A. Deskripsi Teoritis 1. Hasil Belajar Matematika
a. Pengertian Pembelajaran Matematika
“Pembelajaran adalah kegiatan yang bertujuan, yaitu membelajarkan siswa”.
6
“Pembelajaran juga proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar”.
7
Upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang
beragam agar terjadi interaksi yang optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Juga merupakan suatu pembelajaran.
Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, guru harus mampu mengorganisir semua komponen sedemikian rupa sehingga antara
komponen yang satu dengan yang lainnya dapat berinteraksi secara harmonis. Menurut Gagne bahwa “pembelajaran sebagai perangkat
acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar yang sifatnya internal.” Suatu pengertian yang
hampir sama dikemukakan oleh Correy bahwa “Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola
untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.” Menurut Zurinal dan
Wahdi dalam buku ilmu pendidikan pengantar dan dasar-dasar pendidikan “Pembelajaran adalah suatu usaha dan proses yang
dilakukan secara sadar dengan pengacu pada tujuan pembentukan kompetensi, yang dengan sistematis dan terarah pada terwujudnya
perubahan dan tingkah laku .” Pembelajaran adalah pemerolehan pengetahuan sesuatu hal tentang atau keterampilan belajar pengalaman
pengajaran. Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan dapat
6
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, “Berorientasi Standar Proses Pendidikan”, Jakarta: Kencana, 2006, h. 49
7
Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003, Tentang Sisdiknas Jakarta:Depdiknas, 2006, h. 7
7
disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang disengaja atau upaya yang dirancang oleh pendidik dengan tujuan untuk
menciptakan suasana lingkungan kelassekolah yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar serta terjadinya interaksi optimal
antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa yang lain. Setelah dikemukakan pengertian pembelajaran, selanjutnya
akan dibahas mengenai pengertian matematika. “Istilah Mathematics Inggris,
mathematik Jerman,
mathematique Prancis,
matematiceski Rusia, atau mathematik Belanda, berasal dari bahasa latin mathematica yang diambil dari bahasa yunani mathematike yang
berhubungan erat dengan sebuah kata yang mengandung arti belajar berfikir”.
8
Matematika dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai “ilmu bilangan, hubungan antar bilangan dan operasional yang
digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”.
9
“Matematika menurut Kline merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak
melupakan cara bernalar induktif”.
10
James sebagaimana dikutip oleh Suherman berpendapat bahwa “matematika adalah ilmu tentang logika
mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak
yang terbagi tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri”.
11
Sedangkan Johson dan Rising dalam bukunya mengatakan bahwa “matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian
yang logik, matematika adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan
simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada
8
Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: IMSTEP UPI, 2003, h. 15
9
Hasan Alwi eds, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Depdiknas, 2002
10
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, Cet.2, h. 252
11
Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung, IMSTEP upi, 2003, h. 16
mengenai bunyi”.
12
Menurut Reys, “matematika merupakan pola tentang hubungan, suatu jalan atau pola berfikir, suatu seni, suatu
bahasa, dan suatu alat”.
13
Sedangkan menurut Lerner “matematika selain sebagai bahasa simbolis juga sebagai bahasa universal yang
memungkinkan manusia
memikirkan, mencatat
dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas”.
14
Dari beberapa pengertian matematika yang dikemukakan di atas dapat
disimpulkan bahwa matematika adalah cara berpikir dengan bahasa simbolis yang bernalar deduktif dan induktif yang terdiri dari
pengetahuan tentang bilangan-bilangan, bentuk, susunan besaran, konsep-konsep yang berhubungan dan terbagi ke dalam tiga bidang
yaitu aljabar, analisis dan geometri. Matematika merupakan ilmu yang dipelajari di
semua pendidikan, ada banyak alasan perlunya belajar matematika. Menurut
Cockroft ada 6 alasan mengapa matematika perlu dipelajari, yaitu: 1 selalu digunakan dalam segi kehidupan, 2 semua bidang studi
memerlukan keterampilan matematika, 3 merupakan sarana komununikasi yang kuat, singkat, dan jelas, 4 dapat digunakan untuk
menyajikan informasi dalam berbagai cara, 5 meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, dan 6
memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Dengan demikian pembelajaran matematika adalah proses yang harus lebih dulu dirancang oleh guru agar mampu mengorganisir
semua komponen dalam belajar matematika dan hendaknya antara komponen yang satu dengan yang lainnya dapat berinteraksi secara
12
Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung, IMSTEP upi, 2003, h. 17
13
Mulyono, Abdurahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, h. 253
14
Mulyono, Abdurahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, h. 254
harmonis dengan tujuan untuk menciptakan belajar matematika yang efektif.
b. Karakteristik Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual
siswa yang kita ajar. Oleh karena itulah kita perlu memperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika di sekolah
sebagai berikut:
15
1 Pembelajaran matematika adalah berjenjang bertahap Bahan kajian matematika diajarkan secara berjenjang atau
bertahap, yaitu dimulai dari hal yang konkrit dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks. Atau
bisa dikatakan dari konsep yang mudah menjadi konsep yang lebih sukar.
2 Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral Setiap memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu
memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang
telah dipelajari, dan sekaligus untuk mengingatkan kembali. Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas
dan memperdalam adalah perlu dalam pembelajaran matematika. Metode spiral bukanlah pengajaran konsep hanya
dengan pengulangan atau perluasan saja tetapi harus ada peningkatan.
Spiralnya harus spiral naik bukan spiral mendatar. 3 Pembelajaran matematika menekankan pola berfikir deduktif
Matematika adalah ilmu deduktif. Matematika tersusun secara deduktif aksiomatik. Namun demikian kita harus dapat
memilih pendekatan yang cocok dengan kondisi anak didik yang
15
Erman Suherman,et.al., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: UPI,2003 h. 67-69
kita ajar. Misalnya sesuai dengan perkembangan siswa di SLTP, maka dalam pembelajaran matematika belum seluruhnya
menggunakan pendekatan deduktif tapi masih bercampur dengan induktif.
4 Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi Kebenaran matematika sesuai dengan struktur deduktif
aksiomatiknya. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan
antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan dengan pernyataan
yang telah
diterima kebenarannya.
Dalam pembelajaran
matematika di sekolah, meskipun ditempuh pola induktif, tetapi tetap pada bahwa generasi suatu konsep haruslah bersifat deduktif.
