Keaslian Penulisan Tinjauan Kepustakaan

a. Memberikan pengertian dan pendalaman lebih luas kepada masyarakat tentang pengertian dari lembaga paksa badan dan hukum kepailitan termasuk aspek-aspek hukumnya b. Memberikan gambaran umum dalam kaitan dengan manfaatnya secara praktis tentang keberadaan, tata cara pengajuan dan pelaksanaan lembaga paksa badan di Indonesia c. Menumbuhkan sikap kritis dari masyarakat akan keberadaan lembaga paksa badan dan efektifitas lembaga paksa badan dalam penyelesaian masalah kepailitan di Indonesia. 2. Manfaat Praktis Manfaat penelitian lainnya secara praktis diharapkan dapat menjadi rujukan ataupun referensi bagi para praktisi hukum maupun praktisi perbankan dalam hal menjadi rujukan dalam proses penyelesaian kewajiban pembayaran utang melalui lembaga paksa badan. Manfaat praktis lainnya juga dapat sebagai informasi bagi masyarakat yang ingin mengetahui tentang syarat-syarat pengajuan lembaga paksa badan di Indonesia termasuk penyelesaian masalah kepailitan.

D. Keaslian Penulisan

Adapun penulisan skripsi ini adalah murni hasil karya ilmiah penulis sendiri yang belum pernah dipublikasikan dimanapun juga, meskipun terdapat beberapa karya tulisan lain yang hampir serupa memuat permasalahan kepailitan. Oleh karena itu skripsi ini adalah asli dan apabila ditemukan karya ilmiah lainnya Universitas Sumatera Utara yang memiliki kesamaan satu sama lainnya maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan Kepustakaan atau kepustakaan studi adalah suatu studi terdahulu yang berkenaan atau memiliki hubungan dengan topik yang ada secara relevan dengan menggunakan berbagai literatur atau bacaan dalam studinya. Adapun tinjauan kepustakaan ini mempunyai beberapa tujuan yaitu: 8 1. Memberitahu khalayakpembaca tentang studi-studi atau penelitian terkait berkenaan dengan studi topik yang sedang dilaporkan. 2. Menghubungkan suatu studi dengan dialog yang lebih luas dan berkesinambungan tentang suatu topik dalam pustaka yang diperuntukkan untuk mengisi kekurangan dan memperluas studi-studi sebelumnya. 3. Memberikan kerangka bagi suatu studi dalam pembahasan ataupun penjelasannya secara ilmiah. 4. Sebagai landasan untuk membandingkan suatu studi dengan temuan-temuan lain. Adapun kini yang menjadi kerangka studi atau tinjauan kepustakaan tentang karya ilmiah Analisis Yuridis Keberadaan Lembaga Paksa Badan dalam Kepailitan ini terbagi dalam 2 sub bagian yaitu: 1. Pengertian Lembaga Paksa Badan 8 Achmad Djunaedi dalam karya ilmiah Penulisan, http:www.mpkd.ugm.ac.idweblamahomepageadjsupportmaterimetlit-ia05-metlit-tinjauan- pustaka.pdf , akses tangal 06 Mei 2011. Universitas Sumatera Utara Pengertian lembaga paksa badan dalam peraturan perundang-undangan dijumpai dalam Pasal 1 huruf a Perma No. 1 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa Paksa Badan adalah upaya paksa tidak langsung dengan memasukkan seseorang debitur yang beritikad baik ke dalam Rumah Tahanan Negara yang ditetapkan oleh Pengadilan, untuk memaksa yang bersangkutan memenuhi kewajibannya. Paksa badan Lifsdwang adalah upaya penagihan dalam rangka penyelamatan uang negara dengan cara pengekangan kebebasan untuk sementara waktu disuatu tempat tertentu terhadap debitur yang tergolong mampu namun tidak beritikad baik. 9 Lembaga paksa badan oleh berbagai peraturan perundang-undangan diartikan bermacam-macam. Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa mengartikan paksa badan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya ditempat tertentu, undang-undang ini. 10 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 336KMK012000 Tentang Paksa Badan Dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara mengartikan paksa badan lifsdwang sebagai upaya penagihan dalam rangka menyelamatkan uang negara dengan cara pengekangan kebebasan untuk sementara waktu di suatu tempat tertentu, terhadap debitur yang tergolong mampu namun beritikad tidak baik Pasal 1 angka 9 Keputusan Menteri Keuangan No. 336KMK012000 Tentang Paksa Badan Dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara jelas dalam keputusan 9 Andryawal Simanjuntak, GizelingLembaga Paksa Badan, http:andryawal.blogspot.com201007gizeling-lembaga-paksa-badan.html, akses tanggal 28 Juli 2011. 10 Republik Indonesia, Udang-Undang No.19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Pasal 1 angka 21. Universitas Sumatera Utara menteri ini penyanderaan dikaitkan dengan upaya untuk memperoleh pemenuhan utang pajak oleh wajib pajak atau penanggung pajak. Penyanderaan menurut keputusan menteri ini merupakan salah satu upaya paksa dan merupakan upaya terakhir dalam penagihan dengan surat paksa agar wajib pajak atau penanggung pajak melunasi utang pajaknya. Penyanderaan ini merupakan salah satu penagihan pajak yang wujudnya berupa pengekangan sementara waktu terhadap kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya pada tempat tertentu penyanderaan tidak dilaksanakan sewenang-wenang dan juga tidak bertentangan dengan rasa keadilan bersama. maka diberikan syarat-syarat tertentu, baik syarat yang bersifat kuantitatif yakni harus memenuhi utang pajak dalam jumlah tertentu, maupun syarat yang bersifat kualitatif, yakni diragukan itikad baik penanggung pajak. Indikasi itikad tidak baik tersebut antara lain penanggung pajak diduga menyembunyikan harta kekayaannya sehingga tidak ada atau tidak cukup barang yang disita untuk jaminan pelunasan utang- utang pajak, atau terdapat d ugaan yang kuat bahwa penanggung pajak akan melarikan diri Pasal 3 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1998 tentang Penyanderaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. 2. Pengertian Kepailitan Kata pailit berasal dari bahasa Prancis failite yang berarti kemacetan pembayaran. Secara tata bahasa, kepailitan berarti berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit. Menurut Imran Nating, kepailitan diartikan sebagai suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk Universitas Sumatera Utara membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. 11 Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah. Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan pailit adalah seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt, dan yang aktivitasnya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar hutang-hutangnya. 12 Dalam hal terjadi kepailitan, yaitu debitur tidak dapat membayar utangnya, maka jika debitur tersebut hanya memiliki satu orang kreditur dan debitur tidak mau membayar utangnya secara sukarela, maka kreditur dapat menggugat debitur ke Pengadilan Negeri dan seluruh harta debitur menjadi sumber pelunasan utangnya kepada kreditur. Namun, dalam hal debitur memiliki lebih dari satu kreditur dan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk melunasi semua utang kepada para kreditur, maka akan timbul persoalan dimana para kreditur akan berlomba-lomba dengan segala macam cara untuk mendapatkan pelunasan piutangnya terlebih dahulu. Kreditur yang belakangan datang kemungkinan sudah tidak mendapatkan lagi pembayaran karena harta debitur sudah habis. Kondisi ini tentu sangat tidak adil dan merugikan kreditur yang tidak menerima pelunasan. Karena alasan itulah, muncul lembaga kepailitan dalam hukum 13 11 Imran Nating, Peranan Kurator dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Jakarta: Raja Grafindo. 2004, hal. 2. 12 Tanpa Nama, Hukum Kepailitan, http: clickgtg. wordpress.com 20080702hukum- kepailitan-di-indonesia , akses tanggal 2 Juli 2011. 