Pengaruh kemampuan berbahasa, kemampuan matematis dan penguasaan konsep fisika terhadap kemampuan mengerjakan soal fisika pada bahasan kinematika di kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Sedayu dan kelas XI IPA 2 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta.
vi
ABSTRAK
Larasati Esti Utami, Anastasia: “Pengaruh Kemampuan Berbahasa, Kemampuan Matematis dan Penguasaan Konsep Fisika Terhadap Kemampuan Mengerjakan Soal Fisika Pada Bahasan Kinematika di Kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Sedayu dan Kelas XI IPA 2 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta”. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 2013.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemampuan berbahasa, kemampuan matematis, dan penguasaan konsep fisika, dalam kemampuan mengerjakan soal fisika. Serta untuk mengetahui efektifitas metode House Model dalam mengungkapkan kesulitan siswa terkait dengan kemampuan berbahasa, kemampuan matematis, dan penguasaan konsep.
Subyek penelitian adalah siswa kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Sedayu dan Kelas XI IPA 2 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta yang berjumlah 89 siswa. Data diperoleh melalui tes kemampuan bahasa Indonesia, tes matematika kemampuan dan tes kemampuan fisika menggunakan metode CRI (Certainty of Response Index) dan House Model (HM). Untuk mengetahui pengaruh kemampuan berbahasa, kemampuan matematis terhadap kemampuan mengerjakan soal fisika, digunakan teknik analisa regresi linear berganda. Untuk mengetahui pengaruh penguasaan konsep terhadap kemampuan mengerjakan soal, digunakan metode CRI. Untuk mengetahui efektifitas metode HM, digunakan ANOVA dengan tes Tukey perbandingan post Hoc.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila dilihat secara terpisah, kemampuan berbahasa dan kemampuan matematis tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap kemampuan mengerjakan soal fisika. Penguasaan konsep berpengaruh terhadap kemampuan mengerjakan soal fisika. Meskipun kemampuan berbahasa dan matematis tidak berpengaruh secara signifikan, namun tidak dapat diabaikan karena selain harus menguasai konsep, di dalam setiap tahap pengerjaan dibutuhkan keterampilan berbahasa atau matematis.
Metode House Model efektif untuk mengungkap kesulitan siswa. Namun, HM belum dapat memberikan jawaban yang akurat untuk mengidentifikasi apakah kesulitan tersebut disebabkan oleh lemahnya penguasaan konsep, lemahnya kemampuan bahasa atau lemahnya kemampuan matematis.
Kata kunci: kemampuan berbahasa, kemampuan matematis, penguasaan konsep, kemampuan mengerjakan soal fisika, metode House Model
(2)
vii
ABSTRACT
Larasati Esti Utami, Anastasia: The Influence of Language Abilities, Mathematical Abilities and Mastery of Physical Concept against the Ability of Doing Physics Exercises on the Subject of Kinematics in science class XI of Pangudi Luhur Sedayu SHS and science class XI 2 of Pangudi Luhur Yogyakarta SHS. Physics Education Study Program, Department of Mathematics and Natural Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, 2013.
The purpose of this research is to reveal the influence of language abilities, mathematical abilities and mastery of concept against the ability of doing physics exercises, and to find out the effectiveness of House Model methods in revealing
students’ difficulties related to language abilities, mathematical abilities and mastery of physical concept.
The subjects of the research were 89 students of science class XI of Pangudi Luhur Sedayu SHS and science class XI 2 of Pangudi Luhur Yogyakarta SHS. The data was obtained through Indonesian ability test, mathematical ability test and physical ability test using CRI (Certainty of Response Index) method and House Model (HM). The influence of language abilities and mathematical abilities against the ability of doing physics exercise, was analysed by using multiple linear regression analysis was applied. The influence of mastery of concept against the ability of doing physics was analysed by using CRI. The effectiveness of House Model methods was analysed by using ANOVA with a Tukey’s test for post hoc comparison.
The research result showed that if it was seen separately, language abilities and mathematical abilities did not significantly affect on the ability of doing physics exercises. Mastering physics concept affected students’ abilities of doing physics exercises. Although language abilities and mathematical abilities did not influence significantly, it can not be ignored as in addition, mastering concept, in every stage of the work it requires language abilities and mathematical abilities.
House Model methods are effective to reveal students’ difficulties. However,
HM has not been able to provide an accurate answer to indentify whether or not the difficulties are caused by weak mastery of concept, weak language abilities, or weak mathematical abilities.
Key words: language abilities, mathematical abilities, mastery of physical concept, difficulties of doing physics exercises, House Model method
(3)
PENGARUH KEMAMPUAN BERBAHASA, KEMAMPUAN
MATEMATIS DAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA
TERHADAP KEMAMPUAN MENGERJAKAN SOAL FISIKA
PADA BAHASAN KINEMATIKA
DI KELAS XI IPA SMA PANGUDI LUHUR SEDAYU DAN
KELAS XI IPA 2 SMA PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh:
Anastasia Larasati Esti Utami (081424011)
PROGAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
i
PENGARUH KEMAMPUAN BERBAHASA, KEMAMPUAN
MATEMATIS DAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA
TERHADAP KEMAMPUAN MENGERJAKAN SOAL FISIKA
PADA BAHASAN KINEMATIKA
DI KELAS XI IPA SMA PANGUDI LUHUR SEDAYU DAN
KELAS XI IPA 2 SMA PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh:
Anastasia Larasati Esti Utami (081424011)
PROGAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(5)
(6)
(7)
(8)
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Berbuatlah untuk hari ini sebagaimana tidak cukup waktumu untuk esok”
Kupersembahkan karya ini untuk
Bapak, Ibu, Mbak,
sahabat,
juga anak Indonesia
(9)
vi
ABSTRAK
Larasati Esti Utami, Anastasia: “Pengaruh Kemampuan Berbahasa, Kemampuan Matematis dan Penguasaan Konsep Fisika Terhadap Kemampuan Mengerjakan Soal Fisika Pada Bahasan Kinematika di Kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Sedayu dan Kelas XI IPA 2 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta”. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 2013.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemampuan berbahasa, kemampuan matematis, dan penguasaan konsep fisika, dalam kemampuan mengerjakan soal fisika. Serta untuk mengetahui efektifitas metode House Model dalam mengungkapkan kesulitan siswa terkait dengan kemampuan berbahasa, kemampuan matematis, dan penguasaan konsep.
Subyek penelitian adalah siswa kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Sedayu dan Kelas XI IPA 2 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta yang berjumlah 89 siswa. Data diperoleh melalui tes kemampuan bahasa Indonesia, tes matematika kemampuan dan tes kemampuan fisika menggunakan metode CRI (Certainty of Response Index) dan House Model (HM). Untuk mengetahui pengaruh kemampuan berbahasa, kemampuan matematis terhadap kemampuan mengerjakan soal fisika, digunakan teknik analisa regresi linear berganda. Untuk mengetahui pengaruh penguasaan konsep terhadap kemampuan mengerjakan soal, digunakan metode CRI. Untuk mengetahui efektifitas metode HM, digunakan ANOVA dengan tes Tukey perbandingan post Hoc.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila dilihat secara terpisah, kemampuan berbahasa dan kemampuan matematis tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap kemampuan mengerjakan soal fisika. Penguasaan konsep berpengaruh terhadap kemampuan mengerjakan soal fisika. Meskipun kemampuan berbahasa dan matematis tidak berpengaruh secara signifikan, namun tidak dapat diabaikan karena selain harus menguasai konsep, di dalam setiap tahap pengerjaan dibutuhkan keterampilan berbahasa atau matematis.
Metode House Model efektif untuk mengungkap kesulitan siswa. Namun, HM belum dapat memberikan jawaban yang akurat untuk mengidentifikasi apakah kesulitan tersebut disebabkan oleh lemahnya penguasaan konsep, lemahnya kemampuan bahasa atau lemahnya kemampuan matematis.
Kata kunci: kemampuan berbahasa, kemampuan matematis, penguasaan konsep, kemampuan mengerjakan soal fisika, metode House Model
(10)
vii
ABSTRACT
Larasati Esti Utami, Anastasia: The Influence of Language Abilities, Mathematical Abilities and Mastery of Physical Concept against the Ability of Doing Physics Exercises on the Subject of Kinematics in science class XI of Pangudi Luhur Sedayu SHS and science class XI 2 of Pangudi Luhur Yogyakarta SHS. Physics Education Study Program, Department of Mathematics and Natural Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, 2013.
The purpose of this research is to reveal the influence of language abilities, mathematical abilities and mastery of concept against the ability of doing physics exercises, and to find out the effectiveness of House Model methods in revealing
students’ difficulties related to language abilities, mathematical abilities and mastery of physical concept.
The subjects of the research were 89 students of science class XI of Pangudi Luhur Sedayu SHS and science class XI 2 of Pangudi Luhur Yogyakarta SHS. The data was obtained through Indonesian ability test, mathematical ability test and physical ability test using CRI (Certainty of Response Index) method and House Model (HM). The influence of language abilities and mathematical abilities against the ability of doing physics exercise, was analysed by using multiple linear regression analysis was applied. The influence of mastery of concept against the ability of doing physics was analysed by using CRI. The effectiveness of House Model methods was analysed by using ANOVA with a Tukey’s test for post hoc comparison.
The research result showed that if it was seen separately, language abilities and mathematical abilities did not significantly affect on the ability of doing physics exercises. Mastering physics concept affected students’ abilities of doing physics exercises. Although language abilities and mathematical abilities did not influence significantly, it can not be ignored as in addition, mastering concept, in every stage of the work it requires language abilities and mathematical abilities.
House Model methods are effective to reveal students’ difficulties. However,
HM has not been able to provide an accurate answer to indentify whether or not the difficulties are caused by weak mastery of concept, weak language abilities, or weak mathematical abilities.
Key words: language abilities, mathematical abilities, mastery of physical concept, difficulties of doing physics exercises, House Model method
(11)
(12)
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang dipuji dalam segala
nama, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Kemampuan Berbahasa, Kemampuan Matematis dan Penguasaan
Konsep Fisika Terhadap Kemampuan Mengerjakan Soal Fisika Pada Bahasan
Kinematika di Kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Sedayu dan Kelas XI IPA 2
SMA Pangudi Luhur Yogyakarta”, sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu.
Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika di Jurusan Pendidikan Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian
ini dapat diselesaikan berkat bantuan, dukungan, saran-saran dan gagasan-gagasan
dalam berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis dengan kerendahan hati
mengucapkan terima kasih pada:
1. Drs. T. Sarkim M.Ed, Ph.D., selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu, membimbing, memberikan saran serta menjadi
teman diskusi yang menyenangkan dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Drs. A. Atmadi, M.Si., selaku Kaprodi Pendidikan Fisika.
