Diagnosis .1 Diagnosis OMSK Alergi Sebagai Faktor Risiko Terhadap kejadian Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) Tipe Benigna Di RSUP H. Adam Malik Medan.

2.6 Diagnosis 2.6.1 Diagnosis OMSK Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang teliti pemeriksaan klinis otoskopi yang cermat, serta pemeriksaan penunjang seperti X-Ray, Scanning, audiometri Abboet, 2004. Diagnosis tepat memerlukan beberapa alat pemeriksaan antara lain lampu kepala yang cukup baik, corong telinga, alat pembersih sekret telinga, alat pengisap sekret, otoskop atau mikroskopendoskop. Sekret telinga dibersihkan dengan alat pembersih sekret atau alat pengisap sekret, selanjutnya digunakan otoskop untuk melihat lebih jelas lokasi perforasi, kondisi sisa membran timpani dan kavum timpani. Tidak jarang pula diagnosis yang tepat tentang tipe OMSK baru dapat ditegakkan dengan bantuan mikroskop atau endoskop Helmi, 2005. Diagnosis OMSK ditegakkan bila ditemukan perforasi membran timpani dengan riwayat otore menetap atau berulang lebih dari 3 bulan. Sebaiknya diagnosis OMSK disertai dengan keterangan jenis dan derajat ketulian. OMSK yang terbatas di telinga tengah hanya menyebabkan tuli konduktif. Bila terdapat tuli campur ada menandakan komplikasi ke labirin, dapat juga akibat penggunaan obat topikal yang ototoksik Helmi, 2005. Pemeriksaan pencitraan mastoid bukan pemeriksaan rutin tetapi perlu untuk melihat perkembangan pneumatisasi mastoid dan perluasan penyakit. Pemeriksaan mikrobiologi sekret telinga penting untuk menentukan antibiotik yang tepat, tetapi antibiotik lini pertama tidak harus menunggu pemeriksaan ini. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam diagnosis OMSK adalah tanda-tanda dini komplikasi Helmi, 2005. Universitas Sumatera Utara

