Deskripsi Teoritis 1. Hasil Belajar Matematika

A. Deskripsi Teoritis 1. Hasil Belajar Matematika

a. Pengertian Pembelajaran Matematika

“Pembelajaran adalah kegiatan yang bertujuan, yaitu membelajarkan siswa”. 6 “Pembelajaran juga proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. 7 Upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi yang optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Juga merupakan suatu pembelajaran. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, guru harus mampu mengorganisir semua komponen sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan yang lainnya dapat berinteraksi secara harmonis. Menurut Gagne bahwa “pembelajaran sebagai perangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar yang sifatnya internal.” Suatu pengertian yang hampir sama dikemukakan oleh Correy bahwa “Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.” Menurut Zurinal dan Wahdi dalam buku ilmu pendidikan pengantar dan dasar-dasar pendidikan “Pembelajaran adalah suatu usaha dan proses yang dilakukan secara sadar dengan pengacu pada tujuan pembentukan kompetensi, yang dengan sistematis dan terarah pada terwujudnya perubahan dan tingkah laku .” Pembelajaran adalah pemerolehan pengetahuan sesuatu hal tentang atau keterampilan belajar pengalaman pengajaran. Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan dapat 6 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, “Berorientasi Standar Proses Pendidikan”, Jakarta: Kencana, 2006, h. 49 7 Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003, Tentang Sisdiknas Jakarta:Depdiknas, 2006, h. 7 7 disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang disengaja atau upaya yang dirancang oleh pendidik dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan kelassekolah yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar serta terjadinya interaksi optimal antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa yang lain. Setelah dikemukakan pengertian pembelajaran, selanjutnya akan dibahas mengenai pengertian matematika. “Istilah Mathematics Inggris, mathematik Jerman, mathematique Prancis, matematiceski Rusia, atau mathematik Belanda, berasal dari bahasa latin mathematica yang diambil dari bahasa yunani mathematike yang berhubungan erat dengan sebuah kata yang mengandung arti belajar berfikir”. 8 Matematika dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai “ilmu bilangan, hubungan antar bilangan dan operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”. 9 “Matematika menurut Kline merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif”. 10 James sebagaimana dikutip oleh Suherman berpendapat bahwa “matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri”. 11 Sedangkan Johson dan Rising dalam bukunya mengatakan bahwa “matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada 8 Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: IMSTEP UPI, 2003, h. 15 9 Hasan Alwi eds, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Depdiknas, 2002 10 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, Cet.2, h. 252 11 Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung, IMSTEP upi, 2003, h. 16 mengenai bunyi”. 12 Menurut Reys, “matematika merupakan pola tentang hubungan, suatu jalan atau pola berfikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat”. 13 Sedangkan menurut Lerner “matematika selain sebagai bahasa simbolis juga sebagai bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas”. 14 Dari beberapa pengertian matematika yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cara berpikir dengan bahasa simbolis yang bernalar deduktif dan induktif yang terdiri dari pengetahuan tentang bilangan-bilangan, bentuk, susunan besaran, konsep-konsep yang berhubungan dan terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri. Matematika merupakan ilmu yang dipelajari di semua pendidikan, ada banyak alasan perlunya belajar matematika. Menurut Cockroft ada 6 alasan mengapa matematika perlu dipelajari, yaitu: 1 selalu digunakan dalam segi kehidupan, 2 semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika, 3 merupakan sarana komununikasi yang kuat, singkat, dan jelas, 4 dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, 5 meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, dan 6 memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Dengan demikian pembelajaran matematika adalah proses yang harus lebih dulu dirancang oleh guru agar mampu mengorganisir semua komponen dalam belajar matematika dan hendaknya antara komponen yang satu dengan yang lainnya dapat berinteraksi secara 12 Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung, IMSTEP upi, 2003, h. 17 13 Mulyono, Abdurahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, h. 253 14 Mulyono, Abdurahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, h. 254 harmonis dengan tujuan untuk menciptakan belajar matematika yang efektif.

b. Karakteristik Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa yang kita ajar. Oleh karena itulah kita perlu memperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika di sekolah sebagai berikut: 15 1 Pembelajaran matematika adalah berjenjang bertahap Bahan kajian matematika diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu dimulai dari hal yang konkrit dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks. Atau bisa dikatakan dari konsep yang mudah menjadi konsep yang lebih sukar. 2 Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral Setiap memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari, dan sekaligus untuk mengingatkan kembali. Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan memperdalam adalah perlu dalam pembelajaran matematika. Metode spiral bukanlah pengajaran konsep hanya dengan pengulangan atau perluasan saja tetapi harus ada peningkatan. Spiralnya harus spiral naik bukan spiral mendatar. 3 Pembelajaran matematika menekankan pola berfikir deduktif Matematika adalah ilmu deduktif. Matematika tersusun secara deduktif aksiomatik. Namun demikian kita harus dapat memilih pendekatan yang cocok dengan kondisi anak didik yang 15 Erman Suherman,et.al., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: UPI,2003 h. 67-69 kita ajar. Misalnya sesuai dengan perkembangan siswa di SLTP, maka dalam pembelajaran matematika belum seluruhnya menggunakan pendekatan deduktif tapi masih bercampur dengan induktif. 4 Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi Kebenaran matematika sesuai dengan struktur deduktif aksiomatiknya. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan dengan pernyataan yang telah diterima kebenarannya. Dalam pembelajaran matematika di sekolah, meskipun ditempuh pola induktif, tetapi tetap pada bahwa generasi suatu konsep haruslah bersifat deduktif. Kebenaran konsistensi tersebut mempunyai nilai didik yang sangat tinggi dan amat penting untuk pembinaan sumber daya manusia dalam kehidupan sehari-hari.