Kebenaran konsistensi tersebut mempunyai nilai didik yang sangat tinggi dan amat penting untuk pembinaan sumber daya manusia
dalam kehidupan sehari-hari.
c. Belajar Matematika Menurut Paham Kontruktivisme
Menurut Steffe dan Kieren, “beberapa prinsip pembelajaran dengan pendekatan kontruktivisme diantaranya bahwa observasi dan
mendengar aktifitas dan pembicaraan matematika siswa adalah sumber yang kuat dan petunjuk untuk mengajar, untuk kurikulum, untuk cara-
cara dimana pertumbuhan pengetahuan siswa dapat dievaluasi”.
16
Suherman dkk mengemukakan dalam kontruktivisme, aktifitas matematika mungkin diwujudkan melalui tantangan masalah, kerja
dalam kelompok kecil dan diskusi kelas menggunakan apa yang biasa muncul dalam materi kurikulum kelas yang biasa.
16
Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: UPI, 2003, h. 75
Pembelajaran kontruktivisme senantiasa ‘problem centered’ yaitu guru dan siswa terikat dalam pembicaraan yang memiliki makna
matematika. Cobb mendefinisikan bahwa belajar matematika
merupakan proses yang didalamnya siswa secara aktif mengkontruksi pengetahuan matematikanya. Dalam pembelajaran kontruktivisme
terdapat 4 komponen kunci yang harus diperhatikan, yaitu:
17
1. Siswa membangun pemahamannya sendiri dari hasil belajarnya bukan karena disampaikan atau diajarkan.
2. Pelajaran baru
sangat tergantung
pada pelajaran
sebelumnya. 3. Belajar dapat ditingkatkan dengan interaksi sosial.
4. Penugasan-penugasan dalam belajar dapat meningkatkan kebermaknaan proses pembelajaran.
Jadi dalam kontruktivisme seorang guru tidak mengajarkan pada
anak bagaimana
menyelesaikan persoalan,
namun mempersentasikan masalah dan mendorong siswa untuk menemukan
pemecahan masalah
mereka sendiri
dalam menyelesaikan
permasalahan. Guru berupaya mendorong siswa untuk saling tukar- menukar ide sampai persetujuan tercapai. Dalam hal ini peranan guru
bukan pemberi jawaban akhir atas pertanyaan siswa, melainkan mengarahkan mereka untuk membentuk mengkontruksi pengetahuan
matematika sehingga diperoleh struktur matematika. Di dalam kelas kontruktivisme, para siswa diberdayakan oleh
pengetahuannya yang berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat antara satu dan lainnya, berpikir secara
kritis tentang cara terbaik untuk menyelesaikan secara masalah. Evaluasi dalam pembelajaran matematika menggunakan
pendekatan kontruktivisme terjadi sepanjang proses pembelajaran berlangsung on going assessment. Dari awal sampai akhir guru
memantau perkembangan siswa, pemahaman siswa terhadap konsep
17
Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: UPI, 2003, h. 76
pemahaman matematika, ikut membentuk dan mengevalusi proses kontruksi pengetahuan matematika yang dibuat oleh siswa.
Bruner berpendapat bahwa “belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat
di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu”.
18
Pemahaman terhadap konsep dan struktur suatu materi menjadikan materi itu dipahami secara lebih komprehenshif, peserta didik lebih
mudah mengingat materi itu bila yang dipelajari merupakan pola yang berstruktur.
Dalam belajar matematika peserta didik harus berperan aktif. Peran aktif ini dapat terlaksana apabila menggunakan cara belajar yang
sesuai, sehingga diharapkan dapat menyebabkan perkembangan potensi intelektualnya, rasa puasnya serta motivasinya. Ini berati
ganjaran diperoleh dari dalam. Menurut Bruner, belajar dari luar biasanya mengakibatkan belajar hafalan sehingga pengertian terhadap
matematika yang dipelajari sangat minim. Konsep-konsep matematika dipelajari menurut tahap-tahap
bertingkat seperti halnya dengan tahap periode perkembangan intelektualnya. Menurut Hudoyo, tahap-tahap itu adalah:
19
a. Permainan bebas Free Play. Permainan bebas adalah tahap belajar konsep yang terdiri dari aktifitas yang tidak terstruktur dan
tidak diharapkan yang memungkinkan peserta didik mengadakan eksperimen dan memanipulasi benda-benda konkrit dan abstrak
dari unsur-unsur konsep yang dipelajari itu. b. Permainan yang menggunakan aturan Games. Di dalam tahap ini
peseta didik mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat di dalam konsep peristiwa-peristiwa.
18
Herman Hidoyo, Mengajar Belajar Matematika, Jakarta: Depdiknas, h. 56
19
Herman Hudoyo, Mengajar Belajar Matematika, Jakarta: Depdiknas, h. 59-61
c. Permainan mencari kesamaan sifat Searching for communalities. Membantu peserta didik dalam permainan yang menggunakan
aturan untuk
dapat melihat
kesamaan struktur
dengan mentranslasikan dari suatu permainan kebentuk permainan yang
lain, sedang sifat-sifat abstrak yang diwujudkan dalam permainan itu tetap tidak berubah dengan translasi itu.
d. Permainan dengan representasi Representation. Dalam tahap ini peserta didik mencari kesamaan sifat dari situasi yang serupa.
e. Permainan dengan simbolisasi Simbolization. Permainan dengan menggunakan simbol ini merupakan tahap belajar konsep dimana
peserta didik perlu merumuskan representasi dari tiap konsep dengan menggunakan simbol matematika.
f. Formalisasi Formalization. Setelah peserta didik mempelajari
suatu konsep dan struktur matematika yang saling berhubungan, peserta didik harus mengurut sifat-sifat itu untuk dapat
merumuskan sifat-sifat baru. Belajar dari luar biasanya mengakibatkan belajar hafalan
sehingga pengertian terhadap matematika yang dipelajari sangat minim. Oleh karena itu terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar matematika, yaitu: a. Peserta didik
Kegagalan atau keberhasilan belajar sangat tergantung kepada peserta didik. Bagaimana sikap dan minat peserta didik
terhadap matematika, bagaimana kesiapan dan kemampuan peserta didik untuk mengikuti kegiatan belajar matematika, bagaimana
kondisi fisiologis dan psikologis pada saat belajar matematika. Semua itu sangat menentukan tingkat dan keberhasilan proses dan
hasil belajar matematika. b. Pengajar
Faktor lain setelah peserta didik adalah pengajar. Apabila pengajar mempunyai kemampuan yang baik dalam menyampaikan
materi matematika, menguasai materi dengan baik, memiliki pengalaman cukup, kepribadian yang disegani peserta didik, dan
memiliki motivasi yang selalu disalurkan kepada peserta didik, maka proses belajar matematika akan belajar efektif karena mutu
pengajaran yang tinggi, sehingga peserta tidak mengalami kesulitan dalam belajar matematika.
