Bentuk-bentuk Dakwah Metode Dakwah

22 sakit untuk keperluan masyarakat sekitar yang membutuhkan keberadaan rumah sakit. 20 Dakwah ini diletakkan kepada perubahan dan perhatian kondisi material lapisan masyarakat miskin. Dengan perbaikan kondisi material itu diharapkan dapat mencegah kecenderungan ke arah kekufuran karena desakan ekonomi. 21 Menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat secara luas, seperti dengan cara mewujudkan gamelan sekatan, kesenian wayang kulit yang sarat berisikan ajaran Islam, merintis permainan-permainan anak yang berisikan ajaran Islam, mengajarkan lagu-lagu daerah yang disisipi dengan ajaran Islam, serta mendirikan sebuah pesantren. 22 Sehingga, dapat disimpulkan bahwa dakwah bi al-Hal ini adalah sebuah dakwah yang dilakukan oleh da’i untuk mengatasi kebutuhan dan kepentingan para mad’u khususnya dalam Bidang Ekonomi, Pendidikan, dan Masyarakat. Ketika dakwah ini sampai dan tepat kepada seseorang yang membutuhkannya, maka tujuan dakwah untuk mengajak seseorang ke jalan yang benar akan lebih mudah diterima. c. Dakwah bi al-Qalam Dakwah bi al-Qalam adalah dakwah melalui tulisan baik dengan menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, surat kabar, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan dakwah sangat penting dan efektif. Serta tidak membutuhkan waktu secara khusus 20 Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah Jakarta: Amzah, 2009, h. 178. 21 Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah Jakarta: Amzah, 2009, h. 182 22 Wahyu Ilahi, Harjani Hefni, Pengantar sejarah dakwah Jakarta: Kencana, 2007, h. 176. 23 untuk kegiatannya. 23 Dakwah bi al-Qalam ini sebenarnya sudah dimulai serta dikembangkan oleh Rasulullah SAW sejak awal kelahiran dan kebangkitan Islam melalui pengiriman surat-surat dakwah kepada para kaisar, raja dan para pemuka masyarakat. 24 Maka dakwah bi al-Qalam ini merupakan bentuk dakwah yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

B. Pengertian Ustadz

Kata Ustadz berasal dari bahasa Arab yaitu “Ustadzun” yang mengandung arti seorang guru laki-laki atau “Ustadzatun” yang mengandung arti seorang guru perempuan. 25 Realita yang ada khususnya di Indonesia, kata “Ustadz atau Ustadzah” digunakan sebagai julukan seorang laki-laki atau seorang perempuan yang terlihat alim, rajin ke masjid atau mushalla baik untuk mengikuti shalat berjama’ah maupun mengikuti pengajian rutin, dan juga dapat memimpin do’a baik berdo’a setelah shalat maupun selepas kegiatan keagamaan seperti tahlillan, syukuran, selamatan dan lain sebagainya. Julukan “Ustadz atau Ustadzah sepatutnya diberikan kepada guru, baik guru TPA, guru Privat, guru pengajian, maupun guru-guru SD, SLTP, SMA, dan Perguruan Tinggi jika dilihat dari segi arti juga patut diberi julukan ustadz atau ustadzah. Akan tetapi dari segi epistimologis julukan ustadz atau ustadzah lebih tepat jika diberikan kepada seorang guru yang ahli atau memahami ilmu agama secara mendalam, serta mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang lain. 23 Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah Jakarta: Amzah, 2009, h.11 24 Rubinah dan Ade Masturi, Pengantar Ilmu Dakwah Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, h.53. 25 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzuriyah, 1989, h. 40. 24 Secara sosiologi siapa saja dapat menjadi seorang ustadz atau ustadzah. Namun dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, yaitu mempunyai pengetahuan yang lebih dalam terhadap agama Islam dengan mengamalkan serta dapat memberikan pemahaman kepada orang lain.

C. Pengertian Hotel

Kata hotel berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Hospitium, yang mengandung arti ruang tamu. Seiring berjalannya waktu yang cukup lama maka kata hospitium ini mengalami proses perubahan pengertian dan sekaligus untuk membedakan antar Guest House dengan Mansion House rumah besar yang mengalami perkembangan pada saat itu, maka rumah- rumah besar disebut dengan Hostel. Rumah-rumah besar ini atau hostel ini disewakan kepada seluruh masyarakat umum tanpa terkecuali untuk beristirahat atau menginap untuk sementara waktu, selama penginapan berlangsung maka ada yang mengkoordinir yaitu seorang host, dan selam tamu-tamu menginap dalam hotel tersebut, mereka harus patuh terhadap peraturan-peraturan yang berlaku di masing-masing host. 26 Kata hostel yang awalnya menggunakan huruf “s” maka lambat laun mengalami perubahan, peru bahannya terletak pada pengahapusan huruf “s”, sehingga kata hostel berubah menjadi hotel. 27 Ada beberapa yang mendefinisikan kata hotel yaitu sebagai berikut: 1. Aan Surachlan Dimyati mengatakan didalam bukunya yang berjudul Pengetahuan Dasar Perhotelan, hotel adalah salah satu jenis akomodasi komersial yang sangat dikenal oleh masyarakat pada umumnya. Seiring 26 A. Hari Karyono, Usaha Pemasaran Perhotelan Bandung: Angkasa, 1999, h. 16. 27 A. Hari Karyono, Usaha Pemasaran Perhotelan Bandung: Angkasa, 1999, h. 17. 25 berjalannya waktu, maka mulai terlihat perkembangan dalam usaha jasa ini, sehingga menjadi tumbuh menjadi industry tersendiri yaitu industri perhotelan. 28 2. Hotel adalah jasa yang berkupa sebuah bangunan atau komplek bangunan secara komersial yang memberikan fasilitas tempat tinggal sementara, makan dan minum untuk masyarakt umum dengan ketentuan yang dibuat oleh pihak perhotelan. Sehingga seiring berjalannya waktu maka pengertian hotel berkembang luas menjadi sebuah tempat jasa penginapan sekaligus fasilitas-fasilitas lainnya. 29 Maka dapat disimpulkan bahwa hotel adalah sebuah jasa penginapan yang bersifat memberikan fasilitas-fasilitas lainnya yang diberikan oleh pihak hotel tersebut. Hotel juga suatu jenis akomodasi yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk memberikan fasilitas seperti penginapan, makan, minum dan lainnya, serta menggunakan secara komersial.

D. Kerukunan Antar Karyawan

Secara etimologis kata kerukunan berasal dari bahasa Arab, yaitu “rukun” yang mengandung arti tiang, dasar, atau sila. Bentuk jamak dari kata rukun adalah “arkaan” yang mengandung arti bangunan sederhana yang terdiri atas berbagai unsur. Dapat disimpulkan bahwa kerukunan adalah suatu kesatuan yang terdiriatas berbagai unsur yang berlainan dan setiap unsur tersebut saling menguatkan. 30 28 Aan Surachlan Dimyati, Pengetahuan Dasar Perhotelan Jakarta: PT. Anom Kosong, 1989, cet. Ke-1, h. 1. 29 A. Hari Karyono, Usaha dan Pemasaran Perhotelan Bandung: Angkasa, 1999, h. 16. 30 Said Agil Husin al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama Jakarta: Ciputat Press, 2003, h. 4.