Gambaran Umum Peubah Peubah Tempat Tumbuh dan Tanah di Lokasi Penelitian

48

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Vegetasi dalam Plot Contoh Kuadrat Didalam 45 plot contoh kuadrat yang disebar di seluruh Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, ditemukan 174 spesies tumbuhan berkayu Lampiran 16. Posisi 45 plot contoh tersebut ditunjukkan pada peta Lampiran 3. Jumlah batang tumbuhan berkayu berdiameter 10 cm untuk tiap plot contoh kuadrat seluas 900 m 2 berkisar dari 26 – 86 batang. Saninten Castanopsis argentea ditemukan pada 31 plot contoh dari 45 plot contoh yang diukur. Data kuantitatif saninten untuk tiap plot disajikan pada Lampiran 6, bersama dengan data tanah serta faktor faktor tempat tumbuh lainnya. Spesies berkayu yang mempunyai indeks asosiasi terbesar berdasarkan indeks Sokal Sneath, 1963 dalam Dombois Ellenberg, 1974 terhadap saninten adalah puspa Schima wallichii. Karena itu, analisis kuantitatif tertentu, selain dilakukan terhadap saninten, juga dilakukan terhadap puspa untuk keperluan analisis perbandingan. Spesies puspa Schima wallichii ini ditemukan pada 36 plot contoh, dari 45 plot contoh yang diambil. Jumlah plot dimana puspa dan saninten ditemukan secara bersama adalah 23 buah. Data kuantitatif puspa untuk tiap plot contoh, disajikan pada Lampiran 7. Plot yang dicantumkan dalam lampiran data untuk puspa ini adalah sama dengan plot yang dicantumkan untuk saninten dalam Lampiran 6. Permudaan saninten semai dan pancang ditemukan pada 8 plot contoh dari 45 plot contoh yang dibuat. Beberapa marga tumbuhan non kayu yang ditemukan pada plot contoh dan berukuran diameter 5 cm adalah antara lain Arenga, Caryota, Pandanus, Cyathea pakis purba, Musa pisang hutan, Pinanga, Plectoconia, dan bambu.

2. Kondisi Tempat Tumbuh dan Tanah di Dalam dan di Sekitar Plot Contoh.

2.1. Gambaran Umum Peubah Peubah Tempat Tumbuh dan Tanah di Lokasi Penelitian

49 Gambaran umum mengenai peubah peubah tanah yang diukur dalam studi ini disajikan pada Tabel 1, sedang perinciannya untuk tiap plot contoh disajikan pada Lampiran 6, bersamaan dengan peubah peubah untuk spesies saninten. Sebagian besar tanah dalam plot contoh mempunyai kerapatan lindak yang rendah kurang dari 0.7 gramcm3, yaitu untuk tanah dari jenis Andisol. Tanah yang mempunyai kerapatan lindak agak tinggi sekitar 1.0 gramcm 3 dalam penelitian ini, umumnya mempunyai tekstur kasar berpasir atau pasir. Tanah tanah Andisol, atau tanah tanah yang mempunyai sifat Andik, berasal dari abu volkanik dan berumur relatif muda Wambeke, 1992. Kerapatan lindak yang rendah, yang banyak ditemukan pada tana h dilokasi studi ini disebabkan oleh bahan induk tanah yang berasal dari abu volkan yang sempat melayang di udara dan oleh umur tanah yang relatif muda, sehingga belum cukup waktu yang tersedia untuk pemadatan tanah. Laporan mengenai kerapatan lindak tanah Taman nasional Gunung Gede-Pangrango, juga pernah dikemukakan oleh Kusmana 1989 dan menunjukkan kisaran nilai antara 0.28 sampai 0.59 gramcm 3 , dan ini berarti bahwa tanah tanah yang dilaporkan oleh Kusmana 1989 tersebut adalah Andisol. Nilai kerapatan lindak tanah tanah Andisol yang dihimpun oleh Wambeke 1992 menunjukkan kisaran nilai 0.29 – 0.72 gramcm 3 dengan rata rata 0.49 gramcm 3 . Nilai kerapatan lindak dalam studi ini relatif lebih tinggi dibanding yang dikemukakan Kusmana 1989 dan Wambeke 1992, yang kemungkinan menunjukkan juga bahwa tanah tanah dalam penelitian ini relatif lebih tua dari yang