3. Dr. Paulus Suparno, M.S.T., SJ., selaku Dosen Pembimbing Akademik.
4. Ir.Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., yang telah meluangkan waktu untuk
mengajarkan analisa statistik serta memberikan saran yang luar biasa
(13)
x
5. Segenap Dosen dan Karyawan USD yang telah membantu.
6. Br. Agustinus Mujiya,S.Pd.,FIC, selaku Kepala Sekolah SMA Pangudi
Luhur Sedayu dan Drs. Br. Herman Yoseph,FIC, selaku Kepala Sekolah
SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, yang telah memberikan ijin sehingga
penulis dapat melaksanakan penelitian.
7. Fx. Purwonggo,S.Pd., selaku Guru Mata Pelajaran Fisika SMA Pangudi
Luhur Sedayu dan Herman Yosef Unggul Prasetyo,S.Pd., selaku Guru
Mata Pelajaran Fisika SMA Pagudi Luhur Yogyakarta, yang telah
memberikan banyak saran dan memberikan kesempatan untuk
melaksanakan penelitian.
8. Bapak Andreas Paena, yang sangat membantu dalam pembuatan
instrumen untuk mengukur kemampuan matematis.
9. Bapak Agustinus Budi Susanto,S.Pd, yang sangat membantu dalam
pembuatan instrumen untuk mengukur kemampuan berbahasa.
10.Drs. Yohanes Yosef Purwoko Agus S., selaku Guru Mata Pelajaran
Matematika SMA Pangudi Luhur Sedayu, Dra. Sri Purwaningsih, selaku
Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Andreas Mujiyono,S.Pd, selaku
Guru Mata Pelajaran Matematika SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, dan
Th. Sasi Ambarwati,S.Pd, selaku Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan
(14)
xi
11.Siswa-siswi kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Sedayu dan siswa-siswi
kelas XI IPA 2 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, selaku partisipan yang
mau bekerja sama dengan penulis selama penelitian berlangsung.
12.Bapak, Ibu, dan Mbak Putri, yang telah memberikan banyak cinta.
13.Astrid, Yeni, Siska, Berta dan Incez, yang memberi banyak masukan
dan menjadi tempat berkeluh kesah dan penyemangat luar biasa.
14.Mas Sri Pujangga, yang banyak memberi saran untuk menyiapkan
banyak “peluru” dalam skripsi ini.
15.Keluarga natas dan sahabat Code, yang memberikan pelajaran dan
inspirasi luar biasa kepada penulis.
16.Kak Dina, yang telah membantu penulis mengeja program SPSS, juga
teman-teman kos Wulandari lainnya yang terus memberikan semangat.
17.Deti yang sudah meluangkan waktu untuk membantu.
18.Teman-teman seangkatan dari Pendidikan Fisika juga beragam prodi
yang pernah berdinamika dengan penulis, dan orang-orang disetiap
perjumpaan, atas pacuan semangat yang diberikan.
19.Serta semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu
per satu.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi
perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari skripsi ini
jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang membangun untuk
penyempurnaan sangat diharapkan dan diterima penulis dengan senang hati.
(15)
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Masalah Penelitian ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Hipotesis ... 3
E. Batasan Masalah... 4
(16)
xiii
BAB II LANDASAN TEORI ... 6
A. Kemampuan Mengerjakan Soal Fisika ... 6
B. Pengaruh Kemampuan Berbahasa dan Matematis dalam Proses Mengerjakan Soal... 8
C. Pengaruh Penguasaan Konsep Fisika Terhadap Kemampuan Mengerjakan Soal Fisika ... ...12
D. Identifikasi Kesulitan Mengerjakan Soal Menggunakan House Model (HM) ... 15
E. Kinematika Dengan Analisis Vektor ... 18
BAB III METODOLOGI ... 25
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25
B. Desain Penelitian ... 25
C. Populasi dan Sampel ... 26
D. Instrumen Penelitian... 26
E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 28
BAB IV PEMBAHASAN ... 34
A. Pengaruh Kemampuan Berbahasa dan Matematis Terhadap Kemampuan Mengerjakan Soal Fisika ... 34
B. Pengaruh Penguasaan Konsep Fisika Terhadap Kemampuan Mengerjakan Soal Fisika ... ...41
1. Analisis pemahaman siswa tentang konsep analisis vektor pada gerak 1 dimensi melalui tes CRI ... ...43
2. Analisis pemahaman siswa tentang konsep analisis vektor pada gerak 2 dimensi melalui tes CRI ... ...47
C. Efektivitas Metode House Model dalam Mengungkap Kesulitan Siswa 51 D. Keterkaitan Kemampuan Berbahasa, Kemampuan Matematis, Penguasaan Konsep, dan Metode House Model ... 61
(17)
xiv
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63
A. Kesimpulan ... 63
B. Saran ... 65
(18)
xv
DAFTAR TABEL
Tabel III.1 Keyakinan jawaban siswa berdasarkan CRI ... 27
Tabel III.2 Krteria pengelompokan siswa berdasarkan CRI ... 27
Tabel III.3 Nilai validitas instrumen tes fisika ... 30
Tabel III.4 Nilai validitas instrumen tes bahasa Indonesia ... 30
Tabel III.5 Nilai validitas instrumen tes matematika ... 31
Tabel III.6 Nilai reliabilitas ... 33
Tabel IV.1 One-Sampel Kolmogorov-Smirnov test regresi ... 35
Tabel IV.2 Correlations regresi ... 36
Tabel IV.3 Model summary regresi ... 37
Tabel IV.4 Anova regresi ... 38
Tabel IV.5 Coefficienta regresi ... 38
Tabel IV.6 Interval skor pemahaman siswa ... 41
Tabel IV.7 Presentase skor tertinggi, terendah dan rata-rata ... 41
Tabel IV.8 Pemahaman siswa berdasarkan skala CRI ... 49
Tabel IV.9 Prosentase siswa yang memiliki pemahaman benar, kurang pemahaman, dan miskonsepsi ... 50
Tabel IV.10.a Test of homogenity of variances House Model nomor 1 ... 52
Tabel IV.10.b Test of homogenity of variances House Model nomor 2 ... 52
Tabel IV.11.a Anova House Model nomor 1 ... 53
(19)
xvi
Tabel IV.12.a Post hoc House Model nomor 1 ... 54
Tabel IV.12.b Post hoc House Model nomor 2 ... 55
Tabel IV.13.a Homogeneus subsets House Model nomor 1 ... 57
Tabel IV.13.b Homogeneus subsets House Model nomor 2 ... 58
Tabel IV.14 Rata-rata nilai House Model ... 58
Tabel IV.15.a Hubungan rata-rata nilai dan kelompok kesulitan nomor 1 ... 59
(20)
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tes Kemampuan Fisika dan CRI ... 67
Lampiran 2 Tes Kemampuan Bahasa Indonesia ... 70
Lampiran 3 Tes Kemampuan Matematika ... 80
Lampiran 4 Contoh Perhitungan Validitas Per Butir Soal ... 86
Lampiran 5 Contoh Perhitungan Reliabilitas ... 88
Lampiran 6 Kunci Jawab Tes Kemampuan Fisika dan CRI ... 91
Lampiran 7 Kunci Jawab Tes Kemampuan Bahasa Indonesia ... 99
Lampiran 8 Kunci Jawab Tes Kemampuan Matematika ... 101
Lampiran 9 Lembar Jawab Tes Kemampuan Fisika, Bahasa Indonesia dan Matematika ... 103
Lampiran 10 Contoh Jawaban Siswa ... 110
Lampiran 11 Skor, Skala CRI, Penentuan Paham-Kurang Paham-Miskonsepsi 117 Lampiran 12 Foto Penelitian ... 129
(21)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keterampilan mengerjakan soal menjadi suatu hal yang mendasar
ketika mempelajari fisika. Ada banyak faktor yang menjadikan siswa
terampil mengerjakan soal, diantaranya penguasaan konsep, kemampuan
matematis, kemampuan berbahasa, dan tingkat kognitif siswa.
Apabila salah satu faktornya tidak terpenuhi atau kurang akan sangat
berpengaruh terhadap kemampuan mengerjakan soal. Kemampuan
mengerjakan soal yang rendah adalah suatu hal yang fatal bagi siswa
fisika, karena akan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
Permasalahan ini berawal dari pengalaman lapangan yang dihadapi
penulis ketika mengajar siswa-siswa SMA Taman Madya Yogyakarta.
Penulis banyak menemukan siswa yang tidak mampu mengerjakan soal
fisika (ketika itu penulis mengajarkan materi kinematika dengan analisa
vektor). Banyak dijumpai siswa yang tidak mengerti apa yang diinginkan
oleh soal. Mayoritas siswa tidak dapat menemukan data-data yang
disajikan, dan permasalahan yang ditampilkan dalam soal cerita yang
diberikan. Kesulitan mereka tidak berhenti hingga di sini. Siswa kemudian
kesulitan untuk menentukan prinsip-prinsip fisika yang hendak digunakan
dalam penyelesaian soal. Perhitungan matematis pun turut andil dalam
(22)
ternyata juga ditemukan di SMA Pangudi Luhur Sedayu dan SMA
Pangudi Luhur Yogyakarta, tempat peneliti melakukan penelitian ini.
Melalui penelitiannya di tahun 2008, Taejin Byun dalam jurnalnya
Identifying Student Difficulty In Problem Solving Process Via The Frame
Work of the House Model (HM), menemukan suatu metode yang dapat
menjembatani guru dan siswa untuk dapat mengetahui dan memecahkan
kesulitan mengerjakan soal yang dihadapi oleh siswa. Metode yang
diperkenalkannya adalah House Model. House Model membagi pengerjaan
analisa siswa menjadi bagian-bagian tahapan dengan disertai tingkat
kesulitan pengerjaan. Tahapan-tahapan ini selain membantu siswa dalam
mengerjakan soal, juga mampu membantu guru dan siswa
mengidentifikasi kesulitan yang ditemui ketika mengerjakan soal. Seperti
yang telah disinggung sebelumnya, kesulitan mengerjakan soal fisika erat
kaitannya dengan penguasaan konsep fisika, kemampuan matematis, dan
kemampuan berbahasa.
Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui apakah kemampuan
berbahasa, kemampuan matematis, dan penguasaan konsep fisika, sungguh
mempengaruhi kemampuan mengerjakan soal? Peneliti juga ingin
mengetahui apakah metode House Model cukup efektif mengungkapkan
kesulitan siswa dalam mengerjakan soal terkait dengan kemampuan
berbahasa, kemampuan matematika, dan penguasaan konsep fisika, tanpa
(23)
B. Masalah Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
1. Apakah kemampuan berbahasa, kemampuan matematis, dan
penguasaan konsep fisika, sungguh mempengaruhi kemampuan
mengerjakan soal fisika?
2. Apakah metode House Model cukup efektif mengungkapkan kesulitan
mengerjakan soal fisika?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk:
1. Mengetahui pengaruh kemampuan berbahasa, kemampuan matematis,
dan penguasaan konsep fisika, dalam kemampuan mengerjakan soal
fisika.
2. Mengetahui efektifitas metode House Model dalam mengungkapkan
kesulitan siswa dalam mengerjakan soal fisika.
D. Hipotesis
Kemampuan berbahasa, kemampuan matematis dan penguasaan
konsep fisika sungguh mempengaruhi kemampuan mengerjakan soal
(24)
E. Batasan Masalah
1. Kemampuan berbahasa adalah kemampuan untuk menangkap inti
bacaan (kemampuan input) dan merumuskan kembali pengetahuan
yang telah didapatkan (kemampuan output).
2. Kemampuan matematis adalah kemampuan yang berkaitan dengan
kecermatan dan kecepatan penggunaan fungsi-fungsi hitung dasar, dan
mencakup inti berpikir matematis, yakni logika, angka, simbol, dan
bangun ruang.
3. Penguasaan konsep fisika adalah penguasaan tafsiran konsep ilmu
fisika.
4. Kemampuan mengerjakan soal fisika adalah kemampuan menemukan
jawaban dari persoalan fisika yang disajikan.
5. Metode House Model adalah metode yang membantu siswa dalam
mengerjakan soal fisika melalui tahapan-tahapan pengerjaan.
F. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, dan
bagi pembaca.
Bagi peneliti :
Menambah wawasan tentang penyebab kesulitan siswa dalam
(25)
Bagi pembaca :
1. Menjadi masukan agar juga memperhatikan kemampuan mengerjakan
soal Fisika, sebagai dasar dalam belajar Fisika yang sangat
berpengaruh terhadap prestasi siswa.
2 Menambah referensi tentang penyebab kesulitan siswa dalam
(26)
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kemampuan Mengerjakan Soal Fisika
Prestasi siswa dalam fisika dapat diwakilkan melalui nilai yang diraih
ketika mengerjakan soal fisika. Dalam mengerjakan soal fisika seorang
siswa dituntut untuk dapat memahami masalah yang disajikan.
Ada empat langkah untuk mengerjakan soal fisika yang ditawarkan
oleh Larnkin (Taejin Byun, 2008:1). Mendeskripsikan masalah menjadi
langkah awal yang harus dilalui siswa. Ketika masalah sudah
teridentifikasi, maka langkah selanjutnya yang harus dilalui adalah
merencanakan penyelesaiannya. Pemilihan cara, rumusan, teori, dan
hukum fisika yang akan digunakan terdapat pada langkah ini. Apabila
siswa sudah mengerti apa yang harus ia lakukan, maka langkah
selanjutnya adalah pengimplementasian rencana penyelesaian yang telah
disusun. Langkah terakhir adalah melakukan pengecekan terhadap
jawaban yang ditemukan.
Heller dalam jurnal Taejin Byun, memetakan langkah mengerjakan
soal menjadi lima. Sebelum mendeskripsikan masalah dalam bentuk fisika,
Heller mengajak untuk fokus terhadap permasalahan yang disajikan.
(27)
adalah fokus terhadap masalah, mendeskripsikannya ke dalam bentuk
fisika, merencanakan solusi untuk memecahkan masalah, melakukan
tindakan atas rencana yang telah petakan, dan mengevaluasi jawaban yang
telah diperoleh.
Dapat menyelesaikan soal fisika artinya dapat menemukan jawaban
dari persoalan yang disajikan. Agar dapat menemukan jawaban dengan
tepat maka perlu memahami persoalan fisika yang disajikan,
mengaplikasikan konsep dengan tepat, serta melakukan perhitungan
dengan cermat. Langkah-langkah yang diajukan Taejin Byun di atas
membantu siswa agar lebih mudah dalam proses mengerjakan soal fisika.
Ketika mengerjakan setiap langkahnya tentu dibutuhkan keterampilan,
baik terampil dalam memahami dan menginterpretasikan soal, terampil
mengaplikasikan konsep, maupun terampil dalam berhitung. Apabila
kurang terampil maka akan berpengaruh pada kemampuan mengerjakan
soal. Seperti yang dikatakan Benson Soong dalam jurnal Student’s Difficulties When Solving Physics Problem: Results from an ICT-infussed
Revision Intervention, bahwa kemampuan matematika yang lemah,
kesalahan membaca dan/ atau kesalahan menginterpretasikan serta
(28)
B. Pengaruh Kemampuan Berbahasa dan Matematis dalam Proses Mengerjakan Soal
Ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi siswa dalam
mengerjakan soal fisika, baik kognitif, psikologis, afektif, vitalitas fisik,
maupun lingkungan sekitar. Namun, penelitian ini hanya akan membahas
ranah kognitif siswa.
Audrey B. Champagne dalam jurnal Factors Influencing the Learning
of Classical Mechanics (1980:1), menyebutkan bahwa ada banyak sebab
yang memberikan kontribusi terhadap kesuksesan siswa dalam fisika. Dan
yang paling sering diselidiki keterlibatannya adalah kemampuan
matematis, tingkat perkembangan kognitif, proses kognitif tertentu, dan
persepsi.
Dalam sub bab ini kita akan membahas mengenai pengaruh
kemampuan berbahasa dan kemampuan matematis terhadap kemampuan
mengerjakan soal fisika.
1. Kemampuan Berbahasa
Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan
bahwa bahasa adalah sistem yang dipakai orang untuk melahirkan pikiran
dan perasaan. Berbahasa berarti memakai bahasa.
Menurut Winkel (1986 : 89), kemampuan bahasa adalah kemampuan
(29)
pemahaman yang dimiliki itu dalam bahasa yang baik,
sekurang-kurangnya bahasa tulis.
Oleh Sternberg (2008), kemampuan berbahasa dibagi menjadi dua
aspek fundamental yaitu pemahaman reseptif dan pendekodean input
bahasa, dan yang kedua ialah pengodean ekspresif dan produksi output
bahasa. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa pendekodean mengacu kepada
perolehan makna dari apa pun sistem acuan simbolis yang digunakan, atau
dengan kata lain kemampuan untuk memahami input bahasa. Sedangkan
pengodean melibatkan pentransformasian pikiran menjadi suatu bentuk
yang bisa diekspresikan sebagai output linguistik.
Maka, kemampuan berbahasa mutlak dikuasai siswa ketika
menghadapi soal fisika. Tentu saja, karena soal fisika tidak hanya berisi
angka dan simbol (coba kita bandingkan dengan soal matematika), tetapi
juga menyampaikan suatu runtutan peristiwa. Oleh karena itu, siswa
dituntut untuk dapat memahami kalimat dalam soal fisika (input)
kemudian merubahnya ke dalam model kalimat fisika (output).
2. Kemampuan Matematis
St. Suwarsono dalam perkuliahannya (handout mata kuliah Sejarah
Matematika 2011) memandang bahwa matematika memiliki tiga identitas,
yaitu matematika sebagai kumpulan metode untuk memecahkan masalah,
termasuk persoalan di berbagai bidang ilmu lain, misalnya fisika, kimia,
(30)
bangun-bangun yang berlandaskan pada logika; dan matematika sebagai
suatu bahasa yang dipandang sebagai suatu perangkat aturan dan lambang
yang dapat digunakan untuk berkomunikasi secara efektif dan efisien.
Beragam definisi kemampuan matematis yang diutarakan para ahli.
Menurut Thorndike (dalam Krutetskii, 1976 : 21), kemampuan matematis
berkaitan dengan kemampuan numerik yaitu kecermatan dan kecepatan
dalam penggunaan fungsi – fungsi hitung dasar. A.M. Blackwell (dalam Krutetskii, 1976 : 21) menyatakan kemampuan matematis adalah
kemampuan untuk menggunakan prinsip-prinsip umum pada kasus khusus
di bidang angka-angka, simbol-simbol dan bentuk geometri. D.M Lee
(dalam Krutetskii, 1976 : 22) menegaskan bahwa untuk berhasil dalam
matematika maka harus memiliki kemampuan untuk memahami
(menguasai) konsep-konsep dasar metematika dan dapat menggunakannya
dengan tepat.
V. Haecker dan T. Ziehen (dalam Krutetskii, 1976 :38) menyebutkan
bahwa inti dari berpikir matematika adalah logika, angka, simbol, dan
bangun ruang.
1) Komponen logika
Bentuk-bentuk dari konsep abstraksi.
Memahami, mengingat, dan secara mandiri menemukan
(31)
Memahami, mengingat, dan secara mandiri membuat
kesimpulan dan pembuktian berdasarkan aturan logika.
2) Komponen angka
Bentuk-bentuk dari konsep-konsep angka.
Memory angka-angka, cara penyelesaian angka.
3) Komponen simbol
Memahami simbol-simbol.
Mengingat simbol-simbol.
Mengoperasikan menggunakan simbol-simbol.
4) Komponen bangun dua dimensi
Memahami ilmu hitung bangun dua dimensi, bentuk-bentuk
bangun dua dimensi, dan persoalan-persoalannya.
Memory bentuk-bentuk bangun dua dimensi
(konsep-konsep bangun dua dimensi).
Abstraksi bangun dua dimensi (kemampuan untuk mengerti
ciri-ciri umum bangun ruang).
Menggabungkan bangun dua dimensi (memahami dan
secara mandiri menemukan hubungan dan relasi antara
(32)
C. Pengaruh Penguasaan Konsep Fisika Terhadap Kemampuan Mengerjakan Soal Fisika
Penguasaan konsep juga mempengaruhi kemampuan siswa dalam
mengerjakan soal. Ketidak-tahuan konsep serta ketidak-tepatan konsep
siswa berakibat buruk dalam proses mengerjakan soal. Hal ini
memungkinkan siswa salah atau bahkan mengosongkan jawabannya
karena tidak mengerti konsep fisika yang harus diterapkan dan bagaimana
konsep itu diterapkan dalam persoalan yang sedang dihadapinya.
Berg (1991:10) menyebutkan bahwa konsepsi merupakan tafsiran
perorangan dari suatu konsep ilmu. Dengan demikian, sangat
memungkinkan apabila tafsiran yang dihasilkan berbeda pada setiap orang.
