C. Efektifitas Lembaga Paksa Badan Dalam Penagihan Kewajiban Debitur Pailit
Tujuan diaturnya kepailitan dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU adalah pertama, menghindari perebutan harta debitur apabila dalam waktu yang
sama ada beberapa kreditur yang menagih piutangnya. Kedua, untuk menghindari adanya kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya
dengang cara menjual barang milik debitur tanpa memperhatikan kepentingan debitur atau para kreditur lainnya. Ketiga, mencegah agar debitur tidak melakukan
perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditur, atau debitur hanya menguntungkan kreditur tertentu. Keempat, memberikan
perlindungan kepada para kreditur konkuren untuk memperoleh hak mereka sehubungan dengan berlakunya asas jaminan. Dan kelima, memberikan
kesempatan kepada debitur dan kreditur untuk berunding membuat kesepakatan restrukturisasi hutang.
Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial untuk keluar dari persoalan utang piutang yang rnenghimpit seorang debitur, di mana
debitur tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar utang- utang tersebut kepada para krediturnya. Sehingga, bila keadaan ketidakmampuan
untuk membayar kewajiban yang telah jatuh tempo tersebut disadari oleh debitur. maka langkah untuk mengajukan permohonan penetapan status pailit terhadap
dirinya voluntary petition for self bankruptcy menjadi suatu langkah yang memungkinkan, atau penetapan status pailit oleh pengadilan terhadap debitur
tersebut bila kemudian ditemukan bukti bahwa debitur tersebut memang telah
Universitas Sumatera Utara
tidak mampu lagi membayar utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih involuntary petition for bankcruptcy.
54
Dalam menjalankan suatu usaha, termasuk dalam rangka pelaksanaan kewajiban ada 2 dua hal utama yang menyebabkan seseorang atau suatu badan
usaha tidak dapat menunaikan kewajibannya kepada pihak lain, atau mengarah kepada kondisi pailitbangkrut yaitu faktor kesengajaan ketidakmauan dan faktor
keterpaksaan ketidakmampuan.
55
Gijzeling atau lembaga paksa badan atau imprisonment for debt pada hakikatnya merupakan proses kriminalisasi terbatas. Peningkatan menjadi
kriminalisasi penuh untuk memenuhi asas legalitas dalam bentuk civil offence dapat dilakukan dengan menggabungkan persyaratan kriminalisasi yang bersifat
umum adanya korban, analisis biaya dan hasil, efektivitas penerapan, tidak bersifat ad hoc dan pembalasan semata-mata, fungsi subsidair hukum pidana dan
tidak menimbulkan kesan overcriminalization dengan standar yang berkembang Faktor ketidakmapuan berkaitan erat dengan
itikad debitur untuk menyelesaikan utangnya kepada kreditur. Persoalan ini dapat timbul karena adanya perbedaan pendapat dalam menafsirkan kesepakatan yang
tertuang dalam suatu perjanjian. Faktor ketidakmampuan lebih banyak terkait kepada keadaan di luar kemampuan debitur, seperti krisis moneter yang
berkepanjangan, bencana alam, faktor keamanan dan lain sebagainya. Untuk sebab ini, pihak debitur benar-benar kesulitan dalam menunaikan kewajibannya
kepada pihak kreditur.
54
Ricardo Simanjuntak, “Esensi Pembuktian Sederhana dalam Kepailitan” dalam Emmy Yuhassarie ed, Undang-Undang Kepailitan dan Perkembangannya. Jakarta: Pusat Pengkajian
Hukum, 2005, hal. 55-56.
55
Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cetakan I, 2001, hal.101.
Universitas Sumatera Utara
secara empiris adanya unsur fraud dan wilfully serta menggunakan acuan definisi economic crimes.
56
1. Meninggalkan tempat tinggalnya tanpa alasan dan izin Hakim Pengawas;
Sejak dikeluarkannya Perma tentang Lembaga Paksa Badan Juni 2000 hingga kini belum seorang pun debitur yang dikenai paksa badan. Oleh karena
belum dapat dibuktikan secara ilmiah tentang efektifitas penerapan lembaga paksa badan tersebut dalam rangka penagihan kewajiban debitur pailit dikarenakan
belum ada seorang debitur pun yang dikabulkan permohonan paksa badan kepada dirinya. Faktor kesulitan yang dihadapi untuk melaksanakan pemenuhan terhadap
permohonan paksa badan ini adalah belum tersedianya aturan yang jelas mengenai proses paksa badan ini. Misalnya siapa yang akan menanggung biaya terhadap
debitur yang dikenakan paksa badan. Selain itu juga ditentukan bahwa yang akan menjalankan eksekusi paksa badan tersebut adalah pihak Kejaksaan. Dalam hal
jaksa melaksanakan paksa badan terhadap debitur yang tidak kooperatif, belum diatur bagaimana prosedurnya. Hal ini yang menjadi pertimbangan tidak
dikabulkannya permohonan paksa badan yang diajukan oleh kurator atau kreditur. Selain itu, dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU juga memberi
peluang untuk tidak terlaksananya paksa badan. Undang-Undang Kepailitan dan PKPU hanya memerintahkan pelaksanaan paksa badan jika debitur pailit dengan
sengaja tanpa alasan sah:
2. Tidak hadir menghadap di muka Hakim Pengawas, Kurator atau panitia
kreditur untuk memberi keterangan jika dipanggil;
56
Muladi, Analisis gijzeling: dari sisi hukum pidana dan HAM.,
http:isjd.pdii.lipi.go.idindex.phpSearch.html?act=tampilid=34025idc=21, akses tanggal 30 Juli 2011 .
