Rumusan Masalah Berdasarkan pengamatan yang diuraikan dalam latar belakang diatas, dapat Tujuan Penelitian Anatomi telinga tengah

Farida et al, di Makassar pada tahun 2006 mendapatkan hubungan bermakna kejadian alergi pada OMSK benigna melalui tes kulit cukit sebesar 86,2, menunjukkan bahwa alergi merupakan faktor risiko OMSK benigna Farida et al, 2006. Lasisi et al, pada tahun 2008 di Nigeria melaporkan terdapat hubungan antara otitis media supuratif dan alergi pada sekitar 80 pasien dengan alergi Lasisi, 2008. Sebagian otitis media kronis masih sulit pengobatannya. Para dokter biasanya beramsumsi bahwa setiap radang hanya diakibatkan oleh infeksi kuman sesuai uji keberadaan bakteri. Akibatnya antibiotik yang lebih sering diresepkan untuk mengobati kegagalan pengobatan radang dan mungkin akan gagal lagi. Karena itu pada radang yang sering berulang, kemungkinan terdapat faktor alergi sebagai latar belakang penyebab sehingga dalam penanganan OMSK, faktor alergi tidak boleh dilupakan Farida et al, 2006. Sehubungan dengan penelitian-penelitian yang dikemukakan diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui hubungan alergi dengan kejadian otitis media supuratif kronik tipe benigna di RSUP H.Adam Malik Medan. Dimana sampai saat ini belum ada data berkaitan dengan hal itu di RSUP H.Adam Malik Medan.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pengamatan yang diuraikan dalam latar belakang diatas, dapat

dirumuskan masalah, yaitu apakah alergi merupakan faktor risiko terhadap kejadian otitis media supuratif kronik tipe benigna di RSUP H.Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara 1.3 Hipotesa Penelitian Alergi merupakan faktor risiko terhadap kejadian otitis media supuratif kronik tipe benigna.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum : Untuk mengetahui risiko alergi terhadap kejadian otitis media supuratif kronik tipe benigna di RSUP H.Adam Malik Medan 1.4.2 Tujuan Khusus : a. Risiko alergi terhadap kejadian otitis media supuratif kronik tipe benigna b. Untuk mengetahui alergen terbanyak yang dijumpai berdasarkan tes kulit cukit.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Membuktikan peran alergi sebagai faktor risiko terhadap kejadian otitis media supuratif kronik tipe benigna 1.5.2 Diharapkan dapat meningkatkan pelayanan diagnostik dan penatalaksanaan pada pasien OMSK tipe benigna dengan memperhatikan tanda-tanda alergi 1.5.3 Sebagai pengembangan keilmuan di bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Anatomi telinga tengah

Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustacius dan prosesus mastoideus Moore, 1989 ; Dhingra, 2004.