Masih menurut Berg (1991:9), seringkali siswa hanya menghafalkan
definisi konsep tanpa mempelajari hubungan antar konsep. Hal ini yang
membuat konsep baru tidak dapat masuk ke dalam jaringan konsep yang
telah ada. Padahal, siswa telah mempelajari fisika sebelum berada di
dalam kelas melalui kejadian alam yang dilihatnya. Konsepsi yang
demikian disebut oleh Berg sebagai prakonsepsi (Berg, 1991:10).
Prakonsepsi yang tidak benar yang terus dibawa ke dalam setiap persoalan
fisika yang dihadapi akan menyebabkan miskonsepsi.
Paul Suparno (2005:4) menyatakan bahwa miskonsepsi atau salah
konsep menunjukkan pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang
(33)
Ternyata, konsep yang dihasilkan siswa tidak secanggih atau
sekompleks konsep dibangun oleh para ilmuwan. Apabila konsep siswa
merupakan konsep sederhana milik ilmuwan, maka belum dapat dikatakan
salah. Permasalahan kemudian timbul ketika konsep yang dibangun siswa
bertentangan dengan pengertian yang diterima ilmuwan. Berg (1991:10)
menyebutkan bahwa biasanya miskonsepsi menyangkut kesalahan siswa
dalam pemahaman hubungan antar konsep.
Banyak hal yang dapat menimbulkan miskonsepsi pada diri siswa.
Paul Suparno menyatakan siswa, guru atau pengajar, buku teks, konteks
dan cara mengajar dapat mempengaruhi timbulnya miskonsepsi.
Siswa dapat menimbulkan miskonsepsi atas dirinya sendiri. Menurut
Paul Suparno hal ini muncul karena konsep awal siswa yang didapat
sebelum siswa mengikuti pelajaran formal, asosiasi siswa terhadap
istilah-istilah sehari-hari, cara berpikir siswa yang memandang benda-benda dan
situasi secara manusiawi, penalaran mereka yang tidak lengkap atau salah
karena informasi yang didapat tidak lengkap, intuisi atau perasaan siswa
yang salah ketika mengungkapkan gagasan, tahap perkembangan kognitif
siswa yang tidak sesuai dengan bahan yang sedang digeluti, kemampuan
atau bakat siswa dalam pelajaran fisika, serta minat siswa terhadap fisika.
Miskonsepsi juga dapat terjadi karena kesalahan konsep yang
diajarkan guru atau pengajar. Menurut Paul Suparno (2005:42), guru yang
tidak menguasai bahan atau mengerti bahan fisika secara tidak benar, akan
(34)
Miskonsepsi juga dapat datang dari buku teks. Beberapa buku fisika
mempunyai kesalahan, misalnya dalam menganalisis gerak benda jatuh,
pengarang menemukan salah interpretasi. Yaitu “benda itu mempunyai
energy kinetik sebesar - ½ mv2 “. Mereka menjelaskan bahwa tanda negatif menunjukkan gerak benda ke arah bawah. (Iona dalam Paul
Suparno, 2005:45). Selain buku fisika, buku fiksi sains juga
mengesampingkan ketepatan konsep dengan membuat gagasan fisika
secara sederhana dan bahkan agak ekstrem.
Pengaruh selanjutnya, yang diungkapkan oleh Paul Suparno, adalah
konteks. Di dalamnya mencakup pengalaman siswa dalam kehidupan
sehari-hari, bahasa sehari-hari yang digunakan siswa yang sering rancu
dengan bahasa fisika, teman lain yang lebih dominan dan memberikan
miskonsepsi sehingga mempengaruhinya dalam membentuk
konsep-konsep, serta ajaran agama yang dianut siswa yang sering membuat
dinding batas perbedaan yang tinggi untuk menjelaskan permasalahan
sains.
Terakhir, yang dapat mempengaruhi timbulnya miskonsepsi adalah
cara mengajar. Cara mengajar guru yang monoton, yang hanya berisi
ceramah dan menulis, yang tidak memberikan ruang kepada siswa untuk
bertanya tentang keberadaan konsep-konsep yang telah dibangunnya,
berpeluang besar untuk menimbulkan miskonsepsi. Karena setiap anak
mempunyai bermacam-macam kecerdasan, maka untuk merangsang siswa
(35)
D. Identifikasi Kesulitan Mengerjakan Soal Menggunakan House Model (HM)
Ketika siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan persoalan
fisika, mereka membutuhkan bimbingan. Ketika berada di dalam ruang
kelas atau ketika kegiatan belajar formal di sekolah sedang berlangsung,
guru dapat memberikan bimbingan langsung. Lantas, bagaimana apabila
siswa belajar secara mandiri? Diperlukan suatu metode sebagai jalan
tengah yang dapat membantu siswa dalam memecahkan persoalan fisika.
House Model merupakan metode terbaru yang ditawarkan untuk
menyelesaikan permasalahan fisika. Menurut Taejin Byun (2008:2),
metode HM (House Model) memiliki tujuan untuk membantu siswa
menyelesaikan permasalahan-permasalahan, dan membantu guru dan
siswa untuk mengidentifikasi langkah pemecahan masalah fisika yang
menyulitkan siswa.
Metode HM menawarkan untuk memecahkan permasalahan mulai
dari :
1. Visualizing
Di dalam proses awal ini, siswa diminta untuk menggambarkan
peristiwa fisika yang terjadi. Semakin tepat dan lengkap peristiwa
yang digambarkannya maka akan semakin memudahkan dirinya untuk
proses analisa selanjutnya.
(36)
Selanjutnya, siswa diminta mendata peristiwa di dalam persoalan
fisika secara lengkap. Agar mempermudah dalam proses analisa
selanjutnya, data harus diterjemahkan ke dalam kalimat fisika.
3. Finding
Dalam proses ini siswa dituntut untuk mengerti apa yang dikehendaki
oleh soal. Siswa menuliskan apa yang menjadi permasalahan atau apa
yang harus dipecahkan.
4. Planning
Setelah proses membaca permasalahan telah dilalui, maka proses
analisa selanjutnya adalah merencanakan cara penyelesaian
permasalahan. Hendak menggunakan hukum, rumus, atau teori fisika
apa permasalahan itu diselesaikan.
5. Executing
Proses selanjutnya adalah mengeksekusi rencana yang telah dibuat
berdasarkan data-data dan gambaran peristiwa yang telah diperoleh.
Proses ini membutuhkan kemampuan matematis.
6. Checking
Apabila kesemua proses sudah dilakukan, maka proses terakhir yang
harus diselesaikan adalah meneliti kembali semua kegiatan analisa
yang dilalui. Dalam proses ini siswa diminta untuk menuliskan
(37)
Metode HM menyediakan tempat dalam setiap langkahnya untuk diisi
dengan angka tingkat kesulitan pengerjaan. Siswa dapat menuliskannya
dengan 0 hingga 3, sesuai dengan tingkat kesulitan yang ia rasakan.
Berikut adalah contoh pengerjaan soal fisika menggunakan model
analisa HM.
Taejin Byun, penggagas HM, sendiri telah melakukan analisa
mengenai tingkat kesulitan belajar siswa. Penelitian ia lakukan pada 24
(38)
National University pada Semester 1 tahun 2008. Kemudian Byun
menganalisanya menggunakan ANOVA. Didapati bahwa tahap planning
memiliki kesulitan yang lebih tinggi dari pada tiga tahap sebelumnya,
yaitu visualizing, knowing, dan finding. Sedangkan tahap executing
memiliki tingkat kesulitan yang tertinggi, lebih tinggi dari pada tahap
planning.
E. Kinematika Dengan Analisis Vektor
1. Besaran-besaran fisis dalam gerak lurus
Vektor posisi ⃗
Vektor posisi r menunjuk dari titik asal ke posisi partikel.
Untuk gerak pada bidang, vektor posisi dinyatakan sebagai
⃗ ⃗ ⃗ . Dalam selang waktu ∆t, vektor posisi berubah
dengan ⃗ , yang disebut sebagai perpindahan.
Vektor perpindahan ⃗ menunjuk dari posisi awal partikel ke posisi akhirnya.
⃗ ⃗⃗⃗⃗ ⃗⃗⃗⃗
Dalam bentuk komponen dapat ditulis
⃗ ⃗ ⃗ dengan dan
Kecepatan rata-rata
Kecepatan rata-rata adalah perubahan perpindahan dalam
selang waktu tertentu. Karena itu kecepatan rata-rata searah dengan
(39)
̅
Dalam bentuk komponen dapat ditulis :
̅ ̅̅̅ ⃗ ̅̅̅ ⃗ dengan ̅̅̅
dan ̅̅̅
Vektor kecepatan adalah kecepatan rata-rata untuk selang
waktu ∆t mendekati nol. Besar kecepatan adalah kelajuan dan arah
kecepatan adalah tangensial pada kurva yang dilalui partikel
̅ ̅
Dalam bentuk komponen dapat ditulis
⃗ ⃗ ⃗ dengan
dan
Jika komponen-komponen vektor kecepatan dan
diberikan, maka vektor posisi partikel ⃗ dapat ditentukan dengan cara integrasi.
⃗ ⃗ ⃗ dimana ∫ dan ∫ dan ⃗⃗⃗⃗ ⃗ ⃗ adalah vektor posisi awal partikel pada t = 0 .
Percepatan rata-rata
Percepatan rata-rata didefinisikan sebagai perubahan
kecepatan dalam tiap satuan waktu. Percepatan rata-rata searah
dengan vektor perubahan kecepatan
̅
Dalam bentuk komponen dapat ditulis
⃗ ̅̅̅ ⃗ ̅̅̅ ⃗ dengan ̅̅̅
dan ̅̅̅
(40)
Vektor percepatan adalah percepatan rata-rata untuk selang
waktu ∆t mendekati nol.
̅ ̅
Dalam bentuk komponen dapat ditulis
⃗ ⃗ ⃗ dengan
dan
Sebuah partikel dipercepat jika vektor kecepatan berubah
besar atau arahnya, atau berubah keduanya.
Jika komponen-komponen vektor percepatan dan
diberikan, maka vektor kecepatan v, dapat ditentukan dengan cara
integrasi :
⃗ ⃗ ⃗
dimana ∫ dan ∫
dan ⃗⃗⃗⃗⃗ ⃗ ⃗ adalah vektor kecepatan awal partikel pada t = 0.
2. Besaran-besaran fisis gerak melingkar
Kecepatan sudut rata-rata
Kecepatan sudut rata-rata ( ̅) adalah perpindahan sudut dalam selang waktu tertentu.