c. Belajar Matematika Menurut Paham Kontruktivisme

Menurut Steffe dan Kieren, “beberapa prinsip pembelajaran dengan pendekatan kontruktivisme diantaranya bahwa observasi dan mendengar aktifitas dan pembicaraan matematika siswa adalah sumber yang kuat dan petunjuk untuk mengajar, untuk kurikulum, untuk cara- cara dimana pertumbuhan pengetahuan siswa dapat dievaluasi”. 16 Suherman dkk mengemukakan dalam kontruktivisme, aktifitas matematika mungkin diwujudkan melalui tantangan masalah, kerja dalam kelompok kecil dan diskusi kelas menggunakan apa yang biasa muncul dalam materi kurikulum kelas yang biasa. 16 Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: UPI, 2003, h. 75 Pembelajaran kontruktivisme senantiasa ‘problem centered’ yaitu guru dan siswa terikat dalam pembicaraan yang memiliki makna matematika. Cobb mendefinisikan bahwa belajar matematika merupakan proses yang didalamnya siswa secara aktif mengkontruksi pengetahuan matematikanya. Dalam pembelajaran kontruktivisme terdapat 4 komponen kunci yang harus diperhatikan, yaitu: 17 1. Siswa membangun pemahamannya sendiri dari hasil belajarnya bukan karena disampaikan atau diajarkan. 2. Pelajaran baru sangat tergantung pada pelajaran sebelumnya. 3. Belajar dapat ditingkatkan dengan interaksi sosial. 4. Penugasan-penugasan dalam belajar dapat meningkatkan kebermaknaan proses pembelajaran. Jadi dalam kontruktivisme seorang guru tidak mengajarkan pada anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempersentasikan masalah dan mendorong siswa untuk menemukan pemecahan masalah mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Guru berupaya mendorong siswa untuk saling tukar- menukar ide sampai persetujuan tercapai. Dalam hal ini peranan guru bukan pemberi jawaban akhir atas pertanyaan siswa, melainkan mengarahkan mereka untuk membentuk mengkontruksi pengetahuan matematika sehingga diperoleh struktur matematika. Di dalam kelas kontruktivisme, para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat antara satu dan lainnya, berpikir secara kritis tentang cara terbaik untuk menyelesaikan secara masalah. Evaluasi dalam pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kontruktivisme terjadi sepanjang proses pembelajaran berlangsung on going assessment. Dari awal sampai akhir guru memantau perkembangan siswa, pemahaman siswa terhadap konsep 17 Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: UPI, 2003, h. 76 pemahaman matematika, ikut membentuk dan mengevalusi proses kontruksi pengetahuan matematika yang dibuat oleh siswa. Bruner berpendapat bahwa “belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu”. 18 Pemahaman terhadap konsep dan struktur suatu materi menjadikan materi itu dipahami secara lebih komprehenshif, peserta didik lebih mudah mengingat materi itu bila yang dipelajari merupakan pola yang berstruktur. Dalam belajar matematika peserta didik harus berperan aktif. Peran aktif ini dapat terlaksana apabila menggunakan cara belajar yang sesuai, sehingga diharapkan dapat menyebabkan perkembangan potensi intelektualnya, rasa puasnya serta motivasinya. Ini berati ganjaran diperoleh dari dalam. Menurut Bruner, belajar dari luar biasanya mengakibatkan belajar hafalan sehingga pengertian terhadap matematika yang dipelajari sangat minim. Konsep-konsep matematika dipelajari menurut tahap-tahap bertingkat seperti halnya dengan tahap periode perkembangan intelektualnya. Menurut Hudoyo, tahap-tahap itu adalah: 19 a. Permainan bebas Free Play. Permainan bebas adalah tahap belajar konsep yang terdiri dari aktifitas yang tidak terstruktur dan tidak diharapkan yang memungkinkan peserta didik mengadakan eksperimen dan memanipulasi benda-benda konkrit dan abstrak dari unsur-unsur konsep yang dipelajari itu. b. Permainan yang menggunakan aturan Games. Di dalam tahap ini peseta didik mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat di dalam konsep peristiwa-peristiwa. 18 Herman Hidoyo, Mengajar Belajar Matematika, Jakarta: Depdiknas, h. 56 19 Herman Hudoyo, Mengajar Belajar Matematika, Jakarta: Depdiknas, h. 59-61 c. Permainan mencari kesamaan sifat Searching for communalities. Membantu peserta didik dalam permainan yang menggunakan aturan untuk dapat melihat kesamaan struktur dengan mentranslasikan dari suatu permainan kebentuk permainan yang lain, sedang sifat-sifat abstrak yang diwujudkan dalam permainan itu tetap tidak berubah dengan translasi itu. d. Permainan dengan representasi Representation. Dalam tahap ini peserta didik mencari kesamaan sifat dari situasi yang serupa. e. Permainan dengan simbolisasi Simbolization. Permainan dengan menggunakan simbol ini merupakan tahap belajar konsep dimana peserta didik perlu merumuskan representasi dari tiap konsep dengan menggunakan simbol matematika. f. Formalisasi Formalization. Setelah peserta didik mempelajari suatu konsep dan struktur matematika yang saling berhubungan, peserta didik harus mengurut sifat-sifat itu untuk dapat merumuskan sifat-sifat baru. Belajar dari luar biasanya mengakibatkan belajar hafalan sehingga pengertian terhadap matematika yang dipelajari sangat minim. Oleh karena itu terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi belajar matematika, yaitu: a. Peserta didik Kegagalan atau keberhasilan belajar sangat tergantung kepada peserta didik. Bagaimana sikap dan minat peserta didik terhadap matematika, bagaimana kesiapan dan kemampuan peserta didik untuk mengikuti kegiatan belajar matematika, bagaimana kondisi fisiologis dan psikologis pada saat belajar matematika. Semua itu sangat menentukan tingkat dan keberhasilan proses dan hasil belajar matematika. b. Pengajar Faktor lain setelah peserta didik adalah pengajar. Apabila pengajar mempunyai kemampuan yang baik dalam menyampaikan materi matematika, menguasai materi dengan baik, memiliki pengalaman cukup, kepribadian yang disegani peserta didik, dan memiliki motivasi yang selalu disalurkan kepada peserta didik, maka proses belajar matematika akan belajar efektif karena mutu pengajaran yang tinggi, sehingga peserta tidak mengalami kesulitan dalam belajar matematika. c. Sarana dan prasarana Saran yang baik diperlukan untuk menunjang proses belajar yang efektif, seperti buku paket, persediaan perpustakaan dan alat bantu belajar sebagai alat penunjang untuk meningkatkan kualitas belajar peserta didik. Selain sarana diperlukan pula prasarana yang mapan, seperti tata ruang yang bagus, sejuk, bersih, dan tempat duduk yang nyaman. Hal ini akan lebih memperlancar terjadinya proses belajar. d. Penilaian Penilaian merupakan tolak ukur bagaimana berlangsungnya proses pembelajaran. Dari hasil penilain ini pendidik dapat melihat perubahan hasil belajar peserta didik. Tugas pendidik terhadap hasil penilaian ini adalah memberikan motivasi kepada peserta didik agar lebih meningkatkan hasil belajar matematika atau terus mempertahankan hasil yang diperoleh dengan maksimal. Matematika merupakan pelajaran yang sangat penting dalam dunia pendidikan, karena mata pelajaran matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan bilangan simbol. Matematika juga merupakan dasar dalam menguasai pelajaran lain. Tujuan belajar matematika adalah untuk menpersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan ke depan melalui latihan atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, efektif, dan koefisien. Untuk mencapai hasil belajar matematika, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Cara penyampaian belajar matematika Untuk menanamkan pemahaman akan konsep matematika perlu model pembelajaran yang baik. Matematika bukan pelajaran yang sulit asalkan metode pembelajaran sesuai, dan guru harus menguasai materi yang diajarkan agar tidak timbul kesalahpahaman persepsi dan bila persepsi pembelajaran matematika terjadi dengan lancar dan disampaikan secara kontinu bertahap dan berurutan maka hasil belajar matematika dapat lebih baik. 2. Batas kemampuan siswa dalam menerima pelajaran matematika Dalam proses belajar mengajar, guru akan menghadapi siswa yang berbeda dalam penyerapan pelajaran, sehingga guru harus mengetahui apakah siswa tersebut termasuk kategori cepat, sedang atau lambat.

