Metode Tanya Jawab Metode Dakwah Ustadz Suhro Suhaemi
51
menyambung lidah dari para ulama, karena para ulama yang dapat kita pegang pemahamannya dan pendapatnya, karena tidak pernah keluar
dari al- Qur‟an dan al-Hadist, artinya, para ulama itu, rujukannya kepada
al- Qur‟an dan al-Hadist.”
7
Dari pernyataan di atas, bahwa ketika beliau menjawab pertanyaan- pertanyaan yang dilontarkan dari para mad’u, beliau menjawab sesuai
dengan apa yang ada di dalam al- Qur’an, al-Hadist dan pendapat para
ulama dengan bijaksana bi al-Hikmah. Selain itu, beliau menjawab tanpa harus memandang siapa yang bertanya, artinya, beliau menjawab yang hak
adalah hak, dan batil adalah batil bi al-Hikmah dan jawaban yang beliau berikan, diberikan secara adil, tidak memandang rendah atau tingginya
jabatan sang mad’u dan tidak dengan sikap yang kasar bi al-Hikmah.
Seperti yang kita ketahui bahwa metode ini yang sifatnya membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah.
Dalam metode ini, ustadz Suhro sebagai sumber komunikasi, memberikan jawaban sesuai dengan apa yang ada di dalam al-
Qur’an dan al-Hadist dan ketika beliau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan para
mad’u, beliau menggunakan bahasa yang baik dan menghindari sikap kasar bi al-Hikmah. Ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan, beliau
menyesuaikan dan mengarahkan para mad’u dengan kata-kata yang tidak menyinggung perasaan para mad’u.
Metode ini, diterapkan oleh beliau setelah materi yang disampaikan tuntas. Oleh sebab itu, beliau juga memperkirakan waktu
untuk metode ini. sebagai contoh, lima belas menit sebelum pengajian ditutup,
beliau memberiakn kesempatan kepada para mad’u untuk bertanya.
7
Wawancara Pribadi dengan ustadz Suhro Suhaemi, Jakarta, 03 Mei 2013.
52
Selain itu, ketika metode ini digunakan, suasana yang awalnya mungkin biasa-biasa saja, sekejap bisa berubah menjadi suasana yang
“hidup”, ini karena nasihat-nasihat atau petunjuk-petunjuk yang beliau berikan dengan penuh kata-kata yang baik tanpa menyinggung siapapun.
Walaupun terkadang ada pertanyaan yang menyimpang dari materi, namun metode ini dapat menjadikan komunikasi yang baik antar materi
yang dibahas dengan daya tangkap jama’ah. Dengan metode ini, diharapkan adanya komunikasi yang baik juga antara ustadz dengan
jama’ah. Jika ada yang salah persepsi pun dalam materi yang disampaikan, maka kesempatan bertanyalah yang dapat mengklarifikasi isi materi, dan
ustadz Suhro akan memperjelas dengan kata-kata yang baik, tidak kasar, sehingga mad’u akan menerima penjelasan yang beliau sampaikan dengan
rela hati dan jelas. Dalam metode ini, ustadz Suhro juga memberikan cara atau jalan
berdakwah dengan cara berdiskusi yang baik bi al-Mujadalah. Apabila beliau menghadapi seorang mad’u yang taraf berfikirnya cukup maju, dan
kritis, seperti mad’u yang mempunyai bekal agama yang cukup. Dan dalam metode ini beliau harus mempersiapkan argumen-argumen yang
kuat. Dalam Metode Tanya Jawab ini, terkadang tidak semua orang atau
mad’u dapat menerima dakwah yang ustadz Suhro Suhaemi sampaikan dengan begitu saja, mungkin
dikarenakan setiap mad’u mempunyai madzhab sendiri-sendiri, namun itu tidak menjadi penghalang bagi beliau
dalam menyampaikan materi kepada para mad’u, walaupun antara ustadz
Suhro Suhaemi dengan para mad’unya memiliki madzhab yang berbeda.
53
Ada tipologi manusia yang merasa perlu untuk mempertanyakan dahulu kebenaran materi-materi dakwa
h yang disampaikan kepada mad’u, sehingga harus adanya diskusi Metode bi al-Mujadalah untuk
menemukan jalan yang benar melalui cara yang terbaik, seperti ketika beliau memberikan pemahaman yang ada kaitannya dengan ilmu fiqih.
Ada seseorang yang bertanya: Ustadz, yang menjadi rukun shalat adalah al-Fatihah, saya pernah
mendengar bahwa basmillah itu bukan dari surat al-Fatihah, tapi dia adalah pemisah, bagaimana masalah ini ustadz? Ustadz Suhro menjawab:
kalau menurut Imam Syafi‟i tentu tidak syah shalatnya jika surat al- Fatihahnya tidak menggunakan basmallah, tapi kalau menurut Imam
Maliki, syah-syah saja. Boleh saja kalau kita mau bertaklid, kepada salah satu dari Imam Mujtahid, akan tetapi harus dengan satu paket, seperti
dari mulai thaharahnya dan lain-lainnya. Artinya harus dibahas daripada keseluruhannya. Ini hanya berbeda pemahaman saja.
Setelah melihat diskusi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap ustadz Suhro memberikan jawaban, beliau menggunakan diskusi bi
al-Mujadalah, tidak merasa paling benar pendapatnya, seh ingga mad’u
yang bertanya tidak merasa disalahkan atau dihakimi.