̅ Kecepatan sudut sesaat
(41)
Kecepatan sudut sesaat (ω) adalah kecepatan sudut rata-rata untuk selang waktu mendekati nol.
̅
Jika diberikan fungsi kecepatan sudut terhadap waktu
[ ] maka posisi sudut dapat ditentukan dengan integrasi, yaitu
∫ dimana adalah posisi sudut pada t = 0.
Percepatan sudut
Percepatan sudut (α) adalah turunan pertama dari fungsi
kecepatan sudut terhadap waktu atau turunan kedua dari fungsi
posisi sudut terhadap waktu.
Jika diberikan fungsi percepatan sudut terhadap waktu
maka kecepatan sudut dapat dihitung dengan integrasi :
∫ dengan adalah ω pada t = 0 3. Gerak parabola
⃗⃗⃗⃗⃗ R H
V0 V0y
V0x
0 x
(42)
Pada arah horizontal (x), posisi benda adalah :
Maka kecepatan pada arah x :
Pada arah vertikal (y), posisi benda adalah :
Maka kecepatan pada arah y :
Jika dilempar dengan kecepatan awal V0dan sudut elevasi α0 terhadap
arah horizontal, maka berlaku :
dan
Dengan demikian dapat dirumuskan persamaan parabola-nya :
Kecepatan sesaat parabola pada saat t ditentukan sebagai berikut :
(43)
Arah :
Syarat titik tetinggi yang dapat dicapai dalam gerak parabola adalah
Vy = 0. Oleh karena itu kecepatan V = Vx = V0x
adalah waktu untuk mencapai tinggi maksimum.
Tinggi maksimum yang dapat dicapai adalah :
Titik terjauh yang dapat dicapai dalam gerak parabola disebut titik
terjauh B. Syarat untuk mencapai titik terjauh adalah YH = 0.
Untuk mencapai titik terjauh, dibutuhkan waktu terbang, yakni waktu
yang digunakan sejak obyek ditemakkan hingga jatuh ke tanah.
Karena parabola bersifat simetrik, maka waktu terbang yang
dibutuhkan adalah 2 × waktu yang digunakan untuk mencapai tinggi
(44)
(45)
25
BAB III
METODOLOGI
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kelas XI IPA 1 dan kelas XI IPA 2 SMA
Pangudi Luhur Sedayu, serta kelas XI IPA 2 SMA Pangudi Luhur
Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 hingga Oktober 2012.
B. Desain Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh kemampuan berbahasa dan kemampuan
matematis penelitian menggunakan riset kuantitatif. Data yang diperoleh
kemudian diolah dengan metode statistik regresi linear berganda.
Kemampuan berbahasa dan kemampuan matematis sebagai variabel bebas
yang mempengaruhi kemampuan mengerjakan soal fisika. Nilai-nilai variabel
bebas didapatkan dari tes yang berkaitan dengan hal tersebut, begitu juga
untuk mengetahui kemampuan mengerjakan soal fisika.
Sedangkan untuk mengetahui pengaruh penguasaan konsep fisika
terhadap kemampuan mengerjakan soal fisika digunakan metode CRI
(46)
Untuk mengetahui seberapa efektif Metode House Model (HM) dalam
mengurai kesulitan siswa ketika mengerjakan soal, terkait dengan
kemampuan bahasa dan matematis, maka digunakan analisis statistik
ANOVA dengan tes Tukey perbandingan post Hoc.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 dan kelas
XI IPA 2 SMA Pangudi Luhur Sedayu, dan kelas XI IPA 2 SMA Pangudi
Luhur Yogyakarta. Untuk mengantisipasi sampel eror, maka sampel adalah
populasi itu sendiri.
D. Instrumen Penelitian
Ada 3 instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Tes
Kemampuan Fisika dan CRI (Certainty of Response Index) untuk menguji
kemampuan mengerjakan soal fisika dan untuk mengetahui penguasaan
konsep fisika siswa, Tes Kemampuan Berbahasa untuk menguji kemampuan
bahasa siswa, serta Tes Kemampuan Matematika untuk menguji kemampuan
matematis siswa.
1. Instrumen Penelitian Tes Kemampuan Fisika dan CRI
Terdapat dua tujuan dalam satu instrumen penelitian. Tes
kemampuan fisika untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa
dalam mengerjakan soal fisika. Tes CRI digunakan untuk mengetahui
(47)
siswa dalam menjawab soal menggunakan konsep/ pengetahuan atau
hanya menerka saja, maka untuk setiap item soal siswa diminta untuk
mengisi skala CRI dengan ketentuan sebagai berikut :
Tabel III.1. Keyakinan jawaban siswa berdasarkan CRI
Skala Keyakinan siswa 0 Jawaban sepenuhnya menerka
Kekurangan pengetahuan 1 Jawaban menerka dengan menimbang
pengetahuan yang dimiliki
2
Jawaban dengan menggunakan pengetahuan dan pikiran tetapi tidak yakin akan kebenaran jawaban
3
Jawaban dengan menggunakan pengetahuan dan pikiran dan yakin akan kebenaran jawaban
Memiliki pengetahuan 4
Jawaban dengan menggunakan pengetahuan dan pikiran dan sangat yakin akan kebenaran jawaban
5
Jawaban dengan menggunakan pengetahuan dan pikiran dan sangat yakin sekali akan kebenaran jawaban
(Asih, 2008:27)
Untuk mengetahui siswa yang memiliki pemahaman benar, siswa
yang mengalami kurang pemahaman, dan siswa yang mengalami
miskonsepsi digunakan ketentuan sebagai berikut:
Tabel III.2. Kriteria pengelompokan siswa berdasarkan CRI
Jawaban siswa Skala CRI rendah (<2,5) Skala CRI Tinggi (>2,5) Benar Kurang pemahaman Pemahaman benar
Salah Kurang pemahaman Miskonsepsi
(Asih, 2008:27)
Instrumen penelitian tes kemampuan fisika dan CRI dapat dilihat
pada Lampiran 1. Soal nomor 1.I a – 1.I.e, 1.II.a – 1.IIf dan soal nomor 2.a – 2.g digunakan untuk mengetahui penguasaan konsep fisika melalui
(48)
tes CRI sedangkan soal nomor 1.II.g dan 2.h digunakan untuk mengetahui
kemampuan mengerjakan soal fisika dengan bantuan metode House
Model.
2. Instrumen Penelitian Tes Kemampuan Berbahasa
Tes kemampuan berbahasa digunakan untuk menguji kemampuan
berbahasa siswa. Terkait dengan penelitian, maka setiap soalnya
digunakan untuk mengetahui pemahaman siswa dalam memahami input
bahasa serta mengekspresikan output bahasa. Terdapat 20 soal pemahaman
teks bahasa Indonesia (Lampiran 2).
3. Instrumen Penelitian Tes Kemampuan Matematika
Tes kemampuan matematika digunakan untuk mengetahui
kemampuan matematika siswa. Berkaitan dengan penelitian, maka
terdapat 22 soal matematika yang diujikan mencakup kemampuan
matematis yang harus dikuasai ketika siswa mengerjakan soal fisika
kinematika dengan analisis vektor; serta yang mencakup kerangka berpikir
matematika, yakni logika, angka, simbol, dan bangun (lampiran 3).
E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
1. Validitas Instrumen
Validitas menunjuk pada kesesuaian tujuan penelitian dengan suatu
(49)
penelitian valid, maka dilakukan validasi. Validasi seluruh instrumen
dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu konsultasi dengan
dosen dan guru mata pelajaran terkait, serta uji coba instrumen.
Instrumen diuji pada siswa kelas XII SMA Pangudi Luhur Sedayu
dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, dengan jumlah sampel pada uji
coba tes kemampuan fisika sebanyak 23 orang, jumlah sampel uji coba
tes kemampuan berbahasa sebanyak 32 orang dan jumlah sampel
ujicoba tes kemampuan matematika sebanyak 35.
Dalam penelitian ini digunakan validitas per butir soal atau
validitas item. Melalui validitas per butir soal dapat diketahui
butir-butir soal manakah yang baik atau butir-butir-butir-butir soal manakah yang jelek.
Pengertian umum untuk validitas item adalah demikian sebuah item
dikatan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor
total. Skor pada item menyebabkan skor total menjadi tinggi atau
rendah. Dengan kata lain dapat dikemukakan disini bahwa sebuah item
memiliki validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai
kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran ini dapat diartikan dengan
korelasi, sehingga untuk mengetahui validitas item digunakan rumus
korelasi product moment sebagai berikut:
∑ ∑ ∑
(50)
keterangan:
= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel
yang dikorelasikan.
(Arikunto, 2002)
Melalui perhitungan tersebut maka didapatkan nilai validitas untuk
masing-masing instrumen. Contoh perhitungan validitas per butir soal
dapat dilihat pada Lampiran 4. Berikut adalah nilai validitas per butir
soal beserta interpretasinya untuk masing-masing instrumen:
a. Instrumen test kemampuan fisika
Nomor Soal Nilai Validitas Interpretasi 1 0,89 Tinggi 2 0,45 Cukup Tabel III.3. Nilai validitas instrumen tes fisika
b. Instrumen test kemampuan berbahasa
Nomor Soal Nilai Validitas Interpretasi 1 -0,25 Sangat rendah 2 0,27 Rendah 3 -0,07 Sangat rendah 4 0,13 Sangat rendah 5 0 Sangat rendah 6 0,41 Cukup
7 0,35 Cukup
8 0,04 Sangat rendah 9 0,49 Cukup
10 0,30 Rendah 11 0,45 Cukup 12 0,37 Cukup
13 0,01 Sangat rendah 14 0,39 Cukup
15 0,58 Cukup 16 0,38 Cukup
17 -0,25 Sangat rendah 18 0,41 Cukup
(51)
20 0,06 Sangat rendah 21 -0,14 Sangat rendah 22 0,12 Sangat rendah 23 0,34 Rendah 24 -0,02 Sangat rendah 25 0,39 Cukup
26 -0,02 Sangat rendah 27 0,45 Cukup
28 0,45 Cukup
29 0,03 Sangat rendah 30 -0,13 Sangat rendah
Tabel III.4. Nilai validitas instrumen tes bahasa Indonesia
c. Instrumen test kemampuan matematika
Nomor Soal Nilai Validitas Interpretasi 1 --- --- 2 0,12 Sangat rendah 3 0,64 Tinggi
4 0,49 Cukup 5 0,57 Cukup 6 0,32 Rendah 7 0,61 Tinggi
8 0,03 Sangat rendah 9 0,36 Rendah 10 -0,05 Sangat rendah 11 0,39 Cukup
12 --- --- 13 --- --- 14 0,48 Cukup
15 0,18 Sangat rendah 16 0,32 Rendah 17 0,33 Rendah 18 0,36 Cukup 19 0,34 Rendah 20 0,11 Sangat rendah 21 0,41 Cukup
22 0,24 Rendah 23 0,45 Cukup 24 0,49 Cukup
25 0,16 Sangat rendah 26 -0,04 Sangat rendah 27 --- --- 28 -0,16 Sangat rendah 29 0,17 Sangat rendah
(52)
30 0,24 Rendah
Tabel III.5. Nilai validitas instrumen tes matematika
2. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas menunjuk pada level konsistensi internal dari alat ukur
sepanjang waktu (Suparno, 2010:69). Instrumen dapat dikatakan
reliabel bila mampu menunjukkan hasil yang diinginkan oleh peneliti.
Sebelum digunakan untuk mencari data penelitian, instrumen akan
diujikan pada suatu kelas terlebih dahulu. Instrumen yang tidak
reliabel tidak akan valid.
Reliabilitas instrumen kemudian dicari menggunakan rumus yang
dikemukan Kuder dan Richardson, yakni K-R 20 sebagai berikut:
∑
keterangan:
= reliabilitas tes secara keseluruhan
p = proporsi subyek yang menjawab item dengan benar
q = proporsi subyek yang menjawab item dengan salah
Σpq = jumlah hasil perkalian antara p dan q n = banyaknya item
S = standar deviasi dari tes
(Arikunto, 2002)
Melalui perhitungan tersebut maka didapatkan nilai reliabilitas
(53)
dilihat pada Lampiran 5. Berikut adalah nilai reliabilitas beserta
interpretasinya untuk masing-masing instrumen:
Tabel III.6. Nilai reliabilitas
No. Jenis Instrumen Nilai Reliabilitas Interpretasi 1 Test kemampuan fisika 0,46 Cukup 2 Test kemampuan
berbahasa
0,25 Rendah
3 Test kemampuan matematika
0,59 Cukup
Dari hasil validitas dan reliabilitas yang didapatkan, maka
diperlukan beberapa perbaikan dan penghilangan dibeberapa bagian
soal. Soal yang dilakukan perubahan maupun perbaikan adalah yang
memiliki angka validitas dibawah 0,35. Validasi instrumen tes yang
kedua kemudian dilakukan dengan melakukan konsultasi dengan
(54)
34
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengaruh Kemampuan Berbahasa dan Matematis Terhadap Kemampuan Mengerjakan Soal Fisika
Dalam penelitian yang melibatkan 89 siswa dari tiga kelas pada tingkat yang
sama, yakni kelas XI IPA, hanya 84 data yang digunakan untuk menganalisis
pengaruh kemampuan berbahasa dan matematis terhadap kemampuan
mengerjakan soal fisika. Hal ini dikarenakan beberapa siswa tidak mengikuti
secara lengkap tes kemampuan bahasa Indonesia, tes kemampuan matematika,
serta tes kemampuan fisika.
Setelah diperoleh nilai bahasa Indonesia, nilai matematika, dan nilai fisika,
data kemudian diolah menggunakan metode analisis statistik regresi linear
berganda, dengan H0 dan Ha sebagai berikut:
H0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara nilai bahasa Indonesia
dan nilai matematika terhadap nilai fisika
Ha : terdapat pengaruh yang signifikan antara nilai bahasa Indonesia dan
(55)
Untuk mengetahui apakah data regresi linear berganda merupakan data yang
baik, maka perlu dilakukan uji normalitas, uji heterokudatisitas, uji autokorelasi,
dan uji multikalinearitas.
Data regresi yang baik, merupakan data terdistribusi secara normal. Untuk
mengetahuinya, maka dilakukan uji normalitas dengan hasil sebagai berikut:
Tabel IV.1 One-sampel Kolmogorov-Smirnov test regresi
Unstandardized Residual
N 84
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation 10.45292042 Most Extreme Differences Absolute .134
Positive .134
Negative -.071
Kolmogorov-Smirnov Z 1.227
Asymp. Sig. (2-tailed) .099
a. Test distribution is Normal.
Berdasarkan tabel IV.1 didapatkan hasil uji normalitas yang baik karena
signifikansi sebesar 0,099 > 0,05. Dengan demikian data terdistribusi secara
normal dan merupakan data yang baik.
Data yang baik adalah yang tidak memiliki heterokudatisitas. Hasil uji
(56)
Tabel IV.2 Correlations regresi
Correlations
abs nilai_matematika nilai_bahasa Spearman's
rho
abs Correlation Coefficient 1.000 .192 .094
Sig. (2-tailed) . .080 .396
N 84 84 84
nilai_matema tika
Correlation Coefficient .192 1.000 .287**
Sig. (2-tailed) .080 . .008
N 84 84 84
nilai_bahasa Correlation Coefficient .094 .287** 1.000
Sig. (2-tailed) .396 .008 .
N 84 84 84
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Uji heterokudatisitas pada tabel IV.2 didapatkan hasil yang baik pula, karena
signifikansi absolut pada nilai matematika sebesar 0,080 > 0,05 dan signifikansi
absolut pada nilai bahasa sebesar 0,396 > 0,05. Dengan demikian tidak terdapat
heterokudatisitas pada data.
Uji yang selanjutnya dilakukan adalah autokorelasi. Data yang baik adalah
data yang tidak terjadi autokorelasi. Hasil uji autokorelasi yang diperoleh dapat
(57)
Tabel IV.3 Model summary regresi
Model Summaryb
Model 1
R .143a
R Square .021
Adjusted R Square -.004
Std. Error of the Estimate 10.58118 Change Statistics R Square Change .021
F Change .851
df1 2
df2 81
Sig. F Change .431
Durbin-Watson 1.654
a. Predictors: (Constant), nilai_matematika, nilai_bahasa b. Dependent Variable: nilai_fisika
Dari tabel IV.3 dapat diketahui nilai untuk Durbin Watson adalah 1,654.
Nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi autokorelasi, karena 1,654
berada pada rentang -2 ≤ n ≤ 2.
Berdasarkan tabel IV.3 pula dapat diketahui bahwa koefisien determinasi
sebesar 0,021. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kontribusi kedua variabel,
yakni nilai bahasa dan nilai matematika terhadap nilai fisika sangat kecil, yakni
hanya sebesar 2.1 %.
Setelah ditemukan pengaruh nilai bahasa dan nilai matematika terhadap
nilai fisika sangat kecil, kemudian akan diuji bagaimana signifikansi nilai bahasa
dan nilai matematika terhadap nilai fisika. Melalui tabel anova regresi akan
(58)
Tabel IV.4 Anova regresi
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 190.486 2 95.243 .851 .431a
Residual 9068.874 81 111.961
Total 9259.360 83
a. Predictors: (Constant), nilai_matematika, nilai_bahasa b. Dependent Variable: nilai_fisika
Dari tabel IV.4 diperoleh nilai F = 0,851 dengan nilai signifikansi sebesar
0,431 > 0,05. Dengan demikian H0 diterima, tidak terdapat pengaruh yang
signifikan antara nilai bahasa Indonesia dan nilai matematika terhadap nilai
fisika.
Untuk memenuhi syarat agar data merupakan data yang baik maka dilakukan
uji multikalinearitas yang ditampilkan dalam tabel coefficientsa regresi. Melalui
tabel coefficientsa regresi pula akan dilihat apakah nilai bahasa Indonesia
memiliki pengaruh terhadap nilai fisika, dan apakah nilai matematika memiliki
pengaruh terhadap nilai fisika.
Tabel IV.5 Coefficienta regresi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 11.693 7.333 1.595 .115
nilai_bahasa .114 .093 .139 1.226 .224 .938 1.066 nilai_matematika .012 .092 .014 .127 .899 .938 1.066 a. Dependent Variable:
(59)
Berdasarkan nilai Collinearity Statistics yang ditampilkan tabel IV.5
menunjukkan bahwa nilai VIF dan TOLERANCE adalah disekitar angka 1,
sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi merupakan persamaan
regresi yang baik.
Berdasarkan nilai Unstandardized Coefficients B yang terdapat pada tabel
IV.5, didapatkan:
Nilai konstanta sebesar 11,693 menyatakan bahwa jika tidak ada kedua
variabel bebas, maka nilai fisika sebesar 11,693.
Nilai koefisien sebesar 0,114 menunjukkan bahwa penambahan nilai bahasa
sebesar 1 akan meningkatkan nilai fisika sebesar 0,114.
Nilai koefisien sebesar 0,012 menunjukkan bahwa penambahan nilai
matematika sebesar 1 akan meningkatkan nilai fisika sebesar 0,012.
Pada tabel IV.5 nilai uji t menunjukkan tingkat signifikansi konstanta dan
variabel independen.
Signifikansi variabel konstanta sebesar 0,115 > 0,05, ini menunjukkan
bahwa konstanta tidak mempengaruhi secara signifikan dalam regresi ganda.
Signifikansi variabel nilai bahasa sebesar 0,224 > 0,05, ini menunjukkan
bahwa nilai bahasa tidak mempengaruhi secara signifikan dalam regresi
(60)
Signifikansi variabel nilai matematika sebesar 0,899 > 0,05, ini
menunjukkan bahwa nilai matematika tidak mempengaruhi secara signifikan
dalam regresi ganda.
Melalui analisa statistik, didapatkan bahwa nilai bahasa dan nilai matematika
tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap nilai fisika. Hal berarti bahwa
jika seorang mendapatkan nilai bahasa dan matematika yang baik, pada pelajaran
fisika ia belum tentu mendapatkan nilai yang baik pula. Seperti yang dikatakan
oleh Hudson and McIntire di dalam jurnal Champagne, bahwa kemampuan
matematis hanya satu dari banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan fisika,
dengan demikian tingginya nilai matematika bukan jaminan seseorang juga
sukses dalam fisika. (Champagne, 1980:1)
Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada hal lain yang mempengaruhi
kebisaan siswa dalam mengerjakan soal fisika. Seperti yang diungkapkan Winkel
(1983:43), bahwa ada banyak hal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa
diantaranya taraf inteligensi, kemampuan belajar, cara belajar, motivasi belajar,
sikap, perasaan, minat, kondisi psikis, kondisi akibat keadaan sosiokultural dan
kondisi fisik siswa, yang dipengaruhi oleh pihak siswa. Sedangkan pengaruh dari
luar pihak siswa adalah kurikulum pengajaran, disiplin sekolah, teacher
effectiveness, fasilitas belajar, pengelompokan siswa, sistem sosial, status sosial
siswa, interaksi guru dan siswa, keadaan politik-ekonomis, keadaan waktu dan
(61)
B. Pengaruh Penguasaan Konsep Fisika Terhadap Kemampuan Mengerjakan Soal Fisika
Miskonsepsi siswa pada suatu persoalan fisika dapat dideteksi menggunakan
metode CRI. Dari 88 sampel yang mengikuti tes CRI, dapat diketahui
pemahaman yang dimiliki siswa melalui tabel berikut.