13 Dadang Sukandar, Kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, http:dadangsukandar.wordpress.com2010080280, akses tanggal 12 Agustus 2011. . Universitas Sumatera Utara Lembaga hukum kepailitan muncul untuk mengatur tata cara yang adil mengenai pembayaran tagihan-tagihan para kreditur dengan berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata, terutama Pasal 1131 dan 1132 tentang piutang-piutang yang diistimewakan, maupun Undang-undang Kepailitan dan PKPU. Pasal 1131 KUHPerdata: “Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan perorangan debitur itu.” Pasal 1132 KUHPerdata: “Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya; hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.” Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Kepailitan dan PKPU, mengatur bahwa: “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya”. Sebelum dibentuknya Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, undang- undang yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, Namun ternyata Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan juga ada kelemahan Universitas Sumatera Utara sehingga perlu dibentuk undang-undang baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan hukum masyarakat maka diundangkanlah Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Undang-Undang Kepailitan dan PKPU yang pada tanggal 18 Oktober 2004, dengan didasarkan pada pasal 307 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU tersebut maka Undang-Undang Kepailitan yang lama dicabut dan dinyatakan tidak berlaku: Pada saat undang-undang tersebut mulai berlaku, Undang-Undang tentang Kepailitan Faillissementsverordening Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan menjadi Undang-Undang Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3778, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 14 Menurut pasal 2 ayat 1 Undang-undang Kepailitan dan PKPU di atas, supaya pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata berlaku sebagai jaminan pelunasan utang kreditur, maka pernyataan pailit tersebut harus dilakukan dengan putusan pengadilan yang terlebih dahulu dimohonkan kepada Pengadilan Niaga. Menurut Gunawan Widjaja, maksud dari permohonan dan putusan pailit tersebut kepada 14 Disriani, Hukum Kepailitan, http:disriani.multiply.comjournal, akses tanggal 20 Juli 2011. Universitas Sumatera Utara pengadilan adalah untuk memenuhi asas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar debitur. 15 a. Debitur mempunyai dua atau lebih kreditur Asas tersebut dimaksudkan untuk memberitahukan kepada khalayak umum bahwa debitur dalam keadaan tidak mampu membayar, dan hal tersebut memberi kesempatan kepada kreditur lain yang berkepentingan untuk melakukan tindakan. Dengan demikian, dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dikabulkannya suatu pernyataan pailit jika dapat terpenuhinya persyaratan kepailitan sebagai berikut: Untuk melaksanakan Pasal 1132 KUHPerdata yang merupakan jaminan pemenuhan pelunasan utang kepada para kreditur, maka Pasal 1 ayat 1 Undang- Undang Kepailitan dan PKPU mensyaratkan adanya dua atau lebih kreditur. Syarat ini ditujukan agar harta kekayaan debitur pailit dapat diajukan sebagai jaminan pelunasan piutang semua kreditur, sehingga semua kreditur memperoleh pelunasannya secara adil. Adil berarti harta kekayaan tersebut harus dibagi secara Pari passu dan Prorata 16 15 Dadang Sukandar, Hukum Kepailitan, http: dadangsukandar.wordpress.com2010080280, akses tanggal 15Juli 2011. 