Kerusakan Lahan Pertanian KERUSAKAN LAHAN PERTANIAN AKIBAT TSUNAMI DI NAD

Selain kerusakan pada lahan pertanian, kerusakan juga terjadi pada jaringan irigasi, bangunan irigasi, saluran irigasi di tingkat usahatani, jalan usahatani, pematang sawah, terasering lahan kering, serta bangunan petakan lahan usahatani. Lahan perkebunan yang mengalami kerusakan diperkirakan mencapai 36.803 Ha Departemen Pertanian, 2005 dalam BAPPENAS, 2005 yang meliputi lahan perkebunan karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, cengkeh, pala, pinang, coklat, nilam, dan jahe. Lahan perkebunan yang paling luas mengalami kerusakan adalah tanaman kelapa yang tumbuh di sepanjang pesisir. Berdasarkan wilayah administratif, lahan perkebunan yang paling banyak mengalami kerusakan berada di wilayah Kabupaten Aceh Barat, Simeulue, Nagan Raya, dan Aceh Jaya. Belum ada data mengenai persentase dari kerusakan lahan perkebunan terhadap total lahan perkebunan yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam. Kerusakan lahan akibat gempa dan tsunami menyebabkan masuknya air laut salinitas ke darat dan tebalnya sedimen yang diendapkan. Berdasarkan survei dari Food and Agriculture Organization FAO yang dilakukan pada tanggal 11-14 Januari 2005, kerusakan berat di wilayah Aceh bagian barat adalah tingkat salinitas mencapai 40 kali tingkat yang dapat ditoleransi oleh tanaman. Pengaruh air laut masuk ke daratan sampai ketinggian 20 meter di atas permukaan laut. Hasil analisis laboratorium Departemen Pertanian terhadap beberapa contoh lumpur menunjukkan rata-rata Daya Hantar Listrik DHL adalah 30,7 dSm dengan kisaran 11,5 sampai 48.9 dSm, DHL untuk tanah permukaan rata-rata sebesar 4,8 dSm dengan kisaran 0.3 sampai 8.4 dSm. Umumnya tanaman semusim seperti jagung, kacang tanah, dan padi mulai terganggu pertumbuhannya pada DHL 4 dSm. Kandungan garam pada contoh lumpur dan tanah juga cukup tinggi yaitu 2000-26900 ppm untuk lumpur dan 140 – 6000 ppm untuk tanah. Tingkat toleransi tanaman semusim terhadap kandungan garam-garam dalam tanah umumnya sekitar 2000ppm. Secara umum kerusakan lahan pertanian di pantai barat lebih berat dibandingkan pantai timur.Di pantai barat sedimen yang menutup lahan lebih tebal, umumnya 20 cm, dibandingkan dengan di pantai timur yang umumnya 20 cm. Lumpur tebal 10 cm umumnya dijumpai pada jarak 3 – 4 km dari pantai, makin dekat ke pantai ketebalan lumpur makin tipis dan teksturnya makin kasar. Lumpur ini berwarna abu-abu sampai hijau terang dan sangat keras ketika kering Shofiyati, 2005

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Kerangka Pendekatan Metodologi