c. Sarana dan prasarana Saran yang baik diperlukan untuk menunjang proses belajar
yang efektif, seperti buku paket, persediaan perpustakaan dan alat bantu belajar sebagai alat penunjang untuk meningkatkan kualitas
belajar peserta didik. Selain sarana diperlukan pula prasarana yang mapan, seperti tata ruang yang bagus, sejuk, bersih, dan tempat
duduk yang nyaman. Hal ini akan lebih memperlancar terjadinya proses belajar.
d. Penilaian Penilaian merupakan tolak ukur bagaimana berlangsungnya
proses pembelajaran. Dari hasil penilain ini pendidik dapat melihat perubahan hasil belajar peserta didik. Tugas pendidik terhadap
hasil penilaian ini adalah memberikan motivasi kepada peserta didik agar lebih meningkatkan hasil belajar matematika atau terus
mempertahankan hasil yang diperoleh dengan maksimal. Matematika merupakan pelajaran yang sangat penting
dalam dunia pendidikan, karena mata pelajaran matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi
dengan bilangan simbol. Matematika juga merupakan dasar dalam menguasai pelajaran lain. Tujuan belajar matematika adalah untuk
menpersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan ke depan melalui latihan atas dasar pemikiran secara logis, rasional,
kritis, cermat, efektif, dan koefisien. Untuk mencapai hasil belajar matematika, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Cara penyampaian belajar matematika Untuk menanamkan pemahaman akan konsep matematika
perlu model pembelajaran yang baik. Matematika bukan pelajaran yang sulit asalkan metode pembelajaran sesuai, dan
guru harus menguasai materi yang diajarkan agar tidak timbul kesalahpahaman persepsi dan bila persepsi pembelajaran
matematika terjadi dengan lancar dan disampaikan secara kontinu bertahap dan berurutan maka hasil belajar
matematika dapat lebih baik. 2. Batas
kemampuan siswa
dalam menerima
pelajaran matematika
Dalam proses belajar mengajar, guru akan menghadapi siswa yang berbeda dalam penyerapan pelajaran, sehingga guru harus
mengetahui apakah siswa tersebut termasuk kategori cepat, sedang atau lambat.
d. Pengertian Hasil Belajar Matematika
Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk suatu yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila
dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjuk sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu.
20
Hasil Belajar termasuk dalam kelompok atribut kognitif yang ’respon’ hasil pengukurannya tergolong pendapat yaitu respon
yang dapat dinyatakan benar atau salah. Hasil belajar juga merupakan kemampuan-kemampuan
yang dimiliki setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Soedijarto menyatakan bahwa hasil belajar adalah tingkat
penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidkan yang ditetapkan.
20
Baso Intang, S., Pengaruh Metode Mengajar dan Ragam Tes, httm, 1042006
Briggs 1979 mengatakan bahwa hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan segala hal yang diperoleh melalui proses belajar
mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka dan diukur dengan menggunakan tes hasil belajar. Sedangkan menurut
Sudjana 2004 hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Howard
Kinsley membagi tiga macam hasil belajar yakni a keterampilan dan kebiasaan b pengetahuan dan kebiasaan c sikap dan cita-
cita. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar,
yaitu:
21
1. Informasi verbal Kecakapan untuk mengkomunikasikan secara verbal
pengetahuannya tentang fakta-fakta. Dengan kata lain individu mampu menyatakan secara proporsional apa yang telah
dipelajari. Pengungkapan informasi yang telah disimpan di dalam ‘tempat penyimpanan ingatan’ itu dapat juga
menggunakan ‘kunci’ verbal yang lain. Misalnya dengan menunjukan diagram tertentu, siswa dapat mengingat kembali
pengertian fungsi. Informasi verbal ini diperoleh dengan lisan, membaca buku , mendengar radio, dan sebagainya.
Fungsi yang dimaksud itu adalah: 1 Prasyarat untuk belajar lebih lanjut
2 Kepraktisan dalam kehidupan sehari-hari dari individu 3 Pengetahuan yang terorganisasikan sehingga menjadi
bentuk-bentuk yang saling berkaitan merupakan acuan berfikir.
2. Ketermpilan intelektual Kapabilitas untuk membuat diskriminasi, menguasai
konsep dan aturan serta memecahkan masalah. Kapabilitas
21
Nana Sudjana, Penelitaian Proses Hasil Belajar Mengajar, Bandung:Remaja Rosdakarya, 2004
tersebut merupakan kemampuan yang diperoleh manusia dengan belajar. Begitu sesuatu itu dipelajari, kapabilitas itu
dapat muncul berulang kali dalam berbagai penampilan. Menurut Gagne kemampuan intelektual dibagi lagi menjadi
delapan sub-kategori
yang urutannya
berdasarkan kekomplekan operasi mentalnya. Kedelapan tipe tersebut
adalah: a Belajar sinyal signal learning. Belajar dengan sinyal
adalah belajar tanpa kesengajaan yang dihasilkan dari sejumlah stimilus ulangan atau stimulus tunggal yang
akan menimbulkan suatu respon emosional di dalam individu yang bersangkutan.
b Belajar S-R S-R learning. Belajar jenis ini adalah
belajar yang disengaja dan secara fisik untuk merespon suatu sinyal. Belajar S-R menghendaki suatu stimulus
yang datangnya dari luar yang menyebabkan otot-otot terangsang yang kemudian diiringi respon yang
dikehendaki sehingga terjadi hubungan langsung yang menunggal antara stimulus dan respon.
c Belajar merangkai tingkah laku chaining. Jenis belajar
ini menunjukan lebih dari sati S-R yang dirangkaikan berurutan agar peserta didik dapat menyelesaikan tugas
d Belajar asosiasi verbal verbal chaining. Belajar
asosiasi verbal terjadi pada waktu memberi nama suatu benda.
e Belajar diskriminasi discremination learning. Belajar
diskriminasi untuk membedakan hubungan S-R agar dapat memhami berbagai macam obyek fisik dan konsep.
Dengan demikian diharapkan siswa dapat membedakan dan menyebutkan antara simbol yang satu dengan yang
lain.
f Belajar konsep concept learning. Adalah belajar
memahami kebersamaan sifat-sifat dari benda-benda konkrit atau peristiwa-peristiwa untuk dikelompokan
menjadi satu jenis g
Belajar aturan rule learning. Belajar aturan-aturan didasarkan atas konsep-konsep yang telah dipelajari.
