Latar belakang Latar Belakang dan Masalah

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

1.1.1 Latar belakang

Bahasa merupakan suatu sarana yang penting bagi manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya, sehingga manusia dapat menyampaikan ide-ide atau gagasannya pada orang lain, dengan kata lain bahwa komunikasi manusia yang terjadi lewat bahasa merupakan suatu intrumen yang penting bagi kehidupan manusia sesuai dengan fungsi bahasa. Yang dimaksud dengan fungsi bahasa adalah nilai-nilai pemakai bahasa yang dirumuskan sebagai tugas bahasa itu dalam kedudukan yang diberikan kepadanya. Komunikasi dilakukan tanpa melewati batas-batas fungsi bahasa seperti yang dikemukakan oleh Jacobson 1960 dalam Tarigan,1987:11-12, terdiri atas enam fungsi yaitu: fungsi referensial, fungsi emotif, fungsi metalinguistik, fungsi konatif, fungsi fatik, dan fungsi puitik. 1 Fungsi referensial adalah memusatkan perhatian kepada isi acuan suatu pesan. 2 Fungsi emotif adalah memusatkan perhatian kepada pembicara. 3 Fungsi metalinguistikadalah memusatkan perhatian kepada kode atau sandi yang dituliskan. 4 Fungsi konatif adalah memusatkan perhatian kepada keinginan pembicara yang dilakukan atau yang dipikirkan oleh pendengar. 5 Fungsi fatik adalah memusatkan perhatian kepada pemilliharaan hubungan atau kontak antara pembicara dan pendengar. Masda Pardosi : Amplifikasi Dalam Ciri-Ciri Konteks Pada Novel Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari, 2007 USU e-Repository © 2009 6 Fungsi puitik adalah memusatkan perhatian pada cara suatu pesan disandikan atau dituliskan. Bahasa yang digunakan sebagai instrument komunikasi bukanlah suatu materi atau benda yang bersifat konkrit yang dapat dilihat secara visual. Walaupun demikian, sangat penting atau vital bagi kehidupan manusia, karena tanpa bahasa hidup kita seolah-olah hampa dan bisu. Sesuai dengan dikemukakan oleh Kridalaksana 1983 dalam Chaer, 1994:5, bahasa adalah sistem lambang yang digunakan oleh kelompok sosial untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan mengidentifikasikan diri. Dalam berkomunikasi ada sejumlah komponen yang penting yaitu: tempat dan suasana terjadinya peristiwa tindak tutur setting, pembicara dan pendengarlawan tutur participant, tujuan akhir pembicaraan end, kesempatan pembicara mempergunakan kesempatan pembicara act, nada dan ragam bahasa key, sarana yang digunakan instrument, aturan norm, dan jenis kegiatan tindak tutur genre, yang disingkat menjadi SPEAKING. Semua komponen inilah yang mendukung terciptanya suatu komunikasitindak tutur yang dan terarah. Dengan kata lain, tanpa kehadiran komponen ini, maka akan terjadi komunikasi yang absurd kacau dalam istilah sehari-hari disebut ngaur. Pada saat berlangsungnya tindak tuturkomunikasi yang terjadi antara pembicara dan pendengar kadang-kadang isi topik pembicaraan tidak tersusun secara apik atau tidak terjalin koherensi keutuhan sehingga koneksi antarkalimat-kalimat tidak tampak Menurut Webster dalam Tarigan, 1987:104, koherensi 1 adalah kohesi, perbuatan atau keadaan menghubungkan dan mempertalikan. Koherensi 2 Masda Pardosi : Amplifikasi Dalam Ciri-Ciri Konteks Pada Novel Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari, 2007 USU e-Repository © 2009 adalah koneksi, hubungan yang cocok atau sesuai dan ketergantungan satu sama lain, sehingga terjalin kekompakan. Sesuai dengan pendapat Halliday dan Hasan dalam Brown dan Yule, 1993:190, bahwa determinan utama menentukan apakah sekelompok kalimat merupakan teks atau tidak terngantung pada kohesi yang ada hubungannya dengan kalimat-kalimat itu yang menciptakan texture atau jaringan. Untuk membentuk suatu topik pembicaraan yang bersifat koherensi, maka diperlukan sebuah aspek. Aspek yang berfungsi membentuk