasil tes belajar, serta keterampilan motorik siswa, dimana siswa ikut berperan aktif ketika proses belajar mengajar.

B. Kerangka Pikir

Proses belajar fisika akan menjadi efektif bila bahan yang dipelajari dikaitkan langsung dengan tujuan yang akan dicapai dan dihubungkan dengan masalah kehidupan sehari-hari. Pembelajaran fisika, pada saat ini masih berpusat pada guru, sehingga kurang menumbuh kembangankan kemampuan berfikir siswa. Pemberian materi sering kali diajarkan dengan menggunakan metode ceramah, misalkan guru menerangkan rumus, kemudian siswa diharapkan mampu menerapkan rumus tersebut untuk mengerjakan kuis yang diberikan oleh guru.

Untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMP, harus memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Mata pelajaran fisika memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi, karena siswa dituntut memiliki


(41)

pemahaman konsep materi yang baik. Karena tingkat kesulitan yang cukup tinggi pata mata pelajaran ini, proses belajar yang seharusnya diberikan kepada siswa yaiti proses pembelajaran yang tidak hanya mendidik siswa dari segi kognitif saja, tetapi juga harus memperhatikan kondisi siswa lainnya, seperti tingkat kenyamanan siswa dalam memperoleh materi. Materi yang cukup sulit jika perlakuan yang diberikan guru hanya perlakuan yang bersifat satu arah saja, maka siswa akan kurang tertarik pada materi yang disampaikan.

Siswa yang belajar fisika disekolah diberikan pengetahuan antara lain tentang kejadian-kejadian alam dilingkungan sekitar. Perubahan minat siswa dapat terjadi antara melalui proses pembelajaran. Tentu untuk memperoleh perubahan minat siswa terhadap mata pelajaran Fisika dapat dilakukan melalui proses pembelajaran fisika. Agar siswa memiliki minat terhadap mata pelajaran fisika, maka siswa diberi pengetahuan fisika antara: kejadian-kejadian alam sekitar, perubahan cuaca, macam-macam cabang fisika serta manfaat ilmu fisika bagi kehidupan manusia.

Pengetahuan merupakan apa saja yang diketahui manusia yang dapat menimbulkan kesan dalam pikiran manusia. Pengetahuan tersebut merupakan hasil penggunaan panca indera. Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat digunakan untuk menanggapi proses yang ada disekitarnya. Berdasarkan teori yang ada, pengetahuan diharapkan dapat membentuk terjadinya perubahan tingkah laku yang positif. Perubahan misalnya pengetahuan yang merupakan ranah kognitif, perubahan minat yang merupakan ranah efektif dan keterampilan proses sebagai ranah psikomotor.

Oleh sebab itu, metode pembelajaran yang dapat menciptakan agar siswa dapat aktif satu sama lain, sehingga dapat memahami kebutuhannya adalah model pembelajaran learning cycle. Model pembelajan ini, merupakan alternatif pembelajaran yang dapat memberikan suasan baru dalam kegiatan belajar mengajar. Proses pengajaran ini dirancang dengan siswa sebagai pusat yang mana siswa diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui


(42)

kegiatan-kegiatan seperti praktikum, menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam, mengamati fenomena alam atau perilaku sosial, dan lain-lain.

Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana. Model pembelajaran learning cycle

diharapkan dapat mengembangkan dan memperbaiki pengetahuan yang telah dimiliki siswa, dan dapat mengarahkan siswa untuk berperan aktif dalam proses belajar dengan mencari tahu keadaan sebenarnya serta dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa.

Walaupun model learning cycle berperan cukup penting dalam proses belajar, tetapi bukan berarti model learning cycle adalah penentu satu-satunya keberhasilan belajar siswa. Masih banyak lagi faktor lain yang menentukan keberhasilan proses belajar siswa, diantaranya adalah faktor kondisi siswa tersebut pada saat proses pembelajaran berlangsung. Akan tetapi tidak menjadi subjek penelitian penilis dalam tulisan ini.

C. Perumusan Hipotesis

Dari kajian teori dan penyusunan kerangka pikir dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ho: Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran learning cycle terhadap hasil belajat fisika pada konsep massa jenis.

Ha: Terdapat pengaruh model pembelajaran learning cycle terhadap hasil belajat fisika pada konsep massa jenis.