dilaporkan oleh dua penulis tersebut. Horizon B pada lokasi studi, semuanya termasuk dalam kategori Bw atau merupakan horizon yang baru menunjukkan perkembangan warna atau struktur, atau kedua duanya. Horizon argilik penimbunan liat tidak ditemukan dalam lokasi studi, dan ini disebabkan karena antara lain tanah tanah dalam lokasi studi relatif masih muda. Struktur tanah umumnya adalah gumpal bersudut, gumpal membulat dan granular. Kegemburan antara horizon A dan horizon B pada umumnya sama, walaupun kadar C organik horizon B selalu lebih rendah dibanding yang pada horizon A. Kadang kadang, horizon B lebih gembur dari horizon A untuk plot plot 50 contoh tertentu, tetapi pada seluruh plot contoh dalam penelitian ini, horizon A tidak pernah lebih gembur dari horizon B. Fenomena kegemburan tanah lapisan bawah ini juga dikemukakan oleh Lembaga Penelitian Tanah Bogor 1966 dalam Kusmana 1989. Disini terlihat bahwa penentu utama kegemburan di horizon B di lokasi studi adalah bukan bahan organik, tapi lebih karena peran akar tanaman hutan yang cenderung dalam, seperti fenomena yang dikemukakan oleh Wilde et. al. 1979 yang menunjukkan bahwa akar pohon hutan lebih banyak aktif pada tanah lapisan bawah Horizon B. Tabel 1. Deskripsi seluruh peubah tempat tumbuh di lokasi studi n = 45 plot contoh Nilai Peubah Peubah satuan Minimum Maksimum Rata- rata Simpangan Baku X 1 = Luas Bidang Dasar semua spesies per plot m 2 0.90 8.15 3.67 1.59 X 2 = Jumlah batang semua spesies per plot 26 86 50 16 X 3 = Elevasi m diatas permukaan laut 720 2000 1251 295 X 4 = Kemiringan lereng 214 59 48 X 5 = Tebal Horizon O cm 24 6 5 X 6 = Tebal Horizon A cm 5 35 16 7 X 7 = Kandungan batu 80 10 17 X 8 = pH horizon A 4.16 5.91 5.10 0.47 X 9 = Kadar C organik horizon A 0.82 9.47 4.50 1.72 X 10 = Kadar N total horizon A 0.10 0.58 0.37 0.11 X 11 = Kadar P horizon A ppm 1.60 9.60 4.93 1.95 X 12 = Kadar K horizon A me100g 0.05 2.36 0.25 0.35 X 13 = KTK horizon A me100g 14.35 40.01 23.99 5.51 X 14 = Kadar pasir horizon A 5.12 81.92 41.75 22.84 X 15 = Kadar liat horizon A 1.83 68.57 22.86 17.43 X 16 = pH horizon B 4.15 6.20 5.24 0.50 X 17 = Kadar C organik horizon B 0.22 3.41 1.66 0.91 X 18 = Kadar N total horizon B 0.04 0.34 0.15 0.07 X 19 = Kadar P horizon B ppm 0.30 10.10 4.67 2.32 X 20 = Kadar K horizon B me100 g 0.05 1.49 0.17 0.22 X 21 = KTK horizon B me100g 9.30 30.29 19.63 5.03 X 22 = Kadar pasir horizon B 3.93 93.49 37.68 26.21 X 23 = Kadar liat horizon B 2.32 58.73 19.53 15.45 51 X 24 = Kerapatan lindak horizon A gcm 3 0.39 1.01 0.65 0.15 X 25 = Kerapatan lindak horizon B 0.37 1.36 0.70 0.21 X 26 = pH NaF horizon A 10.60 12.50 11.95 0.57 X 27 = pH NaF Horizon B 10.40 12.50 11.75 0.62 Sebagian besar tanah dalam plot contoh memiliki horizon O gambar 4, kecuali beberapa plot contoh yang ada di elevasi rendah dibawah 900 m dpl di Resort Bodogol plot 22, 32, dan 33. Nampaknya keberadaan dan tebal horizon O ini terkait dengan elevasi dan karena itu juga terkait dengan temperatur dan keberadaan hutan alam sebagai pemasok bahan organik . Koefisien korelasi antara elevasi dan tebal horizon O Lampiran 9 adalah positif dan cukup tinggi 0.58. Suhu yang rendah pada elevasi tinggi cenderung menghambat proses dekomposisi bahan organik dan mendukung keberadaan horizon O. Tebal solum tebal horizon A dan B untuk sebagian besar plot contoh, tidak diketahui secara pasti karena penggalian dengan cangkul untuk pengamatan profil tanah, hanya dilakukan sampai kedalaman 70 – 80 cm. Walaupun demikian