Seseorang telah belajar aturan memungkinkan orang tersebut mengikuti aturan itu dalam tingkah lakunya,
menampilkan tingkah laku tertib dalam menurut aturan, merespon sekumpulan hal dalam bentuk sekumpulan
tingkah laku. h
Belajar memecahkan masalah problem solving. Belajar memecahkan masalah merupakan tipe belajar yang
menyangkut dua atau lebih aturan-aturan yang telah dipelajari siswa dimana aturan-aturan itu dikombinasikan
agar menghasilkan suatu aturan yang tadinya belum diketahui siswa. Aturan baru inilah yang kemudian
dipergunakan untuk memecahkan masalah. 3. Strategi kognitif
Strategi kognitif adalah kecakapan untuk mengelola dan mengembangkan proses berfikir dengan cara merekam,
membuat analisis dan sintesis, mengendalikan tingkah laku peserta didik itu sendiri dalam kaitannya dengan lingkungan,
cara untuk melakukan proses belajar,termasuk retensi dan berfikir. Adapun tipe-tipe hasil belajar kognitif. Bloom
membagi tingkat kemampuan atau tipe hasil belajar yang termasuk aspek kognitif menjadi enam yaitu, Yaitu
pengetahuan hafalan, pemahaman atau komprehensi, penerapan aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
22
22
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: PT RosdaKarya, 2004 h. 43-47
a Yang dimaksud dengan pengetahuan hafalan atau yang dikatakan bloom dalam istilah knowledge adalah tingkat
kemampuan yang hanya meminta responden untuk mengenal atau mengetahui adanya konsep, fakta, atau
istilah-istilah tanpa harus mengerti, atau dapat menilai, atau dapat menggunakannya. Dalam hal ini responden biasanya
hanya dituntut untuk menyebutkan kembali atau menghafal saja.
b Yang dimaksud dengan pemahaman atau komprehensi adalah
tingkat kemampuan
yang mengharapkan
responden mampu memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini responden
tidak hanya hafal secara verbalistis, tetapi memehami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan.
c Kemampuan berfikir yang ketiga adalah aplikasi atau penerapan. Responden dituntut kemampuannya untuk
menerapkan atau
menggunakan apa
yang telah
diketahuinya dalam suatu situasi yang baru baginya. d Tingkat
kemampuan analisis,
yaitu kemempuan
respondenuntuk menganalisis atau menguraikan suatu integritas atau suatu situasi tertentukedalam komponen-
komponen atau unsur-unsur pembentukannya. e Tipe hasil belajar kognitif yang terakhir adalah evaluasi.
Dengan kemampuan evaluasi, responden responden diminta untuk membuat suatu penilaian tentang suatu pernyataan,
konsep, situasi, dan sebagainya berdasarkan kriteria tertentu.
4. Sikap Sikap adalah kecendrungan untuk merespon secara ajeg
terhadap stimulus itu. Respon tersebut dapat positif menerima atau negatif menolak terhadap suatu obyek
tergantung terhadap penilaian terhadap obyek yang dimaksud sebagai obyek yang berharga atau tidak berharga.
5. Keterampilan motorik Keterampilan
motorik adalah
kecakapan yang
dicerminkan oleh adanya kecepatan, ketepatan dan kelancaran gerakan otot-otot dan anggota badan.
“Matematika sebagai bahan pelajaran yang obyektif berupa fakta, konsep, operasi, dan prinsip yang semuanya adalah abstrak.
Maka dapat dikatakan hasil belajar matematika siswa sebagian besar dinilai oleh guru pada ranah kognitifnya, penilaiannya
dilakukan dengan tes hasil belajar matematika”.
23
Dari semua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah tingkat penguasaan siswa yang dicapai
oleh pelajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta
mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur- struktur matematika tersebut sesuai tujuan pendidikan yang
ditetapkan.
9. Strategi Pembelajaran Aktif dengan Metode Index Card Match
a. Strategi Pembelajaran Aktif Active Learning Strategy
Dalam dunia pendidikan strategi diartikan sebagai “a plant method, or series of actifities designed to acheaves a particular
educational goal J. R David, 1976. Sehingga strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian
kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
24
Ada dua hal yang perlu kita cermati dari pengertian diatas, pertama strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan rangkaian
kegiatan termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai
23
Baso Intang, S., Pengaruh Metode Mengajar dan Ragam Tes, httm, 1042006
24
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, “Berorientasi Standar Proses Pendidikan”, Jakarta: Kencana, 2006, h. 124
sumberdayakekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai penyusunan rencana kerja belum sampai
pada tindakan. Kedua, Strategi digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi
adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian penyusunan langkah- langkah pembelajaran, pemanfaatan sebagai fasililitas dan sumber
belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Adapun strategi pembelajaran aktif, “Pembelajaran aktif atau
Active Learning
adalah segala
bentuk pembelajaran
yang memungkinkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran itu
sendiri baik dalam bentuk interaksi antar siswa maupun siswa dengan pengajar dalam proses pembelajaran tersebut”.
25
“Active learning juga sebuah pembelajaran aktif yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan
penggunaan potensi yang dimiliki anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan
karakteristik pribadi yang mereka miliki”.
26
Dalam active learning, cara belajar dengan mendengarkan saja akan cepat lupa, dengan
mendengar dan melihat akan ingat sedikit, dengan mendengar, melihat, dan mendiskusikan dengan siswa lain akan paham, dengan
cara mendengar, melihat, diskusi, dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Dan cara untuk menguasai pelajaran
yang terbagus adalah dengan mengajarkan belajar aktif yang merupakan langkah cepat, menyenangkan dan menarik.
27
Di samping itu pembelajaran aktif juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian
siswa atau anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. “Active Learning juga suatu pembelajaran yang mengajak siswa untuk
belajar secara aktif”.
28
Ketika siswa belajar dengan aktif, berarti
25
Ari Suhadi, “Active Learning”, dari httpilstu.edu.depsCAT, 21112008
26
Pembelajaran Aktif “Humanisasi Pendidikan”, dari www.utem.edu.com, h. 2. 21112008
27
Pembelajaran Aktif “Humanisasi Pendidikan”, dari www.utem.edu.com, h. 3. 21112008
28
Hisyam Zaini, dkk, Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta:CTSD, 2004, h. 2
mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari
materi, memecahkan persoalan atau mengaflikasikan apa yang telah mereka pelajari kedalam satu persoalan yang ada dalam dunia nyata”.
Dengan belajar aktif ini siswa diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran tidak hanya mental akan tetapi melibatkan fisik
juga. Dengan cara ini siswa akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.