2.6.2 Diagnosis Alergi

Diagnosis alergi ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis berupa gejala klinis yang timbul sesuai dengan organ yang menjadi sasaran, mulai penyakit, musim, lingkungan, serta riwayat alergi dalam keluarga. Pemeriksaan fisik mencakup pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorok secara lengkap, serta organ lain yang berpotensial menunjukkan alergi King at al, 1998. Pemeriksaan mata dapat menunjukkan adanya tanda-tanda alergi. Tanda-tanda tersebut yaitu edema pada konjungtiva, mata berair, mata gatal, garis Dennie-Morgan pada kelopak mata, serta bayangan gelap di daerah bawah mata allergic schinners. Pada telinga kemungkinan terdapatnya eksema pada kulit liang telinga. Pemeriksaan pada hidung dapat menunjukkan adanya mukosa hidung yang edema, tampak basah, berwarna pucat atau livid serta sekret encer yang banyak King at al, 1998. Gambaran lidah geografik geographic tongue dapat ditemukan pada penderita alergi makanan. Terkadang lidah berwarna merah. Tidak jarang pada penderita alergi ditemukan pembesaran tonsil dan adenoid. Mulut biasanya agak terbuka. Gejala lain pada penderita alergi yaitu adanya kelainan pada kulit berupa eksema dan urtikaria King at al, 1998. Pemeriksaan penunjang untuk alergi yang dilakukan secara in-vivo yaitu uji kulit. Terdapat berbagai cara untuk uji kulit yang dilakukan yaitu prick test, scratch test, friction test, patch test dan intradermal test. Di antara berbagai test ini yang lebih disukai adalah cara prick test, karena mudah melakukannya, murah, spesifik dan aman. Menurut laporan yang ada di Indonesia, prick test ini hampir tidak pernah menimbulkan Universitas Sumatera Utara efek samping. Tes kulit sebagai sarana penunjang diagnosis penyakit alergi, telah dilakukan sejak lebih 100 tahun yang lalu, karena cara pelaksanaannya cukup sederhana dan terbukti mempunyai korelasi yang baik dengan kadar IgE spesifik atau dengan tes provokasi. Tujuannya adalah untuk menentukan antibodi IgE spesifik dalam kulit pasien, yang secara tidak langsung menggambarkan adanya antibodi yang serupa pada organ yang sakit. Tes kulit hanya dilakukan terhadap alergen yang dicurigai merupakan penyebab keluhan pasien dan terhadap alergen-alergen yang ada pada lingkungan pasien Tanjung et al, 2007. Tes kulit cukit sebagai salah satu tes alergi dengan menggunakan ekstrak alergen merupakan alat diagnostik yang jitu yang membuktikan telah terjadinya fase sensitisasi oleh alergen tertentu pada seorang individu. Hasil tes yang positif menunjukkan adanya reaksi hipersensitifitas yang segera pada individu tersebut atau dengan kata lain pada epikutan individu tersebut terdapat komplek Ig E sel mast. Sumarman, 2001; Huggins et al, 2004. Keuntungan tes kulit cukit adalah: 1. Lebih mudah dikerjakan dan sederhana. 2. Tidak merasa sakit. 3. Karena memakai pelarut gliserin maka lebih stabil dari pada pelarut air. 4. Relatif lebih aman dengan reaksi anafilaktik yang kecil karena jumlah alergen yang dimasukan juga sedikit. 5. Lebih cepat meskipun mengadapi penderita yang sensitif sekali, lama mengerjakan tusuk sampai selesai tidak lebih dari 1 jam Rizalina, 2000. Universitas Sumatera Utara Untuk menjamin akurasinya, tes kulit harus dilaksanakan setelah terlampaui masa wash out antihistamin sedatif 2-4 hari dan antihistamin non sedatif 7 hari, kecuali asetamizol 6-8 minggu, kortikosteroid 2-3 bulan. Sumarman, 2001 Tes kulit cukit skin prick test memiliki sensitifitas dan spesifitas tinggi. Puluhan alergen dapat dikerjakan pada satu kali tes. Tes dilakukan pada bagian volar lengan bawah dengan penusukan sederhana epikutan sehingga tidak melewati membran basalis yang dapat menimbulkan pendarahan yang bisa menyebabkan hasil tes menjadi tidak akurat. Tes ini menggunakan jarum tuberkulin no 26 atau 26½. Tes kulit tusuk ini hampir tidak menimbulkan rasa sakit, sehingga lebih disukai pasien. Hasil tes dapat di evaluasi dalam waktu singkat 10-15 menit, serentak untuk 25-30 alergen. Alergen yang digunakan terdiri atas satu seri alergen hirup, satu seri alergen makanan, larutan histamin sebagai kontrol positif, serta larutan saline atau buffer phosfat sebagai kontrol negatif. Jumlah alergen sebaiknya terbatas sampai sekitar enam alergen utama saja housedust mite 2-3 spesies, pollen, mold dan binatang peliharaan. Tes kulit untuk alergen hirup lebih memiliki nilai klinis yang berharga daripada makanan. Sumarman, 2001. Beberapa metode yang dilakukan untuk menginterpretasikan hasil tes kulit tusuk: 1. Mengukur diameter bintul wheal yang terjadi dengan menggunakan planimeter. Respon positif dinyatakan apabila ditemukan setiap adanya wheal yang mempunyai ukuran diameter ≥ 9 mm 2 diatas kontrol negatif saline Jackola et al, 2003. 2. Membandingkan bintul yang terjadi pada masing-masing ekstrak alergen yang diberikan dengan kontrol positif histamin dan kontrol negatif saline. Universitas Sumatera Utara 3. Metode ini disebut metode Pepys dengan penilaian sebagai berikut : Madiadipoera,1996 ; Sumarman, 2001 +1 ringan : apabila bintul wheal lebih besar dari kontrol negatif dan atau terdapat eritema. +2 sedang : apabila bintul lebih kecil dari kontrol positif tetapi 2 mm lebih besar dari kontrol negatif. +3 kuat : apabila bintul sama besar dengan kontrol positif +4 sangat kuat : apabila bintul lebih besar dari kontrol positif. 4. Menurut GLORIA Global Resource in Allergy, 2003, bintul wheal yang terjadi dengan diameter 3 mm menunjukkan bahwa menghasilkan antibodi IgE terhadap alergen yang spesifik. Kaplan et al, 2003.

2.7 Penatalaksanaan