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini adalah SMP Islam Ruhama Jakarta Selatan Kelas VII Semester I (ganjil) Tahun Pelajaran 2009/2010. Penelitian dilakukan pada semester ganjil bulan Oktober 2009, selama tiga minggu.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode quasi experiment (eksperimen semu), dalam metode ini terdapat kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen akan diberikan perlakuan khusus (variabel yang akan diuji) yaitu model learning cycle, sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan metode demonstrasi, yang akan dibandingkan hasilnya dengan perlakuan eksperimen.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

randomized pretest-postest control group design). Desain penelitian dinyatakan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pretest Perlakuan Postest

(R)E O1 XE O2

(R)K O1 XK O2

Keterangan:

(R)E : Kelompok eksperimen

(R)K : Kelompok kontrol


(44)

XE : Perlakuan yang dilakukan pada kelompok eksperimen

XK : Perlakuan yang dilakukan pada kelompok kontrol

O1 : Pretest

O2 : Postest

Dari tabel 3.1 pelaksanaan penelitian dimulai dengan memberikan

pretest pada kelompok eksperimen dan kontrol dengan soal yang sama, kemudian dilanjutkan dengan memberikan perlakuan yang berbeda pada setiap kelompok, kelompok eksperimen diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle, sedangkan kelompok kontrol diajarkan dengan menggunakan metode demonstrasi. Setelah konsep selesai diajarkan maka diadakan tes hasil belajar berupa posttest.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek peneliti, sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu harus ditentukan populasi penelitian. Populasi target dalam hal ini adalah siswa SMP Islam Ruhama Jakarta Selatan, sedangkan populasi terjangkau yaitu seluruh siswa kelas VII SMP Islam Ruhama Jakarta Selatan yang terdaftar di sekolah tersebut pada semester genap tahun ajaran 2008/2009. Jumlah siswa kelas VII SMP Islam Ruhama sebanyak 128 siswa yang terdiri dari empat kelas.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi. Sampel diambil secara random dari populasi terjangkau sebanyak dua kelas. Kedua kelas dipilih secara random sebagai kelas eksperimen yaitu kelas VII-A dan satu kelas sebagai kelas kontrol yaitu kelas VII-B. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel bertujuan didasarkan pada tujuan penelitian,46 yang perinciannya dapat dilihat pada tabel berikut:

46

Yanti Herlanti, Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains (Makalah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 23.


(1)

tahap eksplorasi, tahap pengenalan konsep, dan tahap penerapan konsep (aplikasi).54 Model learning cycle ini sangat membantu siswa dalam belajar secara aktif dan produktif dalam mencapai tujuan belajar yang oktimal. Dengan penyelidikan kelompok siswa terlibat pembelajaran yang aktif. Siswa bersama-sama memiliki masalah mereka yang terdiri dari sumber mana yang mereka butuhkan. Siapa yang melakukan presentasi sebagai perwakilan kelompok, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan dari hasil penyelidikan mereka di depan kelas itu. Masing—masing anggota kelompok harus mencari informasi yang diberikan guru dan melakukan eksperimen. Model learning cycle lebih siswa lebih termotivasi untuk belajar sehingga fisika bukan lagi dianggap sebagai pelajaran yang menakutkan dan suasana belajar berlangsung lebih hidup dan bervariasi, karena seluruh siswa ikut aktif dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

Penekanan belajar siswasecara aktif ini perlu dikembangkan, kreatifitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa. Kemajuan hasil belajar siswa yang mengguanakan model learning cycle lebih tinggi dengan menggunakan metode demonstrasi, suasana di dalam kelas pun tidak jenuh dan tegang karena siswa dapat berdiskusi dengan teman sebaya, sehingga memiliki rasa percaya diri. Dengan adanya kegiatan seperti penyelidikan kelompok yang dilakukan oleh siswa tentunya siswa akan lebih menguasai materi dengan lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang di ajar dengan metode demonstrasi. Daya serap siswa akan materi lebih matang jika siswa itu sendiri terlibat langsung dalam pembelajaran.

Berdasarkan pembahasan di atas menunjukkan bahwa secara teori maupun empiris pembelajaran dengan menggunakan model learning cycle memberikan pengaruh terhadap hasil belajar fisika pada konsep massa jenis.

54

Ahmad Anwar Yusa, Peningkatan Kualitas Pembelajaran Perhitungan Kekuatan Konstruksi Bangunan Sederhana Melalui Penerapan Model Siklus Belajar (Learning Cycle) di SMKN 5 Bandung dari http://pkk.upi.edu/invotec_1-9.pdf, 2009,. h. 2


(2)

61

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, model pembelajaran learning cycle pada konsep massa jenis berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar fisika, hal ini dapat ditunjukkan dari nilai rerata pretest dalam pembelajaran learning cycle adalah 42,92 dan setelah dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran learning cycle nilai rerata posttest menjsdi 64,83. Hal ini diperkuan dengan hasil pengujian hipotesis dengan uji-t. Hasil uji-t posttest pada taraf α = 0,05 didapat thitung 11,34 dengan ttabel adalah 2,00. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran learning cycle terhadap hasil belajar fisika pada konsep massa jenis.