Keuntungan lain menggunakan strategi aktive Learning
bahwasanya sertiap realita siswa mempunyai cara belajar yang berbeda-beda, ada siswa yang lebih senang membaca, ada yang senang
berdiskusi, dan ada juga yang senang praktek langsung inilah yang disebut dengan gaya belajar atau learning style. Untuk membantu
siswa dengan maksimal dalam belajar, maka kesenangan dalam belajar itu sebisa mungkin diperhatikan. Untuk dapat mengakomodir
kebutuhan tersebut adalah dengan menggunakan variasi strategi pembelajaran yang beragam yang mengandalkan indera belajar yang
banyak. Seperti kutipan satu pertanyaan, “ Mengapa Belajar aktif ?..” alasannya karena belajar aktif itu sangat diperlukan oleh siswa untuk
mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Adapun dari sisi guru sebagai penyampai materi, strategi
pembelajaran aktif akan sangat membantu dalam melaksanakan tugas- tugas keseharian. Bagi guru yang sibuk mengajar strategi ini dapat
dipakai dengan variasi yang tidak membosankan. Pembelajaran aktif merujuk kepada kaedah dimana pelajar
melakukan sesuatu termasuk memproses, mengguna, dan membuat refleksi terhadap apa yang diberikan. Dengan menggunakan kaedah
pembelajaran aktif bukan berarti pengajar tidak perlu lagi memberikan arahan, walau bagaimanapun pemberian arahan merupakan suatu yang
penting untuk disampaikan.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa perhatian anak didik berkurang dengan berlalunya waktu. Penelitian Polio 1984
menunjukan bahwa “siswa dalam ruang kelas hanya memerhatikan pelajaran sekitar 40dari waktu pembelajaran yang tersedia.
Sementara penelitian Mc.Keachie 1986 menyebutkan bahwa dalam 10 menit pertama perhatian siswa dapat mencapai 70, dan berkurang
sampai menjadi 20 pada waktu 20 menit terakhir”.
29
Kondisi tersebut di atas merupakan kondisi umum yang sering terjadi dilingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi
kegagalan dalam dunia pendidikan kita, terutama disebabkan anak didik
di ruang
kelas lebih
banyak menggunakan
indera pendengarannya dibandingkan visual, sehingga apa yang dipelajari
dikelas tersebut cenderung untuk dilupakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa untuk membuat proses belajar mengajar lebih berkesan pelajar
harus melakukannya lebih dari mendengar saja, seperti terlihat pada bagan pembelajaran Edgar Dale berikut ini :
30
29
Mel Silberman. Active Learning, Yogyakarta: Bumimedia, 2002
30
http:www.ctl.utm.mybuletinedisi3artikel.htm . 13112008
Reading Hearing Words
Looking at Pictures Watching a Video
Watching a Demonstration Seeing it Done on Location
Participating in a Discussion Giving a Talk
Simulating the Real Experience Doing a Dramatic Presentation
Doing the Real Thing Looking at an Exhibit
P AS
S IV
E
ACT IV
E Level of Involvement
Verbal Receiving
Visual Receiving
Participating
Doing Tend to Remember
about:
90 70
50 30
10 20
Gambar 1. Efektifitas Model Pembelajaran
Gambaran diatas
menunjukan dua
kelompok model
pembelajaran yaitu pembelajaran pasif dan pembelajaran aktif. Gambaran tersebut juga menunjukan bahwa kelompok pembelajaran
aktif cenderung membuat siswa lebih mengingat retention rate of knowledge materi. Oleh karena itu “pembelajaran aktif merupakan
alternatif yang harus diperhatikan jika kualitas lulusan ingin diperbaiki. Penggunaan pembelajaran aktif baik sepenuhnya atau
sebagai pelengkap cara-cara belajar tradisional akan meningkatkan kualitas pembelajaran”.
31
Menurut Bonwell 1995, Pembelajaran aktif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
31
Ari Suhadi, “Active Learning”, dari httpilstu.edu.depsCAT, h. 46
• Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian
impormasi oleh pengajar melainkan pada pengembangan keterampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik
atau permasalahan yang dibahas.
• Siswa tidak hanya mendengarkan materi secara pasif tetapi
mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi. •
Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi.
• Siswa lebih banyak di tuntut untuk berfikir kritis,
menganalisa dan melakukan evaluasi. •
Umpan balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.
32
Adapun konsep belajar aktif, sebagaimana yang diungkapkan Confusius :
Apa yang saya dengar, saya lupa Apa yang saya lihat, saya ingat
Apa yang saya lakukan, saya paham Ketiga pernyataan ini menekankan pada pentingnya belajar
aktif agar apa yang dipelajari dikursi sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus menjawab permasalahan
yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya penguasaan anak didik terhadap materi pembelajaran.
Kemudian pernyataan ini dimodifikasi dengan Confusius sendiri menjadi yang dinamakan dengan paham belajar aktif yaitu:
What I hear, I forget What I hear and see, I remember a little
What I hear and see, and ask questions about or discuss with someone else, I begin to understand.
What I hear, see, discuss, and do, I acquire knowledge and skill.
What Iteach to another, I master.
33
Ada beberapa alasan yang dikemukakan mengenai penyebab mengapa kebanyakan orang cenderung melupakan apa yang mereka
dengar. Salah satu jawaban yang menarik adalah karma adanya
32
Ari Suhadi, “Active Learning”, dari httpilstu.edu.depsCAT, h. 47
33
Mel Silberman. Active Learning, Yogyakarta: Bumimedia, 2002, h. 1
perbedaan antara kecepatan berbicara guru dengan tingkat kemampuan siswa mendengarkan apa yang disampaikan guru.
Kebanyakan guru berbicara sekitar 100-200 kata per menit, sementara anak didik hanya mampu mendengarkan 50-100 kata per
menitnya, karena siswa mendengarkan pembicaraan guru sambil berfikir.
Penambahan visual pada proses pembelajaran dapat menaikan ingatan dari 14 ke 38. Dengan penambahan visual
disamping auditori dalam pembelajaran kesan yang masuk dalam diri anak didik semakin kuat sehingga dapat bertahan lebih lama
dibandingkan dengan hanya menggunakan audio pendengaran saja. Hal ini disebabkan karena fungsi sensasi perhatian yang dimiliki
siswa . Saling menguatkan, apa yang didengar dikuatkan oleh penglihatan visual, dan apa yang dilihat dikuatkan oleh
pendengaran. Dalam arti kata pembelajaran seperti ini sudah diikuti oleh reinforcement yang sangat membantu bagi pemahaman anak
didik terhadap materi pembelajaran. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian
stimulus-stimulus kepada anak didik, agar terjadinya respon yang positif pada diri anak didik. Kesediaan dan kesiapan mereka dalam
mengikuti proses demi proses dalam pembelajaran akan mampu menimbulkan respon yang baik terhadap stimulus yang mereka terima
dalam proses pembelajaran. Respon akan menjadi kuat jika stimulusnya juga kuat. Ulangan-ulangan terhadap stimulus dapat
memperlancar hubungan antara stimulus dan respon, sehingga respon yang di timbulkan akan menjadi kuat.
