gelombang tertentu setara dengan sinar yang diabsorpsi sehingga spektra juga dapat digunakan sebagai bahan analisis kuantitatif Gandjar dan Rohman, 2010.
Pada analisis dengan spektrofometer, dilakukan pembacaan absorbansi yang disebut sebagai absorban A yang tidak memiliki satuan Mulja dan
Suharman, 1995. Spektrum absorpsi merupakan plot absorbansi analit yang merupakan fungsi dari panjang gelombang Skogg, West dan Holler, 1994.
Gambar 3. Diagram tingkat energi elektronik Gandjar dan Rohman, 2010
Penyerapan foton yang dialami molekul mengakibatkan terjadinya eksitasi elektron-elektron ikatan. Transisi elektronik yang terjadi antara tingkat
energi suatu molekul ada empat, yakni :
1. Transisi sigma–sigma star σ → σ
Energi pada transisi ini terletak pada daerah 180nm atau terjadi pada daerah UV vakum dan kurang begitu bermanfaat untuk analisis spektrofotometri
UV-VIS Gandjar dan Rohman, 2010.
2. Transisi non bonding elektron–sigma star n → σ
Energi yang diperlukan untuk jenis transisi ini lebih kecil dibandingkan transisi σ → σ, sehingga sinar yang diserap memiliki panjang gelombang yang
lebih panjang 150 –250nm. Kebanyakan transisi ini terjadi pada panjang
gelombang 200nm Gandjar dan Rohman, 2010.
3. transisi n → π dan transisi π → π
Transisi ini terjadi pada molekul organik yang memiliki gugus fungsional tidak jenuh, ikatan rangkap dalam gugus tersebut memberikan orbital phi yang
diperlukan. Transisi jenis ini paling cocok digunakan dalam analisis menggunakan spektrofotometri UV
–visibel karena berada diantara panjang gelombang 200–700 nm Gandjar dan Rohman, 2010.
Pelarut dapat memberikan pengaruh transisi n → π dan π → π, hal ini berkaitan dengan adanya perbedaan kemampuan dari pelarut untuk mensolvasi
antara keadaan dasar dengan keadaan tereksitasi. Pada transisi π → π, molekul
yang berada dalam keadaan dasar akan relatif non polar dan keadaan tereksitasinya lebih polar dibandingkan dari keadaan dasar. Penggunaan pelarut
polar akan menyebabkan interaksi lebih kuat saat keadaan tereksitasi dibandingkan keadaan dasar sehingga perbedaan energi transisi π → π lebih
kecil. Akibat yang ditimbulkan atas peristiwa ini ialah pergeseran ke panjang gelombang yang lebih besar dari semula.
Berbeda dengan transisi n → π, pada keadaan dasar molekul relatif lebih polar dibandingkan keadaan tereksitasi.
Pelarut yang berinteraksi hidrogen akan berinteraksi secara lebih kuat dengan pasangan elektron yang tak berpasangan pada keadaan dasar dibandingkan
molekul pada keadaan tereksitasi. Hal ini mengakibatkan t ransisi n → π akan
mempunyai energi yang lebih besar sehingga panjang gelombang akan bergeser lebih pendek dibandingkan semula akibat kemampuan membentuk interaksi
hidrogenpolaritas pelarut meningkat Gandjar dan Rohman, 2010.
Gambar 4. A Pengaruh pelarut polar terhadap tra sisi π → π da B tra sisi → π
Gandjar dan Rohman, 2010
Dalam memilih panjang gelombang terkait hubungan sifat optik cuplikan dan pelarut. Penyerapan radiasi UV atau visibel terkait dari elektron terluar atau
elektron valensi dari molekul dan tergantung pula pada jenis ikatan kimia dalam molekul, adanya ikatan kimia penyebab terjadinya serapan sinar UV-Vis disebut
kromofor Johnson dan Stevenson, 1978. Sinar UV mempunyai panjang gelombang 200-400 nm, sedangkan sinar visibel mempunyai panjang gelombang
400-750 nm Gandjar dan Rohman, 2010.
A
B
Kromofor merupakan ikatan rangkap tak jenuh selang-seling yang menyerap radiasi pada daerah UV dan visibel, sedangkan aukosokrom merupakan
gugus jenuh yang terikat pada kromofor dapat menyebabkan adanya perubahan panjang gelombang dan intensitas serapan maksimum. Ciri auksokrom adalah
gugusan heteroatom seperti –OCH
3
, -Cl, OH, dan NH
2
. Penambahan auksokrom menyebabkan pergeseren batokromik. Pergeseran batokromik merupakan
pergeseran panjang gelombang ke arah yang lebih panjang akibat adanya subsitusi gugus atau atom atau adanya pengaruh pelarut Sastrohamidjojo, 2001.
E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT 1. Definisi Dan Instrumentasi KCKT