Waktu pemberian Kesesuaian Pemilihan dan Penggunaan Antibiotika Profilaksis
kondisi terkontrol dan dalam kontaminasi yang biasa dan antibiotika profilaksis berguna untuk mengontrol kondisi luka tersebut atau mencegah terjadinya infeksi
WHO, 2009. Dari penelitian terlihat jika dokter sering memberi sefotaksim yaitu 83 kasus
atau 92 dari keseluruhan kasus. Pertimbangan dokter bedah memilih sefotaksim sebagai antibiotika profilaksis adalah berdasarkan keamanan dari antibiotika
tersebut. Alasan pemilihan antibiotika profilaksis ini terungkap dalam hasil wawancara sebagai berikut:
“Biasanya saya memberi sefotaksim karena disamping reaksi alerginya kecil, dan harganya juga tidak terlampau mahal kadang juga seftriakson
karena waktu paruhnya panjang tapi seftriakson sangat jarang saya pakai
” Dokter bedah I
Mikroorganisme patogen yang menyebabkan infeksi setelah dilakukan pembedahan menjadi pertimbangan dalam memilih antibiotika profilaksis yang
digunakan. Penggunaan antibiotika profilaksis sefotaksim dan seftriakson “Saya sering memberikan pasien sefotaksim karena lebih murah dan jarang
ada pasien yang alergi” Dokter Bedah II
“Dokter memilih menggunakan sefotaksim karena dinilai lebih aman dari reaksi alergi pasien dan dari segi harga lebih murah apalagi pasien
banyak yang ditanggung oleh pemerintah ”
Kepala Instalasi Farmasi
sefalosporin generasi ketiga sudah sesuai dengan pedoman umum ASHP Therapeutic Guidelines
ASHP, 2013 yang merekomendasikan kegunaan sefalosporin. Antibiotika sefalosporin generasi ketiga sefotaksim dan seftriakson
memiliki aktivitas terhadap bakteri anaerob sehingga dapat melindungi pasien dari infeksi luka paska operasi apendisitis Lattere, 2006; ASHP 2013. WHO
Guidelines for Safe Surgery WHO, 2009 dan Antimicrobial Prophylaxis in
Surgery Kanji, et al., 2008 lebih merekomendasikan penggunaan sefalosporin
generasi kedua sefositin atau sefotetan karena memiliki aktivitas terhadap bakteri anaerob yang lebih baik.
Tidak dipilihnya sefalosporin generasi kedua sefositin, sefotetan dikarenakan tidak tersedianya antibiotika tersebut di Indonesia dan harus diimport
dari luar negeri ini mengakibatkan juga harganya menjadi mahal dan tidak terjangkau oleh pasien yang kebanyakan menengah ke bawah. Harga eceran
tertinggi menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 436MenkesSKXI2013 saat penelitian ini ditulis seftriakson 1gvial Rp 11.602,00 dan sefotaksim 1gvial Rp
9.356,00. Ini jauh lebih murah dibanding harga sefositin dan sefotetan menurut drugbank.com
yaitu sefositin 1gvial Rp 187.616,00 13,12 dan sefotetan 1gvial Rp 195.338,00 13,66 dengan kurs Rp 14.300,00 belum termasuk biaya kirim dan
pajak karena harus diimpor. Risiko reaksi silang alergi terhadap sefalosporin generasi kedua lebih tinggi
daripada sefalosporin generasi ketiga pada pasien dengan riwayat alergi penisilin, yaitu sebesar 4. Sedangkan sefalosporin generasi ketiga mempunyai risiko silang
alergi sebesar 1-3 Bryson, et al., 2007. Walaupun demikian, baik sefalosporin