Universitas Sumatera Utara
3. Tidak hadir dalam rapat pencocokan piutang.
57
Dengan kata lain Undang-Undang Kepailitan hanya mengatakan bahwa paksa badan hanya dikenakan jika debitur meninggalkan tempat tinggalnya
dengan tanpa meminta izin dari hakim pengawas dan tidak menjadi permasalahan bila telah meminta izin hakim pengawas, kedua bila tidak hadir memberi
keterangan jika dipanggil dan ketiga tidak hadir dalam rapat pencocokan piutang. Permohonan paksa badan hanya dikabulkan berdasarkan Undang-Undang
Kepailitan tersebut hanya jika debitur tidak memenuhi syarat adminsitratif dan tidak kooperatif selama masa pengawasan hakim maupun kurator dan bukan
karena keengganan atau kesengajaan debitur untuk tidak melunasi hutang- hutangnya.
Faktor lainnya yang masih menjadi kendala adalah masih adanya pro kontra pelaksanaan paksa badan yang dianggap sebagai pengekangan hak azasi
manusia dikarenakan masalah kepailitan merupakan ranah hukum keperdataan. Meskipun beberapa sarjana juga bersepakat bahwa tindakan debitur yang sengaja
menunda atau menghindari kewajiban pembayaran hutang juga bisa dikategorikan pelanggaran HAM. Selain itu prasyarat bahwa hutang yang dimohonkan harus
berjumlah sekurtang-kurangnya Rp 1.000.000.000 Satu miliar rupiah atau lebih juga telah memperkecil golongan debitur yang dapat dikenakan paksa badan.
Menurut Undang-Undang Kepailitan dapat diartikan bahwa hanya benar-benar debitur kategori kelas kakap yang dapat dikenakan pelaksanaan paksa badan.
57
Pasal 97, 110 dan Pasal 121 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU No 37 Tahun 2004.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu dalam pelaksanaan paksa badan itu sendiri terdapat beberapa keistimewaan yang tentunya tidak akan menimbulkan efek jera bagai para debitur
yang bersikap tidak kooperatif tersebut, diantaranya adalah tidak dikenakan wajib kerja selama dalam Lembaga Pemasyarakatan Lapas atau Rumah Tahanan
Negara Rutan. Bahkan, bagi objek paksa badan yang telah melakukan pembayaran utang lebih dari 50 persen dari sisa utangnya dapat mengajukan
permohonan penangguhan paksa badan. Syaratnya, objek paksa badan harus membuat surat pernyataan kesanggupan untuk menyelesaikan sisa utang dalam
jangka waktu paling lama tiga bulan. Objek paksa badan juga bisa mendapat izin keluar LapasRutan.
Prosedurnya dengan mengajukan izin tertulis kepada Ketua Panitia Urusan Piutang Negara di tingkat cabang Ketua Cabang. Izin bisa diberikan untuk
keperluan antara lain melaksanakan ibadah di tempat ibadah, menghadiri sidang di pengadilan, mengikuti pemilu di tempat pemilu apabila di dalam LapasRutan
tidak ada Tempat Pemungutan Suara, dan menjalani pemeriksaan kesehatan atau pengobatan di rumah sakit, menghadiri pemakaman orang tua, suamiistri danatau
anak, danatau menjadi wali nikah pada pernikahan anakadik kandung. Izin ini dapat diberikan paling lama 2 x 24 jam, kecuali
objek paksa badan harus menjalami pengobatan secara rawat inap. Biaya-biaya untuk melaksanakan
kegiatan diizinkan tersebut ditanggung sendiri oleh objek pajak dan tidak dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN. Hak-hak
yang diberikan kepada objek paksa badan ini tentu bisa membuat iri hati narapidana lain. Sebab, ada perlakuan berbeda yang diberikan objek paksa badan
Universitas Sumatera Utara
buat penghutang uang negara dengan tahanan atau narapidana di dalam Rutan atau Lapas.