Tabel IV.6 Interval skor pemahaman siswa
Interval skor (%)
Kualifikasi Pemahaman Siswa
Jumlah Siswa
Prosentase
87 – 100 Sangat Baik 3 3,41 71 – 86 Baik 6 6,82 56 – 70 Cukup 15 17,05 31 – 55 Kurang 46 52,27
≤ 30 Sangat Kurang 18 20,45 Prosentase skor dapat dicari menggunakan rumus berikut :
Pada data yang didapat juga diperoleh nilai prosentase skor rata-rata, nilai
prosentase skor tertinggi serta yang terendah yang diperoleh siswa, seperti pada
tabel berikut:
Tabel IV.7 Presentase skor tertinggi, terendah, dan rata-rata
Presentase Skor Data Tertinggi 96,55 Terendah 13,79 Rata-rata 45,61
Melalui tabel IV.6 dapat kita ketahui bahwa terdapat 3 siswa yang
(62)
baik dan 15 siswa yang kualifikasi pemahamannya cukup. Sedangkan siswa
dengan kualifikasi pemahaman kurang dan sangat kurang masih menempati porsi
yang tinggi, yakni sebanyak 64 orang dari 88 siswa, atau 72,73 %.
Banyaknya siswa yang kualifikasi pemahamannya kurang dan sangat kurang
ini sesuai dengan data yang terdapat pada tabel IV.7. Pada tabel disebutkan
bahwa skor rata-rata yang diperoleh siswa adalah 45,61. Angka ini menunjukkan
bahwa rata-rata siswa berada pada pemahaman yang kurang.
Untuk dapat mengetahui pada persoalan mana saja yang terdapat
kekurang-pahaman konsep, paham konsep, bahkan terjadi miskonsepsi maka kita akan
meninjau persoalan atau poin-poin soal satu persatu.
1. Analisis pemahaman siswa tentang konsep analisis vektor pada gerak 1 dimensi melalui tes CRI
Pada soal nomor 1.I.a siswa diminta untuk dapat menggambarkan vektor
kecepatan pada benda A. Sebagian besar siswa menjawabnya dengan benar,
yakni vektor kecepatan menuju arah kanan. Sebanyak 96,59 % siswa yang dapat
menjawabnya dengan benar. Namun cukup banyak juga siswa yang memberi
skala CRI rendah, yakni sebanyak 59,09 % yang memberikan skala CRI ≤ 2. Hal ini menunjukkan walaupun banyak siswa yang menjawabnya dengan benar,
namun cukup banyak pula yang tidak yakin bahwa jawabannya benar, yang
(63)
Soal nomor 1.I.b meminta siswa untuk dapat menggambarkan vektor
kecepatan pada benda B. Sebanyak 95,45 % siswa menjawabnya dengan benar,
yakni menggambarkan vektor ke arah kiri. Namun, seperti pada soal nomor 1.I.a
cukup banyak juga siswa yang memberi skala CRI rendah. Sebanyak 59,09 %
siswa yang memberikan skala CRI ≤ 2. Ini mengindikasikan bahwa sebanyak 59,09 % siswa tersebut kurang paham mengenai persoalan ini.
Pada nomor soal 1.I.c siswa diminta untuk dapat menyatakan kecepatan
benda A. Dalam situasi tersebut, besar kecepatan benda A sama dengan besar
kelajuannya, yaitu 5 m/s dengan arah gerak ke kanan. Sebanyak 70,45 % yang
dapat menjawabnya dengan benar. Sebanyak 44,32 % siswa yang memberikan
skala CRI ≤ 2, sehingga mengindikasikan mereka pada kurang pemahaman konsep, dan ada 1 siswa yang mengalami miskonsepsi.
Nomor soal 1.I.d meminta siswa untuk dapat menyatakan kecepatan benda
B. Besar kecepatan benda B sama dengan kelajuannya, yaitu 5 m/s dengan arah
gerak ke kiri. Atau biasa dituliskan dengan – 5 m/s. Pada soal ini sebanyak 92,04 % siswa menjawabnya dengan salah, dan hanya 7 orang atau 7,95 % saja yang
menjawabnya dengan benar. Sebanyak 67,04 % berada pada area kurang
pemahaman konsep, karena memberikan skala CRI ≤ 2. Sedangkan 29,54 % siswa mengalami miskonsepsi.
Pada soal 1.I.e siswa diminta untuk dapat menentukan waktu kedua benda
(64)
sempurna. Sisanya, sebanyak 39,77 % mengalami kesalahan hitung, 2,27 %
siswa hanya menyatakan posisi bertabrakan saja dan tidak mencari waktu
bertabrakan, sedang 22,73 % mengalami kesalahan dalam penggunaan rumus
fisika. Dengan melihat skala CRI yang diisi oleh siswa, maka sebanyak 23,86 %
siswa yang paham benar, 72,73 % yang kurang paham, dan 3,41% yang
mengalami miskonsepsi.
Seperti pada soal nomor 1.I.a, soal nomor 1.II.a. juga meminta siswa untuk
dapat menggambarkan vektor kecepatan pada benda A. Sebanyak 76,14 % siswa
dapat menjawabnya dengan benar, yakni menggambarnya dengan anak panah
menuju ke arah kanan secara horizontal, 3,41 % memberikan nilai vektor yang
keliru, sedangkan sebanyak 20,45 % menjawabnya dengan salah. Berdasarkan
skala CRI yang diberikan siswa, sebanyak 30,68 % yang paham pada konsep ini
dan 69,32 % yang kurang paham.
Pada soal nomor 1.II.b siswa juga diminta untuk menggambarkan vektor
kecepatan benda B. pada bagian ini sebanyak 70,45 % siswa yang dapat
menjawabnya dengan benar, yakni menggambarnya dengan anak panah menuju
kea rah kiri secara horizontal, 3,41 % memberikan nilai vektor yang keliru,
sedangkan 26,14 % yang menjawabnya salah. Jika kita lihat skala CRI yang
diberikan siswa, maka terdapat 28,41 % yang paham benar, 68,18 % yang kurang
paham, sedangkan 3,41 % yang mengalami miskonsepsi.
Soal nomor 1.II.c meminta siswa untuk dapat menentukan kecepatan benda
(65)
dengan benar, sedangkan 18,18 % siswa yang menjawab salah. Meski yang
menjawab dengan benar cukup banyak, namun cukup banyak pula yang kurang
paham, yaitu 75 % siswa. Sedangkan yang paham benar hanya 25 %.
Pada soal nomor 1.II.d siswa diminta untuk dapat menentukan kecepatan
benda B dari persamaan posisinya. Hanya 8,82 % siswa berhasil menjawabnya
dengan benar, sedangkan 93,18 % siswa yang menjawab salah. Kebanyakan
siswa keliru dalam penentuan arah kecepatan. Karena itu hanya ada 2 siswa atau
2,27 % yang paham benar. Sedangkan sebanyak 73,86 % siswa kurang paham,
dan 23,86 % siswa yang mengalami miskonsepsi.
Soal nomor 1.II.e meminta siswa untuk menentukan percepatan benda A dan
benda B. Hanya 2 orang siswa saja yang dapat menjawabnya dengan tepat.
Sebanyak 57,95 % siswa hanya dapat menentukan dengan benar percepatan
benda A. Sebanyak 12,5 % siswa hanya dapat menyatakan bahwa kedua benda
mengalami percepatan, namun tidak dapat menentukan berapa nilai percepatan
yang dialami benda A dan benda B. Sedangkan, sebanyak 27,27 % siswa
menjawabnya dengan salah. Apabila kita melihat skala CRI yang diberikan
siswa, maka tidak ada satu siswa pun yang paham benar. Sebanyak 96,59 %
kurang paham, dan 3,41 % mengalami miskonsepsi.
Pada soal nomor 1.II.f siswa diminta untuk dapat menjelaskan besar dan
gaya yang dialami oleh kedua benda ketika bergerak. Sebanyak 31,81 % yang
dapat menjawabnya dengan tepat, yakni kedua benda memiliki besar gaya yang
(66)
menjelaskan bahwa kedua benda memiliki besar gaya yang sama, dan mengalami
kesalahan pada penentuan arah gaya. Sebanyak 17,04 % hanya dapat menyatakan
bahwa kedua benda mengalami gaya, tanpa dapat menjelaskan tentang besar dan
arah gaya yang dialami kedua benda. Apabila kita lihat skala CRI yang diisi oleh
siswa, maka hanya ada 5 siswa atau 5,68 % saja yang paham benar mengenai
konsep ini. Sisanya, sebanyak 94,32 % mengalami kurang pemahaman konsep.
2. Analisis pemahaman siswa tentang konsep analisis vektor pada gerak 2 dimensi melalui tes CRI
Pada soal nomor 2.a siswa diminta untuk menjelaskan apakah kecepatan
bola dalam arah horizontal bernilai tetap. Sebanyak 39,77 % menjawabnya
dengan tepat. Sebanyak 6,82 % yang sepakat bahwa kecepatan bola dalam arah
horizontal bernilai tetap namun memberikan alasan yang salah. Sedangkan
sebanyak 52,27 % yang menjawabnya salah. Apabila kita melihat skala CRI yang
diisi oleh siswa ternyata hanaya 15,91 % yang paham benar. Sedangkan
sebanyak 75 % yang kurang paham, dan 9,09 % yang mengalami miskonsepsi.
Soal nomor 2.b meminta siswa untuk menjelaskan apakah kecepatan bola
dalam arah vertikal bernilai tetap. Sebanyak 45,45 % siswa dapat menjawab
dengan tepat. 32,95 % menyatakan bahwa kecepatan bola dalam arah vertikal
tidak bernilai tetap, namun tidak dapat menjelaskan alasannya. Sedangkan 21,59
(67)
siswa, sebanyak 73,86 % mengalami kurang pemahaman konsep dan 4,55% yang
mengalami miskonsepsi. Sedangkan yang paham benar hanya 21,59 %.
