Cara pemberian Dosis pemberian
                                                                                sefalosporin  generasi  ketiga  sudah  sesuai  dengan  pedoman  umum  ASHP Therapeutic  Guidelines
ASHP,  2013  yang  merekomendasikan  kegunaan sefalosporin. Antibiotika sefalosporin generasi ketiga sefotaksim dan seftriakson
memiliki aktivitas terhadap bakteri anaerob sehingga dapat melindungi pasien dari infeksi  luka  paska  operasi  apendisitis  Lattere,  2006;  ASHP  2013.  WHO
Guidelines  for  Safe  Surgery  WHO,  2009 dan  Antimicrobial  Prophylaxis  in
Surgery Kanji,  et  al.,  2008  lebih  merekomendasikan  penggunaan  sefalosporin
generasi kedua sefositin atau sefotetan karena memiliki aktivitas terhadap bakteri anaerob yang lebih baik.
Tidak  dipilihnya  sefalosporin  generasi  kedua  sefositin,  sefotetan dikarenakan tidak tersedianya antibiotika tersebut di Indonesia dan harus diimport
dari  luar  negeri  ini  mengakibatkan  juga  harganya  menjadi  mahal  dan  tidak terjangkau  oleh  pasien  yang  kebanyakan  menengah  ke  bawah.  Harga  eceran
tertinggi menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 436MenkesSKXI2013 saat penelitian ini  ditulis  seftriakson  1gvial  Rp  11.602,00  dan  sefotaksim  1gvial  Rp
9.356,00.  Ini  jauh  lebih  murah  dibanding  harga  sefositin  dan  sefotetan  menurut drugbank.com
yaitu  sefositin 1gvial Rp 187.616,00 13,12 dan sefotetan 1gvial Rp 195.338,00 13,66 dengan kurs Rp 14.300,00 belum termasuk biaya kirim dan
pajak karena harus diimpor. Risiko reaksi silang alergi terhadap sefalosporin generasi kedua lebih tinggi
daripada sefalosporin generasi ketiga pada pasien dengan riwayat alergi penisilin, yaitu sebesar 4. Sedangkan sefalosporin generasi ketiga mempunyai risiko silang
alergi sebesar 1-3 Bryson, et al., 2007. Walaupun demikian, baik sefalosporin
generasi  kedua  maupun  sefalosporin  generasi  ketiga  sama-sama  aman  diberikan terhadap  pasien  yang  mempunyai  riwayat  alergi  penisilin,  dengan  asumsi  reaksi
alergi yang timbul tidak parah anafilaksis Pichichero, 2007. Berdasarkan hasil penelitian, antibiotika profilaksis yang diberikan hampir
seluruhnya diberikan kurang atau sama dengan satu jam sebelum operasi dilakukan. Pemberian  antibiotika  profilaksis  ini  sesuai  dengan  WHO  Guidelines  for  Safe
Surgery WHO,  2009  dan  Antimicrobial  Prophylaxis  in  Surgery  Kanji,  et  al.,
2008  yang  merekomendasikan  waktu  pemberian  antibiotika  profilaksis  1  jam sebelum operasi.
Namun  ada  pasien  yang  diberikan  lebih  dari  1  jam  sebelum  operasi sebanyak 4 orang atau 5 n=90 ini tidak sesuai dengan WHO Guidelines for Safe
Surgery WHO, 2009, Antimicrobial Prophylaxis in Surgery Kanji, et al., 2008
dan ASHP Therapeutic Guidelines ASHP, 2013  yang menganjurkan pemberian antibiotika profilaksis kurang atau sama dengan 1 jam sebelum operasi.
Dokter  selalu  memberikan  antibiotika  profilaksis  pada  pasien  operasi apendisitis akut dibawah 1 jam sebelum operasi, namun dalam prakteknya karena
padatnya jadwal operasi dan kadang ada hal yang membuat pasien harus menunggu ruang operasi selesai atau ada hambatan pada oleh pasien lainnya. Hal ini diketahui
dari hasil wawancara berikut:
Biasanya penyuntikan antibiotikanya dilakukan maksimal 1 jam sebelum operasi tapi kadang karena banyaknya pasien yang operasi jadi seringkali
molor karena harus menunggu pasien sebelumnya selesai dan ada waktu untuk membersihkan dan mempersiapkan kamar operasi
”. Kepala Kamar Bedah
“Pasien kita berikan antibiotika profilaksis satu jam sebelum operasi namun terkadang karena jadwal operasi padat dan barangkali ada
hambatan pada pasien sebelumnya sehingga pasien operasi apendisitis harus menunggu
”. Dokter bedah I dan II
                                            
                