16 Prinsip ini terdiri dari istilah pari passu yaitu bersama-sama memperoleh pelunasan tanpa ada yang didahulukan, dan pro rata parte proporsional yaitu dihitung berdasarkan pada besarnya piutang masing-masing dibandingkan terhadap piutang mereka secara keseluruhan terhadap seluruh harta kekayaan debitor. http:diaz_fhuns.staff.uns.ac.idfiles201007prinsip- prinsip-hukum-kepailitan.pdf., akses tanggal 30 Juli 2011. . Pari Passu berarti harta kekayaan debitur dibagikan secara bersama-sama diantara para kreditur, sedangkan Prorata berarti pembagian tersebut besarnya sesuai dengan imbangan piutang masing-masing kreditur terhadap utang debitur secara keseluruhan. Universitas Sumatera Utara Dengan dinyatakannya pailit seorang debitur, sesuai Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan ke dalam kepailitan. Terhitung sejak tanggal putusan pengadilan, pengadilan melakukan penyitaan umum atas seluruh harta kekayaan debitur \pailit, yang selanjutnya akan dilakukan pengurusan oleh kurator yang diawasi Hakim Pengawas. Dan bila dikaitkan dengan pasal 1381 KUHPerdata tentang hapusnya perikatan, maka hubungan hukum utang-piutang antara debitur dan kreditur itu hapus dengan dilakukannya “pembayaran” utang melalui lembaga kepailitan. b. Debitur tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Gugatan pailit dapat diajukan apabila debitur tidak melunasi utangnya kepada minimal satu orang kreditur yang telah jatuh tempo, yaitu pada waktu yang telah ditentukan sesuai dalam perikatannya. Dalam perjanjian, umumnya disebutkan perihal kapan suatu kewajiban itu harus dilaksanakan. Namun dalam hal tidak disebutkannya suatu waktu pelaksanaan kewajiban, maka hal tersebut bukan berarti tidak dapat ditentukannya suatu waktu tertentu. Pasal 1238 KUHPerdata tentang perikatan-perikatan untuk memberikan sesuatu mengatur sebagai berikut: “Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.” Universitas Sumatera Utara Berdasarkan pasal tersebut, mengenai utang yang jatuh waktu dan dapat ditagih adalah ketika debitur melakukan kelalaian dalam perjanjian, dan berdasarkan ketepatan waktu kelalaian tersebut dapat dibedakan atas: 1 Dalam hal terdapat ketetapan waktu dalam perjanjian Jika dalam perjanjian telah ditetapkan suatu waktu tertentu tentang kapan debitur harus melaksanakan kewajibannya melunasi utang, maka dengan lewatnya jangka waktu tersebut dan debitur tidak melaksanakan kewajiban utangnya, debitur sudah dapat dianggap lalai. Mulai sejak saat itu debitur dianggap lalai karena tidak melaksanakan kewajibannya, dan sejak saat itu pula muncul hak kreditur untuk melakukan penagihan pelunasan utang melalui lembaga kepailitan. 2 Dalam hal tidak terdapat ketetapan waktu dalam perjanjian Kepailitan, pada mulanya diatur dalam Failliessement Verordening, Staatsblad 1905-217 juncto 1906-348, namun peraturan tersebut sudah tidak mampu lagi memenuhi tuntutan perkembangan yang terjadi di bidang perekonomian terutama dalam menyelesaikan masalah utang-piutang dikarenakan memiliki beberapa kelemahan. Adapun kelemahan yang terdapat dalam Failliessement verordening tersebut adalah. 17 17 Sunarmi, Op Cit, hal. 11. : a Tidak jelasnya batasan waktu time frame yang diberikan dalam menyelesaikan kasus kepailitan sehingga akibatnya untuk menyelesaikan sebuah kasus kepailitan dibutuhkan waktu yang sangat lama Universitas Sumatera Utara b Jangka waktu untuk menyelesaikan utang melalui mekanisme Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU juga butuh waktu yang sangat lama yaitu sekitar 18 bulan c Apabila pengadilan menolak PKPU, pengadilan tersebut tidak diwajibkan untuk menetapkan debitur dalam keadaan pailit d Kedudukan kreditor masih dianggap lemah. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan dan penyempurnaan terhadap peraturan Faillissement Verordening tersebut dengan ditetapkannya Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan pada tanggal 22 April 1998 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Undang-Undang Kepailitan pada tanggal 9 September 1998, dengan berlakunya ini berarti pemerintah telah memenuhi salah satu persyaratan yang diminta oleh kreditur-kreditur luar negeri Dana Moneter Internasional International Monetary Fund, agar para kreditur luar negeri memperoleh jaminan kepastian hukum. 