2.1.1 Membran timpani

Membran timpani di bentuk dari dinding lateral kavum timpani yang memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran timpani mempunyai ukuran panjang vertikal rata-rata 9 -10 mm, diameter 8 - 9 mm dan tebalnya kira-kira 0,1 mm. Membran timpani miring ke medial dari posterior superior ke anterior inferior, membentuk sudut kira-kira 140º antara kavum timpani dan liang telinga luar Moore, 1989. Membran timpani terdiri dari tiga lapisan. Lapisan skuamosa membatasi telinga luar sebelah medial, lapisan mukosa membatasi telinga tengah sebelah lateral dan jaringan fibrosa terletak diantara kedua lapisan tersebut. Lapisan fibrosa terdiri dari serat melingkar dan serat radial yang menjadikan bentuk dan konsistensi membran timpani. Serat-serat radial masuk kedalam perikondrium lengan maleus dan kedalam anulus fibrosa, membentuk gambaran kerucut yang penting secara fungsional. Serat melingkar memberikan kekuatan bagi membran timpani telinga tanpa mempengaruhi vibrasi, dibantu oleh beberapa serat tegak lurus yang memperkuat bentuknya. Sifat arsitektur membran timpani membuatnya dapat menyebarkan energi vibrasi secara ideal Austin, 1997. Universitas Sumatera Utara Membran timpani dibagi dalam dua bagian : a. Pars tensa, merupakan bagian terbesar dari membran timpani. Bagian pinggirnya menebal membentuk jaringan cincin fibrokartilaginous yang disebut dengan annulus timpanikus yang terdapat didalam sulkus timpanikus. Bagian sentral dari pars tensa melekuk kedalam ke ujung maleus disebut umbo. Refleks cahaya dapat terlihat memancar dari ujung maleus ke pinggir membran timpani di kuadran anteroinferior. b. Pars flaksida Shrapnel’s membrane, terletak diatas prosesus lateral maleus antara notch of Rivinus dan plika maleolaris anterior dan plika maleolaris posterior Dhingra, 2004. c. 2.1.2 Kavum timpani Telinga tengah Telinga tengah kavum timpani terdiri dari suatu ruang yang terletak di antara membran timpani dan kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat di dalamnya beserta penunjangnya, tuba Eustachius dan sistem sel-sel udara mastoid. Batas-batas superior dan inferior membran timpani membagi kavum timpani menjadi epitimpanum atau atik, mesotimpanum dan hipotimpanum Austin, 1997. Hipotimpanum adalah suatu ruang dangkal yang terletak lebih rendah dari membran timpani. Permukaan tulang pada bagian ini tampak seperti gambaran kerang karena adanya sel-sel udara berbentuk cangkir. Dinding ini menutupi bulbus yugularis. Kadang-kadang suatu celah pada dinding ini menyebabkan sebagian bulbus yugularis dapat masuk kedalam hipotimpanum Austin, 1997. Universitas Sumatera Utara Mesotimpanum, disebelah medial dibatasi oleh kapsul otik, yang letaknya lebih rendah daripada nervus fasial pars timpani. Suatu penonjolan yang melengkung pada bagian basal kohlea terletak tepat disebelah medial membran timpani dan disebut promontorium. Didalam promontorium terdapat beberapa saluran-saluran berisi saraf- saraf yang membentuk pleksus timpanikus. Disebelah posterior promontorium pada bagian superior terdapat foramen ovale vestibuler dan pada bagian inferior terdapat foramen rotundum kohlear, yang keduanya terletak pada dasar suatu lekukan. Kedua lekukan tersebut berhubungan pada batas posterior mesotimpanum melalui suatu fosa yang dalam, yaitu sinus timpanikus. Pada foramen ovale terdapat lempeng kaki stapes yang terletak pada bidang sagital. Foramen rotundum terlindung dari penglihatan karena bagian ini terletak pada bidang melintang sebelah anterior suatu tepi penonjolan dari promontorium. Foramen rotundum ditutupi oleh suatu membran yang tipis yaitu membran timpani sekunder. Dinding posterior mesotimpanum dibentuk oleh tulang yang menutupi saraf fasial pars desendens. Tulang ini biasanya mempunyai sel-sel pneumatisasi dan sering mempunyai hubungan dengan sistem sel udara mastoid. Sebelah superior dinding ini terdapat suatu penonjolan berbentuk kerucut yang disebut eminensia piramid, melindungi muskulus stapedius dan tendonnya. Suatu cabang saraf ke-7 menginervasi otot tersebut. Disebelah lateral eminensia piramid terdapat foramen untuk nervus korda timpani yang berjalan dibagian inferior melalui suatu saluran untuk bergabung dikanalis fasial atau pada foramen stilomastoid Austin, 1997. Suatu ruang yang secara klinis sangat penting ialah sinus posterior atau resesus fasial yang terdapat disebelah lateral kanalis fasial dan prosesus piramidal. Dibatasi sebelah lateral oleh anulus timpanikus posterosuperior, sebelah superior oleh prosesus Universitas Sumatera Utara brevis inkus yang melekat ke fosa inkudis. Ruang ini memanjang dari ruang telinga tengah posterosuperior ke aditus ad antrum dan penyakit sering tersembunyi disini. Pendekatan terhadap ruang ini dari antrum mastoid akan membuka struktur timpanum posterior dan nervus fasial Austin, 1997. Bagian anterior saluran fasial pars timpani ditandai oleh penonjolan berbentuk pengait di ujung oleh posterior saluran otot tensor timpani, yaitu prosesus kokleariform yang membuat tendon muskulus tensor tersebut membelok kelateral kedalam telinga tengah. Saluran muskulus tensor timpani berjalan kedepan ke dalam permukaan superior tuba Eustachius dan merupakan tanda batas anterosuperior mesotimpanum Austin, 1997. Pada dinding anterior mesotimpanum terdapat orificium timpani tuba Eustacius pada bagian superior dan membentuk bagian tulang dinding saluran karotis asenden pada bagian inferior. Dinding ini biasanya mengalami pneumatisasi yang baik dan dapat dijumpai bagian-bagian tulang yang lemah Austin, 1997. Dalam epitimpanum terdapat inkus dan maleus. Di bagian superior epitimpanum dibatasi oleh suatu penonjolan tipis os petrosus, yaitu tegmen timpani yang merupakan kelanjutan tegmen mastoid posterior. Dinding medial atik dibentuk oleh kapsul atik yang ditandai oleh tonjolan kanalis semisirkuler lateral. Pada bagian anterior terdapat bagian ampula kanalis superior, dan lebih anterior ada gangglion genikulatum yang merupakan tanda ujung anterior ruang atik. Dinding anterior terpisah dari maleus oleh suatu ruang yang sempit, dan disini dapat dijumpai muara se-sel udara yang membuat pneumatisasi pangkal tulang pipi zygoma. Dinding lateral atik dibentuk oleh os skuama yang Universitas Sumatera Utara berlanjut ke arah lateral sebagai dinding liang telinga luar bagian tulang sebelah atas. Di posterior, atik menyempit menjadi jalan masuk ke antrum mastoid, yaitu aditus ad antrum Austin, 1997.

