Identifikasi Isu Strategi Dakwah Politik Baitul Muslimin Indonesia
menyalahi ajaran Islam yang rahmatan lil alamin, dan tugas Bamusilah untuk
menetralisir isu-isu tersebut. a.
Dikotomi Muslim-Non Muslim dalam Pilkada DKI Jakarta
Pilkada Gubernur DKI Jakarta yang digelar pada Oktober 2012 diikuti oleh lima pasang Calon Gubenur dan Wakil Gubernur, dari kelima pasangan calon
tersebut adalah, pertama Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli, kedua Hendardji Soepandji dan Ahmad Riza Patria, ketiga Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama,
keempat Hidayat Nurwahid-Didik J. Rachbini, kelima Faisal Batubara-Biem Triani Benjamin, keenam Alex Nurdin-Nono Sampono.
Dari keenam pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tersebut, PDI Perjuangan yang berkoalisi dengan Partai Gerindra mengusung
pasangan ketiga, yakni Joko Widodo yang akrab dipanggil Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab dipanggil Ahok. Jokowi merupakan Walikota
berprestasi di Kota Solo dan sangat populer, sedangkan Ahok merupakan Bupati Belitung Timur yang dikenal kritis dan tegas. Dimana dari kelima pasangan tersebut,
pasangan yang diusung PDI Perjuangan-lah yang yang menarik banyak perhatian. Tidak hanya Jokowi yang memang sangat populer dan menjadi nilai tampah bagi
peluang PDI Perjuangan, melainkan figur Ahok yang merupakan keturunan Tionghoa dan beragama Kristen, hal ini dianggap menjadi ganjalan untuk menghantarkan PDI
Perjuangan memenangkan Pilkada DKI Jakarta.
Dengan kenyataan komposisi sosok yang diusung PDI Perjuangan tersebut, isu SARA menjadi senjata politik bagi lawan-lawan politik PDI Perjuangan untuk
menghadang dan membendung ambisi politik PDI Perjuangan dalam Pilkada DKI Jakarta, dan isu tersebut berhembus kencang dalam berbagai bentuk dan kesempatan.
Diantaranya kampanye-kampanye SARA yang cukup kontroversial adalah ketika Rhoma Irama, dalam sebuah ceramah di Masjid yang dihadiri ratusan jemaah
mengatakan “haram” jika seorang muslim memilih pemimpin non muslim dan mengatakan bahwa Ibu Jokowi merupakan seorang Nasrani. Kampanye yang tidak
jauh berbeda juga dilakukan oleh FPI yang dikenal sebagai ormas yang keras, secara terang-
terangan melakukan kampanye yang dikenal “haram pemimpin non muslim”
melalui berbagai media seperti kspanduk, selebaran hingga pengajian.
Kenyataan bahwa isu SARA yang semakin berkembang dan menyebar secara masif. kondisi atmosfer politik yang demikian disadari tidak menguntungkan bagi
PDI Perjuangan dalam upaya mensukseskan calon yang diusungnya apabila dibiarkan terus berkembang, tanpa adanya pendistribusian wacana tandingan untuk menangkal
dan menetralisir isu-isu SARA tersebut di masyarakat, dan dapat mempengaruhi persepsi ataupun sikap masyarakat dalam memilih.
Hal ini sangat wajar, karena di Indonesia pada umumnya dan di Jakarta pada khususnya mayoritas penduduknya beragama Islam, dimana isu agama sangat
sensitif. Meskipun sosok Jokowi yang sangat populer dengan prestasinya dan pembawaannya yang merepresentasikan kepemimpinan yang merakyat, isu SARA
yang berhembus kencang dapat menimbulkan keraguan masyarakat untuk