18 18 Martiman Prodojhamidjojo, Proses Kepailitan Menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan, Jakarta: CV. Mandar Maju, 1999, hal.1. Dalam Black’s Law Dictionary, pailit atau bankrupt adalah “the state or condition of a person individual, partnership, corporation, municipality who is unable to pay its debt as they are, or become due”. The term includes a person againt whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntaru petition, or who has been adjudged a bankrupt. Universitas Sumatera Utara Kondisi atau status seseorang individu, persekutuan, korporasi, kotamadya yang tidak mampu untuk membayar hutang nya sebagaimana adanya, atau jatuh tempo. Istilah meliputi seseorang againt yang suatu petisi tanpa disengaja telah disimpan, atau yang telah menyimpan suatu petisi, atau yang telah divonis bangkrut.” 19 Pengertian kepailitan lain yang dikemukakan oleh para sarjana diantaranya adalah seperti yang dikatakan oleh Siti Soemarti Hartono bahwa kepailitan adalah mogok dalam melakukan pembayaran, Dari pengertian tersebut maka pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitur atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitur sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga. Maksud dari pengajuan permohonan tersebut sebagai bentuk pemenuhan asas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. 20 19 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa, 2002, hal. 11. 20 Siti Soemarti Hartono, Pengantar Hukum Kepailitan, Yogyakarta:Seksi Hukum Dagang FH UGM, 1981, hal. 1. adapun Kartono mengemukakan bahwa Universitas Sumatera Utara kepailitan adalah suatu sitaan umum dan eksekusi atas seluruh kekayaan debitur untuk kepentingan semua krediturnya. 21 Sementara R Subekti menyatakan bahwa pailit berarti keadaan seorang debitur apabila ia telah menghentikan pembayaran hutang-hutangnya, suatu keadaan yang menghendaki campur tangan hakim guna menjamin kepentingan bersama dari para krediturnya. 22 Sebagaimana diketahui, bahwasanya tujuan diaturnya kepailitan dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU adalah : 23 a. Menghindari perebutan harta debitur apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditur yang menagih piutangnya. b. Untuk menghindari adanya kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitur tanpa memperhatikan kepentingan debitur atau para kreditur lainnya. c. Mencegah agar debitur tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditur, atau debitur hanya menguntungkan kreditur tertentu. d. Memberikan perlindungan kepada para kreditur konkuren untuk memperoleh hak mereka sehubungan dengan berlakunya asas jaminan e. Memberikan kesempatan kepada debitur dan kreditur untuk berunding membuat kesepakatan restrukturisasi hutang. 21 Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan Kepailitan, Bandung: Nuansa Aulia, 2006, hal. 13. 22 R Subekti dan R Tjitrosudibyo, Kamus Hukum Jakarta:Pradnya Paramita, 1973, hal.40. 23 Tanpa nama, Permohonan Gizeling dalam perkara-perkara Kepailitan, http:www.redgage.comblogsadvokatkupermohonan-gijzeling-dalam-perkara-kepailitan.html, akses tanggal 27 Juli 2011. Universitas Sumatera Utara Adapun menurut Profesor Radin, dalam bukunya The Nature of Bankruptcy, sebagaimana dikutip oleh Jordan, tujuan semua Undang-undang Kepailitan bankruptcy laws adalah untuk memberikan suatu forum kolektif untuk memilah-milah hak-hak dari berbagai penagih terhadap aset seorang debitur yang tidak cukup nilainya debt collection system. Maka dari itu tujuan-tujuan dari hukum kepailitan adalah: 24 a. Melindungi para kreditur konkuren untuk memperoleh hak mereka sehubungan dengan berlakunya asas jaminan, bahwa “semua harta kekayaan debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang telah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan bagi perikatan debitur” , yaitu dengan cara memberikan fasilitas dan prosedur untuk mereka dapat memenuhi tagihan – tagihannya terhadap debitur. Menurut hukum Indonesia, asas jaminan tersebut dijamin oleh Pasal 1131 KUHPerdata. Hukum kepailitan menghindarkan terjadinya saling rebut di antara para kreditur terhadap harta debitur berkenaan dengan asas jaminan tersebut. Tanpa adanya undang – undang kepailitan, maka akan terjadi kreditur yang lebih kuat akan mendapatkan bagan yang lebih banyak daripada kreditur yang lemah. b. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitur di antara para kreditur sesuai dengan asas pari passu membagi secara pro-porsional harta kekayaan debitur kepada para kreditur konkuren atau unsecured creditors berdasarkan perimbangan besarnya tagihan masing-masing kreditur 24 Ibid,. Universitas Sumatera Utara tersebut. Di dalam hukum Indonesia, asas pari passu dijamin oleh Pasal 1132 KUHPerdata. c. Mencegah agar debitur tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditur. Dengan dinyatakan seorang debitur pailit, maka debitur menjadi tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus dan memindahtangankan harta kekayaannya yang dengan putusan pailit itu status hukum dari harta kekayaan debitur menjadi harta pailit. d. Pada hukum kepailitan Amerika Serikat, hukum kepailitan memberikan perlindungan kepada debitur yang beritikad baik dari para krediturnya, dengan cara memperoleh pembebasan utang. Menurut hukum kepailitan Amerika Serikat, seorang debitur perorangan individual debitor akan dibebaskan dari utang-utangnya setelah selesainya tindakan pemberesan atau likuidasi terhadap harta kekayaannya. Sekalipun nilai harta kekayaannya setelah dilikuidasi atau dijual oleh Likuidator tidak cukup untuk melunasi seluruh utang-utangnya kepada para krediturnya, tetapi debitur tersebut tidak lagi diwajibkan untuk melunasi utang-utang tersebut. Kepada debitur tersebut diberi kesempatan untuk memperoleh financial fresh start. Debitur tersebut dapat memulai kembali melakukan bisnis tanpa dibebani dengan utang-utang yang menggantung dari masa lampau sebelum putusan pailit. menurut US Bankruptcy Code, financial fresh start hanya diberikan bagi debitur pailit perorangan saja, sedangkan bagi debitur badan hukum financial fresh start tidak diberikan. Jalan keluar Universitas Sumatera Utara yang dapat ditempuh oleh perusahaan yang pailit ialah membubarkan perusahaan debitur yang pailit itu setelah likuidasi berakhir. e. Menghukum pengurus yang karena kesalahannya telah mengakibatkan perusahaan mengalami keadaan keuangan yang buruk sehingga perusahaan mengalami keadaan insolvensi dan kemudian dinyatakan pailit oleh pengadilan. Dalam undang-undang kepailitan Indonesia yang berlaku pada saat ini, sanksi perdata maupun pidana tidak diatur di dalamnya, tetapi diatur di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan KUHPidana. Di beberapa negara lain, sanksi- sanksi itu di muat di dalam undang-undang kepailitan Bankruptcy Law negara yang bersangkutan. Di Inggris sanksi-sanksi pidana berkenaan dengan kepailitan ditentukan dalam Companies Act 1985 dan Insolvency Act 1986. f. Memberikan kesempatan kepada debitur dan para krediturnya untuk berunding dan membuat kesepakatan mengenai restrukturisasi utang-utang debitur. Dalam Bankruptcy Code Amerika Serikat, hal ini diatur di dalam Chapter 11 mengenai Reorganization. Di dalam undang-undang kepailitan Indonesia kesempatan bagi debitur untuk mencapai kesepakatan restrukturisasi utang-utangnya dengan para krediturnya diatur dalam BAB II tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU.

F. Metode Penelitian