d. Pengertian Hasil Belajar Matematika

Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk suatu yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjuk sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu. 20 Hasil Belajar termasuk dalam kelompok atribut kognitif yang ’respon’ hasil pengukurannya tergolong pendapat yaitu respon yang dapat dinyatakan benar atau salah. Hasil belajar juga merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Soedijarto menyatakan bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidkan yang ditetapkan. 20 Baso Intang, S., Pengaruh Metode Mengajar dan Ragam Tes, httm, 1042006 Briggs 1979 mengatakan bahwa hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan segala hal yang diperoleh melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka dan diukur dengan menggunakan tes hasil belajar. Sedangkan menurut Sudjana 2004 hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Howard Kinsley membagi tiga macam hasil belajar yakni a keterampilan dan kebiasaan b pengetahuan dan kebiasaan c sikap dan cita- cita. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yaitu: 21 1. Informasi verbal Kecakapan untuk mengkomunikasikan secara verbal pengetahuannya tentang fakta-fakta. Dengan kata lain individu mampu menyatakan secara proporsional apa yang telah dipelajari. Pengungkapan informasi yang telah disimpan di dalam ‘tempat penyimpanan ingatan’ itu dapat juga menggunakan ‘kunci’ verbal yang lain. Misalnya dengan menunjukan diagram tertentu, siswa dapat mengingat kembali pengertian fungsi. Informasi verbal ini diperoleh dengan lisan, membaca buku , mendengar radio, dan sebagainya. Fungsi yang dimaksud itu adalah: 1 Prasyarat untuk belajar lebih lanjut 2 Kepraktisan dalam kehidupan sehari-hari dari individu 3 Pengetahuan yang terorganisasikan sehingga menjadi bentuk-bentuk yang saling berkaitan merupakan acuan berfikir. 2. Ketermpilan intelektual Kapabilitas untuk membuat diskriminasi, menguasai konsep dan aturan serta memecahkan masalah. Kapabilitas 21 Nana Sudjana, Penelitaian Proses Hasil Belajar Mengajar, Bandung:Remaja Rosdakarya, 2004 tersebut merupakan kemampuan yang diperoleh manusia dengan belajar. Begitu sesuatu itu dipelajari, kapabilitas itu dapat muncul berulang kali dalam berbagai penampilan. Menurut Gagne kemampuan intelektual dibagi lagi menjadi delapan sub-kategori yang urutannya berdasarkan kekomplekan operasi mentalnya. Kedelapan tipe tersebut adalah: a Belajar sinyal signal learning. Belajar dengan sinyal adalah belajar tanpa kesengajaan yang dihasilkan dari sejumlah stimilus ulangan atau stimulus tunggal yang akan menimbulkan suatu respon emosional di dalam individu yang bersangkutan. b Belajar S-R S-R learning. Belajar jenis ini adalah belajar yang disengaja dan secara fisik untuk merespon suatu sinyal. Belajar S-R menghendaki suatu stimulus yang datangnya dari luar yang menyebabkan otot-otot terangsang yang kemudian diiringi respon yang dikehendaki sehingga terjadi hubungan langsung yang menunggal antara stimulus dan respon. c Belajar merangkai tingkah laku chaining. Jenis belajar ini menunjukan lebih dari sati S-R yang dirangkaikan berurutan agar peserta didik dapat menyelesaikan tugas d Belajar asosiasi verbal verbal chaining. Belajar asosiasi verbal terjadi pada waktu memberi nama suatu benda. e Belajar diskriminasi discremination learning. Belajar diskriminasi untuk membedakan hubungan S-R agar dapat memhami berbagai macam obyek fisik dan konsep. Dengan demikian diharapkan siswa dapat membedakan dan menyebutkan antara simbol yang satu dengan yang lain. f Belajar konsep concept learning. Adalah belajar memahami kebersamaan sifat-sifat dari benda-benda konkrit atau peristiwa-peristiwa untuk dikelompokan menjadi satu jenis g Belajar aturan rule learning. Belajar aturan-aturan didasarkan atas konsep-konsep yang telah dipelajari. Seseorang telah belajar aturan memungkinkan orang tersebut mengikuti aturan itu dalam tingkah lakunya, menampilkan tingkah laku tertib dalam menurut aturan, merespon sekumpulan hal dalam bentuk sekumpulan tingkah laku. h Belajar memecahkan masalah problem solving. Belajar memecahkan masalah merupakan tipe belajar yang menyangkut dua atau lebih aturan-aturan yang telah dipelajari siswa dimana aturan-aturan itu dikombinasikan agar menghasilkan suatu aturan yang tadinya belum diketahui siswa. Aturan baru inilah yang kemudian dipergunakan untuk memecahkan masalah. 3. Strategi kognitif Strategi kognitif adalah kecakapan untuk mengelola dan mengembangkan proses berfikir dengan cara merekam, membuat analisis dan sintesis, mengendalikan tingkah laku peserta didik itu sendiri dalam kaitannya dengan lingkungan, cara untuk melakukan proses belajar,termasuk retensi dan berfikir. Adapun tipe-tipe hasil belajar kognitif. Bloom membagi tingkat kemampuan atau tipe hasil belajar yang termasuk aspek kognitif menjadi enam yaitu, Yaitu pengetahuan hafalan, pemahaman atau komprehensi, penerapan aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. 22 22 Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: PT RosdaKarya, 2004 h. 43-47 a Yang dimaksud dengan pengetahuan hafalan atau yang dikatakan bloom dalam istilah knowledge adalah tingkat kemampuan yang hanya meminta responden untuk mengenal atau mengetahui adanya konsep, fakta, atau istilah-istilah tanpa harus mengerti, atau dapat menilai, atau dapat menggunakannya. Dalam hal ini responden biasanya hanya dituntut untuk menyebutkan kembali atau menghafal saja. b Yang dimaksud dengan pemahaman atau komprehensi adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan responden mampu memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini responden tidak hanya hafal secara verbalistis, tetapi memehami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan. c Kemampuan berfikir yang ketiga adalah aplikasi atau penerapan. Responden dituntut kemampuannya untuk menerapkan atau menggunakan apa yang telah diketahuinya dalam suatu situasi yang baru baginya. d Tingkat kemampuan analisis, yaitu kemempuan respondenuntuk menganalisis atau menguraikan suatu integritas atau suatu situasi tertentukedalam komponen- komponen atau unsur-unsur pembentukannya. e Tipe hasil belajar kognitif yang terakhir adalah evaluasi. Dengan kemampuan evaluasi, responden responden diminta untuk membuat suatu penilaian tentang suatu pernyataan, konsep, situasi, dan sebagainya berdasarkan kriteria tertentu. 4. Sikap Sikap adalah kecendrungan untuk merespon secara ajeg terhadap stimulus itu. Respon tersebut dapat positif menerima atau negatif menolak terhadap suatu obyek tergantung terhadap penilaian terhadap obyek yang dimaksud sebagai obyek yang berharga atau tidak berharga. 5. Keterampilan motorik Keterampilan motorik adalah kecakapan yang dicerminkan oleh adanya kecepatan, ketepatan dan kelancaran gerakan otot-otot dan anggota badan. “Matematika sebagai bahan pelajaran yang obyektif berupa fakta, konsep, operasi, dan prinsip yang semuanya adalah abstrak. Maka dapat dikatakan hasil belajar matematika siswa sebagian besar dinilai oleh guru pada ranah kognitifnya, penilaiannya dilakukan dengan tes hasil belajar matematika”. 23 Dari semua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah tingkat penguasaan siswa yang dicapai oleh pelajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur- struktur matematika tersebut sesuai tujuan pendidikan yang ditetapkan.