2.1.3 Tuba Eustachius

Tuba Eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral tuba Eustachius adalah yang bertulang, sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak disebelah atas bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak dibagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring diatas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup tetapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi pleksus faringealis dan saraf mandibularis. Tuba Eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani Liston, 1997. Pada orang dewasa perbedaan tinggi muara tuba Eustachius di kavum timpani dan nasofaring sekitar 25 mm. Tuba Eustachius panjangnya 30 sampai 40 mm, pada anak ukurannya lebih pendek dan lebih datar. Dinding tuba Eustachius mempunyai bagian tulang rawan yang merupakan 23 seluruh panjangnya mulai dari muaranya di kavum timpani, sedangkan 13 bagian yang lain berdinding tulang rawan, turun ke arah nasofaring. Dinding tulang rawan ini tidak lengkap, dinding bawah dan lateral bawah merupakan jaringan ikat yang bergabung dengan m. tensor dan levator veli palatini. Pada keadaan istirahat, lumen tuba Eustachius tertutup. Terdapat mekanisme pentil Universitas Sumatera Utara pada tuba ini, udara lebih sukar masuk ke kavum timpani dari pada keluar Helmi, 2005. Fungsi tuba Eustachius : 1. Mengatur ventilasi dari telinga tengah dan memelihara keseimbangan tekanan pada kedua sisi dari membran timpani. 2. Drainase dari telinga tengah. 3. Melindungi dari tekanan suara nasofaring dan sekret dari nasofaring Kumar, 1996. Tuba biasanya tertutup dan akan terbuka melalui kontraksi aktif otot tensor veli palatini pada saat menelan, atau saat menguap atau membuka rahang. Ventilasi memungkinkan keseimbangan tekanan atmosfer pada kedua sisi membran timpani. Tuba akan membuka melalui kerja otot bilamana terdapat perbedaan tekanan sebesar 20 hingga 40 mmHg. Untuk melakukan fungsi ini, diperlukan otot tensor veli palatini yang utuh Paparella, 1997.