Pada soal nomor 2.c siswa diminta untuk menjelaskan apakah laju bola
dalam arah vertikal bernilai tetap. Sebanyak 25 % dapat menjawab dengan tepat,
14,77 % hanya dapat memberikan pernyataan bahwa laju dalam arah vertikal
tidak bernilai tetap, namun memberikan alasan yang salah, sedangkan 60,23 %
menjawab dengan salah. Apabila kita tilik pada skala CRI yang diberikan siswa,
ternyata sebanyak 79,55 % siswa kurang paham dengan konsep tersebut dan
10,23 % mengalami miskonsepsi. Sedangkan yang paham benar hanya 10,23 %.
Pada soal nomor 2.d siswa diminta untuk menjelaskan apakah laju bola
dalam arah horizontal bernilai tetap. Hanya sedikit siswa yang dapat
menjawabnya dengan tepat, yakni sebanyak 12,5 % saja. Sedangkan yang
memberikan pernyataan benar namun dengan alasan yang salah sebanyak 23,86
% dan 63,64 % yang menjawab salah. Jika kita melihat skala CRI yang diberikan
oleh siswa, ternyata sebanyak 85,23 % siswa yang mengalami kurang
pemahaman konsep dan 6,82 % mengalami miskonsepsi. Sedangkan yang paham
benar hanya 7,95 % saja.
Soal nomor 2.e meminta siswa untuk menggambarkan vektor kecepatan
yang dialami bola pada saat 1) tepat ketika ditendang, 2) berada di titik tertinggi,
dan 3) tepat ketika mencapai tanah. Dari ketiganya, prosentase siswa benar
terbanyak adalah ketika menggambarkan vektor kecepatan yang dialami bola
(68)
siswa menjawab benar, sedangkan 60,23 % menjawab salah. Ternyata, apabila
dilihat dari skala CRI yang diberikan siswa hanya 13,63 % saja yang paham
benar, sedangkan 68,18 % kurang paham dan 18,18 % mengalami miskonsepsi.
Kemudian, ketika diminta untuk menggambarkan vektor kecepatan bola
pada saat berada di titik tertinggi, hanya sebagian kecil saja siswa yang benar.
Hanya 19,32 % siswa yang menjawab benar, sisanya sebesar 79,54 % menjawab
salah. Jika dilihat dari skala CRI yang diberikan siswa, ternyata banyak siswa
yang kurang paham, yakni sebanyak 68,18 %, 20,45 % mengalami miskonsepsi,
sedangkan yang paham benar hanya sebesar 11,36 % saja.
Apabila saat menggambarkan vektor kecepatan bola tepat ketika bola
ditendang sebanyak 39,77 % menjawab benar, dan saat menggambarkan vektor
kecepatan bola ketika berada di titik tertinggi hanya 19,32 % yang dapat
menjawab dengan benar, maka pada soal nomor 2.e.3 yakni ketika siswa diminta
untuk menggambarkan vektor kecepatan bola pada saat tepat mencapai tanah
hanya 25 % siswa yang menjawab benar. Sebagian besar siswa, yakni sebanyak
75 % menjawab salah. Ternyata apabila kita perhatikan skala CRI yang diisi oleh
siswa, hanya 11,36 % siswa yang paham benar. Sebagian besar siswa, yakni
sebanyak 69,32 % kurang paham, sedangkan 19,32 % mengalami miskonsepsi.
Pada soal nomor 2.f siswa diminta untuk menjelaskan apakah kecepatan
ketika bola berada disisi puncak sama dengan nol. Sebanyak 32,95 % dapat
menjelaskan dengan tepat. 37,5 % hanya dapat menyatakan bahwa kecepatan
(69)
Sedangkan 28,41 % menjawabnya salah. Skala CRI menyebutkan bahwa hanya
sebanyak 13,63 % siswa yang paham benar, sedangkan sebagian besar, yakni
sebanyak 81,82 % kurang paham dan sebanyak 4,55 % mengalami miskonsepsi.
Soal nomor 2.g meminta siswa untuk dapat menjelaskan apakah kecepatan
yang dialami bola ketika berada di puncak sama dengan nol. Hanya sedikit siswa
yang dapat menjelaskannya dengan benar, yaitu sebanyak 9,09 % saja. Sedikit
pula siswa yang dapat memberikan pernyataan bahwa benda percepatan ketika
bola berada di puncak tidak sama dengan nol, walaupun dengan alasan yang
salah, yaitu 14,77 %. Sebagian besar siswa, yakni sebanyak 76,14 %
menjawabnya dengan salah. Ternyata pada skala CRI yang diisi oleh siswa, kita
hanya menjumpai 4,55 % siswa yang paham benar. Sebagian besar kurang
paham dengan konsep tersebut, yaitu sebanyak 85,23 %. Sedangkan yang
mengalami miskonsepsi sebanyak 10,23 %.
Tabel IV.8 Pemahaman siswa berdasarkan skala CRI
No.Soal
Jumlah siswa Pemahaman
Benar
Kurang
Pemahaman Miskonsepsi
1.I.a 36 52 0
1.I.b 36 52 0
1.I.c 28 39 1
1.I.d 3 59 26
1.I.e 21 64 3
1.II.a 27 61 0
1.II.b 25 60 3
1.II.c 22 66 0
1.II.d 2 65 21
(70)
1.II.f 5 83 0
2.a 14 66 8
2.b 19 65 4
2.c 9 70 9
2.d 7 75 6
2.e.1 12 60 16
2.e.2 10 60 18
2.e.3 10 61 17
2.f 12 72 4
2.g 4 75 9
Berdasarkan tabel IV.6 dapat kita lihat bahwa siswa dengan kualifikasi
pemahaman kurang dan sangat kurang masih menempati porsi yang tinggi, yakni
sebanyak 64 orang dari 88 siswa, atau 72,73 %. Dari tabel IV.7 dapat dilihat
bahwa skor rata-rata yang diperoleh siswa adalah 45,61 yang menunjukkan
bahwa rata-rata siswa berada pada pemahaman yang kurang. Hal tersebut
konsisten dengan skala CRI yang disajikan pada tabel IV.8 yang menunjukkan
bahwa sebagian besar siswa mengalami kurang pemahaman pada semua konsep.
Sedangkan yang mengalami pemahaman benar dan miskonsepsi jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan siswa yang mengalami kurang pemahaman.
Prosentase siswa yang memiliki pemahaman benar, kurang pemahaman dan
miskonsepsi disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel IV.9 Prosentase siswa yang memiliki pemahaman benar, kurang pemahaman dan miskonsepsi
No.Soal
Prosentase Jumlah siswa (%) Pemahaman
Benar
Kurang
Pemahaman Miskonsepsi
1.I.a 40,91 59,09 0
1.I.b 40,91 59,09 0
(71)
1.I.d 3,41 67,05 29,55 1.I.e 23,86 72,73 3,41 1.II.a 30,68 69,32 0 1.II.b 28,41 68,18 3,41
1.II.c 25 75 0
1.II.d 2,27 73,86 23,86
1.II.e 0 96,59 3,41
1.II.f 5,68 94,32 0
2.a 15,91 75 9,09
2.b 21,59 73,86 4,55
2.c 10,23 79,55 10,23
2.d 7,95 85,23 6,82
2.e.1 13,64 68,18 18,18 2.e.2 11,36 68,18 20,45 2.e.3 11,36 69,32 19,32
2.f 13,64 81,82 4,55
2.g 4,55 85,23 10,23
Melihat konsistensi dari data yang ditampilkan pada tabel IV.6, IV.7, dan
IV.8, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa miskonsepsi, kurang pemahaman dan
pemahaman benar berpengaruh pada skor fisika yang didapatkan siswa. Skor
rendah yang didapatkan siswa dipengaruhi oleh ketidak-pahaman dan
miskonsepsi pada persoalan yang bersangkutan. Dengan demikian penguasaan
konsep berpengaruh terhadap kemampuan siswa mengerjakan soal fisika.
C. Efektivitas Metode House Model dalam Mengungkapkan Kesulitan Siswa
Setelah mengetahui bagaimana pengaruh kemampuan berbahasa,
kemampuan matematis dan miskonsepsi terhadap kemampuan mengerjakan soal
fisika, maka pada bagian berikut akan dianalisa seberapa efektif metode House
(72)
pengaruh kemampuan berbahasa, kemampuan matematis dan miskonsepsi
terhadap kemampuan mengerjakan soal fisika.
Dengan analisis anova dengan tes Tukey perbandingan post hoc akan
diketahui pada tahapan manakah siswa merasa sulit.
H0 : mean dari masing-masing kelompok tahap pengerjaan adalah sama
Ha : terdapat mean dari dua atau lebih kelompok tahap pengerjaan tidak sama
Melalui tabel test of homogeneity of variances berikut ini akan diketahui
apakah setiap tahapan memiliki kesulitan yang berbeda.
Tabel IV.10.a Test of homogeneity of variances House Model nomor 1
Test of Homogeneity of Variances s_difficulty
Levene Statistic df1 df2 Sig.
15.954 4 195 .000
Tabel IV.10.b Test of homogenity of variances House Model nomor 2
Test of Homogeneity of Variances s_difficulty
Levene Statistic df1 df2 Sig.
11.924 4 205 .000
Melalui tabel IV.10 diketahui bahwa signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 untuk
kedua nomor soal. Hal ini berarti ada ketidaksamaan (heterogen) kesulitan pada
masing-masing kelompok tahap pengerjaan pada nomor soal 1.II.g dan nomor
(73)
Ketidaksamaan tingkat kesulitan pada masing-masing soal selanjutnya
dipertegas lewat tabel anova berikut:
Tabel IV.11.a Anova House Model nomor 1
ANOVA s_difficulty
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 26.270 4 6.568 6.483 .000
Within Groups 197.550 195 1.013
Total 223.820 199
Tabel IV.11.b Anova House Model nomor 2
ANOVA s_difficulty
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 30.067 4 7.517 7.244 .000
Within Groups 212.714 205 1.038
Total 242.781 209
Tabel IV.11 memperkuat bahwa terdapat ketidaksamaan kesulitan pada
masing-masing tahap pengerjaan. Hal ini karena pada soal nomor 1.II.g
signifikansi sebesar 0,000 < F hitung 6,483 dan pada soal nomor 2.h signifikansi
sebesar 0,000 < F hitung 7,244. Dengan demikian untuk kedua nomor soal, H0
ditolak dan Ha diterima.
Masing-masing tahapan memiliki perbedaan kesulitan. Tahapan mana saja
yang memiliki perbedaan tingkat kesulitan? Hal ini kemudian diungkap melalui
(1)
128
81 k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k
82 k k k k m k k k k k k p k k k k k k k k
83 p p k k k k k p m k k k k p k k k k k k
84 k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k
85 k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k
86 k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k
87 k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k
(2)
129
Lampiran 11
Foto Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(3)
130
(4)
131
Lampiran 12
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(5)
(6)
133