B. Pembuatan Seri Larutan Baku Nikotin dan Asetanilida
Pada penelitian ini digunakan baku nikotin E.Merck dengan kemurnian 99,7 dan baku standar internal asetanilida E.Merck dengan kemurnian 99,9.
Kedua larutan baku ini awalnya dipersiapkan masing-masing dan dilarutkan dalam metanol. Alasan digunakannya metanol karena metanol merupakan salah
satu komponen penyusun fase gerak sehingga menghindari perbedaan kekuatan pelarut yang mungkin muncul bila dilarutkan dalam pelarut selain komponen fase
geraknya. Saat baku nikotin dan asetanilida dicampurkan untuk diinjeksikan ke dalam sistem KCKT, digunakan pelarut metanol 30 30 bagian metanol dalam
100 bagian aquabidest, alasan digunakanya metanol 30 karena menyerupai komponen dari fase gerak yang merupakan campuran dari metanol : ammonium
asetat 10 mM + TEA 0,1. Ammonium asetat dilarutkan dalam aquabidest dan kemudian baru ditambahkan TEA, sehingga komponen dasar penyusun fase gerak
dalam penelitian ini merupakan metanol dan aquabidest. Pembuatan larutan baku nikotin dan asetanilida dengan konsentrasi
masing-masing 20 µgmL berdasarkan hasil orientasi yang dilakukan karena kadar nikotin dan asetanilida dalam sampel siap inject belum diketahui dengan pasti,
penggunaan kedua baku ini ditujukan untuk menemukan komposisi dan kecepatan alir fase gerak yang optimal. Saat ditemukan fase gerak yang optimal, dibuat tiga
level larutan baku campuran nikotin dengan asetanilida, yaitu baku nikotin konsentrasi 20, 60 dan 100 µgmL dan baku asetanilida dengan konsentrasi 10
µgmL. Penggunaan tiga level campuran larutan baku ini untuk mengetahui
respon detektor yang muncul pada ketiga level konsentrasi campuran larutan baku tersebut pada fase gerak yang sudah teroptimasi.
C. Preparasi Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan rokok “merek
X” yang banyak beredar dipasaran. Serbuk rokok “merek X” yang telah diambil kemudian diblender dan diayak. Tujuan serbuk rokok diblender dan diayak disini
ialah untuk menghomogenkan dan mengecilkan ukuran partikel serbuk kasar, diharapkan kehomogenan dan kecilnya ukuran dapat meningkatan luas permukaan
serbuk yang dapat terbasahi dan terekstraksi oleh pelarut. Pelarut yang digunakan disini ialah etanol. Digunakannya etanol disini karena nikotin dapat terlarut
kedalam etanol dan mengurangi senyawa lain yang ada dalam serbuk yang tidak dapat terlarut dalam etanol.
Penambahan etanol diikuti pemanasan diatas waterbath suhu 70
o
C selama 10 menit, tujuan pemanasan disini ialah untuk meningkatan kelarutan
nikotin dalam pelarut etanol. Hasil ekstraksi tersebut diambil dan dimasukan ke dalam flakon, dipanaskan kembali diatas waterbath suhu 70
o
C hingga didapatkan ekstrak kental etanolik karena pelarut etanol telah seluruhnya menguap. Ekstrak
kental etanolik disini merupakan senyawa-senyawa yang ada dalam serbuk rokok “merek X” dan dapat terlarut bersama pelarut etanol yang diberikan.
Gambar 15. Nikotin yang berada dalam bentuk terprotonasi diubah menjadi bentuk molekulnya karena dikondisikan dalam suasana basa dengan penambahan KOH
Ekstrak kental etanolik yang didapat kemudian ditambahkan KOH 0,1 M, pH sistem setelah ditambahkan KOH berkisar 8. Penambahan KOH bertujuan
untuk mengkondisikan nikotin dalam suasana basa. Suasana basa pada sistem akan mengkondisikan nikotin ke dalam bentuk molekul. Bentuk molekul dari
nikotin dimanfaatkan untuk proses liquid-liquid extraction saat penambahan kloroform ke dalam sistem. Pemilihan kloroform sebagai pelarut disini
berdasarkan kemampuan nikotin yang dapat terlarut baik didalamnya, selain itu kloroform juga dimanfaatkan untuk memisahkan nikotin dengan senyawa lain
yang dapat terlarut dalam etanol tetapi tidak dapat terlarut dalam kloroform. Langkah selanjutnya dilakukan proses vortex dan sentrifugasi. Tujuan
dilakukan vortex ialah untuk mencampurkan kloroform dengan etanol, proses pencampuran ini diharapkan adanya perpindahan nikotin yang awalnya berada
dalam etanol dapat berpindah ke dalam kloroform, kemudian dilakukan proses sentrifugasi. Proses penambahan kloroform dilakukan dua kali agar
mengoptimalkan proses ekstraksi nikotin.
Fase kloroform yang diambil tersebut diuapkan kembali dalam waterbath untuk menguapkan kloroform untuk mendapatkan ekstrak kental etanolik fraksi
kloroform. Ekstrak kental etanolik fraksi kloroform selanjutnya ditambahkan dengan metanol 30. Penambahan metanol 30 pada ekstrak kental etanolik
fraksi kloroform disini karena metanol 30 menyerupai komponen fase gerak yang digunakan. Ekstrak kental etanolik fraksi kloroform yang telah ditambahkan
metanol 30 kemudian diawaudarakan, tujuan pengawaudaraan disini untuk melepaskan ekstrak kental etanolik fraksi kloroform yang menempel pada dinding
wadah dan membantu melarutkannya pada metanol 30. Larutan sampel yang telah didapatkan tersebut disaring dengan penyaring
millipore untuk menghilangkan partikel atau senyawa yang tidak larut yang dapat menyumbat kolom serta diawaudarakan kembali selama lebih kurang 2 menit
untuk menghilangkan gelembang yang dapat mengganggu pengukuran dengan KCKT.
Gambar 16. Distribusi bentuk nikotin dalam posisi protonated atau unprotonated berdasarkan variasi pH larutan Geiss dan Kotzias, 2007
Asetanilida yang berperan sebagai standar internal ditambahkan pada saat awal dimulainya ekstraksi sampel, yakni sebelum ditambahkan etanol.
Asetanilida disini akan mengalami proses ekstraksi sampel yang sama seperti yang dialami oleh nikotin.
D. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan Nikotin dan Asetanilida