9. Strategi Pembelajaran Aktif dengan Metode Index Card Match

a. Strategi Pembelajaran Aktif Active Learning Strategy

Dalam dunia pendidikan strategi diartikan sebagai “a plant method, or series of actifities designed to acheaves a particular educational goal J. R David, 1976. Sehingga strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. 24 Ada dua hal yang perlu kita cermati dari pengertian diatas, pertama strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan rangkaian kegiatan termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai 23 Baso Intang, S., Pengaruh Metode Mengajar dan Ragam Tes, httm, 1042006 24 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, “Berorientasi Standar Proses Pendidikan”, Jakarta: Kencana, 2006, h. 124 sumberdayakekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, Strategi digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian penyusunan langkah- langkah pembelajaran, pemanfaatan sebagai fasililitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Adapun strategi pembelajaran aktif, “Pembelajaran aktif atau Active Learning adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri baik dalam bentuk interaksi antar siswa maupun siswa dengan pengajar dalam proses pembelajaran tersebut”. 25 “Active learning juga sebuah pembelajaran aktif yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan potensi yang dimiliki anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki”. 26 Dalam active learning, cara belajar dengan mendengarkan saja akan cepat lupa, dengan mendengar dan melihat akan ingat sedikit, dengan mendengar, melihat, dan mendiskusikan dengan siswa lain akan paham, dengan cara mendengar, melihat, diskusi, dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbagus adalah dengan mengajarkan belajar aktif yang merupakan langkah cepat, menyenangkan dan menarik. 27 Di samping itu pembelajaran aktif juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa atau anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. “Active Learning juga suatu pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif”. 28 Ketika siswa belajar dengan aktif, berarti 25 Ari Suhadi, “Active Learning”, dari httpilstu.edu.depsCAT, 21112008 26 Pembelajaran Aktif “Humanisasi Pendidikan”, dari www.utem.edu.com, h. 2. 21112008 27 Pembelajaran Aktif “Humanisasi Pendidikan”, dari www.utem.edu.com, h. 3. 21112008 28 Hisyam Zaini, dkk, Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta:CTSD, 2004, h. 2 mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi, memecahkan persoalan atau mengaflikasikan apa yang telah mereka pelajari kedalam satu persoalan yang ada dalam dunia nyata”. Dengan belajar aktif ini siswa diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran tidak hanya mental akan tetapi melibatkan fisik juga. Dengan cara ini siswa akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan. Keuntungan lain menggunakan strategi aktive Learning bahwasanya sertiap realita siswa mempunyai cara belajar yang berbeda-beda, ada siswa yang lebih senang membaca, ada yang senang berdiskusi, dan ada juga yang senang praktek langsung inilah yang disebut dengan gaya belajar atau learning style. Untuk membantu siswa dengan maksimal dalam belajar, maka kesenangan dalam belajar itu sebisa mungkin diperhatikan. Untuk dapat mengakomodir kebutuhan tersebut adalah dengan menggunakan variasi strategi pembelajaran yang beragam yang mengandalkan indera belajar yang banyak. Seperti kutipan satu pertanyaan, “ Mengapa Belajar aktif ?..” alasannya karena belajar aktif itu sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Adapun dari sisi guru sebagai penyampai materi, strategi pembelajaran aktif akan sangat membantu dalam melaksanakan tugas- tugas keseharian. Bagi guru yang sibuk mengajar strategi ini dapat dipakai dengan variasi yang tidak membosankan. Pembelajaran aktif merujuk kepada kaedah dimana pelajar melakukan sesuatu termasuk memproses, mengguna, dan membuat refleksi terhadap apa yang diberikan. Dengan menggunakan kaedah pembelajaran aktif bukan berarti pengajar tidak perlu lagi memberikan arahan, walau bagaimanapun pemberian arahan merupakan suatu yang penting untuk disampaikan. Beberapa penelitian membuktikan bahwa perhatian anak didik berkurang dengan berlalunya waktu. Penelitian Polio 1984 menunjukan bahwa “siswa dalam ruang kelas hanya memerhatikan pelajaran sekitar 40dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sementara penelitian Mc.Keachie 1986 menyebutkan bahwa dalam 10 menit pertama perhatian siswa dapat mencapai 70, dan berkurang sampai menjadi 20 pada waktu 20 menit terakhir”. 29 Kondisi tersebut di atas merupakan kondisi umum yang sering terjadi dilingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan kita, terutama disebabkan anak didik di ruang kelas lebih banyak menggunakan indera pendengarannya dibandingkan visual, sehingga apa yang dipelajari dikelas tersebut cenderung untuk dilupakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa untuk membuat proses belajar mengajar lebih berkesan pelajar harus melakukannya lebih dari mendengar saja, seperti terlihat pada bagan pembelajaran Edgar Dale berikut ini : 30 29 Mel Silberman. Active Learning, Yogyakarta: Bumimedia, 2002 30 http:www.ctl.utm.mybuletinedisi3artikel.htm . 13112008 Reading Hearing Words Looking at Pictures Watching a Video Watching a Demonstration Seeing it Done on Location Participating in a Discussion Giving a Talk Simulating the Real Experience Doing a Dramatic Presentation Doing the Real Thing Looking at an Exhibit P AS S IV E ACT IV E Level of Involvement Verbal Receiving Visual Receiving Participating Doing Tend to Remember about: 90 70 50 30 10 20 Gambar 1. Efektifitas Model Pembelajaran Gambaran diatas menunjukan dua kelompok model pembelajaran yaitu pembelajaran pasif dan pembelajaran aktif. Gambaran tersebut juga menunjukan bahwa kelompok pembelajaran aktif cenderung membuat siswa lebih mengingat retention rate of knowledge materi. Oleh karena itu “pembelajaran aktif merupakan alternatif yang harus diperhatikan jika kualitas lulusan ingin diperbaiki. Penggunaan pembelajaran aktif baik sepenuhnya atau sebagai pelengkap cara-cara belajar tradisional akan meningkatkan kualitas pembelajaran”. 31 Menurut Bonwell 1995, Pembelajaran aktif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: 31 Ari Suhadi, “Active Learning”, dari httpilstu.edu.depsCAT, h. 46 • Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian impormasi oleh pengajar melainkan pada pengembangan keterampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas. • Siswa tidak hanya mendengarkan materi secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi. • Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi. • Siswa lebih banyak di tuntut untuk berfikir kritis, menganalisa dan melakukan evaluasi. • Umpan balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran. 32 Adapun konsep belajar aktif, sebagaimana yang diungkapkan Confusius : Apa yang saya dengar, saya lupa Apa yang saya lihat, saya ingat Apa yang saya lakukan, saya paham Ketiga pernyataan ini menekankan pada pentingnya belajar aktif agar apa yang dipelajari dikursi sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus menjawab permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya penguasaan anak didik terhadap materi pembelajaran. Kemudian pernyataan ini dimodifikasi dengan Confusius sendiri menjadi yang dinamakan dengan paham belajar aktif yaitu: What I hear, I forget What I hear and see, I remember a little What I hear and see, and ask questions about or discuss with someone else, I begin to understand. What I hear, see, discuss, and do, I acquire knowledge and skill. What Iteach to another, I master. 33 Ada beberapa alasan yang dikemukakan mengenai penyebab mengapa kebanyakan orang cenderung melupakan apa yang mereka dengar. Salah satu jawaban yang menarik adalah karma adanya 32 Ari Suhadi, “Active Learning”, dari httpilstu.edu.depsCAT, h. 47 33 Mel Silberman. Active Learning, Yogyakarta: Bumimedia, 2002, h. 1 perbedaan antara kecepatan berbicara guru dengan tingkat kemampuan siswa mendengarkan apa yang disampaikan guru. Kebanyakan guru berbicara sekitar 100-200 kata per menit, sementara anak didik hanya mampu mendengarkan 50-100 kata per menitnya, karena siswa mendengarkan pembicaraan guru sambil berfikir. Penambahan visual pada proses pembelajaran dapat menaikan ingatan dari 14 ke 38. Dengan penambahan visual disamping auditori dalam pembelajaran kesan yang masuk dalam diri anak didik semakin kuat sehingga dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan hanya menggunakan audio pendengaran saja. Hal ini disebabkan karena fungsi sensasi perhatian yang dimiliki siswa . Saling menguatkan, apa yang didengar dikuatkan oleh penglihatan visual, dan apa yang dilihat dikuatkan oleh pendengaran. Dalam arti kata pembelajaran seperti ini sudah diikuti oleh reinforcement yang sangat membantu bagi pemahaman anak didik terhadap materi pembelajaran. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-stimulus kepada anak didik, agar terjadinya respon yang positif pada diri anak didik. Kesediaan dan kesiapan mereka dalam mengikuti proses demi proses dalam pembelajaran akan mampu menimbulkan respon yang baik terhadap stimulus yang mereka terima dalam proses pembelajaran. Respon akan menjadi kuat jika stimulusnya juga kuat. Ulangan-ulangan terhadap stimulus dapat memperlancar hubungan antara stimulus dan respon, sehingga respon yang di timbulkan akan menjadi kuat. Active learning pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respon anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan actif learning strategy pada anak didik dapat membantu ingatan memory mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses. Hal ini kurang diperhatikan dalam pembelajaran konvensional. Dalam strategi active learning setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar murid dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa, sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar.