Bencana alam tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 di Nanggroe Aceh Darussalam tidak saja menyebabkan ratusan ribu orang meninggal dan ratusan ribu lainnya hilang, tetapi juga merusak berbagai fasilitas termasuk lahan pertanian. Kerusakan lahan pertanian sebagian besar diakibatkan oleh peningkatan kadar garam salinitas, sedimen lumpur laut, sampah dan puing-puing bangunan, serta rusaknya infrastruktur irigasidrainase dan jalan. Kerusakan lahan terjadi utamanya dalam bentuk perubahan tekstur tanah dan perubahan garis pantai yang terjadi di hampir seluruh kawasan pesisir yg terkena gelombang tsunami. Kerusakan lahan juga terjadi karena penimbunan dan pemadatan limbah tsunami yang terjadi dibeberapa lokasi. Bentuk kerusakan lahan lain terjadi akibat dari luapan air laut yang mengakibatkan sifat-sifat kimia dan kesuburan tanah mengalami degradasi. Kerusakan lahan pertanian tersebut juga telah menyebabkan kegiatan usahatani masyarakat terhenti. Kerusakan lahan pertanian tersebut harus diupayakan perbaikan atau rehabilitasi dengan suatu perencanaan rehabilitasi yang baik dengan mengakomodir aspirasi masyarakat yang merupakan pihak yang sangat merasakan dampak dari kerusakan lahan pertanian tersebut. Perencanaan kegiatan rehabilitasi lahan pertanian pascatsunami harus didukung oleh data-data mengenai kondisi kerusakan lahan dan aspirasi masyarakat terhadap rencana rehabilitasi lahan pertanian yang akan dilakukan oleh pemerintah.Untuk mendapatkan data mengenai kondisi kerusakan lahan pertanian dilakukan pengamatan terhadap lahan pertanian yang rusak melalui pendekatan metode observasi yang dikeluarkan oleh FAO tahun 2005 dan untuk mendapatkan data karakteritik lahan dilakukan pengambilan contoh tanah yang selanjutnya dianalisis di dalam laboratorium untuk mendapatkan karakteristik sifat fisika dan kimia tanah. Data mengenai aspirasi dan pendapat masyarakat diperoleh melalui pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan kuesioner dan wawancara, hasil kuesioner dianalisis dengan menggunakan metode Kuantifikasi Hayashi II untuk mendapatkan hubungan antara karakteristik masyarakat dengan pendapat mereka akan rencana rehabilitasi lahan pertanian pascatsunami. Lebih jelas kerangka pendekatan kegiatan metodologi penelitian disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Kerangka pendekatan metodologi

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Lho’nga, Kabupaten Aceh Besar , Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Desa yang dipilih adalah Desa Meunasah Baro dan Desa Meunasah Manyang. Pemilihan kedua desa tersebut dengan pertimbangan bahwa keduanya merupakan desa yang letaknya dekat dengan pantai dan memiliki lahan pertanian. Penelitian dilakukan selama tujuh bulan, dimulai dari bulan Mei hingga Desember 2005. Adapun peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 3. Lahan pertanian Gempa dan tsunami Lahan pertanian rusak - Sampah dan puing - Sedimentasi - Salinitas meningkat Bofisik - Perubahan struktur tanah - Perubahan sifat fisika -kimia tanah Sosial ekonomi - Kehilangan kegiatan pertanian -Terhentinya perekonomian Data kondisi dan tingkat kerusakan lahan Data Tingkat kerusakan lahan Data Karakteristik Lahan yang rusak Tabel Observasi FAO 2005 Analisis Laboratorium contoh tanah Aspirasi dan pendapat masyarakat Data Aspirasi dan pendapat - Aspirasi dan pendapat Masyarakat - Karakteristik masyarakat Wawancara dan keusioner Analisis Hayashi II Rehabilitasi lahan berdasarkan kondisi kerusakan lahan dan parsitpasi masyarakat Lahan pertanian dapat digunakan kembali untuk usaha pertanian Rencana Rehabilitasi lahan Dukungan data kondisi lahan Dukungan data asipirasi dan pendapat masyarakat Gambar 3. Peta lokasi penelitian

4.3. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah contoh tanah, bahan-bahan kimia yang digunakan dalam analisis contoh tanah di laboratorium, peta rupa bumi skala 1:50.000 Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional,1984, peta tanah skala 1:250.000 Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1990 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat untuk analisis di laboratorium, bor tanah, ring sampel, cangkul, meteran, plastik sampel, alat tulis dan alat dokumentasi.

4.4. Analisis Kerusakan Lahan

Hubungan antara tujuan 1 penelitian, analisis data, data yang diperlukan, sumber data dan output yang diharapkan dari analisis terhadap kerusakan lahan dapat dilihat pada Tabel 2 . Aceh Besar 5 °1 5° 1 5 °2 5 °2 5 °3 5° 3 5° 4 5 °4 95°00 95°00 95°10 95°10 95°20 95°20 95°30 95°30 95°40 95°40 95°50 95°50 95 95 10 10 20 Kilometers N E W S PETA ADMINISTRASI KECAMATAN ACEH BESAR Scala 1 : 500.000 PK-UNAYA 2003 LEGENDA Darul Imarah Darussalam Indrapuri Ingin Jaya Ku ta Baro Lhoknga Leupung Lhoong Mesjid Raya Montasik Peukan Bada Pulo Aceh Seulimeum Sukanakmur Sungai Jalan Lokasi Penelitian