dapat dikatakan bahwa semua plot contoh mempunyai tanah dengan solum lebih tebal dari 70 cm, kecuali untuk plot 35 Alic hapludand di Resot Cimande yang hanya mempunyai solum setebal 57 cm. Berdasarkan pengamatan dengan bor tanah, tanah dalam lokasi penelitian ini diduga umumnya mempunyai tebal solum lebih dari 120 cm. Kandungan batu stoniness merupakan peubah tanah yang paling erat kaitannya dengan keberadaan saninten. Di lokasi penelitian ini, kandungan batu lebih besar pada lapisan tanah bawah dibanding pada lapisan atas. Ukuran batu yang tergolong besar, berdiameter sekitar 30 cm. Ada kecenderungan walaupun tidak sepenuhnya konsisten bahwa keberadaan saninten terkait dengan kandungan batu yang tinggi. Hal ini juga terlihat dari analisa analisa kuantitatif selanjutnya, dimana keberadaan saninten cenderung meningkat dengan meningkatnya kandungan batu. Ini bisa diinterpretasikan sebagai fenomena bahwa saninten toleran terhadap kandungan batu yang tinggi, dimana spesies lain yang kurang toleran terhadap kandungan batu yang tinggi, cenderung tidak hadir, dan ini memberikan peluang lebih besar bagi saninten untuk hadir. 52 Gambar 4. Salah satu contoh profil tanah di Resort Cibodas, yang menunjukkan horizon O teratas, warna hitam, tebal 3 cm, horizon A warna coklat kemerahan gelap, tebal 13 cm, dan horizon B dibawah horizon A, warna coklat kemerahan. Buku sebagai pembanding ukuran, berukuran tinggi 21 cm, lebar 14 cm. Nilai pH NaF yang ditemukan dalam studi ini mempunyai kisaran yang sempit. Untuk semua plot contoh, nilai pH NaF berkisar dari 11.0 sampai 12.5, kecuali untuk plot 27 Horizon A dan B dan plot 31 Horizon B serta plot 32 Horizon B, yang mempunyai nilai pH NaF dibawah 11 Lampiran 6. Dalam hal ini, contoh tanah yang mempunyai pH NaF dibawah 11 tersebut, terrnyata mempunyai kerapatan lindak yang relatif tinggi dibanding contoh tanah lainnya. Koefisien korelasi antara nilai pH NaF dan kerapatan lindak adalah negatif Lampiran 9. Hal ini nampaknya ada kaitan dengan sifat Andik salah satu indikator sifat andik adalah kerapatan lindak yang rendah untuk retensi fosfat, dimana pH NaF dilaporkan oleh Gilkes dan Hughes 1994 sebagai indikator untuk retensi fosfat. Arah lereng merupakan suatu peubah kualitatif untuk tiap plot contoh, dan dicatat sebagai berikut: Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat, Barat Laut, dan Tanpa Arah Lampiran 10. Lampiran 10 ini berisi deskripsi profil tanah untuk semua plot contoh. Kategori ”Tanpa Arah” digunakan untuk plot contoh 53 yang berada ditempat datar lereng 0 . Karena kajian utama studi ini adalah penampilan saninten di hutan alam, maka pengaruh arah lereng ini terhadap penampilan saninten dominasi relatif saninten diuji dengan analisis keragaman ANOVA memakai program SPSS 10. Deskripsi arah lereng dan rata rata dominasi relatif saninten disajikan pada Tabel 2, bersamaan dengan rata rata dominasi relatif puspa sebagai bahan perbandingan. Analisis keragaman terhadap arah lereng dan dominasi relatif saninten disajikan pada Tabel 3, bersama dengan hasil uji kehomogenan ragam dari Levene prosedur dari program SPSS 10. Analisis keragaman yang sama, tetapi untuk puspa, disajikan pada Tabel 4. Kehomogenan ragam pada Tabel 3 dan 4 bisa diasumsikan pada taraf α = 0.05 untuk Tabel 3, dan pada taraf α = 0.01 untuk Tabel 4. Tabel 3 dan 4 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antar arah lereng, dalam hal dominasi relatif saninten ataupun dominasi relatif puspa. Dengan perkataan