Active learning pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respon anak didik dalam pembelajaran,
sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan
actif learning strategy pada anak didik dapat membantu ingatan
memory mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses. Hal ini kurang diperhatikan dalam
pembelajaran konvensional. Dalam strategi active learning setiap materi pelajaran yang
baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara
aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar murid dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna
sedemikian rupa, sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar.
b. Metode Index Card Match
Adapun salah satu metode yang digunakan dalam strategi pembelajaran aktif adalah Index Card Match. “Index card match
merupakan pencocokan kartu indeks, yaitu suatu metode yang cukup menyenangkan dan digunakan untuk mengulang materi yang telah
diberikan sebelumnya”.
34
Namun demikian, materi barupun tetap bisa diajarkan dengan strategi ini dengan catatan siswa diberi tugas
mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih dahulu, sehingga ketika masuk kelas mereka sudah memiliki bekal pengetahuan. “Index
card match juga merupakan metode mencari pasangan, dalam artian metode yang membolehkan peserta didik untuk berpasangan dan
memberikan kuis kepada kawan sekelas”.
35
Adapun langkah-langkah yang akan digunakan pada metode index card match adalah sebagai berikut:
36
1. Buatlah potongan-potongan kertas sebanyak jumlah siswa yang ada dalam kelas.
2. Bagi kertas-kertas tersebut menjadi dua bagian yang sama.
34
Zaini Hisyam dkk. Strategi Penbelajaran Aktif, Yogyakarta:2004 Center For Teaching Staff Development CDST, h. 68
35
Mel Silberman, Active Learning, Yogyakarta: Bumimedia, 2005, h. 232
36
Mel Silberman, Active Learning, Yogyakarta: Bumimedia, 2002, h. 232
3. Pada separuh bagian tulis pertanyaan tentang materi yang akan diajarkan. Setiap kertas berisi satu pertanyaan.
4. Pada separuh kertas yang lain, tulis jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang tadi dibuat.
5. Kocoklah setiap kertas sehingga akan tercampur antara soal dan jawaban.
6. Setiap siswa diberi satu kartu indeks. Jelaskan bahwa ini
adalah aktifitas yang dilakukan secara berpasangan. Separuh siswa akan mendapatkan soal danseparuh yang
lain akan mendapatkan jawaban. 7. Minta siswa untuk menemukan pasangan mereka. Jika ada
yang sudah menemukan pasangan, minta mereka untuk duduk berdekatan. Terangkan juga agar mereka tidak
memberitahu materi yang mereka dapatkan kepada teman yang lain.
8. Setelah semua siswa mendapatkan pasangan dan duduk berdekatan, minta setiap pasangan setelah bergantian untuk
membacakan soal yang telah diperoleh dengan keras kepada teman-tamannya yang lain. Selanjutnya soal
tersebut di jawab oleh pasangannya.
9. Akhiri proses ini dengan membuat klarifikasi dan kesimpulan.
Untuk meningkatkan motivasi yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dalam belajar matematika pada umumnya dengan
menggunakan strategi - strategi yang melibatkan siswa secara aktif, salah satunya penggunaan strategi index card match. Seperti yang
sudah disebutkan di atas cara ini mengandalkan daya ingat dan daya tangkat siswa terhadap apa yang telah disampaikan guru sebelumnya,
dengan mencari jawaban atau pertanyaan yang disediakan dalam bentuk kartu, dimana jawaban dan pertanyaan tersebut disediakn pada
kartu yang berbeda. Setiap siswa memegang satu kartu dan dituntut untuk mencari pasangan kartu tersebut, misalkan seorang siswa
memegang satu kartu yang berisi jawaban, maka ia harus mencari kartu yang berisi pertanyaan yang dimiliki oleh temannya dan sesuai
dengan jawaban pada kartunya. Dan siswa yang menemukan pasangan sebelum waktunya maka akan diberikan point, begitu seterusnya.
Dengan ini siswa akan lebih bersemangat dan termotivasi dalam
menjalankan aktifitas belajarnya. Untuk itu strategi index card match diharapkan dapat mendorong motivasi siswa sehingga mampu
meningkatkan hasil belajar yang optimal bagi siswa.
c. Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran
konvensional merupakan
suatu pembelajaran yang kegiatannya meliputi :
1 Guru menerangkan suatu konsep 2 Guru memberikan contoh soal dan penyelesaiannya
3 Guru memberikan soal latihan 4 Siswa menyimak, mengerjakan tugas-tugas serta ulangan atas tes
yang diberikan guru. Selanjutnya Nasution memberikan ciri-ciri pembelajaran
konvensional yaitu : 1 Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok tanpa memperhatikan
siswa secara individual 2 Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, tugas tertulis
dan media lainnya menurut pertimbangan guru 3 Siswa bersifat pasif karena harus mendengarkan penjelasan guru
4 Dalam kecepatan belajar, siswa harus belajar menurut kecepatan pada umumnya yang ditentukan oleh kecepatan guru mengajar
5 Keberhasilan belajar umumnya dinilai oleh guru secara subjektif 6 Hanya sebagian kecil yang menguasai bahan pelajaran secara
tuntas 7 Guru terutama berfungsi sebagai sumber informasi atau
pengetahuan Jadi pada pembelajaran konvensional diutamakan hasil bukan
proses. Guru mendominasi kegiatan dikelas dan siswa dianggap sebagai penonton. Biasanya pembelajaran dilakukan dengan metode
ekspositori. Metode ekspositori memberikan siswa konsep yang telah dipersiapkan secara rapi, matematis dan lengkap sehingga anak didik
tinggal menyimak dan mencernanya saja secara tertib dan teratur , secara garis besar prosedur ini adalah:
37
1 Preparasi. Guru mempersiapkan preparasi bahan selengkapnya secara sistematis an rapi
2 Apersepsi. Guru bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian anak didik kepada materi
yang akan diajarkan 3 Presentasi. Guru menyajikan bahan dengan cara
memberikan ceramah atau menyuruh anak didik membaca bahan yang telah disiapkan dari buku teks
tertentu atau yang ditulis guru sendiri 4 Resitasi. Guru bertanya dan anak didik menjawab sesuai
dengan bahan yang dipelajari atau anak didik disuruh menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri resitasi
tentang pokok-pokok masalah yang telah dipelajari, baik yang telah dipelajari secara lisan atau tulisan.