texture koherensi terdiri atas tiga bagian yaitu: aspek semantis, aspek leksikal, aspek gramatikal, dan aspek fonologis dalam Hasan,1991:100. Dalam Hasan, 1991:110, mengatakan aspek semantis terdiri dari sembilan jenis yaitu: sebab akibat, perbandingan, perafrastis, amplifikasi, aditif, identifikasi, generik-spesifik, referensi. Dalam penelitian ini aspek semantis yang digunakan ialah amplifikasi. Waktu berkomunikasi antara pembicara dan pendengar kadang-kadang jawaban pendengar kurang serius atau bahkan tidak serius. Maka untuk menghilangkan keragu-raguan itu diperlukan amplifikasi. Amplifikasi adalah penguatan suatu bagian-bagian kalimat dengan kalimat lain. Keterlibatan amplifikasi terlibat dalam wacana lisan dan tulisan. Dalam wacana lisan muncul pada situasi wawancara, seminar, rapat, debat, diskusi, dan seremoni. Misalnya, dalam seminar yang bertajuk kebudayaan, salah satu perserta mengajukan pertanyaan kepada pemakalah, secara otomatis pemakalah harus menjawab pertanyaan peserta, maka untuk memperkuat jawabannya bisa saja Masda Pardosi : Amplifikasi Dalam Ciri-Ciri Konteks Pada Novel Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari, 2007 USU e-Repository © 2009 pemakalah menyampaikan jawaban dalam bentuk amplifikasi: ”Untuk lebih mengetahui budaya, Saudara dapat menbaca buku karangan Koentjaraningrat yang membahas masalah seputar kebudayaan.” Jadi, secara otomatis amplifikasi sering diucapkan pada saat berlangsungnya komunikasitindak tutur. Dalam bentuk tulisan amplifikasi terdapat pada novel, prosa, majalah, dokumen, dan surat kabar. Misalnya,amplifikasi dalam bentuk wacana tulisan yang terdapat pada Harian SIB Minggu,4 Maret 2007: ”Kita gencarkan perang terhadap segala bentuk narkoba sesuai instruksi Pak Kapolri. Keterbatasan wawasan dan pengetahuan tentang linguistik menyebabkan ketidaktahuan pembicara atau pendengar tentang aspek yang terbentuk saat komunikasiperistiwa tutur berlangsung.Misalnya: ”Anak itu pintar ya?”kemudian disusul dengan jawaban pendengar yang mengandung unsur amplifikasi untuk meyakinkan pembicara: ”Buktinya, ia selalu juara di sekolahnya.“ Melihat hasil ujaran antara si pembicara dan pendengar tampak adanya suatu koherensikeutuhan.Dengan kata lain, terjalin suatu koneksi atau kekompakan yang saling mendukung antara pertanyaan dengan jawaban. Menurut Kridalaksana dalam Tarigan, 1987:110, amplifikasi merupakan aspek semantis yang membentuk koherensi. Penelitian tentang amplifikasi sebelumnya sudah pernah diteliti oleh Harimurti Kridalaksana pada tahun 1978 yaitu tentang Keutuhan Wacana. Dalam penelitiannya, Kridalaksana menitikberatkan hubungan amplifikasi dengan koherensi.Pernyataan atau ungkapan yang mengadung unsur-unsur amplifikasi diaplikasikan Kridalaksana dalam bentuk kalimat dan paragrap. Masda Pardosi : Amplifikasi Dalam Ciri-Ciri Konteks Pada Novel Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari, 2007 USU e-Repository © 2009 Dengan demikian, peneliti tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang amplifikasi yang merupakan salah satu objek kajian di bidang linguistik dalam tinjauan wacana. Penelitian mengenai implikasi atau keterlibatan unsur-unsur amplifikasi dalam penelitian ini tertuang dalam ciri-ciri konteks yaitu: pembicara, pendengarlawan tutur, topik pembicaraan, waktu, tempat berlangsungnya komunikasi, dan sarana yang digunakan dalam situasi komunikasi. Objek kajian amplifikasi ini diaplikasikan peneliti dalam bentuk novel Backstreet Aja karya Gisantia Bestari yang terbit pada tuhun 2005 edisi ketiga yang terdiri dari dua belas bab diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Novel ini terdiri dari 212 halaman merupakan salah satu novel populer yang menceritakan kisah-kisah pacaran anak remaja di SMA Camar.

1.1.2 Masalah