bahwa keadaan mental seperti depresi dan penyakit metabolik seperti diabetes dapat mempengaruhi keadaan EDS dengan nilai OR 95 CI 1.9
yang berarti sekitar 60 keadaan tersebut dapat menyebabkan EDS.
23
4.3.3. Hubungan hipertrofi tonsil dan riwayat tonsilektomi terhadap
EDS
Berdasarkan hasil analisis statistik dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat tonsilektomi dan
keadaan EDS dengan nilai p = 0,754 untuk 1 sided dan p = 0,496 untuk 2 sided sedangkan hasil analisis statistik hipertrofi tonsil menunjukkan tidak
ada hubungan bermakna dengan kondisi EDS pada nilai p = 0,620. Mu
pada penelitiannya telah melaporkan hipertrofi adenotonsilar sebagai faktor risiko dari OSAS. Prevalensi OSAS sekitar 3.2 - 12.1 dengan
hipertrofi tonsil pada usia 2 sampai 8 tahun. Hasil studi Ungkanont dan Areyasathiodmon memperkuat pernyataan Mu dengan mengatakan bahwa
terdapat korelasi yang signifikan antara ukuran tonsil dengan OSA-18 score p = 0,034 sehingga dapat menurunkan kualitas hidup individu. Ia
mengderajatifikasikan ukuran tonsil dan mencari besar korelasinya terhadap kualitas hidup. Pada ukuran T3 dan T4 ditemukan bahwa hal
tersebut dapat menurunkan kualitas hidup sebesar 78.2 OR 3.6 sedangkan pada T1 dan T2 kualitas hidup dapat menurun sekitar 41.1
OR 0.7.
30-31
Zonata melaporkan hasil yang berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu bahwa tidak terdapatnya korelasi antara ukuran tonsil
dengan keadaan OSA p 0,05. Pada studi yang dilakukan oleh Nakata menyebutkan bahwa dengan operasi tonsilektomi sederhana dapat
mengurangi indeks apnea hipopnea. Delapan dari 13 pasien tidak lagi menggunakan CPAP setelah menjalani operasi tonsilektomi sederhana
sehingga gejala dari OSA berupa EDS dapat menghilang. Selain itu, dilaporkan bahwa penggunaan CPAP telah menurun secara signifikan
setelah operasi tonsilektomi dilakukan p 0,05.
32-33
Hasil penelitian ini, dapat terlihat bahwa riwayat tonsilektomi tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan EDS baik secara statistik
maupun secara klinis. Hal tersebut dikarenakan jumlah responden dengan riwayat tonsilektomi tebatas hanya 10 orang sehingga untuk analisa
statistik tidak mencukupi untuk menimbulkan signifikansi sedangkan secara klinis tidak terlihat pengaruh yang cukup tehadap EDS akibat
adanya beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi EDS selain riwayat tonsilektomi. Pada individu dengan tonsilektomi namun ia memiliki faktor
risiko lain seperti obesitas dan ukuran lidah yang besar akan tetap ada gejala EDS.
Pada literatur menyatakan adanya hubungan operasi tonsilektomi dengan menurunkan EDS tetapi bukan menghilangkan gejala tersebut.
Selain itu, ukuran tonsil yang besar dinyatakan bahwa dapat mengganggu saluran napas sehingga proses bernapas tidak baik. Secara statistik
memang tidak terdapat hubungan yang signifikan namun dapat dilihat secara klinis bahwa prevalensi mahasiswa yang mengalami EDS dengan
ukuran tonsil T2 dan T3 lebih tinggi daripada yang non EDS sehingga perlu dilakukan studi ini pada populasi yang lebih luas. Terdapat satu
kasus dengan ukuran T4 yang tidak mengalami EDS dan hal tersebut berbeda dengan pernyataan pada penelitian sebelumnya. Pada satu kasus
tersebut kemungkinan adanya faktor lain yang dapat mempengaruhi proses bernapasnya lebih baik walaupun ukuran tonsilnya besar seperti lidah yang
kecil, rongga mulut yang luas ataupun IMT yang normal. Selain itu, pengisian kuesioner ESS juga bersifat subjektif sehingga mendiagnosis
keadaan OSA dan identifikasi faktor penyebabnya.
4.3.4. Hubungan kebiasaan merokok dan olahraga terhadap EDS
Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat merokok dan olahraga dengan
EDS. Nilai p = 0,458 untuk 1 sided dan p = 0,311 untuk 2 sided pada variabel kebiasaan merokok dan nilai p = 0,148 pada variabel kebiasaan
olahraga. Celik dkk, pada penelitiannya telah melaporkan bahwa individu