Demikian juga dalam metode drill, dari waktu ke waktu soal yang diberikan adalah soal-soal dengan tipe yang sama dan tidak
bervariasi sehingga soal-soal latihan tahun sebelumnya bisa dipakai dan guru tidak perlu membuat lagi yang baru. Dengan menggunakan
metode ini materi ini bisa cepat selesai dan informasi yang diberikan lebih banyak daripada model lainnya, serta guru bisa santai karena
tidak usah membuat persiapan-persiapan pembelajaran yang rumit. Oleh karena itu metode ini sering dipakai di sekolah-sekolah sampai
saat ini. Pembelajaran ekspositori adalah termasuk pembelajaran
konvensional yang terdiri dari beberapa metode, seperti ceramah, diskusi, tanya jawab dan metode yang lainnya yang dapat digabungkan
dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Pembelajaran ekspositori juga merupakan pembelajaran yang menekankan kepada proses
penyampaian materi secara verbal dari seorang guru dengan sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi
secara optimal. Roy Killen 1998 mennamkan pembelajaran
37
Syaiful Bahri Djamarah. Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2006, h.21
ekspositori ini dengan istilah pembelajaran langsung. Mengapa
demikian? Karena dalam pembelajaran ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk
menemukan materi itu. Materi seakan-akan sudah jadi.
38
Terdapat beberapa karakteristik pembelajaran ekspositori. Pertama,
Pembelajaran ekspositori
dilakukan dengan
cara menyampaikan materi verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan
alat utama, oleh karena itu sering kali orang menyebutnya dengan ceramah. Kedua, biasanya materi yang disampaikan adalah materi
pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga menuntut siswa untuk berfikir
ulang. Ketiga, tujuan utamanya setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat
mengungkapkan kembali meteri yang telah diuraikan Seperti yang sudah dikatakan diatas ada juga metode ceramah
yang merupakan bagian dari pembelajaran ekspositori yang masih ruang lingkup pembelajaran konvensional. Dengan metode ini,
pengajaran disampaikan secara lisan oleh guru kepada siswa. Pada dasarnya ceramah murni cenderung pada bentuk komunikasi satu arah.
Apabila guru menyampaikan informasi kepada siswa maka guru berfungsi sebagai transmitter dan siswa sebagai receiver. Bahasa, baik
verbal maupun nonverbal, merupakan satu-satunya media komunikasi. Ceramah sebagai metode pengajaran mempunyai beberapa
kelebihan, yaitu: 1. Ceramah merupakan metode yang ’murah’ dan ’mudah’
untuk dilakukan. Murah dalam hal ini dimaksudkan proses ceramah tidak memerlukan peralatan-peralatan yang
lengkap, berbeda dengan metode yang lain seperti demonstrasi atau peragaan. Sedangkan mudah, memang
ceramah hanya mengandalakan suara guru, dengan demikian tidak terlalu memerlukan persiapan yang rumit.
38
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran “Berorientasi Standar Proses Pendidikan”, Jakarta: Kencana, 2006, h. 177
2. Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya materi pelajaran yang banyak dapat dirangkum
atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh guru dalam waktu yang singkat
3. Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang mana yang perlu ditonjolkan. Artinya, guru dapat mengatur
pokok-pokok materi yang mana yang perlu ditekankan sesui dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai.
4. Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas, oleh karena sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab
guru yang memberikan ceramah 5. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat
diatur menjadi lebih sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam, atau tidak
memerlukan persiapan-persiapan yang rumit. Asal siswa dapat menempati tempat duduk untuk mendengarkan guru,
maka ceramah sudah bisa dilakukan.
39
Disamping beberapa kelebihan di atas ceramah juga memiliki banyak kelemahan diantaranya:
1. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbe\atas pada apa yang dikuasai guru.
Kelemahan ini memang kelemahan yang paling dominan, sebab apa yang diberikan guru adalah apa yang
dikuasainya, sehingga apa yang dikuasai siswa pun akan tergantung pada apa yang dikuasai guru
2. Ceramah yag tidak disertai peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme. Verbalisme adalah ’penyakit’ yang
sangat mungkin disebabkan oleh proses ceramah. Oleh karena itu, dalam proses penyajiannya guru hanya
mengandalkan bahsa verbal dan siswa hanya mengandalkan kemampuan auditifnya. Sedangkan disadari bahwa setiap
siswa memiliki kemampuan yang tidak sama, termasuk dalam ketajaman menangkap materi pembelajaran melalui
pendengarannya
3. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering dianggap metode yang membosankan.
Serng terjadi, walaupun secara fisik siswa ada didalam kelas, namun secara mental sama sekali siswa tidak
mengikuti jalannya proses pembelajaran; pikirannya melayang kemana-mana, atau siswa mengantuk, oleh
karena gaya bertutur tidak menarik.
39
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran “Berorientasi Standar Proses Pendidikan”, Jakarta: Kencana, 2006, h. 146
4. Melalui ceramah sangat sulit menetahui apakah siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum. Walaupun
ketika siswa diberi keempatan untuk bertanya, semua itu tidak menjamin siswa seluruhnya sudah paham.
40
Untuk meningkatkan keefektifan pengajaran dengan metode ceramah, maka di samping memanfaatkan keunggulannya, juga
diupayakan mengatasi kelemahan-kelemahannya. Strategi yang demikian disebut ceramah bervariasi atau ekspositori.
Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara pembelajaran konvensional dengan pembelajaran aktif yang menggunakan metode
index card match, diantaranya :
TABEL 1 Perbedaan pembelajaran konvensional dengan metode
index card match
Pembelajaran Aktif dengan Index Card Match
Pembelajaran Konvensional Kegiatan awal
• Guru mengucapkan salam
dan memberikan motivasi agar
siswa bersemangat
dalam mengikuti
proses belajarnya
• Guru
memeriksa daftar
hadir siswa •
Guru menjelaskan tentang tujuan
dan manfaat
penbelajaran •
Guru menjelaskan pokok •
Guru mengucapkan salam •
Guru memeriksa
daftar hadir siswa
• Siswa diperkenankan untuk
membaca materi yang akan dipelajari terlebih dahulu
40
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran “Berorientasi Standar Proses Pendidikan”, Jakarta: Kencana, 2006, h. 147
bahasan yang
akan dipelajari serta membuat
keterkaitan antara materi ajar
dengan kehidupan
sehari-hari
Kegiatan inti
• Dengan berdemonstrasi
siswa diminta
menjelaskan materi
seperti contoh
yang dijelaskan
guru pada
kegiatan awal •
Siswa diminta
mengerjakan LKS ICM mencocokan kartu indeks
yang telah disiapkan guru secara
berkelompok, kelompok
yang satu
memegang kartu jawaban dan kelompok yang satu
lagi memegang
kartu pertayaan
• Dengan hitungan setiap
kelompok kartu jawaban harus
menemukan pasangan
dikelompok kartu pertanyaan. Dan
untuk meningkatkan
motivasi, guru
memberikan point
• Guru
menyampaikan pelajaran sesuai dengan
pokok materi
yang terdapat dalam indikator
hasil belajar •
Guru memberika
kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi tentang
hal-hal yang
belum mereka pahami
• Guru mengulas pokok-
pokok materi yang telah disampaikan
dan dilanjutkan
dengan membuat kesimpulan
• Guru
memberikan evaluasi
atau latihan
sebagai upaya
untuk mengecek
pemahaman siswa
tentang materi
pelajaran yang
telah disampaikan
kepada siswa
yang menemukan
pasangan dengan cepat dan tepat
• Untuk
mengecek pem,ahaman
siswa, setiap
pasangan diperkenankan
untuk menjelaskan isi kartunya
dengan diberikan arahan kepada guru
Kegiatan akhir
• Guru membimbing siswa
untuk merangkum materi pelajaran
yang telah
dipelajari •
Siswa diperintahkan agar membaca materi untuk
pertemuan yang akan datang
• Guru
memperkenankan siswa untuk mencatat
kesimpulan yang telah diberikan
• Guru memberikan PR
Dari perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa di dalam proses pembelajaran secara konvensional tampak adanya kecenderungan untuk
meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. Dominasi guru masih terlihat jelas dan di dalam proses pembelajarannya siswa pasif dan lebih banyak
menunggu sajian dari guru dari pada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan, serta yang mereka butuhkan. Siswa hanya
dipotensikan sebagai objek didik dan proses pembelajarannya pun dengar, catat, dan hafal.
Tetapi tidaklah tepat jika pembelajaran dengan pendekatan Active Learning dengan metode Index Card Match selalu dianggap lebih unggul bila
dibandingkan dengan pembelajran konvensional. Segala sesuatu pasti
memiliki sisi lebih dan kurang. Di antara beberapa kekurangan dari pendekatan active learning kurang efektif bila digunakan untuk kelas yang
jumlah siswanya lebih dari 50 orang.
3. Segi empat
Bangun datar disebut juga bangun berdimensi dua. Karena bangun berdimensi dua mengandung dua unsur, yaitu panjang dan lebar. Bangun
datar ialah bangun yang dibuat dilukis pada permukaan bangun datar.
41
a. Segiempat Segiempat mempunyai empat sudut dan empat sisi. Ada bermacam-
macam segiempat. 1 Persegi Panjang
Persegi panjang adalah jenis segiempat yang paling sering dijumpai. Persegi panjang adalah segiempat yang keempat
sudutnya siku-siku 90
o
.
D C
AB = DC AD = BC
A B
Persegi panjang memiliki sifat-sifat sebagai berikut: a Setiap sudutnya siku-siku:
A = B = C = D = 90
o
b Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang: AB = DC ; AD = BC c Jumlah sudut dalamnya 360
o
: A + B + C + D = 360
o
d Kedua diagonalnya sama panjang: AC = BD e Kedua diagonalnya berpotongan di tengah-tengah, sehingga
AT = BT = CT = DT 2 Persegi Bujur Sangkar
41
Z. Eka Ningsih Paimin, Agar Anak Pintar Matematika, Jakarta : Puspa Swara, 1998, h. 136-140
T
Persegi atau bujur sangkar adalah segiempat yang keempat sisinya sama panjang dan keempat sudutnya siku-siku. Persegi disebut
pula sebagai belah ketupat yang sudut-sudutnya siku-siku.
D C
AC BD
A B
Ciri-ciri persegi: a Jumlah sudut dalamnya 360
o
: A + B + C + D = 360
o
b Sudut siku-siku: A = B = C = D = 90
o
c Sisi-sisinya sama panjang: AB = BC = CD = AD d Diagonalnya sama panjang: AC = BD
e Perpotongan kedua diagonalnya membentuk sudut 90
o
atau tegak lurus satu dengan yang lainnya.
f Setiap sudut dibagi oleh diagonalnya menjadi dua bagian yang sama besar
D C
A
1
= A
2
B
1
= B
2
C
1
= C
2
A B
D
1
= D
2
3 Jajaran Genjang Jajar genjang adalah bangun datar, bersegiempat, sisinya yang
berhadapan sejajar dan sama panjang.
D C
AB DC AD BC
A B
Ciri-ciri jajaran genjang
2 1
T
a Jumlah sudut dalamnya 360
o
: A + B + C + D = 360
o
b Sudut-sudut yang berhadapan sama besar: A = C; B =
D c Diagonal yang satu membagi diagonal yang lain menjadi dua
bagian yang sama panjang: AT = TC; BT = DT 4 Belah Ketupat
Belah ketupat disebut juga sebagai jajaran genjang yang keempat sisinya sama panjang jajaran genjang sama sisi
D C
A B
AD dan CD atau AB dan BC adalah dua sisi yang berdekatan AC BD dibaca “AC tegak lurus BD”.
Ciri-ciri belah ketupat : a Jumlah sudut dalamnya 360
o
: A + B + C + D = 360
o
b Sudut-sudut yang berhadapan sama besar: A = C; B =
D c Sisi-sisinya sama panjang: AB = BC = CD = AD
d Perpotongan kedua diagonalnya membentuk sudut 90
o
atau tegak lurus satu dengan yang lainnya.
e Tiap-tiap sudut dibagi oleh diagonal menjadi dua bagian yang sama besar.
5 Trapesium Trapesium adalah segiempat yang dua sisinya sejajar. Adapun
jenis-jenis trapesium adalah: a Trapesium sembarang
D C
A B
b Trapesium sama kaki, yaitu trapesium yang kedua sisi tegaknya sama panjang.
D C
A B
c Trapesium siku-siku, yaitu trapesium yang salah satu sudutnya siku-siku.
D C
A B
Ciri-ciri trapesium: a Jumlah sudut dalamnya 360
o
: A + B + C + D = 360
o
b Dua sisi sejajar.
D C
A B
6 Layang-layang Layang-layang adalah segiempat yang kedua pasang sisinya saling
berdekatan sama panjang.
D
T AC BD
A C
Ciri-ciri layang-layang: a Jumlah sudut dalamnya 360
o
: A + B + C + D = 360
o
b Sisi-sisi yang berdekatan sama panjang: AB = BC; CD = AD. c Perpotongan kedua diagonal membentuk sudut 90
o
atau tegak lurus satu sama lain.
d Salah satu diagonal dibagi dua sama panjang oleh diagonal yang lain.
AC dibagi BD menjadi AT = TC BD dibagi AC menjadi BT
TD
B. Hasil Penelitian yang Relevan