lain, arah lereng tidak berpengaruh nyata terhadap dominasi relatif saninten ataupun puspa. Secara teoritis, arah lereng akan mempengaruhi pola penyinaran matahari terhadap tumbuhan, dan selanjutnya mempengaruhi kelimpahan biomassa pohon hutan yang dicerminkan oleh besarnya luas bidang dasar tumbuhan per satuan luas. Deskripsi arah lereng dan luas bidang dasar tumbuhan berkayu per plot, dikemukakan pada Tabel 5. Tabel 2. Deskripsi arah lereng plot plot contoh, dan dominasi relatif saninten serta puspa Dominasi relatif saninten Castanopsis argentea Dominasi relatif puspa Schima wallichi Arah lereng Banyaknya plot contoh Rata-rata Simpangan baku Rata-rata Simpangan baku Utara 3 14.00 20.51 21.06 25.29 54 Timur Laut 8 5.80 11.10 35.29 35.34 Timur 2 5.65 7.99 18.25 8.75 Tenggara 3 7.02 2.79 19.56 18.18 Selatan 7 6.71 9.49 24.73 23.14 Barat Daya 10 11.87 14.07 7.95 11.12 Barat 7 14.43 16.70 29.06 30.79 Barat laut 3 14.29 12.41 4.70 4.40 Tanpa Arah 2 16.36 22.32 24.16 17.15 Total banyaknya plot contoh 45 Tabel 3. Analisis keragaman dominasi relatif saninten dan arah lereng. Sumber keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah Nilai F Signifikansi P value Antar arah lereng 634.379 8 79.297 0.434 0.893 Di dalam arah lereng 6584.099 36 182.892 Total 7218.478 44 Uji kehomogenan ragam Levene: Statistik Levene = 1.434 ; Signifikansi P value = 0.216 Tabel 4. Analisis keragaman dominasi relatif puspa dan arah lereng. Sumber keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah Nilai F Signifikansi P value Antar arah lereng 4722.301 8 590.288 1.007 0.448 Di dalam arah lereng 21104.946 36 586.249 Total 25827.248 44 Uji kehomogenan ragam Levene: Statistik Levene = 2.915; Signifikansi P value = 0.013 Selanjutnya, analisa keragaman terhadap luas bidang dasar per plot dan arah lereng, disajikan pada Tabel 6, bersama dengan hasil uji kehomogenan ragam dari Levene prosedur dari program SPSS 10. Kehomogenan ragam pada Tabel 6, berdasarkan uji Levene, bisa diasumsikan pada taraf α = 0.05. Tabel 6 menunjukkan 55 bahwa terdapat pengaruh yang nyata dari arah lereng terhadap luas bidang dasar tumbuhan persatuan luas. Arah lereng utara mempunyai luas bidang dasar terbesar atau mempunyai hutan yang paling lebat. Hal ini bisa disebabkan karena Gunung Gede – Pangrango terletak dibelahan bumi selatan, sedang lintasan matahari sepanjang tahun, bergerak disekitar ekuator, dan karena itu untuk belahan bumi Selatan, lereng Utara akan mendapatkan penyinaran matahari yang lebih banyak lebih baik, sedang untuk belahan bumi Utara, lereng Selatan akan mendapat penyinaran matahari yang lebih banyak Steenis, 1972. Tabel 5. Deskripsi arah lereng plot plot contoh, dan luas bidang dasar semua spesies per plot contoh. Luas bidang dasar semua spesies per plot contoh Arah lereng Banyaknya plot contoh Rata-rata Simpangan baku Utara 3 6.27 2.35 Timur Laut 8 3.13 1.07 Timur 2 3.46 0.47 Tenggara 3 2.53 0.99 Selatan 7 4.82 1.88 Barat Daya 10 3.69 0.98 Barat 7 3.34 1.58 Barat Laut 3 2.59 1.13 Tanpa arah 2 2.54 0.63 Total banyaknya plot contoh 45 56 Tabel 6. Analisis keragaman luas bidang dasar semua spesies per plot dan arah lereng. Sumber keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah Nilai F Signifikansi P value Antar arah lereng 42.615 8 5.327 2.783 0.017 Di dalam arah lereng 68.915 36 1.914 Total 111.53 44 Uji kehomogenan ragam Levene: Statistik Levene = 1.329; Signifikansi P value = 0.261

2.2. Kaitan antara Jenis Tanah dan Keberadaan Spesies Tumbuhan Tertentu.