b. Metode Index Card Match

Adapun salah satu metode yang digunakan dalam strategi pembelajaran aktif adalah Index Card Match. “Index card match merupakan pencocokan kartu indeks, yaitu suatu metode yang cukup menyenangkan dan digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya”. 34 Namun demikian, materi barupun tetap bisa diajarkan dengan strategi ini dengan catatan siswa diberi tugas mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih dahulu, sehingga ketika masuk kelas mereka sudah memiliki bekal pengetahuan. “Index card match juga merupakan metode mencari pasangan, dalam artian metode yang membolehkan peserta didik untuk berpasangan dan memberikan kuis kepada kawan sekelas”. 35 Adapun langkah-langkah yang akan digunakan pada metode index card match adalah sebagai berikut: 36 1. Buatlah potongan-potongan kertas sebanyak jumlah siswa yang ada dalam kelas. 2. Bagi kertas-kertas tersebut menjadi dua bagian yang sama. 34 Zaini Hisyam dkk. Strategi Penbelajaran Aktif, Yogyakarta:2004 Center For Teaching Staff Development CDST, h. 68 35 Mel Silberman, Active Learning, Yogyakarta: Bumimedia, 2005, h. 232 36 Mel Silberman, Active Learning, Yogyakarta: Bumimedia, 2002, h. 232 3. Pada separuh bagian tulis pertanyaan tentang materi yang akan diajarkan. Setiap kertas berisi satu pertanyaan. 4. Pada separuh kertas yang lain, tulis jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang tadi dibuat. 5. Kocoklah setiap kertas sehingga akan tercampur antara soal dan jawaban. 6. Setiap siswa diberi satu kartu indeks. Jelaskan bahwa ini adalah aktifitas yang dilakukan secara berpasangan. Separuh siswa akan mendapatkan soal danseparuh yang lain akan mendapatkan jawaban. 7. Minta siswa untuk menemukan pasangan mereka. Jika ada yang sudah menemukan pasangan, minta mereka untuk duduk berdekatan. Terangkan juga agar mereka tidak memberitahu materi yang mereka dapatkan kepada teman yang lain. 8. Setelah semua siswa mendapatkan pasangan dan duduk berdekatan, minta setiap pasangan setelah bergantian untuk membacakan soal yang telah diperoleh dengan keras kepada teman-tamannya yang lain. Selanjutnya soal tersebut di jawab oleh pasangannya. 9. Akhiri proses ini dengan membuat klarifikasi dan kesimpulan. Untuk meningkatkan motivasi yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dalam belajar matematika pada umumnya dengan menggunakan strategi - strategi yang melibatkan siswa secara aktif, salah satunya penggunaan strategi index card match. Seperti yang sudah disebutkan di atas cara ini mengandalkan daya ingat dan daya tangkat siswa terhadap apa yang telah disampaikan guru sebelumnya, dengan mencari jawaban atau pertanyaan yang disediakan dalam bentuk kartu, dimana jawaban dan pertanyaan tersebut disediakn pada kartu yang berbeda. Setiap siswa memegang satu kartu dan dituntut untuk mencari pasangan kartu tersebut, misalkan seorang siswa memegang satu kartu yang berisi jawaban, maka ia harus mencari kartu yang berisi pertanyaan yang dimiliki oleh temannya dan sesuai dengan jawaban pada kartunya. Dan siswa yang menemukan pasangan sebelum waktunya maka akan diberikan point, begitu seterusnya. Dengan ini siswa akan lebih bersemangat dan termotivasi dalam menjalankan aktifitas belajarnya. Untuk itu strategi index card match diharapkan dapat mendorong motivasi siswa sehingga mampu meningkatkan hasil belajar yang optimal bagi siswa.

c. Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran konvensional merupakan suatu pembelajaran yang kegiatannya meliputi : 1 Guru menerangkan suatu konsep 2 Guru memberikan contoh soal dan penyelesaiannya 3 Guru memberikan soal latihan 4 Siswa menyimak, mengerjakan tugas-tugas serta ulangan atas tes yang diberikan guru. Selanjutnya Nasution memberikan ciri-ciri pembelajaran konvensional yaitu : 1 Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok tanpa memperhatikan siswa secara individual 2 Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, tugas tertulis dan media lainnya menurut pertimbangan guru 3 Siswa bersifat pasif karena harus mendengarkan penjelasan guru 4 Dalam kecepatan belajar, siswa harus belajar menurut kecepatan pada umumnya yang ditentukan oleh kecepatan guru mengajar 5 Keberhasilan belajar umumnya dinilai oleh guru secara subjektif 6 Hanya sebagian kecil yang menguasai bahan pelajaran secara tuntas 7 Guru terutama berfungsi sebagai sumber informasi atau pengetahuan Jadi pada pembelajaran konvensional diutamakan hasil bukan proses. Guru mendominasi kegiatan dikelas dan siswa dianggap sebagai penonton. Biasanya pembelajaran dilakukan dengan metode ekspositori. Metode ekspositori memberikan siswa konsep yang telah dipersiapkan secara rapi, matematis dan lengkap sehingga anak didik tinggal menyimak dan mencernanya saja secara tertib dan teratur , secara garis besar prosedur ini adalah: 37 1 Preparasi. Guru mempersiapkan preparasi bahan selengkapnya secara sistematis an rapi 2 Apersepsi. Guru bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian anak didik kepada materi yang akan diajarkan 3 Presentasi. Guru menyajikan bahan dengan cara memberikan ceramah atau menyuruh anak didik membaca bahan yang telah disiapkan dari buku teks tertentu atau yang ditulis guru sendiri 4 Resitasi. Guru bertanya dan anak didik menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari atau anak didik disuruh menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri resitasi tentang pokok-pokok masalah yang telah dipelajari, baik yang telah dipelajari secara lisan atau tulisan. Demikian juga dalam metode drill, dari waktu ke waktu soal yang diberikan adalah soal-soal dengan tipe yang sama dan tidak bervariasi sehingga soal-soal latihan tahun sebelumnya bisa dipakai dan guru tidak perlu membuat lagi yang baru. Dengan menggunakan metode ini materi ini bisa cepat selesai dan informasi yang diberikan lebih banyak daripada model lainnya, serta guru bisa santai karena tidak usah membuat persiapan-persiapan pembelajaran yang rumit. Oleh karena itu metode ini sering dipakai di sekolah-sekolah sampai saat ini. Pembelajaran ekspositori adalah termasuk pembelajaran konvensional yang terdiri dari beberapa metode, seperti ceramah, diskusi, tanya jawab dan metode yang lainnya yang dapat digabungkan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Pembelajaran ekspositori juga merupakan pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru dengan sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi secara optimal. Roy Killen 1998 mennamkan pembelajaran 37 Syaiful Bahri Djamarah. Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2006, h.21 ekspositori ini dengan istilah pembelajaran langsung. Mengapa demikian? Karena dalam pembelajaran ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi seakan-akan sudah jadi. 38 Terdapat beberapa karakteristik pembelajaran ekspositori. Pertama, Pembelajaran ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama, oleh karena itu sering kali orang menyebutnya dengan ceramah. Kedua, biasanya materi yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga menuntut siswa untuk berfikir ulang. Ketiga, tujuan utamanya setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali meteri yang telah diuraikan Seperti yang sudah dikatakan diatas ada juga metode ceramah yang merupakan bagian dari pembelajaran ekspositori yang masih ruang lingkup pembelajaran konvensional. Dengan metode ini, pengajaran disampaikan secara lisan oleh guru kepada siswa. Pada dasarnya ceramah murni cenderung pada bentuk komunikasi satu arah. Apabila guru menyampaikan informasi kepada siswa maka guru berfungsi sebagai transmitter dan siswa sebagai receiver. Bahasa, baik verbal maupun nonverbal, merupakan satu-satunya media komunikasi. Ceramah sebagai metode pengajaran mempunyai beberapa kelebihan, yaitu: 1. Ceramah merupakan metode yang ’murah’ dan ’mudah’ untuk dilakukan. Murah dalam hal ini dimaksudkan proses ceramah tidak memerlukan peralatan-peralatan yang lengkap, berbeda dengan metode yang lain seperti demonstrasi atau peragaan. Sedangkan mudah, memang ceramah hanya mengandalakan suara guru, dengan demikian tidak terlalu memerlukan persiapan yang rumit. 38 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran “Berorientasi Standar Proses Pendidikan”, Jakarta: Kencana, 2006, h. 177 2. Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya materi pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh guru dalam waktu yang singkat 3. Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang mana yang perlu ditonjolkan. Artinya, guru dapat mengatur pokok-pokok materi yang mana yang perlu ditekankan sesui dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. 4. Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas, oleh karena sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang memberikan ceramah 5. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam, atau tidak memerlukan persiapan-persiapan yang rumit. Asal siswa dapat menempati tempat duduk untuk mendengarkan guru, maka ceramah sudah bisa dilakukan. 39 Disamping beberapa kelebihan di atas ceramah juga memiliki banyak kelemahan diantaranya: 1. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbe\atas pada apa yang dikuasai guru. Kelemahan ini memang kelemahan yang paling dominan, sebab apa yang diberikan guru adalah apa yang dikuasainya, sehingga apa yang dikuasai siswa pun akan tergantung pada apa yang dikuasai guru 2. Ceramah yag tidak disertai peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme. Verbalisme adalah ’penyakit’ yang sangat mungkin disebabkan oleh proses ceramah. Oleh karena itu, dalam proses penyajiannya guru hanya mengandalkan bahsa verbal dan siswa hanya mengandalkan kemampuan auditifnya. Sedangkan disadari bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang tidak sama, termasuk dalam ketajaman menangkap materi pembelajaran melalui pendengarannya 3. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering dianggap metode yang membosankan. Serng terjadi, walaupun secara fisik siswa ada didalam kelas, namun secara mental sama sekali siswa tidak mengikuti jalannya proses pembelajaran; pikirannya melayang kemana-mana, atau siswa mengantuk, oleh karena gaya bertutur tidak menarik. 39 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran “Berorientasi Standar Proses Pendidikan”, Jakarta: Kencana, 2006, h. 146 4. Melalui ceramah sangat sulit menetahui apakah siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum. Walaupun ketika siswa diberi keempatan untuk bertanya, semua itu tidak menjamin siswa seluruhnya sudah paham. 40 Untuk meningkatkan keefektifan pengajaran dengan metode ceramah, maka di samping memanfaatkan keunggulannya, juga diupayakan mengatasi kelemahan-kelemahannya. Strategi yang demikian disebut ceramah bervariasi atau ekspositori. Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara pembelajaran konvensional dengan pembelajaran aktif yang menggunakan metode index card match, diantaranya : TABEL 1 Perbedaan pembelajaran konvensional dengan metode index card match Pembelajaran Aktif dengan Index Card Match Pembelajaran Konvensional Kegiatan awal • Guru mengucapkan salam dan memberikan motivasi agar siswa bersemangat dalam mengikuti proses belajarnya • Guru memeriksa daftar hadir siswa • Guru menjelaskan tentang tujuan dan manfaat penbelajaran • Guru menjelaskan pokok • Guru mengucapkan salam • Guru memeriksa daftar hadir siswa • Siswa diperkenankan untuk membaca materi yang akan dipelajari terlebih dahulu 40 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran “Berorientasi Standar Proses Pendidikan”, Jakarta: Kencana, 2006, h. 147 bahasan yang akan dipelajari serta membuat keterkaitan antara materi ajar dengan kehidupan sehari-hari Kegiatan inti • Dengan berdemonstrasi siswa diminta menjelaskan materi seperti contoh yang dijelaskan guru pada kegiatan awal • Siswa diminta mengerjakan LKS ICM mencocokan kartu indeks yang telah disiapkan guru secara berkelompok, kelompok yang satu memegang kartu jawaban dan kelompok yang satu lagi memegang kartu pertayaan • Dengan hitungan setiap kelompok kartu jawaban harus menemukan pasangan dikelompok kartu pertanyaan. Dan untuk meningkatkan motivasi, guru memberikan point • Guru menyampaikan pelajaran sesuai dengan pokok materi yang terdapat dalam indikator hasil belajar • Guru memberika kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi tentang hal-hal yang belum mereka pahami • Guru mengulas pokok- pokok materi yang telah disampaikan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan • Guru memberikan evaluasi atau latihan sebagai upaya untuk mengecek pemahaman siswa tentang materi pelajaran yang telah disampaikan kepada siswa yang menemukan pasangan dengan cepat dan tepat • Untuk mengecek pem,ahaman siswa, setiap pasangan diperkenankan untuk menjelaskan isi kartunya dengan diberikan arahan kepada guru Kegiatan akhir • Guru membimbing siswa untuk merangkum materi pelajaran yang telah dipelajari • Siswa diperintahkan agar membaca materi untuk pertemuan yang akan datang • Guru memperkenankan siswa untuk mencatat kesimpulan yang telah diberikan • Guru memberikan PR Dari perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa di dalam proses pembelajaran secara konvensional tampak adanya kecenderungan untuk meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. Dominasi guru masih terlihat jelas dan di dalam proses pembelajarannya siswa pasif dan lebih banyak menunggu sajian dari guru dari pada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan, serta yang mereka butuhkan. Siswa hanya dipotensikan sebagai objek didik dan proses pembelajarannya pun dengar, catat, dan hafal. Tetapi tidaklah tepat jika pembelajaran dengan pendekatan Active Learning dengan metode Index Card Match selalu dianggap lebih unggul bila dibandingkan dengan pembelajran konvensional. Segala sesuatu pasti memiliki sisi lebih dan kurang. Di antara beberapa kekurangan dari pendekatan active learning kurang efektif bila digunakan untuk kelas yang jumlah siswanya lebih dari 50 orang.

