BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun setelah menguraikan pembahasan daripada permasalahan tersebut diatas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Pengaturan lembaga paksa badan dapat dilihat didalam Undang-Undang
Kepailitan dan PKPU, Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, Perma No. 1 Tahun 2000, Peraturan
Bersama Menteri Keuangan, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Menteri Hukum dan HAM No. 53PMK.062009,
KEP-030AJA032009, 4, M.HH-01.KU.03.01 Tahun 2009 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 336KMK012000 tentang Paksa Badan Dalam
Rangka Pengurusan Piutang Negara. Lembaga paksa badan merupakan perwujudan kembali lembaga penyanderaan gijzeling yang sempat
dibekukan oleh Mahkamah Agung karena dianggap bertentangan dengan hak- hak azasi manusia khususnya dalam lapangan hukum privat. Lembaga paksa
badan dibentuk dengan tujuan untuk menjamin terlaksananya proses kepailitan termasuk pembagian harta pailit dari debitur yang memiliki itikad
yang tidak baik untuk melunasi hutang-hutangnya. 2.
Keberadaan lembaga paksa badan dalam kepailitan dimaksudkan untuk melindungi kreditur dari debitur yang beritikad tidak baik Pelaksanaan paksa
badan telah diatur khususnya diperuntukkan bagi perkara-perkara kepailitan. Dan diatur didalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, namun secara
91
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaannya mengacu kepada Perma No. 1 Tahun 2000 dan Peraturan Bersama Menteri Keuangan, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dan Menteri Hukum dan HAM No. 53PMK.062009, KEP-030AJA032009, 4, M.HH-01.KU.03.01 Tahun 2009 , yang mengatur
lebih lanjut mengenai mengenai paksa badan.
3. Pelaksanaan lembaga paksa badan dalam pemenuhan kewajiban debitur pailit
sejak adanya Undang-Undang Kepailitan dan PKPU yang merupakan undang-undang yang mengatur kepailitan lebih sempurna sampai dengan
penelitian ini dilakukan, pelaksanaannya kurang dapat membuat debitur pailit memenuhi kewajiban untuk melunasi utang-utangnya kepada kreditur. Hal ini
dapat kita lihat sebagai ketidakefektifan lembaga paksa badan.
B. Saran