petrotimpani. Arteri ini mendarahi bagian anterior kavum timpani termasuk mukosa membran timpani.
a. Arteri timpani posterior yang merupakan cabang stilomastoid yang dapat berasal dari a. aurikularis posterior atau a. oksipital. A.timpani posterior masuk ke kavum
timpani bersama korda timpani lalu mendarahi bagian posterior kavum timpani.
b. Arteri timpani inferior yang berasal dari cabang asendens a. karotis eksterna yang masuk ke kavum timpani melalui kanalikulus timpani bersama dengan
cabang timpani n. IX lalu mendarahi terutama bagian inferior kavum timpani. c. Arteri petrosus superfisialis dan a. timpani superior yang merupakan cabang-
cabang a. meningea media yang masuk ke kavum timpani masing-masing melalui lubang kecil di tegmen timpani dan melalui fisura petroskuamosa, lalu
mendarahi bagian superior kavum timpani. d. Arteri karotikotimpani yang merupakan satu-satunya cabang berasal dari a.
karotis interna, masuk ke kavum timpani dengan menembus lamina tulang tipis yang membatasi kanalis karotikus dengan telinga tengah Helmi, 2005.
Aliran vena jalan seiring dengan arterinya untuk bermuara pada sinus petrosus superior dan pleksus pterigoideus Helmi, 2005.
2.2 Definisi
Otitis media supuratif kronis adalah radang telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga otorea tersebut lebih dari 2
bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Batasan waktu 2 bulan tersebut dari negara ke negara bervariasi,
Universitas Sumatera Utara
WHO menentukan batasan waktu 2 minggu Helmi, 2005. Bailey dan Scott-Brown’s mengatakan batasan waktu OMSK adalah lebih dari 3 bulan Canter, 1997 ; Kenna,
2006.
2.3 Kekerapan
Prevalensi OMSK di Indonesia secara umum adalah 3,9. Pasien OMSK merupakan 25 dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT di RS Cipto
Mangunkusumo, Jakarta Helmi, 2005. Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan pasien OMSK merupakan 26 dari seluruh kunjungan
pasien Aboet, 2007. Di negara lain prevalensinya bervariasi dari negara ke negara, WHO mengklasifikasinya menjadi negara berprevalensi paling tinggi 4, tinggi 2-
4, rendah 1-2, paling rendah 1. Negara berprevalensi paling tinggi termasuk Tanzania, India, Kepulauan Salomon, Guam, Aborigin Australia dan Greenland. Negara
dengan prevalensi tinggi termasuk Nigeria, Angola, Mozambique, Republik of Korea, Thailand, Philippines, Malaysia, Vietnam, Micronesia, China, Eskimos. Negara
berprevalensi rendah termasuk Brazil, Kenya. Sedangkan negara berprevalensi paling rendah adalah Gambia, Saudi Arabia, Israel, Australia, United Kingdom, Denmark,
Finland, American Indians. Indonesia belum masuk daftar, melihat klasifikasi itu Indonesia masuk dalam Negara dengan OMSK prevalensi tinggi Helmi, 2005 ; WHO,
2004. Beberapa peneliti melaporkan bahwa OMSK tipe benigna mempunyai hubungan
dengan faktor alergi. Suparyadi pada tahun 1990 di Semarang dalam penelitiannya terhadap 60 orang OMSK tipe benigna mendapatkan 25,67 penderita kemungkinan
Universitas Sumatera Utara
mempunyai faktor alergi. Sri Harmadji pada tahun 1991 di Surabaya dengan kasus yang sama mendapatkan 33,3 dari 30 penderita kemungkinan faktor alergi Harmadji,
1993. Farida et al, pada tahun 2006 di Makassar mendapatkan hubungan bermakna kejadian alergi pada OMSK benigna melalui tes kulit cukit sebesar 86,2, menunjukkan
bahwa alergi merupakan faktor risiko OMSK benigna Farida et al, 2006. Lasisi et al, pada tahun 2008 di Nigeria melaporkan terdapat hubungan antara otitis media supuratif
dan alergi pada sekitar 80 pasien dengan alergi Lasisi, 2008.
2.4 Etiologi dan Patogenesis 2.4.1 Etiologi