B. Saran

Dengan adanya pengaruh yang signifikan pada model pembelajaran learning cycle terhadap hasil belajar fisika siswa, maka peneliti mengemukakan saran sebagai berikut:

1. Model pembelajaran learning cycle dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran di kelas dalam upaya meningkatkan kualitas proses pembelajaran fisika.

2. Untuk menciptakan siswa lebih aktif dalam belajar hendaknya pihak sekolah dan guru menyediakan dan menciptakan kegiatan pembelajaran di laboratorium.

3. Bagi peneliti selanjutnya, agar mendapat hasil belajar yang lebih baik maka perlu memberikan motivasi dan konseptual awal mengenai bahan pelajaran serta mengarahkan dan merangsang siswa agar konsentrasinya terarah pada bahan pelajaran.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Afifudin. 2005. Pengaruh Model Siklus Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa

Pada Pokok Bahasan Zat dan Wujudnya, dari

http//222.124.158.89/pasca/avalieble/etd-0329106-090739

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Alfabeta. Cet. ke-2.

Bahri, Syaiful & Zain, Aswan. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Brotosiswoyo, B. Suprapto. 2001. Hakikat Pembelajaran MIPA Di Perguruan Tinggi. Jakarta: Pekerti-MIPA

Dahar, R Wilis. 1996. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Dahniar, Nani. 2006. Sains Project sebagai Salah Satu Alternatif dalam Meningkatkan Keterampilan Proses Sains di SMP. Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 2, Nomor 1

Fajaroh, Fauziatul & Dasna, I. Wayan. Pembelajaran dengan Model Siklus

Belajar (learning cycle), skripsi dalam

http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20.

Fathurrohman, Pupuh & Sutikno, Sobry. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Refika Aditama

Hamalik, Oemar. 2009. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara

Herlanti, Yanti. 2009. Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains. Jakarta: Makalah UIN Syahid

Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kosasih, A dan R. Angkowo. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Grasindo.

Lorsbach, Anthony W. The Learning Cycle as a Tool for Planning Science Instruction, dari http://www.coe.ilstu.edu/scienceed/lorsbach/257lrcy.htm


(4)

63

Macmillan, Collier. 1990. Media. Singapore: The Republic

Panen Paulina, Mustafa Dina, & Sekarwinahyu Mestika. 2001. Kontruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka (PAU-PPAI-UT)

Pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/25/siklus-belajar-learning-cycle-5e-sebuah-metode-perencanaan-dalam-ipa/ - 24k –

Poedjiadi, Anna. 2005. Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya

Purwanto, M. Ngalim. 2007. Psikologi pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Beroientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada.

Subana, Mursetyio & Sudrajat. 2005. Statistik Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia

Syah, Muhibin. 2003. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya

Suparno, Paul. 2001. Filsafat Kontruktivisme dalam pendidikan. Yogyakarta: Kanisius

Sumaji, dkk. 1998. Pendidikan Sains yang Humanistis. Yogyakarta: Kanisius

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik: Konsep, Landasan Teoritis-praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Winataputra, Udin S. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka

Widodo, Ari. Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Januari 2007 Tahun ke-13 no. 064.

Yusa, A. Anwar. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Perhitungan Kekuatan Konstruksi Bangunan Sederhana Melalui Penerapan Model Siklus Belajar (Learning Cycle) di SMKN 5 Bandung dari http://pkk.upi.edu/invotec_1-9.pdf, 2009


(5)

XI

Gambar 2. 1 Skema Perolehan Pengetahuan-Stanobridge ... 13 Gambar 4. 1 Grafik Batang Hasil Belajar Fisika (Pretest) Kelompok

Eksperimen dan Kontrol ... 48 Gambar 4. 2 Grafik Batang Hasil Belajar Fisika (Posttest) Kelompok

Eksperimen dan Kontrol ... 49 Gambar 4. 3 Grafik Batang N-gain Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... . 50


(6)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1 Data Nilai Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 64

Lampiran 2 Perhitungan Data dan Perhitungan Distribusi Frekuensi ... 65

Lampiran 3 Perhitungan Uji Normalitas... 74

Lampiran 4 Perhitungan Uji Homogenitas ... 78

Lampiran 5 Distribusi Frekuensi Skor Pretest dan Posttest ... 84

Lampiran 6 Analisis Data ... 85

Lampiran 7 Uji Hipotesis ... 91

Lampiran 8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 96

Lampiran 9 Lembar Kerja Siswa ... 109

Lampiran 10 Rencana Pelaksanaan Pembalajaran Kelas Kontrol ... 112

Lampiran 11 Kisi-Kisi Instrumen ... 121

Lampiran 12 Uji Coba Instrumen Penelitian ... 123

Lampiran 13 Soal-Soal Massa Jenis ... 134

Lampiran 14 Program Tahunan ... 140