2.1.4 Prosesus mastoid - Pneumatisasi

Sistem sel udara pneumatik tumbuh sehubungan dengan pembesaran tulang temporal sebagai suatu penumbuhan ke luar dari telinga tengah dan antrum. Kelompok- kelompok sel udara dapat diklasifikasikan berdasarkan asal perkembangannya. Sel-sel yang berkembang dari antrum merupakan kelompok terbesar, terbentuk di dalam prosesus mastoid yang membesar. Sel-sel mastoid terletak di sebelah luar suatu lempeng tulang yang biasanya dijumpai pada pertemuan prosesus antrum os petrosa Universitas Sumatera Utara dan prosesus timpani os skuama sutura petroskuamosa yang dikenal dengan nama septum korner. Sebelah dalam septum ini dijumpai sel-sel antrum yang merupakan perluasan antrum asli ke arah medial ke dalam os petrosa. Perluasan tersebut dapat terjadi jauh ke dalam petrosa sampai ke pinggir kanalis semisirkuler dan kanal auditori interna. Sinus sigmoid mungkin dikelilingi oleh suatu kelompok sinus yang dapat meluas ke skuama. Perluasan sel-sel tersebut ke arah anterior dan lateral dapat mencapai zigoma sel-sel zigoma dan berhubungan dengan atik. Sel-sel ujung mastoid kadang-kadang membentuk suatu daerah koalesens yang besar di ujung prosesus mastoid Austin, 1997. Mastoid terdiri dari sebuah tulang korteks dengan sebuah “sarang lebah honeycomb” dari sel udara dibawahnya. Tergantung dari pertumbuhan sel udara, mastoid dibagi tiga tipe : 1. Well-pneumatised atau cellular, sel-sel mastoid pertumbuhannya baik dan septa tipis. 2. Diploetic, mastoid terdiri dari marrow spaces dan sedikit sel-sel udara. 3. Sclerotic atau acellular, tidak dijumpai sel-sel atau marrow spaces Dhingra, 2004.

2.1.5 Vaskularisasi kavum timpani

Vaskularisasi kavum timpani berasal dari cabang-cabang kecil arteri karotis eksterna. Cabang-cabang pembuluh darah kecil tersebut adalah: a.timpani anterior yang merupakan cabang dari a. maksilaris yang masuk ke telinga tengah melalui fisura Universitas Sumatera Utara petrotimpani. Arteri ini mendarahi bagian anterior kavum timpani termasuk mukosa membran timpani. a. Arteri timpani posterior yang merupakan cabang stilomastoid yang dapat berasal dari a. aurikularis posterior atau a. oksipital. A.timpani posterior masuk ke kavum timpani bersama korda timpani lalu mendarahi bagian posterior kavum timpani. b. Arteri timpani inferior yang berasal dari cabang asendens a. karotis eksterna yang masuk ke kavum timpani melalui kanalikulus timpani bersama dengan cabang timpani n. IX lalu mendarahi terutama bagian inferior kavum timpani. c. Arteri petrosus superfisialis dan a. timpani superior yang merupakan cabang- cabang a. meningea media yang masuk ke kavum timpani masing-masing melalui lubang kecil di tegmen timpani dan melalui fisura petroskuamosa, lalu mendarahi bagian superior kavum timpani. d. Arteri karotikotimpani yang merupakan satu-satunya cabang berasal dari a. karotis interna, masuk ke kavum timpani dengan menembus lamina tulang tipis yang membatasi kanalis karotikus dengan telinga tengah Helmi, 2005. Aliran vena jalan seiring dengan arterinya untuk bermuara pada sinus petrosus superior dan pleksus pterigoideus Helmi, 2005.

2.2 Definisi