Istilah paksa badan atau sandera ini jika dikaitkan dengan konsep imprisonment for civil debts berarti merampas kebebasan atau kemerdekaan atau
menahan si berhutang bertentangan dengan kemauannya. Tujuannya mendesak atau menekan si berhutang melaksanakan pembayaran hutangnya. Adapun alasan
diberlakukannya kembali lembaga paksa badan atau sandera Perma No. 1 Tahun 2000 adalah dalam rangka menghadapi si berhutang yang tidak kooperatif.
Dalam hal ini, nilai perikemanusiaan harus dikaji dan diuji keseimbangannya dengan nilai kepentingan umum berdasarkan prinsip hak siapa yang lebih
diutamakan.
58
Menurut prinsip ini, kepentingan umum harus diutamakan atau diprioritas dari kepentingan individu. Dengan kata lain, menyelamatkan kepentingan umum,
jauh lebih tinggi nilai harganya daripada melindungi kepentingan seorang si berhutang ‘nakal’. Oleh karena itu, nilai kemanusiaan dan HAM tidak layak
dipergunakan sebagai tameng untuk melindungi si berhutang ‘nakal’ dari pertanggungjawaban hukum untuk membayar hutangnya.
59
58
Akhmad Fauzi Noor, Etika debt collector dalam dunia perbankan, http:banjarmasin.tribunnews.comreadartikel201141681866Etika-Debt-Collector-di-Dunia-
Perbankan,akses tanggal 22 Juni 2011.
59
Ibid,.
Namun yang perlu diperhatikan adalah upaya hukum lembaga paksa badan atau sandera untuk
memaksa si berhutang melunasi hutangnya sebagaimana yang diatur undang- undang hanya bisa dilakukan pejabat yang ditunjuk negara yaitu Pengadilan
Negeri melalui paniterajuru sita. Supaya pelaksanaan paksa badan dapat berjalan
Universitas Sumatera Utara
baik dan untuk menghindari perlawanan atau kemungkinan si berhutang tersebut melarikan diri Pengadilan Negeri melalui paniterajurus sita dapat meminta
bantuan alat negara, yaitu kepolisian.
60
Permasalahan lainnya dalam hal pelaksanaan paksa badan menurut Suharnoko, adalah masalah pembebanan kepada ahli waris. Menurutnya,
perikatan memang mengikat ahli waris seperti ditegaskan dalam KUHPerdata Pasal 1318. Namun apakah ketentuan pidananya mengenai kewajiban untuk
pelaksanaan paksa badan bisa diterima oleh ahli warisnya. Karena pidana itu sifatnya pribadi dan mengikat personal.
61
Selama diberlakukannya Undang-Undang Kepailitan dan PKPU yang juga mengatur mengenai paksa badan dan Perma No. 1 Tahun 2000 tentang Lembaga
Paksa Badan, belum ada permohonan gijzeling yang diajukan kreditur dikabulkan. Hal ini terjadi karena belum sempurnanya dan belum jelasnya peraturan dan
proses pelaksanaan dari paksa badan tersebut. Sebagai salah satu contoh mengapa masih ada ketidakjelasan mengenai peraturan dan pada proses pelaksaan paksa
badan, yaitu pada Perma No. 1 Tahun 2000 dijelaskan adanya batasan bagi debitur yang dapat dikenakan paksa badan yaitu debitur yang mempunyai hutang
sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000.000,- satu miliar rupiah dan tidak beritikad baik untuk memenuhi kewajibannya, sedangkan pada Undang-Undang Kepailitan
dan PKPU tidak ada dijelaskan mengenai batasan nominal hutang si debitur ”nakal” yang dapat dikenakan paksa badan. Sehingga masih tidak jelas ketentuan
mana yang dijadikan pedoman untuk melakukan proses paksa badan.
60
Ibid,.
61
Ibid,.
Universitas Sumatera Utara
Belum adanya permohonan gijzeling yang dikabulkan untuk mengenakan paksa badan bagi debitur yang bersifat tidak kooperatif membuktikan bahwa
lembaga paksa badan dalam penagihan kewajiban debitur pailit tidak efektif karena belum sempurna dan belum jelasnya peraturan-peraturan mengenai proses
pelaksanaan lembaga paksa badan tersebut. Ketidakefektifan lembaga paksa badan dalam penagihan kewajiban debitur
pailit disebabkan oleh belum ada peraturan secara sempurna yang mengatur tentang pelaksanaannya, belum dibuatnya peraturan khusus mengenai pelaksanaan
dari lembaga paksa badan tersebut, maka lembaga paksa badan tersebut belum efektif dalam penagihan kewajiban debitur pailit.
62
62
Yan Apul, SH., Seminar Kepailitan: Efektifitas Undang-Undang Kepailitan Dalam Restrukturasi dan Penyelesaian Utang Piutang Para Pelaku Bisnis, Medan, Rabu 9 Nopember
2011
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan