C. Pengaruh Penguasaan Konsep Fisika Terhadap Kemampuan
Mengerjakan Soal Fisika
Penguasaan konsep juga mempengaruhi kemampuan siswa dalam mengerjakan soal. Ketidak-tahuan konsep serta ketidak-tepatan konsep
siswa berakibat buruk dalam proses mengerjakan soal. Hal ini memungkinkan siswa salah atau bahkan mengosongkan jawabannya
karena tidak mengerti konsep fisika yang harus diterapkan dan bagaimana konsep itu diterapkan dalam persoalan yang sedang dihadapinya.
Berg 1991:10 menyebutkan bahwa konsepsi merupakan tafsiran perorangan dari suatu konsep ilmu. Dengan demikian, sangat
memungkinkan apabila tafsiran yang dihasilkan berbeda pada setiap orang. Masih menurut Berg 1991:9, seringkali siswa hanya menghafalkan
definisi konsep tanpa mempelajari hubungan antar konsep. Hal ini yang membuat konsep baru tidak dapat masuk ke dalam jaringan konsep yang
telah ada. Padahal, siswa telah mempelajari fisika sebelum berada di dalam kelas melalui kejadian alam yang dilihatnya. Konsepsi yang
demikian disebut oleh Berg sebagai prakonsepsi Berg, 1991:10. Prakonsepsi yang tidak benar yang terus dibawa ke dalam setiap persoalan
fisika yang dihadapi akan menyebabkan miskonsepsi. Paul Suparno 2005:4 menyatakan bahwa miskonsepsi atau salah
konsep menunjukkan pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang
itu.
Ternyata, konsep yang dihasilkan siswa tidak secanggih atau sekompleks konsep dibangun oleh para ilmuwan. Apabila konsep siswa
merupakan konsep sederhana milik ilmuwan, maka belum dapat dikatakan salah. Permasalahan kemudian timbul ketika konsep yang dibangun siswa
bertentangan dengan pengertian yang diterima ilmuwan. Berg 1991:10 menyebutkan bahwa biasanya miskonsepsi menyangkut kesalahan siswa
dalam pemahaman hubungan antar konsep. Banyak hal yang dapat menimbulkan miskonsepsi pada diri siswa.
Paul Suparno menyatakan siswa, guru atau pengajar, buku teks, konteks dan cara mengajar dapat mempengaruhi timbulnya miskonsepsi.
Siswa dapat menimbulkan miskonsepsi atas dirinya sendiri. Menurut Paul Suparno hal ini muncul karena konsep awal siswa yang didapat
sebelum siswa mengikuti pelajaran formal, asosiasi siswa terhadap istilah- istilah sehari-hari, cara berpikir siswa yang memandang benda-benda dan
situasi secara manusiawi, penalaran mereka yang tidak lengkap atau salah karena informasi yang didapat tidak lengkap, intuisi atau perasaan siswa
yang salah ketika mengungkapkan gagasan, tahap perkembangan kognitif siswa yang tidak sesuai dengan bahan yang sedang digeluti, kemampuan
atau bakat siswa dalam pelajaran fisika, serta minat siswa terhadap fisika. Miskonsepsi juga dapat terjadi karena kesalahan konsep yang
diajarkan guru atau pengajar. Menurut Paul Suparno 2005:42, guru yang tidak menguasai bahan atau mengerti bahan fisika secara tidak benar, akan
menyebabkan mendapatkan miskonsepsi.
Miskonsepsi juga dapat datang dari buku teks. Beberapa buku fisika mempunyai kesalahan, misalnya dalam menganalisis gerak benda jatuh,
pengarang menemukan salah interpretasi. Yaitu “benda itu mempunyai energy kinetik sebesar - ½ mv
2
“. Mereka menjelaskan bahwa tanda negatif menunjukkan gerak benda ke arah bawah. Iona dalam Paul
Suparno, 2005:45. Selain buku fisika, buku fiksi sains juga mengesampingkan ketepatan konsep dengan membuat gagasan fisika
secara sederhana dan bahkan agak ekstrem. Pengaruh selanjutnya, yang diungkapkan oleh Paul Suparno, adalah
konteks. Di dalamnya mencakup pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari, bahasa sehari-hari yang digunakan siswa yang sering rancu
dengan bahasa fisika, teman lain yang lebih dominan dan memberikan miskonsepsi sehingga mempengaruhinya dalam membentuk konsep-
konsep, serta ajaran agama yang dianut siswa yang sering membuat dinding batas perbedaan yang tinggi untuk menjelaskan permasalahan
sains. Terakhir, yang dapat mempengaruhi timbulnya miskonsepsi adalah
cara mengajar. Cara mengajar guru yang monoton, yang hanya berisi ceramah dan menulis, yang tidak memberikan ruang kepada siswa untuk
bertanya tentang keberadaan konsep-konsep yang telah dibangunnya, berpeluang besar untuk menimbulkan miskonsepsi. Karena setiap anak
mempunyai bermacam-macam kecerdasan, maka untuk merangsang siswa bersikap skeptis adalah menerapkan cara mengajar multiple intelligences.
D. Identifikasi Kesulitan Mengerjakan Soal Menggunakan House Model