3. Segi empat

Bangun datar disebut juga bangun berdimensi dua. Karena bangun berdimensi dua mengandung dua unsur, yaitu panjang dan lebar. Bangun datar ialah bangun yang dibuat dilukis pada permukaan bangun datar. 41 a. Segiempat Segiempat mempunyai empat sudut dan empat sisi. Ada bermacam- macam segiempat. 1 Persegi Panjang Persegi panjang adalah jenis segiempat yang paling sering dijumpai. Persegi panjang adalah segiempat yang keempat sudutnya siku-siku 90 o . D C AB = DC AD = BC A B Persegi panjang memiliki sifat-sifat sebagai berikut: a Setiap sudutnya siku-siku:  A =  B =  C =  D = 90 o b Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang: AB = DC ; AD = BC c Jumlah sudut dalamnya 360 o :  A +  B +  C +  D = 360 o d Kedua diagonalnya sama panjang: AC = BD e Kedua diagonalnya berpotongan di tengah-tengah, sehingga AT = BT = CT = DT 2 Persegi Bujur Sangkar 41 Z. Eka Ningsih Paimin, Agar Anak Pintar Matematika, Jakarta : Puspa Swara, 1998, h. 136-140 T Persegi atau bujur sangkar adalah segiempat yang keempat sisinya sama panjang dan keempat sudutnya siku-siku. Persegi disebut pula sebagai belah ketupat yang sudut-sudutnya siku-siku. D C AC  BD A B Ciri-ciri persegi: a Jumlah sudut dalamnya 360 o :  A +  B +  C +  D = 360 o b Sudut siku-siku:  A =  B =  C =  D = 90 o c Sisi-sisinya sama panjang: AB = BC = CD = AD d Diagonalnya sama panjang: AC = BD e Perpotongan kedua diagonalnya membentuk sudut 90 o atau tegak lurus satu dengan yang lainnya. f Setiap sudut dibagi oleh diagonalnya menjadi dua bagian yang sama besar D C  A 1 =  A 2  B 1 =  B 2  C 1 =  C 2 A B  D 1 =  D 2 3 Jajaran Genjang Jajar genjang adalah bangun datar, bersegiempat, sisinya yang berhadapan sejajar dan sama panjang. D C AB DC AD BC A B Ciri-ciri jajaran genjang 2 1 T a Jumlah sudut dalamnya 360 o :  A +  B +  C +  D = 360 o b Sudut-sudut yang berhadapan sama besar:  A =  C;  B =  D c Diagonal yang satu membagi diagonal yang lain menjadi dua bagian yang sama panjang: AT = TC; BT = DT 4 Belah Ketupat Belah ketupat disebut juga sebagai jajaran genjang yang keempat sisinya sama panjang jajaran genjang sama sisi D C A B AD dan CD atau AB dan BC adalah dua sisi yang berdekatan AC  BD dibaca “AC tegak lurus BD”. Ciri-ciri belah ketupat : a Jumlah sudut dalamnya 360 o :  A +  B +  C +  D = 360 o b Sudut-sudut yang berhadapan sama besar:  A =  C;  B =  D c Sisi-sisinya sama panjang: AB = BC = CD = AD d Perpotongan kedua diagonalnya membentuk sudut 90 o atau tegak lurus satu dengan yang lainnya. e Tiap-tiap sudut dibagi oleh diagonal menjadi dua bagian yang sama besar. 5 Trapesium Trapesium adalah segiempat yang dua sisinya sejajar. Adapun jenis-jenis trapesium adalah: a Trapesium sembarang D C A B b Trapesium sama kaki, yaitu trapesium yang kedua sisi tegaknya sama panjang. D C A B c Trapesium siku-siku, yaitu trapesium yang salah satu sudutnya siku-siku. D C A B Ciri-ciri trapesium: a Jumlah sudut dalamnya 360 o :  A +  B +  C +  D = 360 o b Dua sisi sejajar. D C A B 6 Layang-layang Layang-layang adalah segiempat yang kedua pasang sisinya saling berdekatan sama panjang. D T AC  BD A C Ciri-ciri layang-layang: a Jumlah sudut dalamnya 360 o :  A +  B +  C +  D = 360 o b Sisi-sisi yang berdekatan sama panjang: AB = BC; CD = AD. c Perpotongan kedua diagonal membentuk sudut 90 o atau tegak lurus satu sama lain. d Salah satu diagonal dibagi dua sama panjang oleh diagonal yang lain. AC dibagi BD menjadi AT = TC BD dibagi AC menjadi BT  TD

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Dokumen yang terkait

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Melalui Penerapan Metode Index Card Match di Kelas III SDN Cempaka Putih 1 Ciputat Timur

0 14 210

Penerapan Metode Pembelajaran make a Match Card dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata pelajaran Fiqh di MTs. Nasyatulkhair Depok

0 6 150

Pengaruh Metode Index Card Match dalam pembelajaran PAI terhadap prestasi belajar siswa SMP Dharma Karya UT Tangerang Selatan

2 10 189

Pengaruh penerapan metode index card match terhadap hasil belajar siswa di MTs Islamiyah Ciputat

0 5 172

Peningkatan keaktifan belajar ips materi permasalahan sosial melalui strategi pembelajaran kooperatif tipe index card match pada siswa kelas iv mi. “fathurrachman” jakarta selatan

0 4 125

Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Akidah Akhlak Melalui Metode Pembelajaran PAIKEM Tipe Jigsaw Dan Index Card Match di MTs Jam'iyyatul Khair Ciputat

2 31 149

PERBEDAAN STRATEGI CARD SORT DENGAN INDEX CARD MATCH TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI EKOSISTEM Perbedaan Strategi Card Sort Dengan Index Card Match Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Ekosistem Kelas VII SMP Negeri 2 Kartasura Sukoharjo Ta

0 2 15

PENERAPAN STRATEGI ACTIVE LEARNING DENGAN PERMAINAN INDEX CARD MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN IPS.

0 2 56

PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MATERI EKOSISTEM SISWA MELALUI PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING METODE Perbedaan Hasil Belajar Biologi Materi Ekosistem Siswa Melalui Pembelajaran Active Learning Metode Guided Note Taking Dengan Metode Index Card Match Siswa

0 0 14

PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MATERI EKOSISTEM SISWA MELALUI PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING METODE Perbedaan Hasil Belajar Biologi Materi Ekosistem Siswa Melalui Pembelajaran Active Learning Metode Guided Note Taking Dengan Metode Index Card Match Siswa

0 0 15